DAMPAK KONTEKS
ORGANISASI TERHADAP KONTROL EDI
(PERTUKARAN DATA ELEKTRONIK)
Sangjae Lee, Ingoo Han
Received 1 December 1998; received in revised form 1 December 1999; accepted
1 January 2000
Meningkatnya
pertukaran data elektronik (EDI) dalam konteks organisasi telah menyebabkan
meningkatnya pengakuan akan kebutuhan untuk menerapkan prosedur kontrol/pengendalian
yang tepat. Persyaratan untuk sistem pengendalian bervariasi sesuai dengan operasi
bisnis. Model penelitian mempengaruhi kontrol formal, informal, dan otomatis
yang masing-masing dapat dikategorikan sebagai kontrol internal dan eksternal.
Data dikumpulkan dari 110 perusahaan yang telah mengadopsi EDI. Kecanggihan Sistem
Informasi dan kerutinan tugas dikaitkan secara signifikan dengan penggunaan kontrol
formal dan otomatis baik kontrol internal maupun eksternal. Desentralisasi dan
kepercayaan mitra mempengaruhi penggunaan kontrol informal internal dan
eksternal. Hasil penelitian ini dapat membantu manajer EDI atau auditor
menentukan kontrol yang diperlukan untuk konteks organisasi tertentu. Selain
itu, penelitian ini akan menarik perhatian para praktisi EDI dalam merancang
sistem pengendalian.
Pendahuluan
·
EDI (Electronic Data Interchanged), merupakan
sistem yang rnentransmisi data dalam komputer dari situs yang berbeda dan dapat
dikirim dalam format cetakan. Berfungsi untuk meningkatkan performa pelayanan
kepada pelanggan dan dapat mengefisiensi biaya pemrosesan data.
·
Implementasi dari EDI telah
memberikan manfaat yang cukup besar bagi perusahaan yang mengadopsi sistem ini
meskipun masih ada hambatan dalam pelaksanaannya. (Banerjee and Gohar 1994)
·
Kontrol
EDI perlu dirancang dan dipelihara untuk memastikan kelengkapan,
integritas, akurasi, dan ketepatan waktu informasi agar dapat mencapai tujuan
yakni perbaikan pelayanan, efisiensi biaya dan produktifitas kinerja (Chan et
al., 1993)
·
Biaya pemrosesan data,
kehilangan salah satu data (transaksi), ataupun resiko kebocoran data dapat di
minimalisir bahkan dihapuskan apabila perusahaan menggunakan sistem
pengendalian informasi yang tepat (Weber, 1988).
·
Pedoman dalam membuat desain
EDI dapat diperoleh dalam literatur (Hansen dan Hill, 1989 ISACA, 1990) Namun
klasifikasi sistematis secara substansial dalam kontrol EDI masih kurang karena
masih kurangnya penelitian ilmiah yang mengangkat kasus seperti ini.
Penelitian ini
membahas dua masalah yaitu:
1. Bagaimanakah klasifikasi Kontrol EDI?
2.
Apakah aspek utama dalam
konteks organisasi perusahaan yang dapat mempengaruhi kontrol EDI?
v
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dampak dari konteks organisasi pada kontrol
EDI. Kontrol EDI merupakan bagian dari keseluruhan sistem
kontrol organisasi. Tujuan dari kontrol EDI adalah untuk memastikan bahwa
organisasi mencapai tujuannya melalui penerapan EDI. Kontrol ini berhubungan
dengan proses manajemen untuk menjaga aset, memelihara integritas data, dan
mencapai tujuan organisasi secara efektif, sementara menggunakan sumber daya
secara efisien.
Semakin berkembangnya penggunaan EDI
dalam perusahaan dapat memperoleh keunggulan bersaing karena terbukti bahwa EDI
mempunyai keuntungan kompetitif (Chan et al., 1993; Weber, 1988 dalam
Sangjae Lee dan Ingoo Han, 2000). Dunia usaha juga mengalami situasi persaingan
global dan untuk memenangkan persaingan sebuah perusahaan harus dapat menguasai
teknologi informasi agar menjadi pemenang dalam kompetisi global.
Perkembangan teknologi yang sangat
pesat, menuntut dunia usaha untuk mengoptimalkan fasilitas teknologi informasi
dalam rangka untuk menang dalam persaingan global, meskipun diperlukan
investasi yang cukup mahal. Perkembangan sistem EDI (Electronic Data
Interchange) seperti VAN (value Added Network) atau partner trust
(Chan et al., 1993; ISACA, 1990; Jamieson, 1994; Marcella dan Chan,
1993 dalam Sangjae Lee dan Ingoo Han, 2000), membutuhkan investasi yang cukup
banyak agar perusahaan dapat menerapkannya baik sarana hardware maupun software.
Oleh karena itu, dengan menggunakan EDI akan meningkatkan layanan pelanggan dan
efisiensi biaya karena re-entry data dan paper work dapat
dikurangi (Sangjae Lee dan Ingoo Han, 2000).
Berdasarkan tinjauan literatur terkait kontrol organisasi serta inovasi
organisasi dalam pelaksanaan pengendalian berbasis EDI. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam membangun kontrol EDI adalah:
·
Karakteristik organisasi
(ukuran, profesionalisme, dan desentralisasi)
·
Karakteristik teknologi
(kecanggihan SI, peran SI)
·
Karakteristik pekerjaan
(ketergantungan tugas, kerutinan)
·
Trust (kepercayaan)
Berdasarkan kerangka teori yang telah di buat, model penelitian dapat
dilihat sebagai berikut:
1. Kontrol EDI merupakan bagian dari keseluruhan sistem kontrol organisasi
yang bertujuan untuk memastikan bahwa organisasi dapat mencapai tujuan melalui
pelaksanaan EDI yang berkaitan dengan proses manajemen dalam menajaga aset,
integritas data, dan mengefisiensi konsumsi sumber daya.
Penelitian ini menggunakan tiga
dimensi kontrol EDI :
·
Kontrol formal, merupakan kontrol
yang sifatnya tertulis dan dibuat/dirancang oleh manajemen (Jaworski et al,
1993).
·
Kontrol informal, merupakan
kontrol yang sifatnya berdasarkan keyakinan dan nilai-nilai yang dikembangkan
oleh anggota organisasi (Jaworski et al, 1993).
·
Kontrol otomatis, merupakan
kontrol yang sifatnya terkomputerisasi.
2. Kontrol EDI dapat dikategorikan dalam kontrol internal dan kontrol
eksternal.
·
Kontrol internal untuk sistem
EDI bertujuan untuk memonitor sistem aplikasi intern seperti sistem produksi
atau sistem penjualan.
·
Kontrol eksternal seperti VAN (Value Added Network) dan mitra usaha yang
memiliki kepentingan khusus (Chan et al, 1993). Dimensi kontrol EDI dapat dilihat dalam
kerangka kontrol sebagai berikut:
Tabel 1
|
Konteks organisasi yang harus
dipertimbangkan dalam merancang kontrol EDI untuk membuat sistem kontrol yang
efektif dan efisien. Sebagai contoh, sebuah organisasi besar dengan sistem
informasi canggih harus lebih menekankan pada sistem kontrol EDI dibandingkan
dengan organisasi kecil dengan kecanggihan SI infrastruktur (Chan et al.,
1993).
Size (Ukuran)
Sebagai organisasi yang bertumbuh besar, masalah kontrol menjadi sebuah hal
penting misalnya dalam bidang sosial, koordinasi, dan komunikasi menjadi lebih
rumit (Jaworski, 1988; Yap dan Souder, 1993). Organisasi yang besar tentunya
menghadapi jumlah meningkat secara eksponensial dari saluran informasi, yang
membuat kontrol informal yang kurang efektif (Blau dan Scott, 1972; Burns dan
Stalker, 1966; Merchant, 1981,1984). Terkait hal ini muncul sebuah Hipotesis yaitu:
·
H 1-1: Semakin besar organisasi, semakin
besar penggunaan kontrol formal internal.
·
H 1-2: Semakin besar organisasi, semakin
besar penggunaan kontrol formal eksternal.
·
H 1-3: Semakin besar organisasi, semakin
besar penggunaan kontrol otomatis internal.
·
H 1-4: Semakin besar organisasi, semakin
besar penggunaan kontrol otomatis eksternal.
Profesionalisme
Profesionalisme merupakan sebuah dasar dalam mengerjakan seuah tanggung
jawab hal ini perlua sebuah kontrol yang baik agar sekat dalam sisi pekerjaan dan faktor eksternal tidak barbaur dalam satu. Terkait hal ini muncul sebuah
Hipotesis yaitu:
·
H
2-1: Semakin tinggi tingkat profesionalisme, semakin besar penggunaan kontrol
informal internal.
·
H
2-2: Semakin tinggi tingkat profesionalisme, semakin besar penggunaan kontrol
informal eksternal.
·
H
2-3: Semakin tinggi tingkat profesionalisme, semakin besar penggunaan kontrol
otomatis internal.
·
H
2-4: Semakin tinggi tingkat profesionalisme, semakin besar penggunaan kontrol
otomatis eksternal.
Desentralisasi
Desentralisasi merupakan sebuah penyerahan kewenangan dari pusat ke cabang.
Tentunya hal ini sangat penting dalam sebuah oraganisasi.
Terkait hal ini muncul sebuah Hipotesis yaitu:
·
H 3-1: Semakin besar tingkat
desentralisasi, semakin besar penggunaan kontrol informal internal.
·
H 3-2: Semakin besar tingkat
desentralisasi, semakin besar penggunaan kontrol informal eksternal.
Kecanggihan SI (Sistem
Informasi)
EDI bergantung pada infrastruktur Sistem Informasi untuk mengintegrasikan
dengan aplikasi internal (Sullivan,
1985). Sebagai SI menjadi lebih canggih, SI merupakan perangkat lunak yang
merupakan bagian dasar EDI. Terkait hal ini muncul sebuah
Hipotesis yaitu:
·
H
4-1: Semakin tinggi tingkat kecanggihan Sistem Informasi, semakin besar
penggunaan kontrol formal internal.
·
H
4-2: Semakin tinggi tingkat kecanggihan Sistem Informasi, semakin
besar penggunaan kontrol formal eksternal.
·
H
4-3: Semakin tinggi tingkat kecanggihan Sistem Informasi, semakin
besar penggunaan kontrol otomatis internal.
·
H
4-4: Semakin tinggi tingkat kecanggihan Sistem Informasi, semakin
besar penggunaan kontrol otomatis eksternal.
Peran SI (Sistem Informasi)
SI memainkan peran yang berbeda dalam organisasi. Jika kepentingan
strategis sekarang dan masa depan IS tinggi, manajemen akan lebih
berkomitmen untuk SI perencanaan dan kontrol. Dalam situasi ini, kualitas
proses perencanaan untuk SI harus lebih tinggi (McFarlan et al, 1983;.
Premkumar dan Raja, 1994; Raghunathan dan Raghunathan, 1990). Jika SI memiliki
peran strategis dalam organisasi, manajemen mungkin menyadari pentingnya
perencanaan dan kontrol dari EDI dan berinvestasi lebih banyak sumber daya
untuk menerapkan sistem strategis dan membangun perencanaan dan pengendalian
sistem formal karena kekhawatiran tentang kemungkinan kehilangan daya saing
disebabkan oleh kegagalan kontrol.
Terkait hal ini muncul sebuah
Hipotesis yaitu:
·
H 5-1: Semakin besar peran Sistem Informasi, semakin besar
penggunaan kontrol formal internal.
·
H 5-2: Semakin besar peran Sistem Informasi, semakin besar
penggunaan kontrol formal eksternal.
·
H 5-3: Semakin besar peran Sistem Informasi, semakin besar
penggunaan kontrol otomatis internal.
·
H 5-4: Semakin besar peran Sistem Informasi, semakin besar
penggunaan kontrol otomatis eksternal.
Sulit untuk mengontrol interaksi antar departemen saling tergantung dengan
cara yang telah ditentukan. Kurang ada ketergantungan pada standardisasi,
aturan, dan prosedur untuk memandu alur kerja di bawah struktur organisasi ini (Daft dan Steers, 1986). Pelaksanaan EDI biasanya mempengaruhi sejumlah bidang fungsional
dalam suatu organisasi termasuk akuntansi, pembelian, transportasi, dan
pemasaran secara bersamaan (Emmelhainz, 1990). Terkait hal ini muncul sebuah Hipotesis yaitu:
·
H
6-1: Semakin tinggi tingkat saling ketergantungan tugas, semakin besar
penggunaan kontrol informal internal.
·
H
6-2: Semakin tinggi tingkat saling ketergantungan tugas, semakin besar
penggunaan kontrol informal eksternal.
Kerutinan Tugas
Sifat tugas mempengaruhi prosedur manajemen. Manajer menekankan efisiensi
di mana kegiatan dapat diukur secara kuantitatif dan didefinisikan dengan baik (Daft dan Steers, 1986). Hal ini menyebabkan otomatisasi proses kerja. Sebagai contoh,
departemen produksi dan lini perakitan adalah contoh proses rutin. Dalam
kebanyakan kasus, proses menghubungkan ini departemen-departemen yang otomatis.
Kontrol otomatis dapat mempromosikan baik efektivitas dan efisiensi dalam
lingkungan. Terkait hal ini muncul sebuah Hipotesis yaitu:
•
H 7-1: Semakin tinggi tingkat kerutinan
tugas, semakin besar penggunaan kontrol formal internal.
•
H 7-2: Semakin tinggi tingkat kerutinan
tugas, semakin besar penggunaan kontrol formal eksternal.
•
H 7-3: Semakin tinggi tingkat kerutinan
tugas semakin besar penggunaan kontrol otomatis internal.
•
H 7-4: Semakin tinggi tingkat kerutinan
tugas semakin besar penggunaan kontrol otomatis eksternal.
Kepercayaan Mitra
Kepercayaan dapat mengurangi kebutuhan untuk kontrak formal yang mahal
untuk menulis, memantau, dan menegakkan, karena mereka bergantung pada kontrak
psikologis (Bromiley dan
Cummings, 1991). Ketergantungan pada
kepercayaan menurunkan biaya negosiasi. Terkait hal ini muncul sebuah Hipotesis yaitu:
·
H 8-1: Semakin
besar tingkat kepercayaan mitra, semakin besar penggunaan kontrol informal internal.
·
H 8-2: Semakin
besar tingkat kepercayaan mitra, semakin besar penggunaan kontrol informal eksternal.
Metodologi Penelitian
Data collection/pengumpulan data:
•
Lebih dari 20.000 perusahaan di Korea yang telah mengadopsi EDI. Namun, kebanyakan masih belum menerapkan sistem tersebut secara komprehensif. 2.000 perusahaan
dipilih dari database perusahaan publik (melalui jaringan layanan Chollian). Peneliti hanya memperoleh responden dari 110 perusahaan yang diduga telah menerapkan EDI secara komprehensif.
•
Pengumpulan data dengan
wawancara terstruktur kepada para manajer EDI dari tiap
perusahaan melalui kuesioner.
Analisis Data dan Hasil
Penelitian ini menggunakan analisis korelasi Pearson dan regresi berganda untuk
menguji tingkat signifikansi hubungan antara variabel konteks organisasi dan
kontrol EDI. Berikut hasil analisis korelasi terhadap enam mode kontrol EDI:
Gaski dan Nevin (1985) merekomendasikan apabila korelasi antara satu variabel atau lebih memiliki
angka yang lebih rendah dari angka koefisien alpha itu menunjukkan korelasi yang
baik. Hal tersebut ditunjukkan dalam tabel 3 bahwa tidak ada angka korelasi
variabel yang lebih besar dari angka koefisien alpha.
Data hasil regresi menunjukkan rasio
F signifikan, dalam artian secara kolektif variabel dependen dipengaruhi oleh
variabel independen secara signifikan.
v Kecanggihan
Sistem Informasi dan kerutinan tugas secara signifikan berpengaruh pada kontrol
formal internal dan eksternal.
v Ukuran
secara signifikan berpengaruh terhadap penggunaan kontrol formal eksternal.
v Desentralisasi
dan kepercayaan mitra secara signifikan berpengaruh terhadap kontrol informal internal
dan eksternal.
v Ukuran,
kecanggihan Sistem Informasi dan kerutinan tugas secara signifikan berpengaruh
terhadap kontrol otomatis internal dan eksternal.
Hasil
pengujian Hipotesis ditunjukkan pada Tabel 6:
Kesimpulan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari dampak dari konteks
organisasi pada kontrol EDI, penelitian ini juga memperluas/menambah karya
sebelumnya terkait dengan kendali suatu organisasi perusahaan dalam menerapkan
konsep kontrol Sistem Informasi terutama dalam konteks EDI.
Penelitian ini merekomendasikan enam mode kontrol yakni, kontrol formal internal dan eksternal, kontrol informal internal dan
eksternal, serta kontrol otomatis internal dan
eksternal.
Kerangka kerja yang terdiri dari Karakteristik organisasi (ukuran,
profesionalisme, desentralisasi), Karakteristik teknologi (kecanggihan SI.
peran SI). Karakteristik pekerjaan (ketergantungan tugas, kerutinan). Trust (kepercayaan)
di rekomendasikan sebagai faktor penentu enam mode kontrol.
Pendapat/Komentar
v Hasil
penelitian memberikan wawasan tentang konteks organisasi yang memerlukan
efektifitas mode spesifik kontrol EDI. Industri supermarket dan
perakit kendaraan merupakan contoh bisnis yang banyak
menggunakan EDI dalam kemitraannya.
v Pada dasarnya EDI menggantikan transaksi yang menggunakan
kertas menjadi transaksi berbasis elektronik. Hal ini telah menghemat
waktu yang tadinya dialokasikan untuk menulis, mencetak, dan pengiriman melalui
jasa pos. Biaya untuk membayar peralatan, prangko, jasa pos,
pegawai dan petugas dapat dikurangi karena sistem EDI telah menyederhanakan
semua ini ke dalam sebuah sistem yang berbasis komputer sehingga
kesalahan dalam proses pertukaran informasi dapat dikurangi oleh kalkulasi komputer.
v Sistem EDI yang menggunakan bentuk elektronik dalam
proses pengiriman dapat dalam sekejap
mengirimkan dokumen-dokumen transaksi kepada para pelaku bisnis.
Siklus dalam perdagangan menjadi
lebih cepat seiring cepatnya proses pesanan dan pengiriman sehingga berdampak
pada meningkatnya arus kas.
v Penelitian ini juga memberikan wawasan baru karena masih kurangnya penelitian yang membahas tentang kontrol
Sistem Informasi (spesifik kontrol EDI). Spesifikasi hubungan antara konteks organisasi dan
kontrol EDI dapat memberikan kerangka yang berguna untuk peneltian di masa
depan.
PENGARUH
STRUCTURAL ASSURANCE DAN PERCEIVED REPUTATION
TERHADAP TRUST PENGGUNA
INTERNET DI SISTEM E-COMMERCE
Fitra Dharma
Universitas
Lampung
Padang,
23-26 Agustus 2006
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti
empiris apakah Structural Assurance dan Perceived Reputation berpengaruh
positif terhadap Trust
pengguna internet di sistem e-commerce. Menggunakan metode survei email dengan convenience
sampling diperoleh 127 kuesioner. Sejumlah 27 kuesioner diterima tidak lengkap dan
hanya 100 kuesioner yang bisa dianalisis. Penelitian ini menggunakan banyak regresi berganda
untuk menganalisis data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Structural Assurance dan Perceived Reputation memiliki
pengaruh positif dan signifikan terhadap Trust
pengguna internet di sistem e-commerce. Penelitian selanjutnya perlu mengambil faktor-faktor lain yang mempengaruhi Trust pengguna internet di sistem e-commerce
seperti: faktor kepribadian, kemudahan penggunaan
dan pengalaman bertransaksi serta jenis industri.
Pendahuluan
·
Internet merupakan media yang paling ekonomis
untuk digunakan sebagai basis sistem informasi. Hubungan antar komputer di
internet dilakukan dengan menghubungkan diri ke link terdekat, sehingga
hubungan fisik biasanya bersifat lokal. Perangkat lunak untuk mengembangkan
sistem informasi berbasis internet secara murah dan bahkan gratis. Alasan-alasan
inilah yang menyebabkan Internet menjadi media elektronik yang populer untuk
menjalankan bisnis, yang kemudian dikenal dengan istilah electronic.
·
Selain besarnya manfaat yang mampu diolah
melalui jaringan yang mendunia, internet merupakan sistem jaringan komputer
yang memiliki kerentanan (vulnerable). Software bug, hardware
bug, serangan cracker dan hacker merupakan sumber kerentanan
sistem internet yang dapat memicu kegagalan sistem dan kerusakan.
·
Jarak jauh yang memisahkan konsumen dan situs
belanja dan dan infrastruktur internet menghasilkan ketidakpastian dalam
bertransaksi dengan e-vendor sehingga pelanggan memiliki risiko kehilangan uang
dan privasinya (Pavlou, 2003). Ketidak-pastian sosial dan risiko dengan electronic
vendor (e-vendor) commerce atau e-commerce. Amazon.com
dan e-bay adalah contoh perusahaan yang sukses melakukan perdagangan
secara elektronik melalui jaringan internet.
Rumusan Masalah
Masalah
yang diteliti kemudian dirumuskan dalam pertanyaan penelitian sebagai berikut:
1. Apakah structural assurance berpengaruh positif
kepada kepercayaan (trust) terhadap sistem e-commerce?
2. Apakah perceived reputation website berpengaruh
positif kepada kepercayaan (trust) terhadap sistem e-commerce?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
mencari bukti empiris mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan (trust)
pengguna internet terhadap sistem elektronic commerce. Ketidakpastian
yang melekat di electronic commerce membuat para peneliti berargumen
bahwa membangun kepercayaan (trust) dan memperkecil risiko menjadi
faktor paling penting dalam bertransaksi di electronic commerce (Pavlov,
2003, Gefen et al. 2003, Jarvenpaa dan Tractinsky, 1999, McKnight, 2002).
Kajian
Literatur dan Pengembangan Hipotesis
·
Pada penelitian ini, penulis mengambil
definisi electronic commerce yang dikemukakan oleh Urbaczewski et al.
(2002) yakni penggunaan jaringan komputer untuk melakukan penjualan dan
pembelian barang, jasa atau informasi secara elektronis dengan para suplier,
konsumen atau kompetitor atau antar konsumen.
·
Mengadopsi istilah yang digunakan
Jarvenpaa dan Tractinsky (1999) penulis mendefinisikan kepercayaan (trust)
di sistem e-commerce sebagai kesediaan konsumen untuk bergantung pada
penjual dan melakukan tindakan pembelian walaupun penjual dapat dengan mudah
merugikan konsumen.
·
Structural assurance mengacu
pada penilaian terhadap keamanan jaringan electronic commerce seperti garansi,
kontrak, ataupun prosedur lainnya ada dan berjalan dengan baik (McKnight et
al. 2002, Shapiro, 1987). Seseorang memiliki persepsi structural
assurance yang tinggi yakin bahwa teknologi internet (misal: enkripsi data)
memberikan perlindungan, sehingga seseorang yakin bahwa transaksi melalui
internet dapat berjalan aman (McKnight et al., 2002).
·
Penelitian McKnight et al. (2002)
dan Gefen et al. (2003) menemukan bukti empiris bahwa structural
assurance akan menimbulkan trust pengguna internet terhadap system e-commerce.
Berdasar uraian diatas maka diturunkan menjadi hipotesis berikut:
H1: Persepsi structural assurance berpengaruh
positif kepada kepercayaan pengguna internet terhadap sistem e-commerce.
·
Perceived reputation memberikan
keyakinan kepada pihak lain mengenai kemampuan, integritas dan goodwill.
Keyakinan membantu untuk meningkatkan trust terutama ketika pihak-pihak
tersebut belum pernah berinteraksi sebelumnya sehingga belum memiliki
pengetahuan tentang masing-masing pihak (McKnight et al., 1998).
·
Di electronic commerce, toko-toko
online berusaha untuk membangun persepsi mengenai reputasi mereka dengan
berbagai cara, misal: mempublikasikan kesaksian konsumen ketika bertransaksi
melalui website mereka atau dengan memiliki sertifikat atau lisensi mengenai
keamanan dan kepercayaan dari pihak ketiga, contoh lisensi dari veri sign).
Berdasar uraian diatas maka diturunkan menjadi hipotesis berikut:
H4: Perceived reputation berpengaruh
positif kepada kepercayaan pengguna internet terhadap sistem e-commerce.
Model Penelitian
Berdasar uraian mengenai pengembangan hipotesis diatas
maka penulis membangun sebuah model teoritis dari penelitian ini adalah:
Gambar 1: Model
Teoritis Trust di e-commerce
Sampel dan Pengumpulan Data
Populasi
dalam penelitian ini adalah semua pengguna internet di Indonesia. Agar
penelitian dapat dilakukan lebih efektif, maka penelitian ini dilakukan dengan
mengambil sekumpulan sampel sebagai unit analisis.
Sampel penelitian ini adalah
pengguna internet di Indonesia yang diambil secara nyaman (convenience
sampling) pada beberapa grup-grup diskusi atau mailing list yang
beranggotakan orang-orang Indonesia. Persyaratan menjadi responden adalah
pengguna internet yang sering mengakses situs e-commerce dan atau pernah
bertransaksi pada situs suatu e-commerce.
Instrumen
Penelitian
Variabel
trust merupakan variabel dependen yang diukur dengan instrumen yang
digunakan oleh Jarvenpaa dan Tractinsky (1999) terdiri dari tiga item
pertanyaan menggunakan 5 skala likert.
Variabel independen terdiri dari dua
yakni structural assurance dan perceived reputation diukur dengan
5 skala likert. Variabel structural assurance diukur dengan instrumen
yang dipakai McKnight et al. (2002) yang terdiri dari empat item
pertanyaan. Variabel perceived reputation diukur menggunakan instrumen
yang dipakai Jarvenpaa dan Tractinsky (1999) terdiri dari dua item pertanyaan.
Pengujian
Hipotesis
Pengujian
hipotesis penelitian ini menggunakan model pengujian regresi berganda dengan
bantuan software SPSS versi 10. Analisis regresi pada dasarnya adalah
studi mengenai ketergantungan variabel dependen (terikat) dengan satu atau
lebih variabel independen (bebas) dengan tujuan mengestimasi dan/atau
memprediksi rata-rata populasi atau nilai rata-rata variabel dependen
berdasarkan nilai variabel independen yang diketahui (Gujarati, 2003 dalam
Ghozali 2005).
Berdasar hipotesis dalam penelitian
ini (lihat gambar model penelitian) maka ditransformasikan ke dalam persamaan
regresi berikut:
Hasil
Penelitian
Milis
atau grup diskusi yang dikirim surat permintaan untuk menjawab kusioner
berjumlah ke 28 milis dan kuisioner yang kembali berjumlah 127 atau berkisar
4,5 orang per milis yang merespon kuisioner. Sebanyak 27 kuisioner tidak
lengkap sehingga tidak dapat digunakan untuk analisa data. Sehingga hanya 100
kuisioner yang dapat dianalisa (lihat tabel 4.1).
Hasil survei menunjukkan bahwa dari
100 responden, sebanyak 50 responden pernah melakukan transaksi pembelian
melalui situs e-commerce dan 50 responden belum pernah melakukan
transaksi pembelian melalui internet.
Berdasar pengelompokan cara mengakses
website yang paling sering dilakukan, sebanyak 56 responden (56%) mengakses
internet paling sering saat di kantor, 17 respoden melalui warnet (17%),
sebanyak 13 orang mengakses ketika di kampus (13%), sebanyak 13 orang paling
sering mengakses internet di rumah (13%) dan 1 orang mengakses paling sering
saat di café atau restoran yang memiliki hotspot akses internet (lihat tabel
4.3).
Hasil korelasi tiga item pertanyaan
yang mengukur konstruk trust memiliki korelasi yang signifikan dengan
total skor instrumen trust. Demikian pula item-item pertanyaan untuk
mengukur konstruk structural assurance dan perceived reputation memiliki
korelasi yang signifikan dengan total skor masing-masing instrumen. Hasil ini
membuktikan bahwa kelima instrumen valid mengukur fenomena. Tabel 4.4
menjelaskan ringkasan korelasi antara skor indikator dan total skor konstruk.
Menurut Nunally dan Bernstein (1994)
reabilitas yang sedang antara 0,5 sampai 0,6 sudah cukup untuk menjustifikasi
sebuah penelitian. Hasil uji reabilitas menunjukkan hasil cronbach alpha sebesar
variabel structural assurance adalah 0,7873, variabel perceived
reputation memiliki alpha 0,8845, variabel trust memiliki alpha
0,7478 yang berarti ketiga instrumen tersebut memiliki keandalan dan konsisten
dalam mengukur fenomena (lihat tabel 4.5).
Uji korelasi menunjukkan bahwa
variabel structural assurance dan variabel trust memiliki
korelasi sebesar 0,686 dengan tingkat signifikansi 0,01. Korelasi antara perceived
reputation dan trust adalah 0,582 yang signifikan pada tingkat 0,01
(lihat tabel 4.6)
Hasil uji multikolinieritas
menunjukkan bahwa nilai tolerance setiap variabel tidak ada yang kurang dari
0,10 dan hasil perhitungan VIF menunjukkan tidak ada variabel yang memiliki
nilai VIF lebih besar dari 10. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
masalah multikolinieritas antar variabel dalam penelitian ini (lihat tabel 4.7)
Menurut Ghozali (2005) jika dU<
DW< 4-dU maka tidak ada autokorelasi positif atau negatif. Hasil menujukkan
bahwa 1,503 < 2,122 < 2,417 yang berarti tidak ada masalah autokorelasi
positif dan negatif pada penelitian ini (tabel 4.8)
Hasil uji Kolmogorov-Smirnov (K-S)
menunjukkan nilai 0,912 dengan tingkat signifikan 0,377 yang berarti di atas
0,05. Hasil ini menunjukkan bahwa redisual terdistribusi secara normal (tabel
4.9).
Hasil
perhitungan regresi dapat dilihat di lampiran dan ringkasannya ada pada tabel
4-10 berikut ini:
Hasil uji F test didapat nilai F
hitung sebesar 57,818 dengan probabilitas 0,000. Nilai probablitas F hitung
yang lebih kecil dari 0,05 menunjukkan bahwa model regresi dengan variabel
independen structural assurance dan perceived reputation secara
bersama-sama berpengaruh terhadap timbulnya Trust pengguna internet
terhadap sistem e-commerce.
Adjusted
R2 hasil penelitian adalah 0,534 yang berarti variasi variabel Trust dapat
dijelaskan oleh kedua variabel independen yakni structural assurance dan
perceived reputation sebesar 53,4% sedang sisanya dijelaskan oleh sebab
lain di luar model.
Sehingga dari nilai adjusted R2
dapat disimpulkan bahwa variabel structural assurance dan perceived
reputation secara bersama-sama berpengaruh pada munculnya Trust pengguna
internet terhadap sistem e-commerce adalah sebesar 53,4%.
Hipotesis pertama menyatakan bahwa
persepsi structural assurance berpengaruh positif kepada kepercayaan pengguna
internet terhadap sistem e-commerce. Hasil uji t menunjukkan nilai t =
6,596 p = 0,000 yang berada di bawah level probabilitas signifikan 0,05. Hasil
itu menunjukkan bahwa variabel structural assurance berpengaruh positif
pada munculnya trust pengguna e-commerce terhadap sistem e-commerce. Hasil
penelitian mendukung hipotesis satu.
Hipotesis kedua menyatakan bahwa Perceived
reputation berpengaruh positif kepada kepercayaan pengguna internet
terhadap sistem e-commerce Hasil uji t menghasilkan nilai t = 3,949 dan
p= 0.000 yang berada dibawah tingkat probabilias signifikan 0,05. Hasil uji t
menunjukkan nilai bahwa variabel Perceived Reputation signifikan
mempengaruhi munculnya trust pengguna internet terhadap sistem e-commerce.
Penelitian ini mendukung hipotesis keempat.
Berdasar uji hipotesis kedua
variabel independen yakni structural assuranc dan perceived
reputation berpengaruh signifikan terhadap trust di sistem e-commerce.
Kesimpulan
Dari penelitian
diatas dapat disimpulkan bahwa:
1. Structural
assurance berpengaruh secara signifikan pada kepercayaan (trust)
pengguna internet di Indonesia terhadap sistem e-commerce. Temuan ini
sejalan dengan penelitian Gefen et al. (2003) dan McKnight et al. (2002).
Hal ini menandakan bahwa keyakinan terhadap adanya mekanisme kontrol dan
prosedur keamanan seperti enkripsi, authentification, sertifikasi
pengamanan dari pihak ketiga yang memadai terhadap situs e-commerce akan
menimbulkan trust pengguna internet.
2. Kepercayaan
(trust) pengguna internet di Indonesia terhadap sistem e-commerce juga
dipengaruhi oleh variabel perceived reputation secara signifikan dengan
probabilitas 0,000. Hasil ini mendukung temuan riset Jarvenpaa dan Tractinsky
(1999) yang telah dilakukan di negara Australia, Israel dan Finlandia. Temuan
ini menunjukkan bahwa tampilan muka situs e-commerce yang dipersepsikan
sebagai pihak yang bereputasi baik akan menimbulkan trust. Kesaksian
konsumen tentang pengalaman bertransaksi di toko online merupakan salah satu
hal yang dilakukan situs e-commerce untuk mempersepsikan dirinya
memiliki reputasi baik.
Pendapat/Komentar
Penelitian ini
membuktikan bahwa structural assurance dan perceived reputation mempengaruhi
trust pengguna internet terhadap situs e-commerce. Tetapi model
penelitian ini hanya menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi trust terhadap situs e-ocmmerce.
Riset-riset di masa depan perlu meneliti faktor-faktor lainnya seperti: faktor
kepribadian, kemudahan penggunaan, pengalaman bertransaksi dan jenis-jenis
industri. Menurut pendapat saya, penggunaan e-commerce
di Indonesia memiliki banyak kelemahan, diantaranya:
·
Tanpa menguasai
keahlian komputer, mustahil konsumen dapat berpartisipasi dalam e-commerce. Pengetahuan dasar komputer
diperlukan, antara lain pengetahuan mengenai internet dan web.
·
Biaya tambahan untuk
mengakses internet
untuk ikut serta dalam e-commerce yaitu koneksi internet yang
tentu saja menambah pos pengeluaran bagi konsumen.
·
Segala hal mungkin
terjadi saat konsumen mangakses internet untuk menjalankan e-commerce, termasuk risiko bocornya data pribadi karena ulah orang
lain yang ingin membobol sistem.
A contingency model of perceived effectiveness in
accounting
information systems: Organizational
coordination and
control effects
Andreas I. Nicolaou
(2000)
Abstrak:
Model
kontingensi ini meneliti tentang
kebutuhan koordinasi dan pengendalian organisasi yang mempengaruhi tingkat integrasi dalam sistem informasi akuntansi. Kebutuhan ini akan mempengaruhi
tingkat formalisasi dalam organisasi, saling
ketergantungan informasi antar bidang fungsional serta ketergantungan dalam pertukaran informasi antar organisasi dan pertukaran data elektronik antar organisasi. Konvergensi atau kesesuaian sistem dengan kebutuhan tersebut
merupakan kunci yang mempengaruhi efektivitas
sistem. Seperti yang dihipotesiskan, kesesuaian antara desain sistem akuntansi dan faktor kontingensi menghasilkan sistem yang lebih
berhasil. Secara khusus, kesesuaian sistem merupakan faktor signifikan yang
menjelaskan efektivitas SIA yang diukur oleh
kepuasan pengambil keputusan yang dianggap akurat dan efektif. Studi ini
membahas bidang penting dalam penelitian sistem akuntansi
yang berkaitan langsung dengan tujuan pengambilan
keputusan dan pengendalian informasi akuntansi.
Latar
Belakang:
Isu
penelitian kritis di bidang pengambilan keputusan akuntansi dan manajemen
menyangkut kesesuaian sistem informasi akuntansi (SIA) dengan kebutuhan
organisasi untuk komunikasi dan pengendalian informasi. SIA didefinisikan disini
sebagai sistem berbasis komputer yang memproses informasi keuangan dan
mendukung pengambilan keputusan dalam konteks koordinasi dan pengendalian
aktivitas organisasi. Penelitian akuntansi sebelumnya telah menguji berbagai
model kecocokan antara SIA dan teknologi, struktur, serta lingkungan organisasi
(Chenhall dan Morris, 1986; Gordon dan Miller, 1976; Gordon dan Narayanan,
1984; Kim, 1988; Macintosh and Daft, 1987; Mia dan Chenhall, 1994).
Pendekatan
dalam penelitian ini konsisten dengan pengolahan informasi dari desain
organisasi (Daft dan Lengel, 1986; Galbraith, 1973; Tushman dan Nadler, 1978), yang
menyarankan bahwa desain SIA mewakili respon terhadap kebutuhan untuk koordinasi
dan pengendalian organisasi (OCC/Organizational Coordinating and Control).
Integrasi
SIA mengacu pada desain tertentu dimana sistem dalam bentuk implementasinya
dapat memberikan output informasi yang dapat digunakan secara efektif untuk menangani
masalah dan berguna untuk OCC. Variabel kontingen, seperti (a) tingkat formalisasi
dalam struktur organisasi (Hage dan Aiken, 1969; Simons, 1987), (b) saling
ketergantungan dalam kebutuhan informasi antara bidang fungsional dalam suatu
organisasi (Govindarajan dan Fisher, 1990; Thompson, 1967), dan (c)
ketergantungan karena pertukaran informasi antar organisasi dan pertukaran data
elektronik (EDI/ Electronic Data
Interchange) (Bakos, 1991; Srinivasan et al., 1994; Zaheer dan
Venkatraman, 1994).
Variabel
kontingen mempengaruhi sejauh mana organisasi mengalami perbedaan tingkat
masalah dalam koordinasi dan pengendalian organisasi. Integrasi SIA dapat
mengatasi kesulitan dalam koordinasi dan pengendalian yang diciptakan oleh
variabel kontingen ini.
Tujuan
Penelitian:
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menguji secara empiris hubungan antara integrasi SIA dan efektivitas
sistem. Secara khusus, apabila desain SIA menyediakan integrasi sistem,
sebagaimana diharuskan oleh tiga variabel kontingen yang disebutkan diatas,
sistem akan dianggap efektif. Hipotesis ini diuji dengan data yang dikumpulkan
dari perusahaan di Amerika Serikat dengan menggunakan metode penelitian survei.
Hasil
Penelitian:
Gambar
1. Model Penelitian
Kerangka
teoritis
Model
penelitian untuk penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Model penelitian mengemukakan
bahwa efektivitas sistem bergantung pada kesesuaian antara integrasi SIA dan
faktor-faktor kontingen yaitu formalisasi dalam organisasi, saling
ketergantungan informasi antara bidang fungsional dalam organisasi, serta
saling ketergantungan dengan organisasi lain. Kontingensi ini cenderung
menciptakan informasi terpadu yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
koordinasi dan pengendalian dalam sebuah organisasi.
Kerangka
kerja kontingensi untuk desain dan efektivitas SIA
Penelitian yang penting bagi suatu organisasi
berkaitan dengan desain mekanisme organisasi yang konsisten secara internal
yang akan memastikan efektivitas manajerial dan ekonomi (Galbraith, 1995;
Zimmerman, 1995). Sistem informasi akuntansi dianggap sebagai mekanisme
organisasi yang penting untuk pengambilan keputusan manajemen dan pengendalian
yang efektif dalam organisasi (Jensen, 1983; Zimmerman, 1995). Seperti yang
dikatakan Otley, "Sistem akuntansi adalah bagian penting dari struktur
kehidupan organisasi dan perlu dievaluasi dalam konteks manajerial, organisasi
dan lingkungan yang lebih luas" (1980, 422).
Variabel
kontingensi
Interdependensi
menunjukkan sejauh mana segmen organisasi yang berbeda dalam subunit bergantung
satu sama lain untuk melaksanakan tugasnya masing-masing (Thompson, 1967).
Interdependensi dapat terjadi pada tingkat manapun, termasuk subunit individu,
departemen atau fungsional, atau tingkat organisasi (Fry, 1982). Penelitian
sebelumnya dalam akuntansi manajemen telah menguji variabel ini sebagai aspek
teknologi baik di dalam subunit bisnis (Chenhall dan Morris, 1986; Kim, 1988)
dan di antara subunit (Govindarajan dan Fisher, 1990; Hayes, 1977; Macintosh
and Daft, 1987). Interdependensi dalam subunit juga memiliki hubungan yang
signifikan dengan integrasi sistem, seperti penyediaan informasi yang
mengintegrasikan dampak keputusan dari berbagai bidang fungsional (Chenhall dan
Morris, 1986).
Variabel
kontingen, seperti (a) tingkat formalisasi dalam struktur organisasi (Hage dan
Aiken, 1969; Simons, 1987), (b) saling ketergantungan dalam kebutuhan informasi
antara bidang fungsional dalam suatu organisasi (Govindarajan dan Fisher, 1990;
Thompson, 1967), dan (c) ketergantungan karena pertukaran informasi antar
organisasi dan pertukaran data elektronik (EDI/
Electronic Data Interchange) (Bakos, 1991; Srinivasan et al., 1994;
Zaheer dan Venkatraman, 1994).
Formalisasi
dalam organisasi mengacu pada sejauh mana organisasi menggunakan peraturan dan
prosedur untuk menentukan perilaku (Fredrickson, 1986; Hage dan Aiken, 1969).
Organisasi yang lebih formal, atau satu dimana banyak peraturan yang ada, akan cenderung
terkait dengan pengendalian yang ketat dimana peraturan dan prosedur
pengendalian dimasukkan dalam rutinitas dan sistem organisasi serta adanya
peningkatan kebutuhan untuk organisasi secara berkelanjutan. Dalam situasi
seperti itu, SIA menjadi alat pengendalian dan menyediakan informasi terpadu di
tingkat organisasi.
Saling
ketergantungan dalam kebutuhan informasi antara bidang fungsional dalam suatu
organisasi juga dapat secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat
kompleksitas di lingkungan operasi SIA dan memerlukan perubahan penting dalam
desain SIA untuk mengintegrasikan informasi antar organisasi (Barrett dan
Konsynski, 1982).
Ketergantungan
karena pertukaran informasi antar organisasi dan pertukaran data elektronik
(EDI/ Electronic Data Interchange) dengan
sistem akuntansi internal dapat memberikan manfaat yang signifikan bagi
organisasi dalam hal koordinasi dan pengendalian aktivitas internal yang lebih
baik.
Sistem
IOS/Iphone Operating System
memfasilitasi komunikasi antara dua organisasi atau lebih dengan menyediakan
informasi elektronik yang sangat efisien (Bakos, 1991). Namun, manfaat
integrasi elektronik ini bisa menciptakan ketergantungan antara dua organisasi
berbeda yang saling bergantung dalam hal pengadaan sumber daya.
Model
ketergantungan sumber daya, Pfeffer dan Salancik menunjukkan bahwa
faktor-faktor berikut penting dalam menentukan ketergantungan satu organisasi
terhadap organisasi lain: (a) pentingnya sumber daya, atau sejauh mana
organisasi memerlukannya untuk kelangsungan operasi dan kelangsungan hidup, dan
(b) sejauh mana organisasi memiliki pengendalian atas alokasi dan penggunaan
sumber daya (Pfeffer and Salancik, 1978, 45).
Efektivitas
SIA
Penelitian
sebelumnya mengenai sistem informasi telah mendefinisikan efektivitas sistem
dalam hal "kepuasan informasi pengguna" atau mengenai sejauh mana
sistem informasi tersedia bagi pengguna dalam pemenuhan informasi (Ives et al.,
1983, 785).
Secara
umum, informasi akuntansi dikategorikan menjadi dua tipe utama: (a) informasi
yang mempengaruhi keputusan yang terutama digunakan untuk pengendalian
organisasi dan (b) keputusan untuk memfasilitasi informasi yang terutama
digunakan untuk koordinasi organisasi (Demski dan Feltham, 1976; Kren, 1992).
Efektivitas
SIA didefinisikan sebagai output informasi yang tersedia bagi pengguna informasi
melalui pemrosesan transaksi, pelaporan manajemen dan sistem penganggaran untuk
koordinasi dan pengendalian organisasi.
Hubungan
antara integrasi SIA dan efektivitas SIA
Integrasi
SIA didefinisikan sebagai desain sistem yang mempengaruhi kemampuan sistem
untuk memberikan output informasi yang dapat digunakan secara efektif untuk
merespon OCC. Secara konseptual, integrasi SIA terkait dengan efektivitas SIA.
Peningkatan
integrasi sistem digunakan untuk memperbaiki komunikasi baik di dalam (Huber,
1990) maupun lintas organisasi (Malone et al., 1987). Huber (1990) berpendapat
bahwa peningkatan koordinasi karena integrasi sistem dapat meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan. Integrasi elektronik antar sistem EDI dan sistem
informasi internal juga memiliki hubungan yang signifikan dengan ukuran kepuasan
informasi pengguna (Premkumar et al., 1994).
Integrasi
sistem terbukti menjadi konstruksi penting dalam penelitian. Sistem akuntansi dipengaruhi
oleh faktor-faktor kontekstual seperti pemrosesan transaksi, pelaporan, proses pemantauan
dan evaluasi kinerja.
Penelitian
ini dikonseptualisasikan dalam kaitannya seberapa kuat hubungan antara
integrasi SIA dan efektivitas SIA dipengaruhi oleh ada tidaknya variabel
kontingen. Tiga variabel kontingen secara bersama-sama mempengaruhi hubungan
antara integrasi SIA dan efektivitas SIA. Sesuai dengan Hipotesis penelitian
sebagai berikut:
H1: Kesesuaian antara integrasi SIA dengan koordinasi
dan pengendalian organisasi (OCC), sesuai dengan tiga variabel kontingensi
yaitu formalisasi dalam organisasi, saling ketergantungan informasi antara bidang
fungsional dan ketergantungan pertukaran informasi antar organisasi memiliki
hubungan positif dengan efektivitas SIA.
Sampel
dan pengumpulan data
Sampel
yang digunakan adalah sampel cross-sectional dari 600 organisasi dipilih secara
acak di Phillips Business Information, 1995. Lembaga keuangan dikecualikan dari
sampel. Informasi tentang setiap organisasi yang dipilih dari direktori ini
secara terpisah divalidasi silang dengan informasi dari Database Profil
Perusahaan Online (1995; sebuah database online yang terdiri lebih dari 100.000
organisasi publik dan swasta di Amerika Serikat). Setiap organisasi yang terpilih
mengirimkan satu salinan instrumen penelitian untuk dievaluasi oleh pengontrol
keuangan atau chief financial officer.
Tabel
1 menyajikan karakteristik sampel. Pengujian bias nonresponse dilakukan untuk
menentukan (a) apakah distribusi dari 600 organisasi termasuk dalam kategori response
(n 5 120) atau nonresponse (n 5 480) dan tidak bergantung pada karakteristik
demografis yang ada (klasifikasi industri, pendapatan kotor, dan jumlah karyawan),
dan (b) apakah responden awal dan akhir memberikan response yang berbeda secara
signifikan. Uji Chi-kuadrat menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan dalam
tiga karakteristik demografis.
Pengukuran
variabel penelitian
Efektivitas
SIA (SIA-EFF)
Penelitian
ini mengukur efektivitas SIA dengan menggunakan sejumlah item yang berhubungan
dengan kepuasan pengguna sistem dengan kualitas output informasi.
Integrasi
SIA (SIA-INT)
Secara
operasional, integrasi SIA didefinisikan dalam dua karakteristik berikut: (a)
tingkat integrasi dalam aplikasi SIA internal (Davenport, 1998; Davis et al.,
1998; Scapens et al., 1998) dan (b) tingkat integrasi antara sistem EDI dan
aplikasi SIA internal (Cathey, 1991; Kogan et al., 1997; Mazurkiewicz, 1994;
Splettstoesser, 1997). Integrasi SIA diukur dengan tingkat standardisasi dalam
skema pengkodean. Enam item lainnya digunakan untuk mengukur tingkat integrasi SIA
dengan informasi yang diberikan oleh sistem EDI yaitu akuntansi, pengadaan,
pengiriman/distribusi, pelaporan/penganggaran, pembayaran (EDI keuangan), dan perencanaan
produksi (skala yang sama digunakan oleh Premkumar et al., 1994).
Ketergantungan
informasi (INF-DEP)
SIA
diidentifikasi oleh sebuah studi berskala besar di Amerika Serikat yang
berhubungan dengan empat bidang berikut: (a) akuntansi, (b) pengadaan, (c)
pengiriman/distribusi, dan (d) pelaporan/penganggaran (Deloitte Dan Touche LLP
dan Hyperion Software, 1995). Bidang-bidang ini mencakup serangkaian kegiatan yang
saling berbagi informasi keuangan yang akan diproses oleh SIA.
Organ
Skala
yang dikembangkan oleh Hage dan Aiken (1969) digunakan untuk mengukur formalisasi
dalam organisasi. Skala tersebut mengukur tingkat penggunaan kebijakan dan
prosedur formal dalam organisasi, pemantauan kepatuhan terhadap kebijakan dan
prosedur yang ditetapkan serta adanya hukuman dalam hal prosedur yang tidak
diikuti.
Ketergantungan
antar organisasi
Dua
dimensi dari model ketergantungan sumber daya Pfeffer dan Salancik (1978)
digunakan sebagai ukuran ketergantungan antar organisasi. Dimensi pertama dari
kepentingan sumber daya (RES-IMP) diukur dengan dua item, yang ditunjukkan pada
Panel E pada Tabel 2, yang memperoleh response tentang tingkat penggunaan
sistem EDI. Kedua item ini dikembangkan oleh Premkumar et al. (1994). Dimensi
kedua berupa pertimbangan atas akses dan penggunaan sumber daya (RES-ACC)
diukur oleh tiga item berikutnya di Panel E pada Tabel 2. Item-item tersebut
mengukur sejauh mana standar komunikasi EDI yang umum diikuti.
Model
Hipotesis
penelitian diuji dengan menggunakan pendekatan standar deviasi (Drazin dan Van
de Ven, 1985). Pendekatan standar deviasi menguji tingkat ketidaksesuaian, dari
hubungan linier antara variabel konteks dan desain (Drazin dan Van de Ven,
1985, 519).
Kesimpulan:
Berdasarkan
model kontingensi, sistem informasi akuntansi dengan koordinasi dan
pengendalian yang baik menghasilkan hubungan positif terhadap efektivitas
sistem informasi akuntansi. Penelitian ini menganalisis model kontingensi yang
merupakan kebutuhan koordinasi organisasi dan pengendalian. Hasil penelitian
membuktikan bahwa antara desain sistem informasi akuntansi dan faktor kontingensi
menghasilkan efektivitas sistem informasi akuntansi. Penelitian ini hanya
merupakan awal dari serangkaian penelitian terhadap isu-isu penting yang
dihadapi oleh bisnis saat ini.
Pendapat:
Penelitian
ini mengandalkan pengukuran kualitatif yaitu mengenai efektivitas SIA,
diharapkan penelitian di masa yang akan datang dapat memeriksa dampak dari pilihan
desain sistem informasi akuntansi terhadap ukuran kinerja perusahaan seperti
ukuran kinerja operasional (misalnya, perubahan inventaris) serta yang
berkaitan dengan profitabilitas (misalnya, tingkat pengembalian aset).
Penelitian
selanjutnya juga dapat menyempurnakan konsep koordinasi dan pengendalian
organisasi yang secara langsung dapat mengukur berbagai jenis biaya yang
terkait dengan organisasi. Keputusan dan tindakan yang menimbulkan biaya pada
tahap yang berbeda dalam proses pemesanan, pengiriman, penerimaan, inspeksi,
penyimpanan dan pembayaran dapat dikendalikan secara lebih efektif melalui
penggunaan sistem informasi terpadu sehingga mengurangi biaya dan memberikan
keuntungan strategis bagi organisasi.
Judul
|
Understanding Information Technology Usage: A Test of Competing Models
|
Penulis
|
Shirley Taylor dan Peter A. Todd
|
Tahun
|
1995
|
ABSTRAK
TAM, TPB dan DTPB digunakan untuk menilai model mana yang paling
membantu dalam memahami penggunaan
TI. Model-model tersebut dibandingkan dengan
menggunakan data siswa yang dikumpulkan dari 786 calon pengguna pusat sumber
daya komputer. Behavior
data didasarkan pada pemantauan 3.780 kunjungan ke pusat sumber daya selama 12
minggu. Analisis Regresi WLS (Weighted
Least Squares) menunjukkan bahwa ketiga model tersebut berjalan dengan baik
dalam hal kecocokan dan equivalent
dalam menjelaskan perilaku/behavior. Dalam
belief structures, TPB mengalami
peningkatan dari segi intention individu untuk melakukan suatu perilaku.
Secara keseluruhan, hasil penelitian menunjukkan bahwa DTPB memberikan
penjelasan yang lebih lengkap tentang minat perilaku (Behavior Intention) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi
penggunaan sistem melalui aplikasi dari kedua desain dan strategi implementasi
sebagai fokus utama.
Tujuan Penelitian:
Tujuan
utama dari penelitian TI adalah untuk menilai teknologi informasi sebuah
organisasi dan memahami faktor-faktor penentu nilai tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah untuk membantu perusahaan menerapkan dan mengelola sumber
daya TI mereka dengan lebih baik dan meningkatkan efektivitas kinerja
perusahaan secara keseluruhan.
Latar Belakang:
Secara empiris TAM telah terbukti
memberikan gambaran pada aspek perilaku pengguna PC, dimana banyak pengguna PC
dapat dengan mudah menerima suatu teknologi informasi karena sesuai dengan apa
yang diinginkannya.
Teori TAM menunjukkan bahwa
keinginan perilaku individual untuk menggunakan suatu sistem ditentukan oleh
dua keyakinan, yaitu: (a) Manfaat yang dirasakan (perceived usefulness),
yang didefinisikan dimana seseorang merasa yakin bahwa dengan menggunakan
system tersebut akan meningkatkan kinerja pekerjaannya. Pengukuran manfaat
tersebut berdasarkan frekuensi penggunaan dan keragaman aplikasi yang dijalankan.
Seseorang akan menggunakan TI jika mengentahui manfaat positif atas penggunaan teknologi
informasi tersebut dan (b) Kemudahan penggunaan (perceived ease of use),
yang didefinisikan dimana seseorang merasa yakin dengan menggunakan sistem tersebut
tidak memerlukan upaya apapun (free of effort).
Hasil Penelitian:
Model penelitian 1 adalah model
penelitian yang diadopsi dari model Technology Acceptance Model (TAM)
yang dikembangkan oleh Davis (1995). Model TAM yang dikembangkan dari teori
psikologis, menjelaskan perilaku pengguna komputer yaitu berlandaskan pada
kepercayaan (belief), sikap (attitude), keinginan (intention), dan
hubungan perilaku pengguna (user behavior relationship). Tujuan
model ini untuk menjelaskan faktor‐faktor
utama dari perilaku pengguna terhadap penerimaan pengguna teknologi. Secara
lebih terinci menjelaskan tentang penerimaan TI dengan dimensi‐dimensi tertentu yang
dapat mempengaruhi diterimanya TI oleh pengguna (user).
Model ini
menempatkan usage (penggunaan) sebagai dependent variabel, serta perceived
usefulness (U) dan ease of use
(EOU) sebagai independen variabel. Kedua variabel independen ini dianggap dapat
menjelaskan perilaku penggunaan (usage).
Model penelitian 2 adalah model
penelitian yang diadopsi dari model Theory Planned Behavior (TPB) yang
dikembangkan oleh Ajzen (1991). Theory
of Planned Behavior (TPB) Theory
of Planned Behavior (TPB) dikembangkan oleh Ajzen (1985), teori ini
terfokus pada faktor-faktor yang menentukan perilaku aktual individu.
Theory of Planned Behavior (TPB)
merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (Ajzein and Fishbein,
1980; Fishbein and Ajzen 1975). Faktor utama dalam Theory of Planned
Behavior (TPB) adalah intention individu untuk melakukan suatu
perilaku. Intention merupakan suatu kemampuan untuk menangkap
faktor-faktor motivasional yang mempengaruhi suatu perilaku. Dimana faktor-faktor
motivasional tersebut menunjukkan seberapa kuat keinginan seseorang untuk mencoba,
seberapa banyak usaha yang direncanakan untuk menerapkan usaha tersebut (Ajzen,
1991). Dalam teori ini keinginan perilaku (behavioral intention) terdiri
dari: sikap (attitude), norma-norma subjektif (subjective
norms) dan kontrol perilaku yang dirasakan (perceived behavioral control).
Model
penelitian 3, Decomposed Theory of Planned Behavior (DTPB)
teori adalah pengembangan akan Theory of Planned Behavior (TPB). Ajzen
mengembangkan TPB melalui meramalkan pengukuran atas kontrol persepsi perilaku
dapat ditambah melalui item keyakinan sendiri yang akan semakin baik dalam
mengkontrol. Sikap terhadap perilaku merupakan perasaan positif atau negatif
seseorang untuk melakukan perilaku tertentu.
The
Decomposed Theory of Planned Behavior (DTPB) yang dikembangkan oleh Taylor dan Todd (1995). Meskipun
TAM adalah model yang dapat memprediksi dengan baik untuk penggunaan komputer,
tetapi DTPB merupakan model terbaik untuk memahami determinan sikap penggunaan
komputer.
Taylor
dan Todd (1995) membandingkan model TAM dan model TPB dan menyimpulkan bahwa
Dekomposisi Teori Perilaku Direncanakan (DTPB) memberikan penjelasan yang lebih
lengkap tentang minat perilaku (Behavior Intention) dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi penggunaan sistem melalui aplikasi dari kedua desain dan strategi
implementasi sebagai fokus utama.
Kesimpulan:
Taylor dan Todd menggunakan model
kombinasi TAM dan TPB (Combined TAM and TPB) untuk meneliti behavior
intention dalam penggunaan computing resources center.
Taylor dan Todd (1995) menunjukkan penerapan
model DTPB, perceived usefullness
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap sikap siswa atas penggunaan TI. apabila
individu merasa bahwa sistem teknologi informasi mudah untuk digunakan maka
individu tersebut akan menggunakannya, namun apabila tidak mudah untuk
digunakan maka individu tersebut enggan untuk menggunakannya.
Komentar:
Hasil penelitian Taylor dan Todd
(1995) semakin menguatkan bahwa model Decomposed Theory of Planned Behavior dapat
digunakan untuk melakukan prediksi terhadap perilaku penggunaan suatu teknologi
informasi. Semakin menarik sikap dan norma subjektif terhadap perilaku dan
semakin besar perceived behavioral control maka semakin kuat minat
seseorang untuk melakukan perilaku yang sedang dipertimbangkannya. Beberapa
penelitian memberikan hasil yang serupa bahwa kontrol perilaku yang dirasakan (perceived
behavioral control) berpengaruh terhadap minat penggunaan teknologi
informasi.
Judul
|
Theory of Planned Behavior (TPB)
|
Penulis
| Icek Ajzen (1991) |
Latar
Belakang
Theory of planned
behavior merupakan teori yang dikembangkan oleh Ajzen yang merupakan
penyempurnaan dari reason action theory yang dikemukakan oleh
Fishbein dan Ajzen. Fokus utama dari teori planned
behavior ini sama seperti teori reason action yaitu intensi individu untuk
melakukan perilaku tertentu. Intensi dianggap dapat melihat faktor-faktor
motivasi yang mempengaruhi perilaku. Intensi merupakan indikasi seberapa keras
orang mau berusaha untuk mencoba dan berapa besar usaha yang akan dikeluarkan
individu untuk melakukan suatu perilaku. Reason action theory mengatakan ada
dua faktor penentu intensi yaitu sikap pribadi dan norma subjektif (Fishbein
& Ajzen, 1975). Sikap merupakan
evaluasi positif atau negatif individu terhadap perilaku tertentu. Sedangkan
norma subjektif adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk
melakukan atau tidak melakukan perilaku tertentu (Fishbein & Ajzen, 1975).
Namun Ajzen berpendapat bahwa teori reason
action belum dapat menjelaskan tingkah laku yang tidak sepenuhnya berada di
bawah kontrol seseorang. Karena itu dalam theory
of planned behavior Ajzen menambahkan satu faktor yang menentukan intensi
yaitu perceived behavioral control. Perceived behavioral control merupakan
persepsi individu terhadap kontrol yang dimilikinya sehubungan dengan perilaku
tertentu (Ajzen, 1991). Faktor ini menurut Ajzen mengacu pada persepsi individu
mengenai mudah atau sulitnya memunculkan tingkah laku tertentu dan diasumsikan
merupakan refleksi dari pengalaman masa lalu dan juga hambatan yang
diantisipasi.
Hasil
Penelitian
Theory of
Planned Behavior (TPB)
merupakan perluasan dari Theory of Reasoned Action (TRA).
Dalam TRA dijelaskan bahwa niat seseorang terhadap perilaku dibentuk oleh dua
faktor utama yaitu attitude toward the behavior dan subjective
norms sedangkan dalam TPB ditambahkan satu faktor lagi yaitu perceived
behavioral control.
TPB sangat
sesuai digunakan untuk menjelaskan berbagai perilaku di dalam kewirausahaan.
Sebagaimana dikatakan oleh Ajzen (1991) bahwa TPB cocok untuk menjelaskan
perilaku apa pun yang memerlukan perencanaan, seperti kewirausahaan).
Apabila TPB digambarkan
dalam sebuah bagan adalah sebagai berikut:
Gambar di
atas menjelaskan bahwa dalam TPB, niat ditentukan oleh tiga variabel, yaitu:
1. Attitude Towards
the Behavior, biasa disebut Sikap
Ajzen mengemukakan bahwa sikap
terhadap perilaku ini ditentukan oleh keyakinan mengenai konsekuensi dari suatu
perilaku atau secara singkat disebut keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral
beliefs). Keyakinan berkaitan dengan penilaian subjektif individu terhadap
dunia sekitarnya, pemahaman individu mengenai diri dan lingkungannya, dilakukan
dengan cara menghubungkan antara perilaku tertentu dengan berbagai manfaat atau
kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu melakukan atau tidak
melakukannya. Keyakinan ini dapat memperkuat sikap terhadap peri-laku itu
apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan individu, diperoleh data bahwa perilaku
itu dapat memberikan keuntungan baginya.
2. Subjective Norm, biasa disebut Norma Subjektif
Norma subjektif adalah persepsi individu
terhadap harapan dari orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupannya (significant
others) mengenai dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku tertentu.
Persepsi ini sifatnya subjektif sehingga dimensi ini disebut norma subjektif.
Sebagaimana sikap terhadap perilaku, norma subjektif juga dipengaruhi oleh keyakinan.
Bedanya adalah apabila sikap terhadap perilaku merupakan fungsi dari keyakinan
individu terhadap perilaku yang akan dilakukan (behavioral belief) maka
norma subjektif adalah fungsi dari keyakinan individu yang diperoleh atas
pandangan orang-orang lain terhadap objek sikap yang berhubungan dengan
individu (normative belief).
3. Perceived
Behavioral Control, biasa disebut Persepsi kontrol perilaku
Persepsi
kontrol perilaku atau dapat disebut dengan kontrol perilaku adalah persepsi
individu mengenai mudah atau sulitnya mewujudkan suatu perilaku tertentu. Untuk
menjelaskan mengenai persepsi kontrol perilaku ini, Ajzen membedakannya dengan locus
of control atau pusat kendali. Pusat kendali berkaitan dengan keyakinan
individu yang relatif stabil dalam segala situasi. Persepsi kontrol perilaku
dapat berubah tergantung situasi dan jenis perilaku yang akan dilakukan. Pusat
kendali berkaitan dengan keyakinan individu tentang keberhasilannya melakukan
segala sesuatu, apakah tergantung pada usahanya sendiri atau faktor lain di
luar dirinya.
Ajzen menjelaskan bahwa konsep pengukuran intensi
dalam planned behavior theory adalah menggunakan teknik
analisis regresi berganda (multiple linear regression)
untuk menganalisis multiple correlation atau
hubungan antar ketiga prediktor dan standardized regression atau
kontribusi dari ketiga prediktor dalam memengaruhi intensi untuk melakukan
suatu perilaku tertentu.
Ajzen
memaparkan, terdapat beberapa tahapan dalam melakukan pengukuran intensi
berdasarkan planned behavior theory, antara
lain: mendefinisikan perilaku yang ingin diteliti berdasarkan target, aksi,
konteks, dan waktu; menentukan populasi penelitian; dan merumuskan item yang
akan digunakan dalam alat ukur. Ada tiga tahap dalam merumuskan item-item yang akan
digunakan dalam alat ukur, yaitu:
Pertama,
melakukan elisitasi yang merupakan prosedur untuk mendapatkan sejumlah belief tentang konsekuensi positif dan atau
negatif dari melakukan suatu perilaku (salient outcome beliefs),
sejumlah belief mengenai kesetujuan
dan atau ketidaksetujuan seseorang maupun kelompok yang penting bagi individu
terhadap suatu perilaku (salient referent beliefs),
dan sejumlah belief mengenai faktor
pendukung dan atau penghambat untuk melakukan suatu perilaku (salient control beliefs). Prosedur elisitasi dilakukan
dengan memberikan pertanyaan dalam bentuk free response format kepada
sejumlah sampel dari populasi penelitian yang telah diketahui.
Kedua,
setelah sejumlah belief didapatkan, tahap
selanjutnya adalah menentukan dan menganalisis belief,
yaitu dengan mengorganisasi dan mengidentifikasi belief–belief yang
telah diperoleh menjadi model salient outcome beliefs,
model salient referent beliefs, dan model salient control beliefs. Tahap organisasi dan
identifikasi dapat dilakukan peneliti dengan menggunakan common sense (Fishbein & Ajzen, 1975).
Ketiga,
setelah model salient outcome beliefs,
model salient referent beliefs, dan model salient control beliefs teridentifikasi, tahap
selanjutnya adalah merumuskan item-item yang akan digunakan dalam alat ukur
berdasarkan model salient outcome beliefs,
model salient referent beliefs, dan model salient control beliefs.
Model salient outcome beliefs digunakan untuk
merumuskan butir-butir pernyataan yang mengukur behavioral beliefs dan outcome evaluation, model salient referent beliefs digunakan untuk
merumuskan butir-butir pernyataan yang mengukur normative beliefs dan motivation to comply, dan model salient control beliefs digunakan untuk
merumuskan butir-butir pernyataan yang mengukur control beliefs dan perceived power control.
Selain itu, juga dimasukkan pengukuran mengenai intensi untuk melakukan suatu
perilaku, pengukuran mengenai perilaku nyata yang dilakukan pada masa lampau (past behavior), serta pengukuran mengenai karakteristik
demografis, kepribadian, dan faktor eksternal lainnya yang perlu untuk
dimasukkan.
Selanjutnya,
skor komponen attitude toward the behavior diperoleh
dengan mengalikan skor setiap butir pada pengukuran behavioral belief dengan skor setiap butir pada pengukuran outcome evaluations, lalu menjumlahkan hasil perkalian
tersebut sehingga diperoleh skor “total set of beliefs“
(skor komponen attitude toward the behavior).
Skor komponen subjective norm diperoleh
dengan mengalikan skor setiap butir pada pengukuran normative beliefs dengan skor setiap butir pada
pengukuran motivation to comply, lalu
menjumlahkan hasil perkalian tersebut sehingga didapatkan skor “total set of beliefs“ (skor komponen subjective norm).
Skor komponen perceived behavioral control
diperoleh dengan mengalikan skor setiap butir pada pengukuran control beliefs dengan skor setiap butir pada
pengukuran perceived power control, lalu
menjumlahkan hasil perkalian tersebut sehingga didapatkan skor “total set of beliefs“ (skor komponen perceived behavioral control).
Kesimpulan:
Theory of Planned Behavior merupakan
pengembangan dari Theory of
Reasoned Action (TRA) yang berkembang pada tahun 1967. Teori
ini menegaskan peran dari “niat” seseorang dalam menentukan apakah sebuah
perilaku akan terjadi. Perilaku mengikuti niat dan tidak akan terjadi
perilaku tanpa adanya niat.
Menurut
Ajzen ketiga faktor ini yaitu sikap, norma subjektif, dan perceived behavioral control dapat memprediksi intention (niat) individu dalam melakukan perilaku tertentu.
Komentar:
Berdasarkan
teori yang dikemukakan Ajzen terlihat bahwa sikap dapat mempengaruhi intense/niat
individu dalam melakukan perilaku tertentu. Misalnya, ketika individu yakin
bahwa perilakunya menghasilkan outcome
yang positif, maka individu tersebut akan mempunyai sikap positif, begitu juga
sebaliknya. Jadi, saat individu yakin bahwa perilaku melanjutkan ke program Magister
Akuntansi di Fakultas Ekonomi UMI akan menghasilkan outcome positive untuk
individu tersebut, maka ia akan mempunyai sikap positif terhadap
atribut-atribut dari program Magister Akuntansi. Sebaliknya, ketika individu
yakin bahwa perilaku melanjutkan ke program Magister Akuntansi akan
menghasilkan outcome negative untuk
individu tersebut, maka ia akan mempunyai sikap negative terhadap atribut-atribut dari program Magister Akuntansi.
Judul
|
Corporate Financial Reporting: A Methodological Review of Empirical
Research
|
Jurnal
|
Journal of
Accounting Research
|
Volume
& Hal.
|
Vol, 20
Supplement 1982
|
Penulis
|
RAY BALL AND GEORGE FOSTER
|
Tanggal
|
04
November 2016
|
Tema:
Tema utama dalam jurnal ini adalah perbedaan antara
akuntansi dan penelitian bukan akuntansi. jurnal ini berusaha untuk
mendirikan fitur yang khas dari penelitian akuntansi, dengan tujuan memperoleh
wawasan literatur empiris secara keseluruhan dan eksperimen individu di dalamnya.
Komentar yang dibuat dalam jurnal adalah
untuk memahami masalah yang dihadapi dan nilai penjualan yang dibuat
oleh peneliti empiris dalam pelaporan keuangan perusahaan.
Metode
Penelitian:
Metode penelitian
adalah penelitian deskriptif, suatu metode penelitian yang ditujukan
untuk menggambarkan fenomena-fenomena yang ada, yang berlangsung saat ini atau
saat yang lampau. Penelitian ini tidak mengadakan manipulasi atau pengubahan
pada variabel-variabel bebas, tetapi menggambarkan suatu kondisi apa adanya.
Tujuan Penelitian:
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk memberikan
evaluasi metodologi penelitian saat ini dan untuk memberikan beberapa pedoman
bagi peneliti (khususnya mahasiswa doktoral) di pilihan metode penelitian.
Latar Belakang:
Tugas peneliti adalah mengulas metodologi empiris saat ini
tentang penelitian di bidang pelaporan keuangan perusahaan. Dalam
pengantar ini, kami mengklarifikasi penafsiran tentang tugas dan menjelaskan
bagaimana tinjauan empiris diatur. Sebuah tinjauan metodologis menggunakan literatur
sebagai data. Tujuan kami untuk menjelaskan atau mengkategorikan metode
penelitian.
Pertama, literatur yang diperiksa mengandung berbagai metode
yang membingungkan dengan sedikit koherensi di bidang topik mereka, untuk
meninjau literatur memerlukan lebih banyak waktu. Kedua, kita lebih tertarik
tentang pertanyaan metodologis seperti validitas eksperimen dan jatuh tempo dari
paradigma penelitian yang ada.
Untuk tujuan ulasan ini, kami telah mengklasifikasikan pelaporan
keuangan perusahaan ke dalam empat bidang topik: (a) pengungkapan
perusahaan, (b) metode
akuntansi pilihan, (c) analisis
time-series, dan (d) analisis
financial distress.
Laporan terdiri dari bagian utama dari basis data dalam
penelitian empiris. beberapa data laporan keuangan tidak dibahas secara
terperinci. Dalam bidang utama yang dikecualikan adalah audit, penelitian,
pasar modal dan percobaan laboratorium.
Hasil Penelitian:
Jurnal
ini disusun ke dalam bagian dan sub-bagian berikut:
II. Penelitian
Empiris Akuntansi
Pada bagian ini, kita mengajukan pertanyaan tentang
bagaimana penelitian akuntansi bisa berbeda dari penelitian disiplin dasar dan
pada ekstrim yang lain yaitu praktek akuntansi. Perbedaan utama antara
penelitian akuntansi dan penelitian disiplin dasar adalah bahwa penelitian
akuntansi membutuhkan pemetaan ke dalam domain "institusional" di
mana informasi akuntansi diproduksi atau digunakan.
III. Kejadian
Empiris dari Situs Penelitian
Pentingnya penelitian empiris: (1) penting bagi pihak
eksternal seperti profesi akuntansi, manajemen perusahaan atau komunitas
investasi dan kredit; (2) pentingnya topik atau metode penelitian untuk riset
komunitas; (3) ketersediaan struktur teoritis untuk memandu penelitian
empiris; (4) ketersediaan basis data; dan (5) ketersediaan teknik
ekonometrik atau statistik untuk menganalisis data.
1. Penting bagi Pihak Eksternal
Sebuah
topik yang sering diperdebatkan dalam literatur adalah dampak dari penelitian akuntansi
tentang profesi akuntansi, manajemen perusahaan atau komunitas investasi dan
kredit.
2. Pentingnya untuk Riset Komunitas
Para
peneliti yang beroperasi di masyarakat juga muncul untuk menghargai penilaian
dari rekan-rekan mereka.
3. Ketersediaan Teori untuk Panduan
Penelitian Empiris
Kemajuan
dari jenis teoritis dapat menjadi motivasi penting dalam melakukan penelitian
empiris. Misalnya, teori perkembangan berkaitan dengan dua parameter Model
aset-harga dan pilihan-harga. Model yang tersedia penting untuk banyak
pekerjaan empiris di literatur keuangan.
4. Ketersediaan Data
Sebuah
komponen penting dari sebuah proyek penelitian empiris yaitu data base sebagai
basis yang baru dikembangkan, isu-isu dari data base dapat memperluas pencarian
topik dengan cara yang lebih sistematis.
5. Ketersediaan ekonometrik atau Teknik
statistik
Perkembangan
dalam disiplin lain merupakan sumber penting dari ide-ide penelitian dalam
literatur pelaporan keuangan perusahaan. Perkembangan teknik statistik telah
mempengaruhi time-series dan prediksi financial distress.
6. Ringkasan: Memilih Topik Penelitian
Kami
telah mengidentifikasi lima motif tertentu pada penelitian empiris dalam
akuntansi. Beberapa motif yang dibahas berhubungan dengan keterampilan
seorang peneliti tertentu atau nilai yang ditetapkan dari lembaga khusus
terkait peneliti. Topik penelitian empiris seharusnya (1) akan menarik bagi
pihak eksternal seperti profesi akuntansi, (2) akan menarik bagi riset komunitas,
(3) akan memiliki model yang tersedia secara eksplisit untuk membimbing kedua
desain penelitian dan menggambarkan kesimpulan dari penelitian, (4) akan
memiliki data berkualitas tinggi yang tersedia, dan (5) akan memiliki ekonometrik
yang sesuai atau alat statistik yang tersedia untuk menganalisis data.
IV. Pentingnya
Kesadaran Metodologis Penelitian Akuntansi
Dalam penelitian berbasis paradigma, peneliti individu
disertakan dengan seperangkat solusi untuk banyak pertanyaan dari metode
eksperimen dan relatif yakin bahwa pekerjaan lebih lanjut akan memberikan
solusi untuk masa yang akan datang. Bagian IV mengembangkan tema itu, di
berbagai pelaporan keuangan perusahaan, seorang individu memiliki hubungan yang
sangat terbatas dalam merancang sebuah proyek penelitian empiris dan dalam
menafsirkan hasilnya. Bagian V menawarkan beberapa saran konstruktif pada metode
eksperimen.
1. Banyaknya Persaingan
Di
beberapa topik, ada banyak persaingan yang memiliki implikasi untuk jenis data
yang "menarik," untuk variabel dependen dan independen untuk diselidiki
yang digunakan untuk fungsi nasional dan hal-hal eksperimental
lainnya. Misalnya, pertimbangan isu "mengapa perusahaan memilih satu
set khusus dari metode akuntansi."
2. Pandangan Dunia Tidak Baik
Diartikulasikan untuk Penelitian Empiris
Dari
perspektif empiris ini, penelitian analitis dapat memainkan beberapa peran
penting. Salah satu perannya adalah untuk mengembangkan "teori" bahwa
panduan keputusan berkaitan dengan variabel yang diperiksa, bentuk model yang
digunakan, dll.
3. Sifat Penelitian Quasi Eksperimental
Penelitian
Non laboratory dalam pelaporan keuangan perusahaan umumnya bisa tidak memanipulasi
variabel eksperimental, lebih tergantung pada teori dan model untuk kontrol
eksperimental. Benston [1969; 1973] bekerja pada efek regulasi yang
terlibat dalam membandingkan fenomena pra dan pasca-1930. Tidak mampu
memanipulasi percobaan sehingga dua dunia dinyatakan identik dibandingkan satu
dengan lainnya tanpa SEC (dan undang-undang yang menyertainya.
4. Kelembagaan Domain Data
Seperti
dikatakan dalam bagian II, data akuntansi kaya institusional. kekayaan ini
biasanya tidak ditangkap dalam model yang membimbing penelitian. Pertimbangkan
literatur time-series yang berpotensi banyak dalam konteks pelaporan
keuangan.
5. Ringkasan: Mengembangkan Kesadaran
Metodologi
Tidak
seperti penelitian berbasis paradigma, bimbingan dimana paradigmatik dalam
bekas desain perimental membuat tugas mirip dengan [1970] konsep Kuhn yaitu
dalam "Memecahkan teka-teki," penelitian empiris di daerah kami telah
disurvei ulang bahwa pilihan harus dibuat di bawah ketidakpastian yang relatif
tinggi. Ada ketergantungan yang lebih besar ditempatkan dari desain
penelitian quasi-eksperimental yang mendominasi dalam penelitian akuntansi. Observasi
ini menyarankan perlunya peneliti empiris akuntansi untuk mengembangkan
kesadaran metodologis. Pada bagian berikutnya, kita menggambarkan pedoman
yang disarankan oleh pengalaman empiris peneliti di bidang lain.
V.
Validitas Eksperimen
Kesimpulan dari bagian sebelumnya adalah bahwa, di banyak
daerah empiris, peneliti disediakan bimbingan terbatas tentang pilihan metode eksperimental. Mengingat
kesimpulan dan sifat quasi-eksperimental. Campbell [1979, hlm 37-39] membedakan
empat jenis validitas: (1) validitas internal, (2) validitas konstruk, (3)
kesimpulan statistik validitas, dan (4) validitas eksternal.
1. Validitas Internal
Validitas
internal mengacu pada validitas perkiraan yang kita simpulkan bahwa hubungan
antara dua variabel kausal atau bahwa tidak adanya hubungan menyiratkan tidak
adanya penyebab.
2. Validitas Konstruk
Validitas
konstruk mengacu pada kemungkinan bahwa operasi yang dimaksudkan untuk mewakili
penyebab atau efek tertentu dapat ditafsirkan dalam hal lebih dari satu
konstruk.
3. Validitas Kesimpulan Statistik
Campbell
[1979, p. 39] memperkenalkan "validitas kesimpulan statistik” dari
monografi mereka dalam mengevaluasi percobaan apapun. Faktor kunci dalam
penelitian akuntansi adalah jumlah pengamatan yang tersedia untuk membuat kesimpulan
tentang covariation. Meningkatkan jumlah pengamatan adalah salah satu cara
untuk meningkatkan kekuatan dari uji statistik.
4. Validitas Eksternal
Validitas
eksternal mengacu pada validitas perkiraan yang kita dapat simpulkan bahwa
hubungan kausal yang diduga dapat digeneralisasi melalui langkah-langkah
alternatif dari sebab dan akibat. Cook and Campbell [1979, p. 37]. masalah
validitas eksternal tidak muncul dalam proyek-proyek yang objek utamanya adalah
untuk menggambarkan data base tertentu. Banyak studi menyajikan ringkasan statistik
metode akuntansi pilihan atau pengungkapan perusahaan.
5. Ringkasan: Trade-off antara Jenis
Validitas
Dalam
banyak contoh, pilihan metode eksperimen yang meningkatkan satu jenis validitas
dilakukan dengan mengorbankan orang lain. Dalam kasus tersebut, peneliti
harus memiliki beberapa ide tentang Validitas. Campbell [1979, pp. 82-84]
menunjukkan bahwa peneliti dengan kepentingan teoritis akan peringkat jenis
validitas dalam urutan ini adalah: (1) internal (2) konstruk, (3) kesimpulan
statistik, dan (4) eksternal.
VI. Tes
Terhadap Hipotesis Bersaing
Sebuah daerah yang sulit adalah
tanggung jawab peneliti individu untuk menguji hipotesis bersaing. Biasanya,
seorang peneliti ingin menguji secara eksplisit hipotesis bersaing hanya jika
tujuannya adalah untuk menggantikan teori bersaing. Dalam hal itu, ada
perdebatan yang cukup tentang apakah "hipotesis baru harus bersaing dengan
yang lama”.
VII. Kematangan
terhadap Adanya Paradigma Penelitian
Paradigma membimbing penelitian empiris yang disurvei dan dikaitkan
dengan literatur "monitoring pelayanan kontrak". Namun hasil latihan
empiris dipandu oleh paradigma ini belum mengesankan. Tidak satu pun variabel terkait
telah ditemukan secara konsisten dalam studi yang disurvei. Salah satu
penjelasan dari hasil ini adalah bahwa hal itu merupakan tahap awal
pengembangan paradigma yang berlaku untuk pelaporan keuangan perusahaan.
Kesimpulan:
Secara keseluruhan, hasil penelitian ini telah
mengklasifikasikan pelaporan keuangan perusahaan ke dalam empat bidang topik:
(a) pengungkapan perusahaan, (b) metode akuntansi pilihan, (c) analisis
time-series dan (d) analisis financial distress.
Jurnal ini berpendapat bahwa penelitian akuntansi berbeda
dari penelitian ekstrim dalam disiplin dasar dan pekerjaan yang dilakukan oleh
para praktisi.
Aspek lain dari "penelitian akuntansi" menyiratkan
bahwa penanganan khusus harus diberikan kepada isu-isu metodologis. Aspek-aspek
ini dikembangkan di bagian III dan IV. Bagian V ke VII membahas beberapa
aspek yang kita percaya bisa membantu dalam penelitian: konsep Campbell untuk
validitas internal, termasuk trade-off (bagian V), uji terhadap hipotesis bersaing (bagian
VI), dan pengaruh relatif kematangan paradigma penelitian (bagian VII).
Komentar:
Banyak penelitian dalam pelaporan keuangan perusahaan
mencerminkan ketegangan antara nilai yang ditetapkan oleh pihak eksternal (profesi
akuntansi) dan nilai yang ditetapkan dari peneliti terhadap riset komunitas. Ketegangan
ini berpengaruh terhadap pengungkapan dan metode akuntansi perusahaan.
Ada perdebatan atas isu-isu metodologis pada penelitian
pelaporan keuangan perusahaan. Ketentuan
dalam pelaporan keuangan perusahaan harus konsisten, dapat dipahami
dan ditaati oleh pembuat standar akuntansi dalam menyusun standar,
penyelenggara akuntansi dan pelaporan keuangan dalam melakukan kegiatannya,
serta pengguna laporan keuangan dalam memahami laporan keuangan yang disajikan.
JURNAL
|
Alternative Accounting Methods, Information Asymmetry And Liquidity: Theory And Evidence
|
PENULIS
|
Eli Bartov dan Gordon M. Bodnar
|
PUBLIKASI
|
The Accounting Review,
Vol. 71, No.3 (Jul., 1996), 397-418.
|
REVIEWER
|
1.
DWI ASTUTI HARDIANTI
2.
RIZKY AMALIAH YAHYA
3.
NURMAWADDAH
|
Latar
Belakang:
Perspektif asimetri
informasi menunjukkan bahwa hal-hal lainnya tetap sama. manajer yang ingin
memaksimalkan nilai perusahaan memiliki insentif untuk mengurangi tingkat
asimetri informasi dengan beralih ke teknik akuntansi baru yang tersedia dalam membuat
laporan keuangan yang lebih informatif kepada investor. Perusahaan dengan
asimetri informasi yang lebih besar diperkirakan akan lebih mungkin untuk
beralih ke metode akuntansi yang lebih informatif. AS mendukung prediksi ini
setelah mengontrol variabel seperti rasio utang-ekuitas, cakupan bunga dan
ukuran relatif penyesuaian mata uang asing dalam laporan keuangan.
Pertanyaan mendasar
dalam penelitian akuntansi adalah bagaimana pilihan akuntansi yang dibuat oleh
manajer. Sementara penelitian sebelumnya (misalnya, Zmijewski dan Hagerman
1981; Leftwich 1981) telah menunjukkan bahwa variabel seperti leverage keuangan
menjelaskan variasi cross-sectional dalam pilihan akuntansi, salah satu alasan
untuk pilihan akuntansi yang kurang mendapat perhatian adalah informasi
perspektif asimetri. Perspektif ini menunjukkan bahwa manajer memaksimalkan
nilai untuk memilih teknik akuntansi yang lebih informatif untuk mengurangi
tingkat asimetri informasi antara peserta pasar.
Studi sebelumnya
menunjukkan asimetri informasi yang lebih besar di antara pelaku pasar
diterjemahkan ke dalam biaya transaksi yang lebih tinggi dan likuiditas yang
lebih rendah untuk perdagangan saham perusahaan, sehingga diperlukan
pengembalian dan menurunkan harga saham saat ini. Namun, peningkatan
pengungkapan oleh perusahaan juga berhubungan dengan biaya, seperti biaya
persiapan dan biaya kepemilikan. Dengan demikian, menyatakan perspektif
asimetri informasi menyiratkan bahwa manajer memaksimalkan nilai perusahaan dalam
memilih teknik akuntansi.
Bila
keseimbangan ini terganggu, manajer harus memilih teknik baru jika manfaat yang
diharapkan lebih besar dari implementasi biaya yang diharapkan. Namun. semua
perusahaan cenderung memilih metode akuntansi yang baru dalam meningkatkan pengungkapan. Sebagaimana dijelaskan
secara rinci di bawah, perusahaan dengan asimetri informasi yang tinggi lebih
mungkin untuk memilih metode akuntansi yang baru dari perusahaan yang asimetri
informasinya tidak memiliki masalah serius.
Hasil
Penelitian:
Untuk menguji implikasi
dari perspektif asimetri informasi, dua masalah harus diatasi. Masalah pertama
adalah identifikasi peluang kredibel baru pengungkapan (teknik akuntansi) yang
akan menurunkan asimetri informasi antara pelaku pasar dengan meningkatkan
keinformatifan dari laporan keuangan kepada investor. Kami menguji implikasi
asimetri informasi sehubungan dengan pilihan mata uang fungsional untuk anak
perusahaan asing seperti yang dipersyaratkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 52 (Mata Uang Pelaporan).
Pilihan akuntansi ini
menyediakan kerangka kerja yang cocok untuk tiga alasan. Pertama. perusahaan
dapat memilih antara dua metode akuntansi yang berbeda, baik dengan metode saat
ini tingkat (mata uang asing mata uang fungsional) atau metode temporal (dollar
sebagai fungsi mata uang) untuk mengukur dan melaporkan dampak perubahan kurs
terhadap operasi asing.
Kedua, menyarankan anekdot
(ex ante) dan empiris (ex post) merupakan pilihan mata uang asing di keuangan.
Suatu laporan harus memberikan informasi yang lebih baik tentang arus kas masa
depan suatu perusahaan dari pilihan dolar sebagai mata uang fungsional. Ketiga,
pilihan ini diperlukan dari semua perusahaan multinasional AS, membutuhkan sampel
yang besar.
Temuan empiris kami
mendukung prediksi perspektif asimetri informasi. Secara khusus,
langkah-langkah asimetri informasi yang positif terkait dengan kemungkinan
memilih mata uang asing sebagai mata uang fungsional oleh perusahaan sampel.
Dengan demikian, hasilnya konsisten dengan prediksi bahwa perusahaan dengan
informasi asimetri yang tinggi melalui penerapan prosedur akuntansi yang lebih
informatif.
Perspektif
Asimetri Informasi
Ketika asimetri
informasi ada, keputusan pengungkapan yang dibuat oleh manajer dapat
mempengaruhi harga saham karena asimetri informasi berhubungan dengan
likuiditas perdagangan dan harga saham perusahaan.
Perspektif
Asimetri Informasi dan Pilihan Mata Uang Fungsional
Sebelum penerbitan PSAK
No. 52, secara luas dianggap bahwa metode temporal yang ada (untuk melaporkan
dampak dari perubahan kurs atas aset dan kewajiban operasi asing dalam laporan
keuangan konsolidasi) tidak memberikan informasi yang berguna untuk perusahaan.
. Metode temporal juga berdampak
terhadap perubahan kurs arus kas perusahaan. sehingga sulit bagi investor untuk
menggunakan laporan keuangan untuk menentukan eksposur nilai tukar perusahaan.
Untuk mengatasi keluhan
terhadap metode temporal (PSAK No.8), FASB membuat PSAK 52 pada bulan Desember. PSAK No. 52 mengharuskan perusahaan untuk menetapkan mata uang fungsional
(baik dolar AS atau mata uang asing) untuk operasi asing perusahaan. Pilihan
mata uang fungsional menentukan metode dan penempatan (yaitu, laporan laba rugi
atau neraca langsung) dari entri penyesuaian mata uang asing dalam laporan
keuangan konsolidasi.
Alasan utama penerbitan
PSAK No. 52 adalah untuk menyediakan informasi bagi investor, informasi yang
umumnya kompatibel dengan efek yang diharapkan dari perubahan kurs terhadap arus
kas perusahaan dan ekuitas (FASB 1981). FASB menyimpulkan bahwa metode yang
terkait dengan mata uang asing sebagai mata uang fungsional, memiliki manfaat
yang paling konseptual. Ini akan menghasilkan laporan posisi keuangan dari
model biaya historis yang akan mencerminkan efek ekonomi "(FASB 1981,
lampiran C, para. 66)
Perusahaan
dengan asimetri informasi yang lebih tinggi lebih mungkin untuk memilih mata
uang asing sebagai mata uang fungsional.
Penentu
Kemungkinan lain dari Pilihan Mata Uang Fungsional
Untuk menyelidiki
kekuatan tambahan dari perspektif asimetri informasi, kami juga
mempertimbangkan implikasi dari beberapa variabel kontrol.
Perjanjian utang juga
dapat mempengaruhi pilihan mata uang fungsional karena mata uang asing sebagai
mata uang fungsional menghilangkan komponen volatilitas dari pendapatan,
sehingga rasio cakupan bunga kurang stabil.
Salah satu faktor
kontrol lainnya adalah kepentingan relatif dari penyesuaian mata uang asing
untuk laporan keuangan perusahaan. Ukuran relatif dari penyesuaian mata uang
asing kemungkinan akan terkait dengan pentingnya informasi asing dalam laporan
keuangan perusahaan.
Bukti
Empiris
Tes univariat
Hasil tes univariat
untuk prediksi kami berdasarkan perspektif asimetri informasi, bersama dengan
masing-masing variabel kontrol ditunjukkan pada Tabel 2.27 Perbedaan dalam
variabel antara dua kelompok perusahaan. Dua sampel tes dilakukan untuk
menentukan apakah terdapat perbedaan yang signifikan secara statistik. Setiap
hipotesis didukung pada tingkat standar signifikansi.
Pengujian perbedaan
dalam ukuran relatif penyesuaian mata uang asing antara dua kelompok perusahaan
dilaporkan dalam baris terakhir dari Tabel 2 mendukung klaim Massaro (1978)
tentang hubungan antara ukuran penyesuaian mata uang asing pada laporan
keuangan dan keinginan untuk mengubah ke metode akuntansi yang baru.
Tes multivariat
Sementara tes univariat
mendukung perspektif asimetri informasi, hasil ini mungkin karena korelasi
antara variabel. Tabel 3 menunjukkan korelasi antara variabel dan menunjukkan
bahwa ada beberapa korelasi yang signifikan secara statistik antara beberapa
variabel, hanya dua variabel asimetri informasi yang sangat berkorelasi.
Tes sensitivitas
Salah satu hal dalam
menafsirkan hasil yang ditunjukkan pada tabel 4 adalah efek pembaur industri.
Tabel 5 menggambarkan masing-masing kelompok industri sesuai pilihan fungsi
mata uang. Dalam setiap kelompok industri. perusahaan f memilih dolar sebagai
mata uang fungsional. Efek industri tampaknya tidak mungkin karena penampang
yang luas dari industri diwakili dalam sampel dan proporsi yang sama dari
perusahaan dalam memilih setiap mata uang fungsional untuk setiap kelompok
industri. Namun demikian, kami menguji keberadaan dari efek industri langsung
dari tes univariat untuk perspektif asimetri informasi oleh kelompok-kelompok
industri besar.
Kesimpulan:
Tulisan ini
mengeksplorasi hubungan informasi akuntansi asimetris untuk menjelaskan
kebijakan akuntansi dengan fokus kepada pengaruh informasi dari alternatif
metode pelaporan keuangan terhadap nilai perusahaan.
Perspektif asimetri
informasi menunjukkan bahwa hal-hal lainnya tetap sama. manajer yang ingin
memaksimalkan nilai perusahaan memiliki insentif untuk mengurangi tingkat
asimetri informasi dengan beralih ke teknik akuntansi baru yang tersedia dalam membuat
laporan keuangan yang lebih informatif kepada investor. Perusahaan dengan
asimetri informasi yang lebih besar diperkirakan akan lebih mungkin untuk
beralih ke metode akuntansi yang lebih informatif. AS mendukung prediksi ini
setelah mengontrol variabel seperti rasio utang-ekuitas, cakupan bunga dan
ukuran relatif penyesuaian mata uang asing dalam laporan keuangan.
Untuk menguji implikasi
dari perspektif asimetri informasi, dua masalah harus diatasi. Masalah pertama
adalah identifikasi peluang kredibel baru pengungkapan (teknik akuntansi) yang
akan menurunkan asimetri informasi antara pelaku pasar dengan meningkatkan
keinformatifan dari laporan keuangan kepada investor. Kami menguji implikasi
asimetri informasi sehubungan dengan pilihan mata uang fungsional untuk anak
perusahaan asing seperti yang dipersyaratkan oleh Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan No. 52 (Mata Uang Pelaporan).
Komentar:
Jurnal diatas
menjelaskan mengenai penggunaan alternatif metode akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan, mengenai penjabaran mata uang asing menjadi mata uang
fungsional (mata uang yang digunakan oleh perusahaan).
Jika seorang manajer
ingin memaksimalkan nilai pasar perusahaan mereka, mereka harus mengurangi
asimetri informasi antara peserta pasar yaitu dengan meningkatkan likuiditas
yang diharapkan di pasar. sehingga harus ada komitmen yang kredibel untuk
mempertahankan tingkat pengungkapan di masa depan.
Laporan keuangan merupakan sarana pengkomunikasian informasi keuangan
kepada pihak-pihak di luar korporasi. Laporan keuangan memiliki kelemahan
tertentu, sekalipun pembuatan laporan keuangan diatur oleh suatu standar yang
telah ditetapkan, namun perlu disadari bahwa laporan keuangan mengandung banyak
asumsi, penilaian, serta pemilihan metode perhitungan yang dapat digunakan oleh
pembuatnya.
