BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Tujuan
laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi tentang posisi keuangan
(neraca), kinerja (laporan laba rugi), dan perubahan posisi keuangan (laporan
arus kas) suatu perusahaan. Laporan keuangan harus disajikan secara wajar
dimana transparansi terjamin. Kewajaran Laporan Keuangan dapat bermanfaat untuk
tujuan pengambilan keputusan manajemen.
Dalam
Laporan Keuangan terdapat Laporan Neraca. Laporan Neraca menyediakan informasi
mengenai posisi keuangan suatu perusahaan. Neraca harus menyajikan secara
terpisah kategori dan klasifikasi utama aktiva dan kewajiban. Perlakuan
akuntansi pada Neraca Perusahaan harus sesuai Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Perlakuan Akuntansi didefinisikan meliputi pengakuan,
pengukuran, penyajian dan pengungkapan.
Aset
merupakan aktiva yang mempunyai manfaat ekonomik di masa datang yang cukup
pasti, dikuasai oleh entitas dan timbul akibat transaksi atau kejadian masa
lalu. Aset mencerminkan kekayaaan baik berwujud maupun tidak berwujud yang
berharga atau bernilai pada sebuah perusahaan. Aset pada perusahaan terdiri
dari aset lancar, aset tetap dan aset tidak berwujud.
Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 9 yang berlaku di Indonesia menyebutkan
bahwa “Aset adalah sumber daya yang dikuasai oleh perusahaan sebagai akibat
dari peristiwa masa lalu dan dari mana manfaat ekonomi di masa depan diharapkan
akan diperoleh perusahaan.”
Definisi
aset dalam IAS 16 tentang Aktiva Tetap adalah sebagai berikut "An asset
is a resource controlled by the enterprise as a result of past events and from
which future economic benefits are expected to flow to the enterprise."
Dari berbagai
definisi aset tersebut dapat ditarik beberapa karakteristik dari aset, yaitu:
1. Aset
merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh di masa depan,
2. Aset
dikuasai oleh perusahaan, dalam artian dimiliki ataupun dikendalikan oleh
perusahaan, dan
3. Aset
merupakan hasil dari transaksi atau peristiwa masa lalu.
Pada dasarnya aktiva dapat
diklasifikasikan menjadi dua bagian utama yaitu aset lancar dan aset tidak lancar. Aset lancar (current asset) dalam akuntansi adalah jenis aset yang dapat digunakan dalam jangka waktu dekat, biasanya satu
tahun. Contoh aset lancar antara lain adalah kas, piutang,
investasi jangka pendek, persediaan, dan beban dibayar di muka.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana penyajian aset lancar
menurut IFRS dan SAK ETAP?
1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan
penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Keuangan,
penulis juga ingin manambah wawasan tentang Aset Lancar khususnya,
dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya, serta untuk
mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar kita terkait
pembahasan ini .
BAB II
PEMBAHASAN
Aset merupakan salah
satu elemen dalam neraca yang menunjukkan jumlah harta yang dimiliki oleh
perusahaan atau dalam kata lain aset juga merupakan investasi di dalam
perusahaan. Definisi aset adalah:
“Manfaat
ekonomis di masa yang akan datang yang diharapkan dapat diterima atau
dikontrol oleh suatu badan usaha sebagai
hasil dari transaksi-transaksi atau kejadian-kejadian dimasa lalu [FASB 6th
Concept dalam White et. al(2003 :14)].”
Menurut Keiso dan
Weygandt (2008:11-12), aset sebagai berikut:
“Aset
adalah sumber penghasilan atas usahanya sendiri, dimana karakteristik umum yang
dimilikinya yaitu memberikan jasa atau manfaat dimasa yang akan datang.”
Terdapat berbagai jenis
pengelompokan aset yang ada dalam perusahaan, salah satunya adalah aset lancar.
Aset lancar merupakan bagian dari keseluruhan aset yang ada dalam perusahaan.
Aset lancar adalah uang kas dan aset-aset lain atau sumber-sumber yang
diharapkan dapat direalisasikan menjadi uang kas atau dijual atau dikonsumsi
selama siklus perusahaan yang normal atau dalam waktu satu tahun. Aset lancar
dalam akuntansi adalah jenis aset yang dapat digunakan dalam jangka waktu
dekat, biasanya satu tahun.
Menurut Bambang Riyanto
(2001), aset lancar adalah sebagai berikut:
“Aset
lancar adalah aset yang habis dalam satu kali perputaran dalam proses produksi
dan proses perputarannya adalah dalam jangka waktu yang pendek (umumnya kurang
dari satua tahun).”
Menurut Alimsyah dan
Padji (2006) mendefinisikan aset lancar sebagai berikut:
“Aset
lancar adalah harta perusahaan yang dapat ditukar dengan uang tunai dalam waktu
relatif singkat. Biasanya ukuran waktunya yang dipakai ialah siklus usaha atau
tahun buku yang termasuk aset lancar adalah uang kas, rekening giro bank,
investasi jangka pendek, piutang usaha, perseediaan barang dagang, biaya
dibayar dimuka, wesel, dll.”
Menurut S Munawir
(2004) mendefinisikan aset lancar sebagai berikut:
“Aset
lancar adalah uang kas atau aset lainnya yang dapat diharapkan untuk dicairkan
atau ditukarkan menjadi uang tunai, dijual atau dikonsumer dalam periode
berikutnya (paling lama satu tahun atau dalam perputaran kegiatan perusahaan
yang normal).”
Dari berbagai
pengertian aset lancar diatas, maka dapat disimpulan bahwa aset lancar adalah
aset yang merupakan kas dan aset lain yang diharapkan dapat diubah menjadi kas,
dijual atau dikonsumsi dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi, mana
yang lebih lama. Siklus operasi adalah rata-rata waktu yang dibutuhkan mulai
dari pengeluaran kas untuk membeli saham, memproduksinya, menjual barang jadi
sampai penjualan tersebut menjadi kas lagi.
Berdasarkan PSAK 1
(revisi 2009), Entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika
1. Entitas
mengharapkan akan merealisasikan aset, atau bermaksud untuk menjual atau menggunakannya,
dalam siklus operasi normal,
2. Entitas
memiliki aset untuk tujuan diperdagangkan,
3. Entitas
mengharapkan akan merealisasi aset dalam jangka waktu 12 bulan setelah periode
pelaporan, atau
4. Kas
atau setara kas (seperti yang dinyatakan dalam PSAK 2: Laporan Arus Kas)
kecuali aset tersebut dibatasi pertukarannya atau penggunaannya untuk
menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah periode pelaporan.
Perbandingan
antara aset lancar dan kewajiban lancar disebut sebagai rasio lancar. Nilai ini
sering digunakan sebagai tolok ukur likuiditas suatu perusahaan, yaitu
kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
Mencermati
besarnya aset lancar menjadi syarat bagi beberapa kegiatan manajemen yang berkenaan dengan pemeliharaan
tingkat likuiditas perusahaan, misalnya manajemen
kas, manajemen piutang, dan manajemen persediaan. Ada
tiga indikasi umum bagi manajemen mengenai efisiensi dan profitabilitas dalam penggunaan aset atau aktiva
lancar.
1. Perputaran harta lancar,
yaitu angka yang diperoleh dari jumlah harga
pokok penjualan dan biaya operasi (keduanya dipetik dari laporan laba rugi) dibagi angka
rata-rata aset lancar pada permulaan operasi (dipetik dari neraca tahun lalu) dan aset lancar pada akhir
operasi (dipetik dari neraca terakhir). Angka ini dinyatakan dalam
kali.
2. Rasio laba dibanding perputaran harta lancar.
Ini mengukur besarnya laba dalam sekian kali perputaran dalam satu masa
operasi. Dinyatakan dalam persen.
3. Tingkat laba per perputaran.
Angka persentase yang diperoleh dari angka rasio laba dibanding perputaran harta lancar dibagi perputaran harta lancar. Nilai no.2
dibagi nilai no. 1 di atas.
Dalam industri
tertentu ada nilai pedoman untuk indikasi mengenai keunggulan dalam hal-hal
itu, yang biasanya digunakan dalam analisis rasio.
