Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya, namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekedar instrument pentransfer sumber daya (fungsi budgeter) akan tetapi sering kali digunakan untuk tujuan mempengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesajahteraan dan lain- lain (fungsi mengatur) yang kadang–kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
Pada umumnya, bentuk dan isi yang terdapat dalam Surat Pemberitahuan untuk kepentingan perpajakan hamper tidak berbeda jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam Laporan Keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan Kena Pajak (PKP–Taxable Income) dihitung berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang- undangan Perpajakan (KPPP), sedangkan Penghasilan Sebelum Pajak (PSP–Accounting Income atau Pretax Accounting Income atau Pretax Book Income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh profesi yang dikenal sebagai Standar Akuntansi Keuangan (SAK).
Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Kena Pajak yang sesungguhnya dibayar kepada pemerintah disebut “ PPh terutang–Income Tax Payable atau Income Tax Liability“ sedangkan Pajak Penghasilan yang dihitung berbasis Penghasilan Sebelum Kena Pajak disebut sebagai “Beban Pajak Penghasilan–Income Tax Expense atau Provision for Income Taxes.“
1. HARMONISASI STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN
Salah satu cara pendekatan yang diungkapkan oleh kelompok kerja standar akuntansi OECD (organization for economic cooperation development) dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dilakukan melalui suatu rekonsiliasi yang merupakan poin kedua dari tiga poin yang diungkapkan OECD menurut hemat kami poin kedua tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia yang berbunyi sebagi berikut:
Dalam hal ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan merupakan standar yang independen yang tepisah dari standar akuntansi keuangan maka laporan keuangan dapat disusun berdasarkan standar akuntansi keuangan dan laporan keuangan fiscal disusun secara terpisah diluar jaringan pembukuan melalui rekonsiliasi.
Dalam pasal 2 surat keputusan Direktur Jenderal Pajak NOMOR:Kep 214/PJ/2001 tanggal 15 maret 2001, tegas dinyatakan bahwa rekonsiliasi laba rugi fiscal termasuk keterangan dan atau dokumen yang harus dilampirkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Badan. Lengkapnya pasal tersebut berbunyi sebagi berikut:
Pasal 2
Keterangan dan atau dokumen lain yang harus dilampirkan pada surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak badan adalah:
1. Neraca dan laporan laba rugi tahun pajak yang bersangkutan dari wajib pajak itu sendiri (bukan Neraca Dan Laporan Laba Rugi Konsolidasi)beserta rekonsiliasi laba rugi fiskal.
2. Daftar penghitungan penyusutan dan amortisasi fiscal
3. Penghitungan kompensasi kerugian dalam hal terdapat sisa kerugian tahun-tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan
4. Surat setoran pajak penghasilan pasal 29 yang seharusnya dalam hal terdapat kekurangan pajak yang terutang, kecuali ada izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak penghasilan 29
5. Surat kuasa khusus, dalam hal surat pemberitahuan tahunan ditandatangani oleh bukan wajib pajak
6. Lampiran-lampiran lainnya yang dianggap perlu untuk menjelaskan penghitungan besarnya penghasilan kena pajak atau besarnya pajak penghasilan pasal 25
Dengan menempatkan kegiatan akuntansi pajak diluar praktik akuntansi keuangan dari laporan fiscal merupakan produk sampingan (by product) dari akuntansi keuangan komersial, dapat dikatakan bahwa akuntansi pajak lebih cenderung mendekati akuntansi manajemen dengan konsep “different statement for different purposes) laporan keuangan fiscal diperoleh melalui rekonsiliasi dengan penyesuaian ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan terhadap laporan keuangan komersialnya.
2. PAJAK TANGGUHAN DAN KOMPENSASI KERUGIAN
Pada dasarnya antara akuntansi pajak dan akuntansi keuangan memiliki kesamaan tujuan, yaitu untuk menetapkan hasil operasi bisnis dengan pengukuran dan rekognisi penghasilan dan biaya. Namun ada beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian, bahwa ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tidak sekadar instrument pentransfer sumber daya (fungsi budgeter), akan tetapi seringkali pula digunakan untuk tujuan memengaruhi perilaku wajib pajak untuk investasi, kesejahteraan dan lain-lain (fungsi mengatur) yang kadang-kadang merupakan alasan untuk membenarkan penyimpangan dari standar akuntansi keuangan.