Adanya pemilihan kebijakan akuntansi dalam standar yang dapat digunakan
tersebut membuat manajemen memiliki cukup keleluasaan untuk memanipulasi
laporan keuangan tersebut. pilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih
oleh manajemen untuk tujuan tertentu dikenal dengan sebutan manajemen laba. Asimetri
informasi dapat diantisipasi dengan melakukan pengungkapan informasi yang lebih
berkualitas.
Judul
|
The Effects of
Short-Term Liabilities on Profitability:
A Comparison
of German and US Firms
|
Jurnal
|
Pengaruh Kewajiban Jangka Pendek pada Profitabilitas:
Perbandingan Perusahaan Jerman dan AS
|
Penulis
|
Christopher F Baum, Dorothea Sch¨afer,
Oleksandr Talavera
|
Tanggal
|
April 14, 2007
|
Latar Belakang:
Pentingnya faktor-faktor penentu struktur modal
perusahaan banyak diakui di literatur keuangan dan ekonomi. Banyak jurnal
menyelidiki tentang struktur jatuh tempo kewajiban (Guedes dan Opler (1996),
Ozkan (2002), Antoniou, Guney dan Paudyal (2006)).
Struktur jatuh tempo kewajiban pada perusahaan
Jerman dan AS dimanfaatkan untuk mengidentifikasi mekanisme struktur jatuh
tempo yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Penelitian sebelumnya telah
mencapai kesimpulan yang bertentangan pada hubungan antara struktur jatuh tempo
kewajiban dan kinerja perusahaan. Sebaliknya, bukti empiris kami
menunjukkan bahwa perusahaan Jerman yang lebih mengandalkan utang jangka pendek
cenderung lebih menguntungkan. Hubungan ini tidak ada dalam sampel
perusahaan AS.
Secara umum, literatur keuangan teoritis tidak
memberikan prediksi konklusif mengenai bagaimana struktur jatuh tempo kewajiban
mempengaruhi kinerja perusahaan. Studi terbaru menunjukkan bahwa struktur
jatuh tempo berkaitan erat dengan jenis proyek perusahaan yang membawa sifat
dari sistem keuangan.
Mengingat temuan ini, kami memperluas perspektif
literatur yang ada tentang kewajiban struktur jatuh tempo dalam dua
cara. Kami mengeksplorasi pertanyaan, apakah struktur jatuh tempo kewajiban
perusahaan yang sistematis mempengaruhi profitabilitas. Kedua, kita
mengambil perspektif sistem keuangan ke rekening dengan menganalisis sampel
terpisah dari Jerman dan perusahaan-perusahaan AS. Sampel Jerman sangat
menarik karena mencakup sampel yang lebih luas daripada studi tentang
perusahaan yang terdaftar di pasar modal.
Kami menemukan bukti yang jelas tentang hubungan
positif antara rasio kewajiban jangka pendek terhadap total kewajiban dan
profitabilitas non-keuangan perusahaan 'yang diukur dengan return on asset (ROA). Sebagai bukti ini hanya muncul dalam
sampel Jerman, kami menduga bahwa sifat dari sistem keuangan memainkan peranan
penting. Di Jerman, semua sub-sampel dari perusahaan mendapatkan keuntungan
dari ketergantungan pada kewajiban jangka pendek.
Kinerja perusahaan besar Jerman lebih sensitif
terhadap struktur kewajiban jangka pendek daripada perusahaan yang lebih kecil.
Ketergantungan pada kewajiban jangka pendek meningkatkan profitabilitas di sub-sampel
perusahaan. Ini kompatibel dengan penjelasan bahwa karakteristik spesifik
perusahaan serta sifat dari sistem keuangan memainkan peranan penting dalam
menentukan pengaruh struktur jatuh tempo kewajiban pada profitabilitas.
Hasil Penelitian:
Jurnal ini mengadopsi metodologi literatur
keuangan empiris untuk menganalisis pertanyaan umum mengenai struktur jatuh
tempo kewajiban memiliki dampak pada kinerja perusahaan. Perbandingan
dibuat antara dua negara, AS dan Jerman, dengan berbagai jenis sistem
keuangan. Kami menemukan bahwa perusahaan Jerman yang sangat bergantung
pada kewajiban jangka pendek cenderung lebih menguntungkan. Hubungan
antara struktur jatuh tempo kewajiban dan profitabilitas tidak muncul dalam
hasil dari sampel AS, yang mencerminkan pentingnya faktor-faktor kelembagaan.
Jurnal ini menggunakan item data laba bersih,
total aset, kas dan setara kas dan Penjualan untuk menghasilkan ukuran
profitabilitas (ROA), likuiditas (Cash / TA) dan aset penjualan-to- rasio
(Sales / TA). Variabel kunci untuk penelitian ini adalah rasio kewajiban
jangka pendek (ST / TL) yang didefinisikan sebagai rasio kewajiban lancar
terhadap total kewajiban.
Tabel 1 menyajikan statistik deskriptif untuk
data pooled time-series cross-sectional. Rata-rata profitabilitas (ROA) di
kedua negara adalah sama dengan tiga persen. Kita mengamati bahwa
perusahaan-perusahaan Jerman menggunakan lebih banyak kewajiban jangka
pendeknya.
Rasio rata-rata masing-masing dari kewajiban
jangka pendek terhadap total kewajiban (ST / TL) adalah 0.71 dibandingkan 0,27
untuk produsen AS. Selanjutnya, leverage jauh lebih tinggi untuk
perusahaan Jerman, dengan total kewajiban rata-rata 81% dari total aset
dibandingkan 53% pada sampel AS. Ini tidak mengherankan, karena perusahaan
Jerman menggunakan lebih besar pembiayaan dari utang. Perusahaan Jerman
rata-rata mempekerjakan 271 pekerja, sementara perusahaan AS mempekerjakan
lebih dari 20.000 pekerja.
Tabel 2 dan 3 menunjukkan bahwa pola dalam
beberapa statistik deskriptif tetap sama jika sub-kategorinya yang dieksplorasi
secara terpisah. Kewajiban jangka pendek sebagai bagian dari total
kewajiban jauh lebih tinggi untuk perusahaan Jerman daripada
perusahaan-perusahaan AS, seperti rasio kewajiban jangka pendek dan kewajiban
jangka panjang terhadap total aset. Sedangkan ROA Jerman hampir tidak
berubah sampelnya, perusahaan-perusahaan AS sampel ROA-nya sangat berbeda
antara perusahaan kecil dan perusahaan besar.
Tabel 4 menampilkan hasil dari persamaan (1)
untuk semua perusahaan di kedua negara. Peningkatan ketergantungan pada
kewajiban jangka pendek menyebabkan peningkatan profitabilitas perusahaan
Jerman tapi tidak berpengaruh pada profitabilitas perusahaan-perusahaan AS. Oleh
karena itu, temuan kami mendukung hipotesis bahwa tenor yang lebih pendek dari
kewajiban mempengaruhi profitabilitas perusahaan hanya di bank yang berbasis ekonomi.
Temuan ini konsisten dengan Agarwal dan Elston (2001) yang berpendapat bahwa
perilaku rent-seeking bank bertanggung jawab atas dominasi kewajiban jangka panjang
dalam neraca perusahaan.
Setelah menetapkan efek positif dari kewajiban
jangka pendek pada pengembalian aset untuk sampel penuh perusahaan Jerman, kita
selanjutnya menyelidiki apakah kekuatan asosiasi kelompok bervariasi di
perusahaan dengan karakteristik yang berbeda.
Tabel 5 menunjukkan laporan hasil untuk
perusahaan kecil dan besar. Berdasarkan estimasi titik, kinerja keuangan
yang lebih besar, perusahaan Jerman agak kurang sensitif terhadap variasi dalam
struktur jatuh tempo kewajiban. Sekali lagi, faktor ini tidak mempengaruhi
profitabilitas perusahaan AS.
Kami menemukan kontras yang lebih menarik untuk
hasil perusahaan dengan tingkat tinggi dan rendahnya kewajiban jangka pendek
terhadap aset (Tabel 6). Perusahaan Jerman dengan ketergantungan pada komitmen
keuangan jangka pendek menampilkan sensitivitas yang lebih tinggi untuk
struktur jatuh tempo kewajiban dibandingkan dengan tuntutan rendah pada arus
kas jangka pendek. Kedua jenis perusahaan menampilkan sensitivitas yang
signifikan terhadap likuiditas yang diukur dengan kepemilikan uang
tunai. Tidak ada pengaruh signifikan yang muncul di salah satu sub-sampel
dari perusahaan-perusahaan AS.
Kesimpulan:
Para ekonom menjadi semakin tertarik pada
isu-isu struktur kewajiban perusahaan. Menarik untuk menyelidiki faktor-faktor
penentu struktur jatuh tempo kewajiban, hubungan antara profitabilitas
non-keuangan perusahaan dan rasio kewajiban jangka pendek terhadap total
kewajiban. Kami berhipotesis bahwa profitabilitas perusahaan bervariasi
dalam menanggapi struktur kewajiban jatuh tempo perusahaan.
Kami menguji hipotesis ini dengan menggunakan
data set neraca Bundesbank untuk Perusahaan Jerman untuk periode 1988-2000
dan data COMPUSTAT untuk perusahaan-perusahaan AS selama
1984-2005. Kami menerima dukungan kuat untuk hipotesis kami dari sampel
Jerman dan masing-masing sub-sampel nya. Hasil yang kuat di sub sampel
bahwa kinerja-sensitivitas jatuh tempo baik statistik dan kuantitatif adalah
signifikan di Jerman, tapi tidak begitu di AS. Oleh karena itu, besarnya
perbedaan lintas negara dari relasi menyoroti pentingnya lingkungan keuangan
bermain pada keputusan dan konsekuensi dari struktur modal perusahaan.
Penyelidikan empiris dalam jurnal ini dibatasi
oleh ketersediaan data dan harus memilih untuk meninggalkan beberapa ekstensi
yang menarik untuk penelitian selanjutnya. Sebuah ekstensi untuk
menyelidiki masalah yang berkaitan dengan reunifikasi Jerman pada tahun 1992
atau periode resesi di
AS. Peristiwa ini menyebabkan sejumlah guncangan eksogen untuk kendala
pembiayaan yang dihadapi oleh perusahaan di kedua negara.
Komentar:
Profitabilitas
merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba,
yang dalam perolehan labanya dipengaruhi adanya hutang jangka pendek maupun
hutang jangka panjang perusahaan.
Bagi
perusahaan di Jerman, perlu memperhatikan pendanaan dengan pinjaman atau
hutang, dikarenakan hutang mengandung resiko yang besar terhadap perkembangan
perusahaan. Selain itu, hutang sangat mempengaruhi tingkat pengembalian
(profit) yang diharapkan. Karena semakin besar hutang, maka semakin besar
pula kewajiban untuk membayar kembali hutang tersebut disertai beban-beban yang
disyaratkan dalam hutang tersebut. Dalam penggunaan hutang diperlukan adanya kehati-hatian atas
resiko yang disebabkan oleh penggunaan hutang tersebut. Hal tersebut
diungkapkan karena penggunaan hutang mempunyai resiko yang tinggi yaitu biaya
modal.
Peningkatan hutang dapat menyebabkan kenaikan beban bunga
secara langsung sehingga perusahaan harus mampu menutupi beban tersebut
melalui laba operasi yang didapatkan. Beban bunga atas hutang yang
dihimpun perusahaan dalam memenuhi modal usahanya inilah yang akan berdampak
pada perolehan laba perusahaan tersebut. Jika beban bunga besar maka akan
mengurangi laba operasi yang ada dan akan menyebabkan penurunan laba bersih.
Oleh karena itu, penggunaan analisis pengaruh
kewajiban jangka pendek pada profitabilitas perusahaan memang diperlukan apakah akan memberi keuntungan atau sebaliknya merugikan perusahaan.
Judul
|
Corporate
governance and pay for performance: The impact of earnings management
|
Jurnal
|
Journal of Financial Economics 87
(2008) 357–373
|
Penulis
|
Marcia Millon Cornett, Alan J. Marcus,
Hassan Tehranian
|
Tanggal
|
02 March 2007
|
Abstrak:
Kami bertanya apakah dampak nyata dari struktur tata kelola
perusahaan dan kompensasi berbasis insentif pada kinerja perusahaan akan bertahan
ketika kinerja diukur menyesuaikan dampak dari manajemen laba. Kepemilikan
institusional dari saham, perwakilan investor institusional pada dewan direksi,
dan adanya dewan direksi luar yang independen, semua mengurangi penggunaan
akrual diskresioner. Faktor-faktor ini sebagian besar mengimbangi dampak
kompensasi opsi CEO, yang sangat mendorong manajemen laba. Disesuaikan
dengan dampak dari manajemen laba secara substansial menambah pengukuran variabel
tata kelola perusahaan dan secara dramatis mengurangi dampak kompensasi
berbasis insentif pada kinerja perusahaan.
Latar
Belakang:
Baik akuntan dan ekonom keuangan telah menaruh
perhatian terhadap dampak struktur tata kelola perusahaan dan skema kompensasi
atas perilaku perusahaan. Dalam dokumen literatur akuntansi menyatakan
bahwa faktor-faktor ini memiliki dampak besar pada manajemen laba, sedangkan
literatur keuangan menunjukkan bahwa faktor-faktor tersebut juga mempengaruhi
kinerja keuangan. Namun, kedua literatur
ini, bila dianggap sama, bisa mengangkat suatu isu lain untuk studi: jika
manajemen laba dipengaruhi oleh aturan tata kelola perusahaan dan kompensasi, maka
dampak jelas dari aturan ini pada pelaporan kinerja keuangan. Dalam jurnal
ini akan mengkaji bagaimana struktur tata kelola perusahaan dan kompensasi
berbasis insentif mempengaruhi kinerja perusahaan ketika pengukuran kinerja
disesuaikan dengan dampak dari manajemen laba.
Hasil utama kami adalah menyesuaikan dampak dari
manajemen laba secara substansial menambah pentingnya pengukuran variabel tata
kelola perusahaan dan secara substansial mengurangi pentingnya kompensasi
berbasis insentif untuk kinerja perusahaan. Kami fokus pada peran akrual
diskresioner di manajemen laba. Seperti pada penelitian sebelumnya, kami
menemukan bahwa manajemen tersebut sensitif terhadap struktur tata kelola
perusahaan. Kami memperluas literatur ini dengan menunjukkan bahwa investasi
institusional dalam perusahaan juga mungkin efektif dalam mengurangi manajemen
laba.
Hasil literatur kami menunjukkan dampak dari manajemen
laba pada faktor-faktor penentu kinerja perusahaan. Sementara kita menemukan
hubungan yang kuat antara kompensasi berbasis insentif dan langkah-langkah
konvensional dalam pelaporan kinerja perusahaan, langkah-langkah profitabilitas
yang disesuaikan dengan dampak dari akrual diskresioner menunjukkan hubungan
yang jauh lebih lemah dengan kompensasi tersebut. Sebaliknya, perkiraan dampak
variabel tata kelola perusahaan terhadap kinerja perusahaan jauh lebih besar
ketika akrual diskresioner dihapus dari pengukuran profitabilitas. Kami
menyimpulkan bahwa tata kelola perusahaan mungkin lebih penting dan dampak
kompensasi berbasis insentif kurang penting untuk kinerja perusahaan daripada yang
ditunjukkan oleh studi yang lalu.
Jurnal ini disusun sebagai berikut. Bagian 2 menyajikan
ulasan literatur tentang manajemen laba yang berkaitan dengan penelitian kami.
Bagian 3 membahas mekanisme tata kelola internal perusahaan yang terbukti
penting dalam konteks lain yang mungkin berdampak pada kedua pilihan akuntansi
dan kinerja keuangan. Bagian 4 menyajikan ikhtisar data dan metodologi kami.
Bagian 5 menyajikan hasil empiris dan bagian 6 kesimpulan.
