Tuesday, October 11, 2016

Manajemen Laba

Scott (2006) mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu cara penyajian laba yang bertujuan untuk memaksimalkan utilitas manajemen dan atau meningkatkan nilai pasar  melalui pemilihan kebijakan prosedur akuntansi oleh manajemen. Terdapat dua cara pandang dalam memahami manajemen laba yang dilakukan manajer perusahaan: pertama, bertujuan untuk memaksimalkan utilitas manajemen (opportunistic behavior). Kedua, bertujuan untuk memberikan keuntungan kepada semua pihak yang terkait dalam kontrak (efficient contracting). Pengertian lain tentang manajemen laba :
·         Manajemen laba adalah tindakan manajer yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
·         Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.
·         Manajemen laba adalah campur tangan dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri. Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
·         Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba.
            Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan GAAP/IFRS. Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai laba untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya.
            Menurut Scott (2006) ada beberapa motivasi untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
  1. Motivasi Program Bonus
Menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan manajemen laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba bersih perusahaan. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath) yang bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada satu tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan yang dilakukan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan mendapatkan bonus yang lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya manajer akan melakukan manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara bogey dan cap.
  1. Motivasi Politik (Political Motivations)
Perusahaan besar yang aktivitasnya berhubungan dengan publik atau perusahaan yang bergerak dalam industri strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untuk diawasi. Perusahaan seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada perioda kemakmuran perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi yang meminimalkan laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan mendorong pemerintah untuk meningkatkan peraturan untuk menurunkan profitabilitas mereka.
  1. Motivasi Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran besar dalam keputusan manajemen laba.
  1. Motivasi Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)
Manajemen laba juga terjadi disekitar waktu pergantian CEO. Hipotesis program bonus memprediksi bahwa ketika waktu mendekati pengunduran diri CEO maka tindakan yang dilakukan adalah memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus mereka. Sedangkan CEO yang kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba untuk memaksimalkan laba mereka dengan tujuan mencegah atau menunda pemberhentian mereka. Motivasi melakukan manajemen laba juga dapat dilakukan oleh CEO baru, terutama jika cost dibebankan pada tahun transisi, melalui penghapusan operasi yang tidak diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.
  1. Initial Public Offering (IPO)
Perusahaan go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan tersebut melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka. Nampaknya informasi akuntansi keuangan yang dimasukkan dalam prospektus bermanfaat sebagai sumber informasi. Terdapat kemungkinan bahwa manajer perusahaan go public akan mengelola prospektusnya dengan harapan dapat menaikkan harga saham.
  1. Motivasi Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)
Manajemen laba dengan tujuan untuk memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian utang bertujuan melindungi peminjam terhadap tindakan manajer. Pelanggaran terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi terhadap perusahaan, oleh karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap covenant.

Pola-pola Manajemen Laba
            Scott (2000) dalam Jaryanto (2008) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan oleh para menejer perusahaan ke dalam empat jenis pola manajemen laba sebagai berikut:
·         Cuci Bersih (Taking a Bath)
Pola ini terjadinya pada periode sulit, kondisi buruk yang tidak menguntungkan dan tidak dapat dihindari lagi pada periode tersebut, ataupun pada saat terjadi reorganisasi, termasuk pengangkatan CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin dalam jumlah yang besar, sebagai akibat dari penghapusan aktiva dan/atau pembebanan biaya-biaya masa depan sekaligus pada periode tersebut dengan harapan laba pada periode-periode mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode mendatang.
·         Menurunkan Laba (Income Minimization)
Pola ini dilakukan sebagai alasan politis pada periode laba yang tinggi dengan cara seperti pada pola taking a bath, yaitu mempercepat penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk biaya eksplorasi, dan mengakui pengeluaran-pengeluaran lain sebagai biaya periode tersebut. Hal ini dilakukan pada saat profitabilitas tinggi dengan maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya menyimpan laba sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis dapat diatasi dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.
·         Menaikkan Laba (Income Maximization)
Pola ini dilakukan pada saat laba mengalami penurunan. Kebalikan dari income minimization, income maximization dilakukan dengan cara mengambil simpanan laba periode sebelumnya ataupun menarik laba periode yang akan datang, misalnya dengan menunda pembebanan biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus, motivasi penghindaran pelanggaran perjanjian utang, pada saat penawaran saham perdana dan musiman, ataupun untuk menghindari turunnya harga saham secara drastis.
·         Perataan Laba (Income Smoothing)
Income smoothing dilakukan dengan meratakan laba antar periode yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal, terutama bagi investor yang pada umumnya lebih menyukai laba yang relatif stabil. Income smoothing bisa dikatakan pola perpaduan antara income minimization dengan income maximization antar periode, dimana pada periode laba yang tinggi, laba akan disimpan untuk digunakan pada periode laba yang rendah.

 Alasan Dilakukan Manajemen Laba
            Alasan dilakukan manajemen laba karena:
1) Manajemen laba dapat meningkatkan kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini karena tingkat keuntungan atau laba dikaitka n dengan prestasi manajemen dan juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
2) Manajemen laba dapat memperbaiki hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan perusahaan.

3) Manajemen laba dapat menarik investor untuk menanamkan modalnya.

No comments: