Saturday, January 4, 2025

Konsep Dasar Perpajakan

 A. Ruang Lingkup Perpajakan

1. Pajak 

a. Definisi pajak
Pajak diperhitungkan sebagai salah satu penerimaan paling penting bagi sebuah negara. Pajak adalah kontribusi wajib dari rakyat kepada negara yang bersifat memaksa dan diatur dalam perundang-undangan.

b. Karakteristik pajak

c. Fungsi pajak

d. Hukum dan peraturan perpajakan
Hukum pajak adalah kumpulan peraturan yang mengatur hubungan antara pemerintah dan wajib pajak. Hukum pajak dibagi menjadi dua jenis, yaitu hukum pajak formal dan hukum pajak material.

1) Hukum pajak formal
Hukum pajak formal adalah peraturan yang memuat hak dan kewajiban wajib pajak dan fiskus.

2) Hukum pajak material
Hukum pajak material adalah peraturan yang memuat norma-norma mengenai keadaan, perbuatan, objek pajak, subjek pajak, besarnya pengenaan pajak, hubungan antara fiskus dan wajib pajak, serta sanksi pajak.


2. Bea Meterai

a. Pengertian bea meterai
Bea meterai adalah pajak atas dokumen dalam bentuk tulisan tangan, cetakan, ataupun elektronik yang terutang saat dokumen tersebut ditandatangani oleh pihak yang berkepentingan dan diserahkan ke pihak lain.

b. Asas bea meterai

c. Objek bea meterai
Objek bea meterai berdasarkan UU No. 10 Tahun 2020 tentang Bea Meterai, yaitu:
dokumen yang dibuat sebagai alat untuk menerangkan suatu kejadian yang bersifat perdata, dan dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.

d. Terutangnya bea meterai
Kondisi-kondisi yang menyebabkan terutangnya bea meterai
1) Dokumen dibubuhi tanda tangan untuk surat perjanjian beserta rangkapannya.
2) Dokumen selesai dibuat untuk surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apapun.
3) Dokumen diserahkan kepada pihak untuk siapa dokumen tersebut dibuat.
4) Dokumen diajukan ke pengadilan untuk dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan.
5) Dokumen digunakan di Indonesia untuk dokumen perdata yang dibuat di luar negeri.

e. Tarif bea meterai
Dokumen pembayaran dengan nilai sampai dengan Rp5.000.000,00 tidak dikenakan biaya meterai.

Dokumen pembayaran dengan nilai di atas Rp5.000.000,00 mulai berlaku 1 Januari 2021 dikenakan biaya meterai sebesar Rp10.000,00.


3. Retribusi 

a. Pengertian retribusi
Retribusi adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.

Objek retribusi daerah adalah berbagai pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah.



B. Tata Cara Pemungutan Pajak

1. Jenis Pemungutan Pajak

a. Berdasarkan lembaga pemungut
1) Pajak pusat
Pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara pada umumnya.

2) Pajak daerah
Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten, serta digunakan untuk kepentingan pemerintahan daerah atau kepentingan umum.

3) Pajak daerah tingkat II
Pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota. 

b. Berdasarkan pihak yang menanggung
1) Pajak langsung
Pajak yang dipikul oleh wajib pajak yang bersangkutan dan tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain (secara ekonomis), secara dipungut secara berulang pada waktu tertentu.

2) Pajak tidak langsung
Pajak yang beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain apabila ada peristiwa atau perbuatan tertentu. 

c. Berdasarkan sifat
1) Pajak subjektif
Pajak yang pengenaannya memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak.

2) Pajak objektif
Pajak yang pengenaannya memperhatikan objek pajak yang menyebabkan timbulnya kewajiban membayar pajak, kemudian ditetapkan sebagai subjek pajak.


2. Dasar Pengenaan Pajak dan Sistem Pemungutan Pajak di Indonesia

a. Dasar penggunaan pajak di Indonesia 
Dasar pengenaan pajak (DPP) adalah harga jual, nilai ekspor atau impor, serta penggantian atau nilai yang dipakai sebagai dasar dalam menghitung besarnya pajak terutang. DPP menjadi suatu pedoman dalam menghitung nilai suatu pajak yang akan dikenakan kepada orang pribadi ataupun badan usaha.

b. Sistem pemungutan pajak di Indonesia 


3. Syarat Pemungutan Pajak dan Asas Pengenaan Pajak

a. Syarat pemungutan pajak

b. Asas pengenaan pajak


4. Teori Pemungutan Pajak dan Tarif Pajak

a. Teori pemungutan pajak

b. Tarif pajak 
Tarif pajak adalah dasar untuk menghitung besarnya pajak terutang atau besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Jenis-jenis tarif pajak, yaitu:

1) Tarif tetap
Tarif pajak yang nominalnya tetap tanpa memperhatikan jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak (tidak berubah-ubah).

2) Tarif degresif
Tarif degresif adalah tarif pajak dengan persentase yang semakin menurun apabila dasar pengenaan pajaknya semakin meningkat.

Contoh tarif degresif

3) Tarif proporsional
Tarif proporsional adalah tarif pajak dengan persentase tertentu yang sifatnya tetap (tidak berubah). Semakin besar dasar pengenaan pajak, semakin besar jumlah utang pajak yang harus dibayar, tetapi persentasenya tetap sama.

Contoh tarif proporsional

4) Tarif progresif
Tarif progresif adalah tarif pajak dengan persentase tertentu yang semakin besar apabila dasar pengenaan pajaknya semakin besar. Semakin besar tarif pajak, semakin besar dasar pengenaan pajak, dan semakin besar pajak yang terutang.

Contoh tarif progresif



C. Wajib Pajak dan Aparatur Pajak
Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Aparatur pajak (fiskus) adalah pejabat pajak yang memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan dalam rangka pelaksanaan perundang-undangan pajak.

Aparatur pajak (fiskus) adalah pejabat pajak yang memiliki wewenang, kewajiban, dan larangan dalam rangka pelaksanaan perundang-undangan pajak.

1. Hak Wajib Pajak

2. Kewajiban Wajib Pajak

Pajak yang terutang dapat diketahui dengan menyelenggarakan pembukuan.  

3. Hak Aparatur Pajak
a. Menerbitkan NPWP dan/atau mengukuhkan PKP secara jabatan.
b. Menerbitkan SPT berdasarkan penelitian pemeriksaan atas adanya pajak yang tidak atau kurang dibayar.
c. Melakukan pemeriksaan dan penyegelan untuk menguji kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan.
d. Melakukan penyidikan jika wajib pajak diduga melakukan tindak pidana pajak.
e. Menerbitkan surat paksa dan melaksanakan penyitaan jika wajib pajak tidak melunasi pajak yang terutang yang telah jatuh tempo setelah terbit surat teguran.

4. Kewajiban Aparatur Pajak
a. Menerbitkan NPWP sementara paling lambat tiga hari setelah formulir pendaftaran diterima.
b. Menerbitkan NPWP paling lambat tiga bulan setelah formulir permohonan pendaftaran diterima.
c. Menerbitkan SKPPKP paling lambat waktu tujuh hari sejak tanggal penerimaan formulir pendaftaran.
d. Menerbitkan SKP lebih bayar paling lambat satu bulan setelah tanggal diajukannya surat kelebihan pembayaran pajak.
e. Menerbitkan surat keputusan angsuran/penundaan pembayaran paling lambat tiga bulan untuk angsuran/penundaan pembayaran SKP, SKP tambahan, dan SPT paling lambat 10 hari. 
f. Memberikan keputusan atas keberatan yang diajukan oleh wajib pajak dalam waktu tiga bulan sejak diterimanya surat permohonan keberatan.
g. Memberikan keputusan atas pengurangan bunga, denda, serta kenaikan dan juga pengurangan ataupun pembatalan yang terkait dengan ketetapan paling lambat 3 bulan sejak tanggal penerimaan permohonan.
h. Merahasiakan data/informasi mengenai data wajib pajak yang telah disampaikan.



D. Pengusaha Kena Pajak (PKP)
Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan barang dan/atau jasa kena pajak berdasarkan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1984 dan perubahannya.

Pengusaha kena pajak terdaftar adalah pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak yang tercatat dalam tata usaha Kantor Pelayanan Pajak dan telah diberikan Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (SPPKP) yang diterbitkan oleh KPP, SPPKP tersebut berisi identitas dan kewajiban perpajakan pengusaha kena pajak.

1. Hak Pengusaha Kena Pajak
a. Melakukan pengkreditan pajak masukan/pembelian atas barang kena pajak (BKP) atau jasa kena pajak (JKP).
b. Mengajukan restitusi jika pajak masukan lebih besar dari pajak keluaran/penjualan dan berhak pula atas kompensasi kelebihan pajak.

2. Kewajiban Pengusaha Kena Pajak



E. Sanksi Perpajakan
Pelanggaran dalam bidang perpajakan akan dikenakan sebagai pajak. Sanksi pajak terdiri atas sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi berupa denda, bunga, dan kenaikan pengenaan pajak sesuai dengan tingkat pelanggaran atau kesalahan yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait.

Sanksi pidana berupa denda pidana, pidana kurungan, dan pidana penjara yang dikenakan sesuai dengan dengan tindak pelanggaran dan tindak kejahatan yang dilakukan pihak-pihak terkait. Pengenaan sanksi pajak ditujukan agar wajib pajak bersedia mematuhi ketentuan perpajakan.

Sanksi Administrasi
Sanksi administrasi adalah sanksi berupa pembayaran oleh wajib pajak berupa atas kerugian atau pelanggaran yang ditimbulkan.

Sanksi Pidana
Sanksi pidana adalah sanksi yang diberikan atas indikasi tindak pelanggaran (ketidaksengajaan) ataupun tindak kejahatan (kesengajaan) dalam pembayaran pajak.



F. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang digunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.



G. Jenis-Jenis Surat dalam Perpajakan

1. Surat Pemberitahuan Pajak (STP)
Surat Pemberitahuan Pajak (SPT) adalah formulir dalam perpajakan yang digunakan untuk melaporkan pembayaran pajak (baik yang dilakukan sendiri maupun melalui pemotongan pihak ketiga), harta benda yang dimiliki dari luar penghasilan tetap dari pekerjaan utama, serta penghasilan lainnya (baik yang tergolong objek pajak maupun bukan bukan objek pajak).

a. Surat pemberitahuan (SPT) masa
Surat pemberitahuan (SPT) masa atau SPT bulanan adalah SPT yang digunakan untuk melaporkan pajak yang telah dipotong atau dipungut setiap bulannya. Formulir SPT untuk setiap jenis pajak berbeda-beda.

b. Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan
Surat pemberitahuan (SPT) tahunan adalah laporan pajak yang disampaikan satu kali dalam setahun untuk melaporkan segala bentuk penghitungan dan pembayaran pajak. SPT tahunan digunakan untuk melaporkan harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan pajak.

c. Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan
Ketentuan mengenai batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan diatur dalam UU KUP.

Batas waktu pembayaran dan pelaporan SPT Tahunan

2. Surat Setoran Pajak (SSP)
Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan wajib pajak menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. SSP berfungsi sebagai bukti pembayaran pajak dan dianggap sah apabila sudah divalidasi oleh pihak berwenang setelah melakukan pembayaran pajak.

a. Jenis-jenis Surat Setoran Pajak (SSP)

b. Ketentuan cara pembayaran pajak
1) Wajib pajak membayar atau menyetor pajak terutang menggunakan SPP ke kas negara melalui tempat pembayaran.
2) Pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan dengan menggunakan sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan SPP.
3)Ketentuan mengenai sarana administrasi lain dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

3. Surat Ketetapan Pajak (SKP)
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah surat yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak terkait hasil pemeriksaan pajak atas pelaporan SPT masa/tahunan. SKP terdiri atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN), dan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

a. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak untuk melakukan penagihan pajak kepada wajib pajak karena adanya kekurangan jumlah pajak yang dibayar atau adanya kesalahan penghitungan tarif pajak sehingga menyebabkan terjadinya kurang bayar.

b. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak untuk menunjukkan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.

c. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak untuk menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.

d. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan.


4. Surat Tagihan Pajak (STP)
Surat Tagihan Pajak (STP) adalah surat yang dibuat untuk menagih pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. STP akan diterbitkan oleh Dirjen Pajak paling lama 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak, atau tahun pajak.



Pajak Penghasilan Final

 A. Ruang Lingkup Pajak Penghasilan (PPh)

1. Pengertian Penghasilan dan Pajak Penghasilan
Penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apa pun.


Penghasilan adalah setiap tambahan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat digunakan untuk konsumsi dan menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

2. Subjek Pajak Penghasilan
Subjek pajak penghasilan adalah semua yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan pajak penghasilan. Subjek pajak akan dikenakan pajak penghasilan atas penghasilan yang diperoleh sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

a. Subjek pajak dalam negeri
b. Subjek pajak luar negeri

3. Pengecualian Subjek Pajak Penghasilan

4. Objek Pajak Penghasilan
Objek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh wajib pajak, untuk dikonsumsi atau digunakan dalam menambahkan kekayaan.

5. Pengecualian Objek Pajak Penghasilan
Pengecualian objek pajak penghasilan adalah hak yang dijamin undang-undang untuk dibebaskan dari kewajiban membayar pajak karena bukan objek pajak, seperti properti yang digunakan untuk tujuan pendidikan, kegamaan, sosial, konsul-konsul, dan wakil diplomat asing.


B. Pajak Penghasilan (PPh) Final
Pajak penghasilan yang bersifat final adalah pajak penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir) sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangkan) dari total pajak penghasilan terutang pada akhir tahun pajak.

1. Penghasilan dari Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya
Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu yang ditentukan berdasarkan perjanjian antara bank dan pihak penyimpan. Pemotongan pajak penghasilan atas bunga deposito dikenakan atas deposito berjangka, sertifikat deposito,dan deposit on call. 

Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI dikenai pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebagai berikut.
a. Tarif 20% dari jumlah bruto terhadap wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap.
b. Tarif 20% dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan perjanjian penghindaran pajak berganda yang berlaku terhadap wajib pajak luar negeri.

2. Penghasilan dari Bunga Obligasi dann Surat Utang Negara (SUN)
Obligasi adalah surat utang, surat utang negara, dan obligasi daerah yang berjangka waktu lebih dari 12 bulan yang diterbitkan oleh pemerintah dan nonpemerintah, termasuk surat utang yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah (sukuk).

Bunga obligasi adalah imbalan yang diterima pemegang obligasi dalam bentuk bunga, ujrah/fee, bagi hasil, margin, dan/atau diskonto. Penghasilan berupa bunga obligasi dikenai pemotongan pajak penghasilan yang bersifat final sebesar 10% dari dasar pengenaan pajak.

Ketentuan-ketentuan mengenai dasar pengenaan pajak 

3. Penghasilan dari Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN)
Surat Perbendaharaan Negara (SPN) adalah SUN yang berjangka waktu paling lama 12 bulan dengan pembayaran bunga secara diskonto. Pengenaan pajak penghasilan final atas diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SPN) diatur dalam peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Diskonto Surat Perbendaharaan Negara (SP).

4. Penghasilan dari Bunga Simpanan Koperasi
Bunga simpanan koperasi adalah imbalan yang diterima aggota koperasi orang pribadi dari dana yang disimpan pada koperasi tempat orang pribadi tersebut menjadi anggota.

5. Penghasilan dari Transaksi Hadiah Undian
Pemungut PPh atas hadiah undian adalah penyelenggara undian, baik orang pribadi maupun badan, kepanitiaan, organisasi ataupun penyelenggara dalam bentuk apa pun yang telah mendapatkan izin dari pihak yang berwenang termasuk pengusaha yang menjual barang/jasa yang memberikan hadiah dengan cara diundi.

6. Penghasilan dari Transaksi Penjualan Saham dan Sekuritas Lainnya
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura akan dikenakan PPh final.

7. Penghasilan dari Transaksi Pengalihan Harta Berupa Tanah dan/atau Bangunan
Penghasilan atas transaksi penghasilan hak atas tanah dan/atau bangunan serta perjanjian pengikatan jual beli atas tanah dan/atau bangunan beserta perubahannya akan dikenakan PPh final.

8. Penghasilan atas Transaksi Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
Besarnya tarif PPh final yang dikenakan atas transaksi persewaan tanah dan/atau bangunan adalah 10% dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau bangunan.

9. Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi

a. Jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi
Jasa perencanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu membuat pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik.

b. Jasa pelaksanaan konstruksi
Jasa pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan kegiatannya untuk merealisasikan suatu hasil perencanaan menjadi bangunan atau bangunan fisik lain, termasuk di dalamnya pekerjaan konstruksi yang terintegrasi.

c. Pekerjaan konstruksi terintegrasi
Pekerjaan konstruksi terintegrasi adalah penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan, dan pembangunan (engineering, procurement, and construction) serta model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build).



C. Penerapan Norma Penghitungan Khusus

1. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Pelayanan Dalam Negeri
a. Subjek pajak dan objek pajak
Subjek pajak penghasilan pelayaran dalam negeri adalah perusahaan pelayaran yang berkedudukan di Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter (sewa).

Objek pajak penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri adalah imbalan atau penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dari pengangkutan orang dan/atau barang termasuk penghasilan penyewaaan kapal.

b. Tarif pajak penghasilan perusahaan pelayaran dalam negeri
Tarif pajak penghasilan yang dikenakan bagi wajib pajak perusahaan pelayaran dalam negeri adalah 1,2% dari peredaran bruto. Peredaran bruto yang dimaksud adalah semua imbalan atau nilai pengganti berupa uang atau nilai uang yang diterima atau diperoleh wajib pajak berdasarkan perjanjian carter dari satu pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.

c. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
Kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pencarter atau subjek pajak yang menggunakan jasa perusahaan pelayaran dalam negeri, yaitu instansi pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan atau bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.


2. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Penerbangan Dalam Negeri
Pajak penghasilan atas perusahaan penerbangan dalam negeri (PPh Pasal 15) diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 475/KMK/.04/1996 dan Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-35/PJ.4/1996.


3. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Pelayaran atau Penerbangan Luar Negeri
a. Subjek pajak dan objek pajak
Subjek pajak penghasilan atas perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah perusahaan pelayaran atau penerbangan yang berkedudukan di luar negeri yang melakukan usaha melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia.

Objek pajak penghasilan atas perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang yang dimuat dari satu pelabuhan ke pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari pelabuhan di Indonesia ke pelabuhan luar negeri.

b. Tarif pajak penghasilan perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri
Besarnya tarif pajak penghasilan perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri adalah 2,64% dari peredaran bruto. 

c. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
Kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh pencarter atau subjek pajak yang menggunakan jasa perusahaan pelayaran atau penerbangan luar negeri, yaitu instansi pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan atau bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.


4. Pajak Penghasilan atas Perusahaan Dagang Asing di Indonesia
a. Subjek dan objek pajak
Subjek pajak perusahaan dagang asing adalah Wajib Pajak Luar Negeri (WPLN) yang memiliki Kantor Perwakilan Dagang (KPD) atau representative office/liaison office di Indonesia yang berasal dari negara yang belum mempunyai penghindaran pajak berganda (P3B) dengan Indonesia (non treaty partner).

Objek pajak perusahaan dagang asing di Indonesia adalah nilai ekspor bruto, yaitu semua nilai pengganti atau imbalan yang diterima atau diperoleh WPLN yang memiliki KPD di Indonesia dari penyerahan barang kepada orang pribadi atau badan yang berada atau bertempat di Indonesia.

c. Tarif pajak atas perusahaan dagang asing
Besarnya tarif pajak penghasilan bagi WPLN yang memiliki KPD di Indonesia adalah 0,44% dari nilai ekspor bruto dan bersifat final. Khusus untuk KPD yang berasal dari negara mitra persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, besarnya pajak terutang disesuaikan dengan tarif Branch Profit Tax (BPT) sebagaimana diatur dalam P3B terkait.

d. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
Kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh WPLN di Kantor Pelayanan Pajak (KPP).


5. Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak Jasa Maklon Internasional di Bidang Produksi Mainan Anak-Anak
Jasa maklon adalah jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang dengan bahan dan petunjuk sesuai pesanan. Dalam proses jasa maklon, spesifikasi, dan bahan baku yang akan diproses, disediakan sebagian atau sepenuhnya oleh pengguna jasa.

a. Subjek dan objek pajak
Subjek pajak jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak adalah wajib pajak yang melakukan kegiatan usaha jasa maklon internasional.

Objek pajak adalah jumlah seluruh biaya pembuatan atau biaya perakitan barang, tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku.

b. Tarif jasa maklon internasional di bidang produksi mainan anak-anak
Tarif pajak penghasilan adalah 2,1% dari jumlah seluruh biaya pembuatan atau perakitan barang, tidak termasuk biaya pemakaian bahan baku.

c. Pemotongan, penyetoran, dan pelaporan
Kewajiban pemotongan, penyetoran, dan pelaporan dilakukan oleh wajib pajak pengguna jasa maklon.



D. Pajak Penghasilan untuk Peredaran Tertentu

1. Pajak Penghasilan Final Berdasarkan PP No. 5 Tahun 2022
Peredaran bruto tertentu yang dijadikan acuan dalam PP No. 5 Tahun 2022 adalah penghasilan yang berasal dari seluruh peredaran bruto usaha. Besaranya peredaran bruto untuk perusahaan yang memiliki cabang dihitung dengan menambahkan peredaran bruto cabang ke peredaran bruto pusat.

a. Ketentuan tarif pajak penghasilan final PP No. 55 Tahun 2022
PPh final atas peredaran bruto tertentu yang diperoleh usaha wajib pajak dalam negeri (termasuk orang pribadi, koperasi, persekutuan komanditer, firma, perseroan terbatas, dan badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama) sampai dengan Rp4,8 miliar per tahun dikenakan tarif sebesar 0,5%.

b. Tarif pajak penghasilan final PP No. 55 Tahun 2022
Wajib pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu dan dikenai pajak penghasilan final sebesar 0,5% adalah wajib pajak orang pribadi dan wajib pajak badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer, firma, atau badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama yang memperoleh penghasilan dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun pajak.

c. Pengecualian subjek pajak penghasilan final

d. Tata cara pembayaran pajak penghasilan final PP No. 55 Tahun 2022

1) Pajak penghasilan terutang dilunasi dengan cara disetor sendiri oleh wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu atau dipotong/dipungut oleh pemotong atau pemungut pajak penghasilan apabila wajib pajak melakukan transaksi dengan pihak sebagai pemotong pajak.
2) Penyetoran pajak penghasilan terutang wajib dilakukan setiap tahun.
3) Pemotongan dilakukan oleh pemotong pajak penghasilan setiap transaksi berdasarkan PP No. 55 Tahun 2022. 
4)Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyetoran diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.