Dilain pihak, atas penghasilan yang diterima atau diperoleh subjek pajak dalam tahun pajak yang bersangkutan, baik subjek pajak orang pribadi maupaun subjek pajak badan dikenakan pajak penghasilan dan untuk menghitung pajak penghasilan tersebut, subjek pajak yang bersangkutan berkewajiban mengisi surat pemberitahuan (SPT) yang disediakan oleh instansi pajak.
Pada umumnya, bentuk dan isi yang terdapat dalam surat pemberitahuan untuk kepentingan perpajakan hampir tidak berada jauh dengan bentuk dan isi yang terdapat dalam laporan keuangan untuk kepentingan komersial. Penghasilan kena pajak (PKP-taxable income), dihitung berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (KPPP), sedang penghasilan sebelum pajak (PSP-Accounting Income atau pretax accounting income atau pretax book income) dihitung berdasarkan standar yang disusun oleh profesi yang dikenal sebagai SAK. Metode Penangguhan Pajak penghasilan
Metode alokasi pajak digunakan untukmempertanggungjawabkan pengaruh-pengaruh pajak dan bagaimana pengaruh-pengaruh tersebut harus disajikan dalam laporan keuangan.
Ada tiga metode untuk mengalokasikan pajak, (Kieso dan Weygant, 2001 : 1067-1068) antara lain :
Deferred method (Metode Penangguhan)
Asset-liability method (Metode Aktiva-Kewajiban)
Net-of-tax method (Metode Bersih dari Pajak)
Kewajiban Pajak Tangguhan dan Aktiva Pajak Tangguhan
Jumlah seluruh taksiran pajak penghasilan (provision for income taxes) adalah jumlah pajak kini (tax currently payable-current tax expense) dan perubahan neto antara aktiva pajak tangguhan (deferred tax assets) dan kewajiban pajak tangguhan (deferred tax liabilities)-deferred tax expense or benefit.
PSAK 46 mendefinisikan beban pajak (tax expense) yang dimaksud sama dengan taksiran pajak penghasilan tersebut, yaitu: Beban pajak (tax expense) atau penghasilan pajak (tax income) adalah jumlah agregat pajak kini (current tax) dan pajak tangguhan (deferred tax) yang diperhitungkan dalam penghitungan laba atau rugi pada satu periode.
Baik Kewajiban pajak tangguhan maupun Aktiva pajak tangguhan dapat terjadi dalam hal-hal sebagai berikut (Zein,2007):
(1) Apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP- Pretax Accounting Income) lebih besar dari Penghasilan Kena Pajak (PKP- Taxable Income) maka Beban Pajak (BP- Tax Expense) pun akan lebih besar dari Pajak Terutang (PT- Tax Payable) sehingga akan menghasilkan Kewajiban Pajak Tangguhan (KPT- deferred tax liability). Kewajiban Pajak Tangguhan dapat dihitung dengan mengalikan perbedaan temporer dengan tarif pajak yang sesuai.
(2) Sebaliknya apabila Penghasilan Sebelum Pajak (PSP) lebih kecil dari Penghasilan Kena Pajak (PKP) maka Beban Pajaknya (BP) akan juga lebih kecil dari Pajak Terutang (PT) sehingga akan menghasilkan Aktiva Pajak Tangguhan (APT- deferred tax assets). Aktiva Pajak Tangguhan adalah sama dengan perbedaan temporer dengan tarif pajak pada saat perbedaan tersebut terpulihkan. Dengan rumus dapat dituliskan sebagai berikut:
Perbedaan Temporer
|
Perbedaan Temporer x Tarif
|
Hasilnya
|
PSP > PKP
|
BP > PT
|
Kewajiban Pajak Tangguhan (DTL)
|
PSP <>
|
BP <>
|
Aktiva Pajak Tangguhan (DTA)
|
3. ALOKASI PAJAK PENGHASILAN INTERPERIOD
1. Alokasi Pajak Penghasilan Interperiod (Interperiod Income Tax Alocation)
Perbedaan yang terjadi antara penghasilan sebelum pajak dan Penghasilan Kena Pajak, disebabkan oleh perbedaan permanen dan perbedaan waktu. Perbedaan permanen tidak membutuhkan prosedur Alokasi Pajak Interperiod, sedangkan perbedaan waktu membutuhkan Alokasi Pajak Interperiod, akibat adanya counterbalance pada akhir suatu periode.
