Standar Profesional Akuntan Publik (disingkat SPAP) adalah kodifikasi berbagai pernyataan standar teknis yang
merupakan panduan dalam memberikan jasa bagi Akuntan Publik di Indonesia. SPAP dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesional Akuntan Publik Institut
Akuntan Publik Indonesia
(DSPAP IAPI). Tipe Standar Profesional
- Standar Auditing
- Standar Atestasi
- Standar Jasa Akuntansi dan Review
- Standar Jasa
Konsultansi
- Standar Pengendalian Mutu
Kelima standar profesional di atas
merupakan standar teknis yang bertujuan untuk mengatur mutu jasa yang
dihasilkan oleh profesi akuntan publik di Indonesia.
Standar Auditing adalah sepuluh standar
yang ditetapkan dan disahkan oleh Institut Akuntan Publik Indonesia
(IAPI), yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar
pelaporan beserta interpretasinya. Standar umum
mengatur syarat-syarat diri auditor; standar pekerjaan lapangan mengatur mutu
pelaksanan auditing, dan standar pelaporan memberikan panduan bagi audiitor
dalam mengkomunikasikan hasil auditnya melalui laporan audit kepada pemakai
informasi keuangan.
Standar
auditing merupakan pedoman audit atas laporan
keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan
dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar
Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut
masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.
PSA berisi ketentuan-ketentuan dan
pedoman utama yang harus diikuti oleh Akuntan
Publik dalam melaksanakan penugasan audit. Kepatuhan terhadap PSA yang
diterbitkan oleh IAPI ini bersifat wajib bagi seluruh anggota IAPI. Termasuk
didalam PSA adalah Interpretasi Pernyataan Standar Auditng (IPSA), yang
merupakan interpretasi resmi yang dikeluarkan oleh IAPI terhadap
ketentuan-ketentuan yang diterbitkan oleh IAPI dalam PSA. Dengan demikian, IPSA
memberikan jawaban atas pernyataan atau keraguan dalam penafsiran
ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam PSA sehingga merupakan perluasan lebih
lanjut berbagai ketentuan dalam PSA. Tafsiran resmi ini bersifat mengikat bagi
seluruh anggota IAPI, sehingga pelaksanaannya bersifat wajib.
Di Amerika Serikat, standar auditing
semacam ini disebut Generally Accepted Auditing Standards (GAAS) yang
dikeluarkan oleh the American Institute of Certified Public Accountants
(AICPA). Standar auditing yang telah ditetapkan
dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Publik dalam Pernyatan Standar Auditing (PSA)
No.01 (SA Seksi 150) disajikan sebagai berikut:
Standar umum
1.
Audit harus dilaksanakan oleh seorang
atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai
auditor.
2. Dalam
semua hal yang berhubungan dengan perikatan,
independensi
dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.
3. Dalam
pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan
kemahiran profesionalnya
dengan cermat dan seksama.
Standar pekerjaan lapangan
1.
Pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.
2. Pemahaman
memadai atas pengendalian intern
harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan
lingkup pengujian yang akan dilakukan.
3. Bukti
audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui
inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar
memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
Standar pelaporan
1.
Laporan auditor
harus menyatakan apakah laporan
keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum di Indonesia.
2. Laporan
auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan
penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode
sebelumnya.
3. Pengungkapan
informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan
lain dalam laporan auditor.
4. Laporan
auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan.
Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka
laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit
yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh
auditor.
a. Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor
Independen
Standar Profesional Akuntan Publik
(SPAP) SA Seksi 110 (PSA No. 02) mengatur mengenai tanggung jawab dan fungsi
auditor independen berkaitan dengan audit atas laporan keuangan perusahaan.
Dalam paragraf 01 diatur bahwa
tujuan audit atas laporan keuangan oleh auditor independen pada umumnya adalah
untuk menyatakan pendapat tentang kewajaran, dalam semua hal yang material,
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Laporan auditor merupakan
sarana bagi auditor untuk menyatakan pendapatnya, atau apabila keadaan
mengharuskan, untuk menyatakan tidak memberikan pendapat. Baik dalam hal
auditor menyatakan pendapat maupun menyatakan tidak memberikan pendapat, ia
harus menyatakan apakah auditnya telah dilaksanakan berdasarkan standar
auditing yang ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia.
Selanjutnya, dalam paragraf 02
diatur bahwa auditor bertanggung jawab untuk merencanakan dan melaksanakan
audit untuk memperoleh keyakinan memadai tentang apakah laporan keuangan bebas
dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan.
Oleh karena sifat bukti audit dan karakteristik kecurangan, auditor dapat memperoleh keyakinan memadai, namun bukan mutlak bahwa
salah saji material terdeteksi. Auditor tidak bertanggung jawab untuk
merencanakan dan melaksanakan audit guna memperoleh keyakinan bahwa salah saji
terdeteksi, baik yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan, yang tidak
material terhadap laporan keuangan.
Paragraf 03 menjelaskan bahwa laporan keuangan merupakan tanggung jawab manajemen. Tanggung
jawab auditor adalah untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. Manajemen
bertanggung jawab untuk menerapkan kebijakan akuntansi yang sehat dan untuk
membangun dan memelihara pengendalian intern yang akan, di antaranya, mencatat,
mengolah, meringkas, dan melaporkan transaksi (termasuk peristiwa dan kondisi)
yang konsisten dengan asersi manajemen yang tercantum dalam laporan keuangan.
Transaksi entitas dan aktiva, utang,
dan ekuitas yang terkait adalah berada dalam pengetahuan dan pengendalian
langsung manajemen. Pengetahuan auditor tentang masalah dan pengendalian intern
tersebut terbatas pada yang diperolehnya melalui audit. Oleh karena itu,
penyajian secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di
Indonesia merupakan bagian yang tersirat dan terpadu dalam tanggung jawab manajemen.
Auditor independen dapat memberikan saran tentang bentuk dan isi laporan
keuangan atau membuat draft laporan keuangan, seluruhnya atau
sebagian, berdasarkan informasi dari manajemen dalam pelaksanaan audit. Namun,
tanggung jawab auditor atas laporan keuangan auditan terbatas pada pernyataan
pendapatnya atas laporan keuangan tersebut.
Paragraf 04 mengatur bahwa
persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang
memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.
Mereka tidak termasuk orang yang terlatih untuk atau berkeahlian dalam profesi
atau jabatan lain. Sebagai contoh, dalam hal pengamatan terhadap penghitungan
fisik persediaan, auditor tidak bertindak sebagai seorang ahli penilai,
penaksir atau pengenal barang. Begitu pula, meskipun auditor mengetahui hukum
komersial secara garis besar, ia tidak dapat bertindak dalam kapasitas sebagai
seorang penasihat hukum dan ia semestinya menggantungkan diri pada nasihat dari
penasihat hukum dalam semua hal yang berkaitan dengan hukum.
Selanjutnya, dalam paragraf 05
diatur bahwa dalam mengamati standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan
Indonesia, auditor independen harus menggunakan pertimbangannya dalam
menentukan prosedur audit yang diperlukan sesuai dengan keadaan, sebagai basis
memadai bagi pendapatnya. Pertimbangannya harus merupakan pertimbangan berbasis
informasi dari seorang profesional yang ahli.
Paragraf 06 mengatur bahwa auditor
independen juga bertanggung jawab terhadap profesinya, tanggung jawab untuk
mematuhi standar yang diterima oleh para praktisi rekan seprofesinya. Dalam
mengakui pentingnya kepatuhan tersebut, Ikatan Akuntan Indonesia telah
menerapkan aturan yang mendukung standar tersebut dan membuat basis penegakan
kepatuhan tersebut, sebagai bagian dari Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia yang
mencakup Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik.
b. Integritas Profesional
Integritas menurut Mulyadi (2001:
53) adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji keputusan yang
diambilnya.
Integritas mengharuskan
seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip.
Menurut
IAI dalam Kode Etik Akuntan Profesional seksi 110, prinsip integritas
mewajibkan setiap Akuntan Profesional untuk bersikap lugas dan jujur dalam
semua hubungan profesional dan hubungan bisnisnya. Integritas juga berarti
berterus terang dan selalu mengatakan yang sebenarnya.
Akuntan Profesional tidak boleh
terkait dengan laporan, pernyataan resmi, komunikasi, atau informasi lain
ketika Akuntan Profesional meyakini bahwa informasi tersebut terdapat:
a. Kesalahan
yang material atau pernyataan yang menyesatkan;
b. Pernyataan
atau informasi yang dilengkapi secara sembarangan; atau
c. Penghilangan
atau pengaburan informasi yang seharusnya diungkapkan sehingga akan
menyesatkan.
c.
Independensi
Akuntan Publik
Independensi
berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh orang
lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi dapat juga diartikan
adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang obyektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan
dan menyatakan pendapatnya.
Carey
dalam Mautz dan Sharaf (1961: 205) mendefinisikan independensi akuntan publik dari segi integritas
dan hubungannya dengan pendapat akuntan atas laporan keuangan.Independensi
meliputi:
1.
Kepercayaan
terhadap diri sendiri yang terdapat pada beberapa orang profesional. Hal ini
merupakan bagian integritas profesional.
2.
Merupakan
istilah penting yang mempunyai arti khusus dalam hubungannya dengan pendapat
akuntan publik atas laporan keuangan. Independensi berarti sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.