2. Penghitungan Pajak Penghasilan Final Wajib Pajak Orang Pribadi
Penghasilan wajib pajak orang pribadi yang dikenakan PPh final sesuai PP No. 55 Tahun 2022 adalah penghasilan berupa peredaran bruto tertentu yang diperoleh dari aktivitas usaha.

PPh Final atas Peredaran Bruto WPOP
= Penghasilan bruto − PTKP × Tarif 0,5%


3. Penghitungan PPh Final Wajib Pajak Badan
Wajib pajak badan adalah sekumpulan orang yang tergabung dan bekerja sama, baik melakukan kegiatan usaha maupun tidak melakukan usaha, yang diwajibkan dalam ketentuan perpajakan.

Wajib pajak badan yang dikenakan PPh final sebesar 0,5% wajib pajak badan adalah memperoleh omzet atau penghasilan selama setahun kurang dari atau sampai dengan Rp4,8 miliar, menyelenggarakan pencatatan penghasilan, dan memenuhi ketentuan lain sesuai PP No. 55 Tahun 2022.





Pajak yang Dipotong Pihak Lain

 A. Pajak Penghasilan Pasal 22

Pajak penghasilan Pasal 22 adalah pajak penghasilan yang dipungut oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik lembaga pemerintah maupun lembaga swasta sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang dalam kegiatan ekspor atau impor ataupun kegiatan usaha lainnya.

1. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 22

Penjualan bahan bakar minyak termasuk objek PPh Pasal 22

Bea dan cukai termasuk badan pemungut PPh Final 22.


2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 22
a. Kegiatan ekspor ataupun impor atas barang atau komoditas tambang batu bara  
b. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan oleh bendahara pemerintah dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)
c. Pembayaran atas pembelian barang yang dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan (UP)
d. Pembayaran atas pembelian barang kepada pihak ketiga dengan mekanisme pembayaran langsung (LS) oleh KPA
e. Pembayaran atas pembelian barang dan/atau bahan-bahan untuk BUMN
f. Penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri
g. Penjualan kendaraan bermotor di dalam negeri oleh Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM)
h. Penjualan migas oleh importir atau produsen
i. Pembelian bahan-bahan dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri atau ekspornya
j. Penjualan barang tergolong sangat mewah yang dilakukan oleh wajib pajak badan


Pembelian pupuk dari pedagang pengumpul untuk keperluan industri yang bergerak di sektor pertanian akan dikenakan PPh Pasal 22.


3. Objek yang Dikecualikan dari Pajak Penghasilan Pasal 22


4. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 22

a. Pajak penghasilan Pasal 22 atas impor
PPh Pasal 22 atas impor dikenakan atas nilai impor yang dijadikan sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Apabila nilai impor menggunakan mata uang asing, penentuan DPP dikonversi ke mata uang rupiah menggunakan Kurs Kementerian Keuangan (KMK) yang berlaku pada waktu terjadinya transaksi.

Nilai Impor = (Cost + Insurance + Freight (CIFF)) + Bea Masuk

Keterangan:
Cost              = harga barang, biaya pengemasan, dan lainnya.
Insurance     = premi asuransi barang.
Freight       = biaya pengiriman.

b. Pajak penghasilan Pasal 22 atas pengadaan barang oleh instansi pemerintah
PPh Pasal 22 atas pengadaan barang oleh instansi pemerintah dikenakan atas harga barang sebagai DPP tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Apabila harga barang termasuk PPN, penentuan DPP dihitung atau dipisahkan dari PPN.

Pasal 22 atas pengadaan barang oleh instansi pemerintah = 
Harga Barang Tidak Termasuk PPN × Tarif 1,5%

Apabila harga barang termasuk PPN, maka penghitungannya, yaitu= 
Harga Barang termasuk PPN × (100 : 111)

c. Pajak penghasilan Pasal 22 industri tertentu
PPh Pasal 22 industri tertentu adalah pengenalan PPh Pasal 22 atas transaksi penjualan hasil produksi kepada distributor di dalam negeri oleh badan usaha yang bergerak di bidang usaha industri semen, industri kertas, industri baja, industri otomotif, dan industri farmasi.

Tarif PPh Pasal 22 industri tertentu

d. Pajak penghasilan PPh Pasal 22 atas produsen importir bahan bakar minyak (BBM), bahan bakar gas (BBG), dan pelumas
Pemotongan PPh Pasal 22 atas BBM, BBG, dan pelumas bersifat final. Harga barang sebagai DPP dalam penghitungan PPh Pasal 22 atas produsen importir BBM, BBG, dan pelumas menggunakan DPP yang digunakan dalam penghitungan PPN.

