Scott (2006)
mendefinisikan manajemen laba sebagai suatu cara penyajian laba yang bertujuan
untuk memaksimalkan utilitas manajemen dan atau meningkatkan nilai pasar melalui pemilihan kebijakan prosedur
akuntansi oleh manajemen. Terdapat
dua cara pandang dalam memahami manajemen laba yang dilakukan manajer
perusahaan: pertama, bertujuan untuk memaksimalkan utilitas manajemen
(opportunistic behavior). Kedua, bertujuan untuk memberikan keuntungan kepada
semua pihak yang terkait dalam kontrak (efficient contracting). Pengertian lain tentang manajemen laba :
·
Manajemen laba adalah tindakan manajer
yang menaikkan (menurunkan) laba yang dilaporkan dari unit yang menjadi
tanggung jawabnya yang tidak mempunyai hubungan dengan kenaikan atau penurunan
profitabilitas perusahaan dalam jangka panjang.
·
Manajemen laba terjadi ketika manajer
menggunakan judgement dalam laporan keuangan dan penyusunan transaksi untuk
mengubah laporan keuangan, sehingga menyesatkan stakeholders tentang kinerja
ekonomi perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil yang berhubungan dengan
kontrak yang tergantung pada angka akuntansi.
·
Manajemen laba adalah campur tangan
dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan untuk menguntungkan
diri sendiri. Manajemen laba adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi
kredibilitas laporan keuangan, manajemen laba menambah bias dalam laporan
keuangan dan dapat mengganggu pemakai laporan keuangan yang mempercayai angka
laba hasil rekayasa tersebut sebagai angka laba tanpa rekayasa.
·
Manajemen laba merupakan area yang
kontroversial dan penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu
diartikan sebagai suatu upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya
manajemen laba berorientasi pada manipulasi laba.
Manajemen
laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk memanipulasi data atau informasi
akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan dengan pemilihan metode akuntansi
yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk tujuan tertentu dalam batasan
GAAP/IFRS.
Pihak-pihak yang kontra terhadap manajemen laba, menganggap bahwa manajemen
laba merupakan pengurangan dalam keandalan informasi yang cukup akurat mengenai
laba untuk mengevaluasi return dan resiko portofolionya.
Menurut
Scott (2006) ada beberapa motivasi untuk melakukan manajemen laba, yaitu:
- Motivasi
Program Bonus
Menunjukkan secara empiris bahwa sebelum
melakukan manajemen laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan
atas laba bersih perusahaan. Jika pada suatu tahun tertentu laba bersih
perusahaan rendah (di bawah bogey) maka tindakan manajer adalah menurunkan
pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath)
yang bermaksud untuk mencapai bonus pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada
satu tahun tertentu laba bersih perusahaan tinggi (diatas cap) maka tindakan
yang dilakukan manajer adalah menurunkan pendapatan, sehingga laba perusahaan
akan menjadi lebih rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan
mendapatkan bonus yang lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya
manajer akan melakukan manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara
bogey dan cap.
- Motivasi
Politik (Political Motivations)
Perusahaan besar yang aktivitasnya
berhubungan dengan publik atau perusahaan yang bergerak dalam industri
strategis seperti minyak dan gas akan sangat mudah untuk diawasi. Perusahaan
seperti ini cenderung untuk mengelola labanya. Pada perioda kemakmuran
perusahaan menggunakan prosedur dan praktik-praktik akuntansi yang meminimalkan
laba bersih perusahaan. Sebaliknya, publik akan mendorong pemerintah untuk
meningkatkan peraturan untuk menurunkan profitabilitas mereka.
- Motivasi
Perpajakan (Taxation Motivations)
Motivasi penghematan pajak menjadi
motivasi manajemen laba yang paling nyata. Namun demikian, kewenangan pajak
cenderung untuk memaksakan aturan akuntansi pajak sendiri untuk menghitung
pendapatan kena pajak. Seharusnya secara umum perpajakan tidak mempunyai peran
besar dalam keputusan manajemen laba.
- Motivasi
Perubahan Chief Executif Officer (Changes of CEO Mativations)
Manajemen laba juga terjadi disekitar
waktu pergantian CEO. Hipotesis program bonus memprediksi bahwa ketika waktu
mendekati pengunduran diri CEO maka tindakan yang dilakukan adalah
memaksimalkan laba untuk meningkatkan bonus mereka. Sedangkan CEO yang
kinerjanya buruk akan melakukan manajemen laba untuk memaksimalkan laba mereka
dengan tujuan mencegah atau menunda pemberhentian mereka. Motivasi melakukan
manajemen laba juga dapat dilakukan oleh CEO baru, terutama jika cost
dibebankan pada tahun transisi, melalui penghapusan operasi yang tidak
diinginkan atau divisi yang tidak menguntungkan.
- Initial
Public Offering (IPO)
Perusahaan
go public belum memiliki nilai pasar, dan menyebabkan manajer perusahaan
tersebut melakukan manajemen laba dalam prospektus mereka. Nampaknya informasi
akuntansi keuangan yang dimasukkan dalam prospektus bermanfaat sebagai sumber
informasi. Terdapat kemungkinan bahwa manajer perusahaan go public akan
mengelola prospektusnya dengan harapan dapat menaikkan harga saham.
- Motivasi
Perjanjian Utang (Debt Covenants Motivations)
Manajemen laba dengan tujuan untuk
memenuhi perjanjian utang timbul dari kontrak utang jangka panjang. Perjanjian
utang bertujuan melindungi peminjam terhadap tindakan manajer. Pelanggaran
terhadap covenant mengakibatkan cost yang tinggi terhadap perusahaan, oleh
karena itu manajer berusaha untuk menghindari terjadinya pelanggaran terhadap
covenant.
Pola-pola
Manajemen Laba
Scott
(2000) dalam Jaryanto (2008) membagi manajemen laba yang mungkin dilakukan oleh
para menejer perusahaan ke dalam empat jenis pola manajemen laba sebagai
berikut:
·
Cuci Bersih (Taking a Bath)
Pola ini terjadinya pada periode sulit,
kondisi buruk yang tidak menguntungkan dan tidak dapat dihindari lagi pada
periode tersebut, ataupun pada saat terjadi reorganisasi, termasuk pengangkatan
CEO baru. Manajer melaporkan kerugian, mungkin dalam jumlah yang besar, sebagai
akibat dari penghapusan aktiva dan/atau pembebanan biaya-biaya masa depan
sekaligus pada periode tersebut dengan harapan laba pada periode-periode
mendatang dapat meningkat karena berkurangnya beban periode mendatang.
·
Menurunkan Laba (Income Minimization)
Pola ini dilakukan sebagai alasan politis
pada periode laba yang tinggi dengan cara seperti pada pola taking a bath,
yaitu mempercepat penghapusan atas barang modal dan aktiva tak berwujud, biaya
iklan dan pengeluaran untuk penelitian dan pengembangan, hasil akuntansi untuk
biaya eksplorasi, dan mengakui pengeluaran-pengeluaran lain sebagai biaya
periode tersebut. Hal ini dilakukan pada saat profitabilitas tinggi dengan
maksud agar tidak mendapat perhatian secara politis sekaligus sebagai upaya
menyimpan laba sehingga jika laba periode mendatang mengalami penurunan drastis
dapat diatasi dengan mengambil simpanan laba periode berjalan.
·
Menaikkan Laba (Income Maximization)
Pola ini dilakukan pada saat laba
mengalami penurunan. Kebalikan dari income minimization, income maximization
dilakukan dengan cara mengambil simpanan laba periode sebelumnya ataupun
menarik laba periode yang akan datang, misalnya dengan menunda pembebanan
biaya. Pola ini dilakukan atas dasar motivasi bonus, motivasi penghindaran
pelanggaran perjanjian utang, pada saat penawaran saham perdana dan musiman,
ataupun untuk menghindari turunnya harga saham secara drastis.
·
Perataan Laba (Income Smoothing)
Income smoothing dilakukan dengan
meratakan laba antar periode yang dilaporkan untuk tujuan pelaporan eksternal,
terutama bagi investor yang pada umumnya lebih menyukai laba yang relatif
stabil. Income smoothing bisa dikatakan pola perpaduan antara income
minimization dengan income maximization antar periode, dimana pada periode laba
yang tinggi, laba akan disimpan untuk digunakan pada periode laba yang rendah.
Alasan
Dilakukan Manajemen Laba
Alasan
dilakukan manajemen laba karena:
1) Manajemen laba dapat meningkatkan
kepercayaan pemegang saham terhadap manajer. Manajemen laba berhubungan erat
dengan tingkat perolehan laba atau prestasi usaha suatu organisasi, hal ini
karena tingkat keuntungan atau laba dikaitka n dengan prestasi manajemen dan
juga besar kecilnya bonus yang akan diterima oleh manajer.
2) Manajemen laba dapat memperbaiki
hubungan dengan pihak kreditor. Perusahaan yang terancam default yaitu tidak
dapat memenuhi kewajiban pembayaran utang pada waktunya, perusahaan berusaha
menghindarinya dengan membuat kebijakan yang dapat meningkatkan pendapatan
maupun laba. Dengan demikian akan memberi posisi bargaining yang relatif baik
dalam negoisasi atau penjadwalan ulang utang antara pihak kreditor dengan
perusahaan.
3) Manajemen laba dapat menarik investor
untuk menanamkan modalnya.
No comments:
Post a Comment