2.1. Klasifikasi
Aset
Aset
lancar (current assets) merupakan aset yang berupa kas dan aset lainnya
yang dapat diharapkan akan dapat dikonversi menjadi kas, atau dikonsumsi dalam
satu tahun atau dalam satu siklus operasi, tergantung mana yang paling lama.
Aset yang termasuk aset lancar seperti kas, persediaan, investasi jangka
pendek, piutang, beban dibayar di muka, dan lain sebagainya (Ahmad Ridwan Abd,
2011: 8).
Aset tidak lancar (noncurrent
assets) merupakan aset yang tidak mudah untuk dikonversi menjadi kas atau
tidak diharapkan untuk dapat menjadi kas dalam jangka waktu satu tahun atau
satu siklus produksi. Aset yang termasuk aset tidak lancar seperti investasi
jangka panjang, aset tetap, aset tak berwujud (intangible assets) dan
aset lain-lain (Ahmad Ridwan Abd, 2011: 8).
2.2. Pengakuan
Aset Lancar
Aset lancar diakui
dalam neraca kalau besar kemungkinan bahwa manfaat ekonominya di masa depan
diperoleh perusahaan dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya yang dapat
diukur secara andal. Aset lancar tidak diakui dalam neraca kalau pengeluaran
telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam
perusahaan setelah periode akuntansi berjalan. Sebagai alternative transaksi
semacam ini menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi. Implikasi dari
transaksi tersebut bahwa tingkat kepastian dari manfaat-manfaat yang diterima
perusahaan setelah periode akuntansi berjalan tidak mencukupi untuk membenarkan
pengakuan aset (Ahmad Ridwan Abd, 2011: 13).
2.3. Pengukuran
Aset
Sejumlah
dasar pengukuran yang berbeda digunakan dalam derajat dan kombinasi yang
berbeda dalam laporan keuangan. Berbagai dasar pengukuran tersebut menurut (Ahmad
Ridwan Abd, 2011: 15) adalah sebagai berikut:
1) Biaya
Historis.
Aset
dicatat sebesar pengeluaran kas (atau setara kas) yang dibayar atau sebesar
nilai wajar dari imbalan (consideration) yang diberikan untuk memperoleh
aset tersebut pada saat perolehan. Kewajiban dicatat sebesar jumlah yang
diterima sebagai penukaran dari kewajiban (obligation), atau dalam
keadaan tertentu (misalnya, pajak penghasilan), dalam jumlah kas (atau setara
kas) yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban dalam pelaksanaan
usaha yang normal.
2) Biaya
Kini (current cost).
Aset
dinilai dalam jumlah kas (atau setara kas) yang seharusnya dibayar bila aset
yang sama atau setara aset diperoleh sekarang. Kewajiban dinyatakan dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang tidak didiskontokan (undiscounted)
yang mungkin akan diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation)
sekarang.
3) Nilai
realisasi/penyelesaian (realizable/settlement value).
Aset
dinyatakan dalam jumlah kas (atau setara kas) yang dapat diperoleh sekarang
dengan menjual aset dalam pelepasan normal (orderly disposal). Kewajiban
dinyatakan sebesar nilai penyelesaian; yaitu, jumlah kas (atau setara kas) yang
tidak didiskontokan yang diharapkan akan dibayarkan untuk memenuhi kewajiban
dalam pelaksanaan usaha normal.
4) Nilai
sekarang (present value).
Aset
dinyatakan sebesar arus kas masuk bersih di masa depan yang didiskontokan ke
nilai sekarang dari pos yang diharapkan dapat memberikan hasil dalam
pelaksanaan usaha normal. Kewajiban dinyatakan sebesar arus kas keluar bersih
di masa depan yang didiskontokan ke nilai sekarang yang diharapkan akan
diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban dalam pelaksanaan usaha normal.
5) Nilai
wajar (Fair Value).
Nilai aset dan kewajiban yang dapat berubah sesuai
kewajarannya pada pasar saat transaksi dilakukan atau neraca disiapkan.
2.4. Menurut IFRS
Kelompok aset dan liabilitas adalah
komponen utama Neraca, selain “ekuitas pemilik” (shareholder’s equity).