Tarif PPh Pasal 22 atas produsen importir BBM, BBG, dan pelumas

e. Pajak penghasilan Pasal 22 atas Agen Tunggal Pemegang Merek (ATPM), Agen Pemegang Merek (APM), dan importir umum kendaraan bermotor
Objek PPh Pasal 22 atas ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor adalah semua hasil penjualan bermotor dari ATPM, APM, dan importir umum di dalam negeri.

PPh Pasal 22 atas penjualan hasil produksi ATPM, APM, dan importir umum kendaraan bermotor = DPP × tarif 0,45%

Apabila harga barang termasuk PPN, maka penghitungan harga barang tidak termasuk PPN adalah sebagai berikut.
= Harga Barang Termasuk PPN × (100 : 111)

f. Pajak penghasilan Pasal 22 atas eksportir pembelian hasil industri
Objek PPh Pasal 22 atas eksportir pembelian hasil industri adalah badan usaha industri atau eksportir yang melakukan pembelian bahan-bahan berupa hasil kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, dan perikanan yang belum melalui proses industri manufaktur untuk kebutuhan industrinya atau kebutuhan ekspornya.

PPh Pasal 22 atas eksportir pembelian hasil industri = DPP × tarif 0,25%

Apabila harga barang termasuk PPN, maka penghitungan harga barang tidak termasuk PPN adalah sebagai berikut.
= Harga Barang Termasuk PPN × (100 : 111)

g. Pajak penghasilan Pasal 22 atas komoditas tambang 
Objek PPh Pasal 22 atas komoditas tambang dikenakan atas penjualan batu bara, mineral logam, dan mineral bukan logam dari badan atau pribadi pemegang izin usaha pertambangan, termasuk transaksi ekspor komoditas tambang.

PPh Pasal 22 atas komoditas tambang = DPP × tarif 1,5%

Apabila harga barang termasuk PPN, maka penghitungan harga barang tidak termasuk PPN adalah sebagai berikut.
= Harga Barang Termasuk PPN × (100 : 111)

h. Pajak penghasilan Pasal 22 atas penjualan emas batangan
Objek PPh Pasal 22 atas komoditas tambang dikenakan atas penjualan emas batangan dalam negeri.

PPh Pasal 22 atas penjualan emas batangan = DPP × tarif 0,45%

Apabila harga barang termasuk PPN, maka penghitungan harga barang tidak termasuk PPN adalah sebagai berikut.
= Harga Barang Termasuk PPN × (100 : 111)

i. Pajak penghasilan Pasal 22 atas penjualan barang sangat mewah

Tarif PPh Pasal 22 atas penjualan barang sangat mewah



B. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang dikenakan atau dipotong atas penghasilan yang diterima atau wajib pajak orang pribadi ataupun wajib pajak badan dalam negeri, serta bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah penghargaan dari penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

1. Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 23
Wajib pajak badan yag menjadi pemotong PPh Pasal 23 antara lain badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan dalam negeri, Bentuk Usaha Tetap (BUT), dan perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.

Wajib pajak orang pribadi yang berhak memotong PPh Pasal 23 adalah orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak melalui surat keputusan penunjukan sebagai pemotong PPh Pasal 23.

2. Objek Pajak Penghasilan Pasal 23

3. Objek yang Dikecualikan dari Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 23

4. Tarif Pajak Penghasilan Pasal 23

a. Pajak penghasilan Pasal 23 atas dividen
Dividen adalah bagian dari laba atau pendapatan suatu perusahaan yang besarnya telah ditetapkan oleh direksi dan juga disahkan dalam Rapat Umum Pemegang Saham yang nantinya akan dibagikan kepada seluruh pemegang saham.

Jumlah penghasilan yang diterima dari pembagian dividen (tidak termasuk PPN) merupakan DPP dalam penghitungan PPh Pasal 23 atas dividen.

Tarif PPh Pasal 23 atas dividen

b. Pajak penghasilan Pasal 23 atas bunga pinjaman
Bunga pinjaman adalah bentuk balas jasa yang diberikan kepada kreditur (peminjam) kepada debitur (pemberi pinjaman) atas jasa layanan pinjaman yang diberikan. Bunga yang dikenakan PPh Pasal 23 adalah bunga dan imbalan lainnya termasuk premium maupun diskonto yang merupakan bunga antarpinjaman yang diterima/diperoleh oleh wajib pajak orang pribadi atau badan dalam negeri maupun dari pihak pembayar bunga yang berhak menjadi pemotong PPh Pasal 23

Jumlah penghasilan yang diterima dari bunga pinjaman (tidak termasuk PPN) merupakan DPP dalam penghitungan PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman.