2. Perbedaan Permanen (Permanent Difference)
Perbedaan ini disebabkan oleh kebijakan ekonomi atau disebabkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang menghendaki penghapusan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang memberatkan salah satu sektor dari sub sektor perekonomian. Perbedaan tersebut dapat berupa:
· Penghasilan tertentu baik sebagian maupun seluruhnya dikecualikan dari pengenaan pajak penghasilan.
· Kelompok wajib pajak tertentu, baik sebagian maupun seluruhnya dibebaskan dari pembayaran pajak.
· Pengurangan khusus yang diberikan kepada wajib pajak atau pengurangan secara selektif yang diberlakukan terhadap wajib pajak tertentu.
Dengan demikian akan terjadi perbedaan sebagai berikut.
· Bagi akuntansi keuangan merupakan penghasilan, tetapi bagi akuntansi pajak penghasilan tersebut bukan merupakan penghasilan atau penghasilan yang ditangguhkan.
· Bagi akuntansi keuangan sudah merupakan pengeluaran, tapi bagi akuntansi pajak pengeluaran tersebut tidak dapat dikurangkan sebagai biaya.
· Bagi akuntansi keuangan tidak/belum merupakan biaya, tapi bagi akuntansi pajak pengeluaran tersebut dapat dikurangkan sebagai pajak.
· Ketentuan penghasilan dan biaya diatur secara khusus, terutama transaksi yang dipengaruhi hubungan istimewa.
3. Perbedaan Waktu
Perbedaan waktu disebabkan karena perbedaan waktu pengakuan penghasilan, biaya dan beban yang bersifat sementara yang menyebabkan adanya penundaan atau antisipasi penghasilan atau beban. Perbedaan tersebut dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu:
Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah dapat dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan yang masih akan diterima.
· Penghasilan yang berdasarkan akuntansi pajak sudah merupakan penghasilan yang sudah dapat dikenakan pajak, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan penghasilan diterima di muka.
· Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang dibayar di muka.
· Beban atau pengeluaran yang berdasarkan akuntansi pajak sudah dapat dikurangkan sebagai biaya, tetapi berdasarkan akuntansi keuangan merupakan beban atau pengeluaran yang masih harus dibayar.
Perbedaan tersebut merupakan perbedaan antara metode penyusutan atau amortisasi komersial dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan dan metode penilaian persediaan komersial dan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, penghapusan piutang tak tertagih yang nyata-nyata tidak dapat ditagih dan bukan taksiran piutang tak tertagih berdasarkan persentasi tertentu atau cara-cara lain.
4. REKONSILIASI LAPORAN KEUANGAN KOMERSIAL KE LAPORAN KEUANGAN FISKAL
Seperti telah diuraikan di muka, Laporan Keuangan yang dihasilkan dan disiapkan dari pembukuan wajib pajak, biasanya dikenal sebagai Laporan Keuangan Komersial yang pada dasarya tidak harus mencemirkan seluruh pertimbangan perpajakan tersebut diatas. Namun dilain pihak perlu disadari bahwa perusahaan sebagai wajib pajak, wajib mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, terutama dalam pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan, yang pada dasarnya bersumber dari laporan keuangan komersial yang mengacu pada Standar Akuntansi Keuangan dengan data pengisian Surat Pemberitahuan yang mengacu kepada Ketentuan Peraturan Peundang-Undangan Perpajakan terdapat perbedaan yang signifikan.
Solusi antara penerapan standar akuntansi keuangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dilakukan suatu rekonsiliasi. Untuk menyusun rekonsiliasi antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan fisik, urutan penyusunannya dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Buat terlebih dahulu daftar penyusunan fiskal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2. Penyusutan fiskal tersebut kemudian dialokasikan sesuai dengan pengalokasian yang dilakukan oleh perusahaan.
3. Susun rekonsiliasi harga pokok produksi.
4. Susun rekonsiliasi biaya operasional.
5. Susun rekonsiliasi pendapatan/beban lain-lain.
6. Susun rekonsiliasi laba/rugi, yang dihimpun dari jumlah-jumlah akhir masing-masing rekonsiliasi sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Putra dharma, 2008. Accounting, Financial & Taxation, [internet] 25 maret. Available from:http://putra-finance-accounting-taxation.blogspot.com/ [diakses 1 oktober 2013].
Zain, mohammad.2003. Manajemen Perpajakan.Bandung:Salemba Empat
No comments:
Post a Comment