Hasil
Penelitian:
Manajemen Laba
Akuntan dan ekonom
keuangan telah mengakui selama bertahun-tahun bahwa perusahaan menggunakan
garis lintang dalam aturan akuntansi untuk melaporkan laba mereka dalam
berbagai konteks. Healy dan Wahlen (1999) menyimpulkan dalam artikel review
mereka tentang topik ini bahwa bukti konsisten dengan manajemen laba ''untuk
melakukan window dress laporan keuangan sebelum penawaran sekuritas publik,
untuk meningkatkan kompensasi manajer perusahaan dan pekerjaan keamanan, untuk
menghindari pelanggaran kontrak pinjaman, atau untuk mengurangi biaya regulasi
atau untuk meningkatkan manfaat regulasi.'' Sejak penelitian tersebut, bukti
manajemen laba meningkat. Misalnya, Cohen, Dey, dan Lys (2005) menemukan bahwa
manajemen laba meningkat terus dari tahun 1997 sampai 2002, dan pilihan dari
kompensasi berbasis saham muncul sebagai prediktor yang sangat kuat dari
perilaku agresif akuntansi (lihat juga Gao dan Shrieves, 2002; Cheng dan
Warfield, 2005; Bergstresser dan Philippon, 2006). Namun, beberapa penelitian
menemukan bahwa manajemen laba dapat dibatasi oleh pengaturan tata kelola
perusahaan yang dirancang dengan baik (Klein, 2002; Warfield, Wild, dan Wild,
1995; Dechow, Sloan, Sweeney, 1996; Beasley, 1996).
Mekanisme Tata Kelola Perusahaan
Variabel tata kelola
perusahaan telah ditunjukkan dalam konteks lain untuk mempengaruhi kinerja dan
perilaku perusahaan. variabel tersebut meliputi kepemilikan institusional dalam
perusahaan, director dan executive officer kepemilikan saham, karakteristik
dewan komisaris, usia dan masa jabatan CEO, dan sensiitivitas CEO terhadap pay-for-performance (pay
for performance adalah
besaran uang yang diberikan kepada karyawan bergantung kepada prestasi atau
kinerja setiap individu, biasanya berbentuk bonus prestasi).
Data dan Metodologi
Sampel yang diperiksa
di sini terdiri dari perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam S & P 100
Index (diperoleh dari Standard & Poor) pada awal tahun 1994. Periode sampel
kami berlangsung dari tahun 1994 hingga tahun 2003. Kami menggunakan S & P
100 perusahaan karena mereka adalah salah satu perusahaan terbesar (mewakili sebagian
besar dari kapitalisasi pasar agregat), sebagai akibatnya semakin besar minat di
antara investor institusional. Dengan demikian, perusahaan-perusahaan besar
memungkinkan kita untuk menguji dampak dari investor tersebut pada kinerja dan
manajemen laba. Kepemilikan institusional yang paling umum di
perusahaan-perusahaan besar seperti ini, bahkan dalam kelompok ini ada variasi
dalam kepemilikan tersebut. Standar deviasi sampel kepemilikan saham oleh
pemilik institusional adalah 14,2%.
Tabel 1 menyajikan
statistik deskriptif kinerja keuangan perusahaan. Karena akrual diskresioner
harus dibalik di beberapa titik, nilai rata-rata mereka selama jangka waktu
harus mendekati nol. Seperti yang dilaporkan dalam Tabel 1, nilai rata-rata
akrual diskresioner untuk sampel kami relatif kecil, 0,39% dari aset dengan
menggunakan model Jones yang dimodifikasi sebagai dasar untuk akrual ''normal'.
Nilai absolut rata-rata akrual diskresioner, 0,61%, tidak jauh lebih tinggi
dari nilai rata-rata. Kami melaporkan dua ukuran kinerja pada Tabel 1: EBIT /
Aset dan EBIT/Assets - %DA. Sedangkan rata-rata EBIT / Aset berdasarkan laba
yang dilaporkan adalah 12,74%, rata-rata ukuran kinerja berdasarkan laba
unmanaged (yaitu, dengan menggunakan model Jones yang dimodifikasi untuk
menghapus dampak akrual diskresioner pada pelaporan kinerja) adalah 12,35%.
Tabel 2 menyajikan
ringkasan statistik pada variabel tata kelola perusahaan dan kepemilikan
institusional adalah signifikan: rata-rata di semua perusahaan di semua tahun,
lembaga memiliki 60,3% dari saham yang beredar di setiap perusahaan, sedangkan
Direksi dan pejabat eksekutif hanya memegang 3,7% dari saham yang beredar di
perusahaan mereka. Rata-rata, 426 perusahaan investor institusional memegang
saham di sampel perusahaan. Sementara investor institusional memegang sebagian
besar saham yang beredar, mereka biasanya tidak duduk di dewan direksi.
Rata-rata, para dewan direksi mempunyai kursi 12,78 anggota, dan kursi ini
diisi oleh 2,02 dalam direksi, 1,78 berafiliasi dengan direksi luar, dan 8.53
direksi luar yang independen. Rata-rata jumlah investor institusional di dewan
adalah 0,75 dan maksimum untuk kelompok ini adalah tiga. Dengan demikian,
sebagian besar adalah direksi luar yang independen (meskipun bukan investor
institusional). Usia rata-rata CEO perusahaan 'adalah 55 tahun dan rata-rata
para CEO telah menempati tempatnya selama enam tahun. CEO ini dibayar rata-rata
$ 2,720 juta untuk gaji dan bonus setiap tahun dan menerima tambahan senilai $
5.429.000 untuk opsi saham.
Kami memperkirakan dua
set luas regresi. Set pertama meneliti manajemen laba, dan memperlakukan nilai
absolut akrual diskresioner dibagi dengan aset sebagai variabel dependen.
Variabel penjelas adalah variabel corporate
governance (tata kelola perusahaan) terkait dengan kepemilikan
institusional, karakteristik manajemen, dan kompensasi eksekutif. Set kedua
dari regresi, meneliti bagaimana kinerja keuangan berhubungan dengan set
variabel yang sama, baik dengan atau tanpa penyesuaian manajemen laba. variabel
penjelas dan struktur lag yang digunakan dalam regresi tercantum pada Tabel 3.
Hasil Regresi
Tabel 4 menyajikan
hasil pada penggunaan akrual diskresioner untuk mengelola pendapatan. akrual
diskresioner dalam tabel ini diperkirakan dari model Jones yang dimodifikasi,
menggunakan Persamaan. (2) di atas. Kolom 1 menyajikan perkiraan koefisien dan standard errors dari regresi pooled time-series cross sectional yang
dikumpulkan dengan efek perusahaan tetap. Kolom 2 menyajikan perkiraan
Fama-MacBeth pada Persamaan. (2). Ternyata, perkiraan tahun-demi-tahun begitu
stabil bahwa Fama dan Macbeth (1973) memperkirakan menghasilkan tingkat
signifikansi yang jauh lebih tinggi dari regresi pooled.
Tabel 5 dan 6
menyajikan hasil regresi dari kinerja keuangan perusahaan sebagai fungsi dari
variabel tata kelola perusahaan dan kompensasi. Pada Tabel 5, kami melaporkan
kinerja, EBIT / Aset, sebagai variabel dependen. Hal ini dapat dilihat sebagai
''managed performance'', EBIT
menggambarkan pilihan manajemen untuk akrual serta penyusutan dan amortisasi. Pada
Tabel 6, kami mengukur kinerja sebagai EBIT / Aset - %DA, ukuran yang tidak
terpengaruh oleh beberapa pilihan. Kami juga mencakup ukuran perusahaan (log
dari total aset) sebagai variabel kontrol untuk kinerja operasi di regresi ini.
Seperti pada Tabel 4, kami menggunakan nilai pasar ekuitas dan volume
perdagangan saham sebagai variabel penting untuk fraksi saham yang dimiliki
oleh lembaga serta jumlah investor institusional.
Tabel 6 mengulangi
analisis dari tabel 5, tetapi menggunakan kinerja unmanaged, dihitung dengan
EBIT / Aset - %DA, sebagai variabel dependen. Koefisien pada kepemilikan
institusional saham, 0,0321 di regresi managed-earnings (Tabel 5), untuk 0,0642
dalam regresi pooled dari Tabel 6. Demikian pula, koefisien pada jumlah
investor institusional meningkat dari 0,0302 pada Tabel 5 untuk 0,0589 pada Tabel
6, dan koefisien pada fraksi dewan yang terdiri dari investor institusional,
meningkat 0,0487-0,1569, semua signifikan lebih baik dari tingkat 1%. Koefisien
pada Tabel 6 di direktur independen sebagai sebagian kecil dari dewan, 0,2663,
hampir dua kali lipat dari nilai koefisien yang sesuai di regresi Tabel 5 dan
signifikan pada tingkat 1%. Dampak ekonomi dari variabel ini sama-sama
meningkat.
Tabel 7 melaporkan
hasil untuk tahun itu. Kolom pertama menyajikan EBIT / Aset sebagai variabel
dependen, dan yang kedua menyajikan kinerja unmanaged, EBIT / Aset - %DA,
sebagai variabel dependen. Hasil regresi untuk tahun ini sangat konsisten untuk
sampel penuh.
Akhirnya, ada sedikit
bukti mengenai manajemen laba di periode setelah krisis teknologi dari tahun
2000-2002. Gambar 1 menyajikan koefisien kompensasi opsi dari regresi
tahun-demi-tahun pada kinerja yang dilaporkan (EBIT / Aset). Tampaknya ada
peningkatan dampak kompensasi opsi dari tahun1996 hingga tahun 2000 dan
kemudian penurunan dimulai dengan tech bust. Kecenderungan ini tidak signifikan
secara statistik, namun secara luas konsisten dengan hasil Cohen, Dey, dan Lys
(2005), yang menemukan kecenderungan yang sama dalam manajemen laba pada
periode ini.
Kesimpulan:
Analisis dalam jurnal ini menunjukkan bahwa
manajemen laba melalui penggunaan akrual diskresioner merespon secara dramatis
untuk insentif manajemen, Manajemen laba lebih rendah ketika ada pemantauan
lebih dari kebijakan manajemen yang bersumber dari kepemilikan institusional saham,
perwakilan investor institusional dan dewan direksi luar yang independen. Manajemen
laba meningkat dalam menanggapi kompensasi opsi CEO.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dampak
positif kompensasi opsi CEO dilaporkan pada
tingkat profitabilitas, dalam sampel ini mungkin hanya kosmetik,
artefak dari manajemen laba yang lebih agresif ditimbulkan oleh kompensasi opsi
tersebut. Setelah kemungkinan dampak manajemen laba dihapus dari perkiraan
profitabilitas, hubungan antara kinerja dan kompensasi opsi menghilang.
Sebaliknya, perkiraan kinerja keuangan jauh lebih responsif terhadap variabel monitoring ketika akrual diskresioner
keluar dari pelaporan laba. Oleh karena itu, hasil penelitian sebelumnya
menunjukkan dampak menguntungkan dari monitoring,
tapi meragukan pada dampak kompensasi pay-for-performance
sebagai sarana memunculkan kinerja yang unggul. Kualitas laba yang dilaporkan
meningkat secara dramatis dengan monitoring,
tetapi menurun secara dramatis dengan option
compensation.
Komentar:
Hasil penelitian jurnal
diatas menunjukkan bahwa dampak positif kompensasi opsi CEO dilaporkan pada
tingkat profitabilitas. Tingkat
profitabilitas mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan
dan tingkat efisiensi atas penggunaan aset perusahaan serta merupakan salah
satu aspek yang penting sebagai acuan oleh investor atau pemilik dalam menilai
kinerja suatu perusahaan. Dengan kata lain,
semakin tinggi rasio ini maka semakin baik produktivitas aset dalam memperoleh
keuntungan bersih. Sehingga ROA memotivasi manajemen untuk melakukan manajemen
laba.
Mekanisme
corporate governance diarahkan untuk menjamin dan mengawasi berjalannya sistem governance dalam sebuah organisasi. Beberapa mekanisme monitoring dengan indikator-indikator
yang terkait dengan mekanisme corporate
goevernance dalam meminimalkan manajemen
laba tersebut. Pertama, kepemilikan
institusional saham. Mereka dianggap sebagai investor dengan jumlah kepemilikan
yang cukup signifikan dapat memonitor manajemen
yang berdampak mengurangi motivasi manajer untuk melakukan manajemen laba.
Kedua, ukuran dewan komisaris
sebagai salah satu komponen corporate
governance. Semakin besar ukuran
dewan komisaris maka semakin besar
kecurangan dalam pelaporan keuangan. Mekanisme corporate governance yang
berperan penting dalam mengatasi manajemen laba juga memiliki peranan yang sangat penting dalam meningkatkan
kinerja perusahaan.
Hasil penelitian
tersebut menyatakan bahwa corporate
governance yang lebih baik mempunyai korelasi yang
tinggi terhadap kinerja perusahaan. Corporate governance hanya memiliki keterkaitan dengan kinerja perusahaan tetapi belum mampu mempengaruhi kinerja pasar.
Jurnal ini menunjukkan secara empiris bahwa sebelum melakukan
manajemen laba, manajer mempunyai informasi dari dalam perusahaan atas laba
bersih perusahaan. Penelitian ini juga menunjukkan kecenderungan manajemen yang
secara oportunistik mengelola laba bersih untuk memaksimalkan bonus mereka
berdasarkan program kompensasi perusahaan.
Peneliti berusaha untuk membuktikan dan memprediksi metode akuntansi yang akan dipilih manajer. Jika pada suatu tahun tertentu laba
bersih perusahaan rendah maka tindakan manajer adalah menurunkan pendapatan,
sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah (taking a bath) yang bermaksud untuk mencapai bonus
pada tahun berikutnya. Sedangkan jika pada satu tahun tertentu laba bersih
perusahaan tinggi maka tindakan yang dilakukan manajer adalah menurunkan
pendapatan, sehingga laba perusahaan akan menjadi lebih rendah. Tindakan ini dilakukan karena manajer tidak akan
mendapatkan bonus yang lebih tinggi dari target yang telah ditentukan. Intinya
manajer akan melakukan manajemen laba pada saat laba bersih berada diantara tinggi dan rendah. Manajemen laba
yang berusaha meninggikan (menurunkan) laba menyebabkan adanya akrual
diskresioner positif (negatif).
Manajemen laba merupakan area yang kontroversial dan
penting dalam akuntansi keuangan. Manajemen laba tidak selalu diartikan sebagai suatu
upaya negatif yang merugikan karena tidak selamanya manajemen laba berorientasi
pada manipulasi laba. Manajemen laba tidak selalu dikaitkan dengan upaya untuk
memanipulasi data atau informasi akuntansi, tetapi lebih condong dikaitkan
dengan pemilihan metode akuntansi yang secara sengaja dipilih oleh manajemen untuk
tujuan tertentu.
Definisi Istilah:
Ø Investor Institusional biasanya terdiri dari
perusahaan-perusahaan asuransi, lembaga penyimpanan dana,
bank dan lembaga simpan-pinjam, lembaga dana pensiun, maupun perusahaan
investasi.
Ø Akrual Diskresioner adalah akrual yang masih
dapat diubah atau dipengaruhi oleh kebijakan yang dibuat manajemen atau
manajemen mempunyai beberapa fleksibilitas untuk mengendalikan jumlahnya,
misalnya penentuan ketetapan kebijakan pemberian kredit, kebijakan cadangan
kerugian piutang dagang, dan penilaian persediaan).
Ø Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
adalah rangkaian proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang
memengaruhi pengarahan, pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi.
Ø Manajemen Laba (Earnings
Management) adalah intervensi manajemen dalam proses penyusunan laporan
keuangan bagi fihak eksternal sehingga dapat meratakan, menaikan, dan
menurunkan pelaporan laba, di mana manajemen dapat menggunakan kelonggaran
penggunaan metoda akuntansi, membuat kebijakan- kebijakan (discreationary) yang dapat mempercepat atau menunda biaya-biaya dan
pendapatan, agar laba perusahaan lebih kecil atau lebih besar sesuai dengan
yang diharapkan.
Ø Kinerja Keuangan (Financial Performance) adalah kemampuan perusahaan dalam mengelola dan
mengendalikan sumber daya yang dimilikinya.
Ø Kontrak Opsi Saham (Stock
Options) adalah kontrak – kontrak yang memberikan kepada
pemegangnya hak untuk membeli atau menjual suatu stock dengan menggunakan harga
yang sudah ditentukan sebelum kontrak tersebut berakhir masa
kadaluwarsanya.
Download disini jurnalnya
No comments:
Post a Comment