PPh Pasal 23 atas Bunga Pinjaman = DPP × tarif 15%

c. Pajak penghasilan Pasal 23 atas royalti
Royalti adalah penghasilan atau imbalan yang dibayarkan secara berkala atau secara langsung atas karya intelektual atau ciptaan. Royalti yang dikenakan PPh Pasal 23 merupakan royalti yang dibayarkan kepada wajib pajak orang pribadi dan badan, termasuk BUT.

Jumlah penghasilan yang diterima dari pembayaran royalti (tidak termasuk PPN) merupakan DPP dalam penghitungan PPh Pasal 23 atas royalti.

PPh Pasal 23 atas Royalti yang Tidak Menggunakan NPPN = DPP × tarif 15%

PPh Pasal 23 atas Royalti yang Menggunakan NPPN 
= (DPP × Tarif 40%) × Tarif 15%
Atau
= DPP × Tarif 6% (Tarif efektif)

d. Pajak penghasilan Pasal 23 atas hadiah, penghargaan, bonus, dan sejenisnya
1) Hadiah undian 
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan melalui undian.

2) Hadiah atau penghargaan perlombaan 
Hadiah atau penghargaan yang diberikan melalui suatu perlombaan atau adu ketangkasan.

3) Hadiah sehubungan dengan kegiatan 
Hadiah dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang diberikan sehubungan dengan kegiatan yang dilakukan oleh penerima hadiah.

4) Penghargaan 
Imbalan yang diberikan sehubungan dengan prestasi dalam kegiatan tertentu.

PPh Pasal 23 atas Hadiah, Penghargaa, Bonus, dan Sejenisnya
= DPP × tarif 15%

e. Pajak penghasilan Pasal 23 atas penghasilan sewa
Sewa adalah suatu kegiatan, baik secara lisan maupun tulisan, berupa pemberian hak untuk menggunakan harta bergerak atau harta tidak bergerak selama jangka waktu tertentu. 

Jumlah penghasilan yang diterima dari sewa selain tanah dan bangunan  (tidak termasuk PPN) merupakan DPP dalam penghitungan PPh Pasal 23 atas sewa.

PPh Pasal 23 atas Royalti yang Penghasilan Sewa = DPP × tarif 2%

f. Pajak penghasilan Pasal 23 atas jasa
Jasa adalah pelayanan yang memiliki dasar suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang, fasilitas, kemudahan, atau  hak tersedia untuk dipakai.

PPh Pasal 23 atas jasa = DPP × tarif 2%

1) Penghasilan atas jasa akuntan
Jasa akuntan adalah layanan atau aktivitas yang diberikan akuntan kepada klien atau pengguna jasa mengenai pengukuran, proses, hingga konsultasi penyusunan laporan keuangan sesuai standar, perpajakan, pemeriksaan laporan keuangan, dan sistem informasi akuntansi.

2) Penghasilan atas jasa konsultan manajemen
Layanan atau aktivitas yang dilakukan oleh tenaga profesional mengenai pemecahan masalah dan strategi untuk mengembangkan organisasi (perusahaan) dari segala aspek.

3) Penghasilan atas jasa lainnya
Jasa lainnya yang dikenakan PPh Pasal 23 terdiri atas banyak jenis. Berdasarkan PMK No.1/PMK.03/2015, terdapat kurang lebih 50 jenis jasa lain yang menjadi objek PPh Pasal 23. Objek yang dikecualikan adalah imbalan atas jasa lain yang telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final bedasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri.



C. Pajak Penghasilan Pasal 24
PPh Pasal 24 adalah pajak penghasilan yang mengatur hak wajib pajak dalam negeri untuk mengkreditkan atau memanfaatkan pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri sebagai pengurang pajak yang dibayar atau terutang di dalam negeri dalam tahun pajak yang sama.

1. Penghitungan Kredit Pajak atas Penghasilan Luar Negeri


2. Penghitungan Kredit Pajak atas Kerugian Usaha Luar Negeri dan Kerugian Usaha dalam Negeri


3. Penghitungan Kredit Pajak atas Penghasilan Luar Negeri dari Berbagai Negara
Penghitungan kredit pajak atas penghasilan yang diterima dari berbagai negara tidak jauh berbeda dengan perhitungan sebelumnya. Namun, terdapat ketentuan mengenai batas maksimum kredit pajak yang diperbolehkan karena penghitungannya berbeda-beda untuk setiap negara.