Independensi akuntan publik merupakan dasar utama kepercayaan
masyarakat pada profesi akuntan publik dan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting untuk menilai mutu jasa audit. Independensi akuntan publik mencakup dua
aspek, yaitu:
1.
Independensi
sikap mental
Independensi sikap mental
berarti adanya kejujuran di dalam diri akuntan dalam mempertimbangkan
fakta-fakta dan adanya pertimbangan yang obyektif tidak memihak di dalam diri akuntan
dalam menyatakan pendapatnya.
2.
Independensi
penampilan
Independensi penampilan berarti
adanya kesan masyarakat bahwa akuntan publik bertindak independen sehingga
akuntan publik harus menghindari faktor-faktor yang dapat mengakibatkan
masyarakat meragukan kebebasannya. Independensi penampilan berhubungan dengan
persepsi masyarakat terhadap independensi akuntan publik.
3.
Independensi
praktisi (practitioner independence)
Selain independensi sikap
mental dan independensi penampilan, Mautz mengemukakan bahwa independensi
akuntan publik juga meliputi independensi praktisi (practitioner independence) dan independensi profesi(profession independence).
Independensi praktisi berhubungan dengan kemampuan praktisi secara individual
untuk mempertahankan sikap yang wajar atau tidak memihak dalam perencanaan
program, pelaksanaan pekerjaan verifikasi, dan penyusunan laporan hasil
pemeriksaan. Independensi ini mencakup tiga dimensi, yaitu independensi
penyusunan progran, independensi investigatif, dan independensi pelaporan.
4. Independensi profesi (profession independence)
Independensi
profesi berhubungan dengan kesan masyarakat terhadap profesi akuntan publik.
Tidak dapat dipungkiri bahwa bahwa klien berusaha agar laporan
keuangan yang dibuat oleh klien mendapatkan opini yang baik oleh auditor.
Banyak cara dilakukan agar auditor tidak menemukan kesalahan dalam penyusunan
laporan keuangan bahkan yang lebih parah lagi adalah kecurangan-kecurangan yang
dilakukan tidak dapat dideteksi oleh auditor.
Independensi akuntan publik dapat terpengaruh jika akuntan publik
mempunyai kepentingan keuangan atau mempunyai hubungan usaha dengan klien yang
diaudit. Menurut Lanvin (1976) dalam Supriyono (1988) independensi auditor
dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.
Ikatan
keuangan dan usaha dengan klien
2.
Jasa-jasa
lain selain jasa audit yang diberikan klien
3.
Lamanya
hubungan kantor akuntan publik dengan klien
Sedangkan menurut
Shockley (1981) dalam Supriyono (1988) independensi akuntan publik dipengaruhi
oleh faktor:
1.
Persaingan
antar akuntan publik
2.
Pemberian
jasa konsultasi manajemen kepada klien
3.
Ukuran
KAP
4.
Lamanya
hubungan antara KAP dengan klien
Dari faktor–faktor yang mempengaruhi independensi tersebut di
atas bahwa independensi dapat dipengaruhi oleh ikatan keuangan dan usaha dengan
klien, jasa-jasa lain yang diberikan auditor selain audit, persaingan antar KAP
dan ukuran KAP. Seluruh faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik
tersebut adalah ditinjau dari independensi dalam penampilan.
d. Due Professional Care
Due professional care adalah istilah yang akrab dengan
profesi auditor. Dapat didefinisikan dalam banyak definisi, diantaranya
respek yang ditunjukkan kepada auditee
dan bagaimana auditor memperlakukan dirinya selama proses audit atau dapat
dikatakan image professional yang diharapkan dari sorang auditor
terhadap auditee, dan terdapat
anggapan bahwa due professional care menggambarkan ekspektasi nilai
tambah yang dapat diberikan kepada klien dalam bentuk memberikan solusi..
Due
care sebagai sikap hati-hati untuk
memenuhi tanggung jawab profesional dengan kompetensi dan ketekunan. hal ini
berarti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional
dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan demi kepentingan pengguna jasa
dan konsisten dengan tanggung jawab profesi kepada publik. menurut PSA no. 4
SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan dalam penggunaan kemahiran profesional
menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap auditor
yang berfikir kritis terhadap bukti audit dengan selalu mempertanyakan dan
melakukan evaluasi terhadap bukti audit tersebut.
Dalam standar 1220 diatur
bahwa Auditor Internal harus menerapkan kecermatan dan keterampilan yang
diharapkan dari seorang auditor yang cukup berhati-hati dan kompeten.
Kecermatan profesional membutuhkan
penerapan perhatian dan keterampilan yang diharapkan dari seorang auditor
internal yang berhati-hati (prudent) dan kompeten pada situasi yang sama atau
mirip. Oleh karena itu, kecermatan profesional sepadan dengan kompleksitas
penugasan yang dilakukan. Auditor internal menjalankan kecermatan
profesional dalam penugasan ketika dia waspada terhadap kemungkinan
adanya kecurangan (fraud), kesalahan yang disengaja, kesalahan/error dan kelalaian, inefisiensi,
pemborosan, ketidakefektifan, dan konflik kepentingan, serta kondisi-kondisi
dan kegiatan lain di mana penyimpangan sangat mungkin terjadi. Termasuk juga
ketika auditor internal mengidentifikasi pengendalian yang tidak memadai dan
merekomendasikan perbaikan untuk meningkatkan kesesuaiannya dengan prosedur dan
praktik yang sehat.
Contoh profesi yang menggunakan Due Care dalam penerapannya adalah
Investigasi Audit. Berikut adalah standar laksana kerja yang digunakan:
1. Seluruh investigasi harus dilandasi
praktek terbaik yang diakui
2. Kumpulkan bukti-bukti dengan prinsip
kehati-hatian sehingga bukti tersebut dapat diterima
3. Pastikan bahwa seluruh dokumentasi
dalam keadaan aman, terlindungi dan diindeks
4. Pastikan bahwa para investigator mengerti
hak azasi pegawai dan senantiasa menghormati
5. Beban pembuktian ada pada yang
menduga pegawainya melakukan kecurangan dan pada penuntut umum yang mendakwa
pegawai tersebut, baik dalam kasus hukum administratif maupun hukum pidana
6. Cakup seluruh substansi investigasi
dan kuasai seluruh target yang sangat kritis ditinjau dari segi waktu
7. Liput seluruh tahapan kunci dalam
proses investigasi termasuk perencanaan, pengumpulan bukti dan barang bukti
Beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi due professional care diantaranya peer review, auditor
conduct, communication, technically competence, judgement, business knowleage,
training, certification, standard, independence, continous reassestment, dan
high ethical standard.
Kasus KAP Anderson dan Enron
Kasus KAP Anderson dan Enron
terungkap saat Enron mendaftarkan kebangkrutannya ke pengadilan pada tanggal 2
Desember 2001. Saat itu terungkap, terdapat hutang perusahaan yang tidak
dilaporkan, yang menyebabkan nilai investasi dan laba yang ditahan berkurang dalam
jumlah yang sama. Sebelum kebangkrutan Enron terungkap, KAP Anderson
mempertahankan Enron sebagai klien perusahaan dengan memanipulasi laporan
keuangan dan penghancuran dokumen atas kebangkrutan Enron, dimana sebelumnya
Enron menyatakan bahwa periode pelaporan keuangan yang bersangkutan tersebut,
perusahaan mendapatkan laba bersih sebesar $393, padahal pada periode tersebut
perusahaan mengalami kerugian sebesar $644 juta yang disebabkan oleh transaksi
yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh Enron.
Solusi:
Kecurangan yang dilakukan oleh
Arthur Andersen telah banyak melanggar prinsip etika profesi akuntan
diantaranya yaitu melanggar prinsip integritas dan perilaku profesional. KAP
Arthur Andersen tidak dapat memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik
sebagai KAP yang masuk kategoti The Big Five dan tidak berperilaku profesional
serta konsisten dengan reputasi profesi dalam mengaudit laporan keuangan dengan
melakukan penyamaran data. Selain itu Arthur Andesen juga melanggar prinsip standar
teknis karena tidak melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar umum
dan standar profesional yang relevan. Solusi dari kasus di atas adalah
seharusnya KAP Anderson dan Enron harus melaporkan hasil dari laporan keuangan
tersebut kepada pihak yang bertanggung jawab atas laporan keuangan di
perusahaan sehingga tidak terjadi kerugian yang sangat besar.
DAFTAR PUSTAKA
Emiliza
S. W. 2009. Kasus Enron dan KAP Arthur
Andersen (Online) http://uwiiii.wordpress.com/.
Diakses, 22 Maret 2017.
Ikatan Akuntansi
Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta:
Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Exposure
Draft Kode Etik Akuntan Profesional. Jakarta: Komite Etika Ikatan Akuntan Indonesia.
Mautz R. K., dan
H. A. Sharaf. 1961. The Philosophy of Auditing. American Accounting Association.
Mulyadi,
2001. Auditing, Jakarta: Salemba Empat.
Practice
Advisory #1220-1 IPPF Jan 2009
Supriyono,
R.A., 1988. “Pemeriksaan Akuntan:
Faktor-Faktor yang mempengaruhi Independensi Penampilan Akuntan Publik, Suatu
Hasil Penelitian Empiris di Indonesia”, Tesis, Yogyakarta: Program
Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi UGM.
No comments:
Post a Comment