Neraca, secara umum, menyajikan informasi mengenai kekayaan perusahaan dan
klaim-klaim sehubungan dengan kekayaan tersebut. Klaim dalam hal ini, bisa
berupa utang atau kepemilikan saham oleh pihak luar (kreditur dan pemegang
saham).
Secara konseptual, penyajian laporan
keuangan (termasuk penyajian aset dan liabilitas), diatur dalam “Kerangka kerja
IASB” sedangkan teknisnya diatur dalam “IAS 1”. Untuk kita di Indonesia,
ketentuan yang sama dituangkan dalam PSAK 1.
Sejak revisi IAS 1, judul laporan “Neraca” berubah menjadi “Laporan Posisi Keuangan” (Statement
of Financial Position). Menurut IASB, istilah “laporan posisi keungan”
lebih mewakili fungsi yang sesungguhnya. Sementara “Neraca”, meskipun mewakili
konsep ‘double-entry’ dimana sisi debit dan kredit harus selalu dalam
kondisi seimbang (balance) tidak cukup deskriptif menyebutkan informasi
apa yang disajikan di dalamnya.
Menurut IASB, istilah “posisi
keuangan” telah lama digunakan oleh kalangan auditor di seluruh dunia sejak
bertahun-tahun yang lalu, bahkan sebelum IFRS lahir. Pertimbangan-pertimbangan
itulah mengapa istilah “Neraca” digantikan dengan “Laporan Posisi Keuangan”.
IASB singkatan dari “International Accounting Standard Board”,
sebuah badan khusus, bermarkas di London (Inggris) sana, yang menyusun standar
akuntansi internasional yang rencananya diberlakukan diseluruh negara
di dunia (meskipun belum semua negara menerapkan IFRS, sampai saat ini,
termasuk AS dan Jepang).
Penyajian “laporan posisi keuangan”
(alias Neraca) menurut Kerangka kerja IASB dan IAS 1. Untuk disajikan dalam
laporan keuangan, suatu transaksi harus memenuhi ketentuan mengenai definisi,
pengukuran, dan pengakuan, seperti yang tertuang dalam dalam kerangka
kerjanya IASB. Penyajian aset, menurut
IAS 1, dipisahkan menjadi 2 kelompok, yaitu Aset Lancar (current
assets) dan Aset Tak Lancar (noncurrent assets)
Laporan Posisi Keuangan (Neraca),
secara ringkas, disajikan sebagai berikut:
Aset = Rp xxx
Liabilities = Rp xxx
Ekuitas Pemilik = Rp xxx
Dimana,
Aset = Liabilitas + Ekuitas Pemilik
2.5.
Klasifikasi Aset Lancar Sesuai IFRS
Suatu aset diklasifikasikan ke dalam kelompok “aset lancar” apabila memenuhi salah satu
kriteria berikut ini:
·
Dalam
bentuk kas atau setara-kas yang penggunaannya tidak dibatasi
(untuk menyelesaikan laibilitas sekurang-kurangnya 12 bulan setelah
periode pelaporan); atau
·
Diharapkan
dapat direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan dari tanggal laporan posisi
keuangan (tanggal neraca); atau
·
Diharapkan
dapat direalisasikan, baik digunakan/dikonsumsi sendiri maupun untuk dijual
kepada pihak lain, dalam “siklus operasi normal” perusahaan; atau
·
Dimiliki
untuk maksud diperdagangkan.
Kiranya perlu disadari bahwa, yang
dimaksud dengan “siklus operasi normal” pada salah satu kriteria di atas adalah:
rentang waktu sejak perolehan (pembelian) aset, diproses (jika ada), hingga
dapat direalisasikan atau diubah ke dalam bentuk bentuk kas atau setara kas
(terjual).
PSAK 1 menambah bahwa, “ketika
siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasikan secara jelas, maka
diasumsikan selama 12 bulan.”
Itu sebabnya mengapa “persediaan”
dan “piutang” masuk kelompok aset lancar, meskipun belum tentu dapat
direalisasikan dalam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal laporan.
Khusus untuk aset lancar yang tidak
bisa direalisasikan dalam jangka 12 bulan setelah tanggal pelaporan, IAS 1
memandatkan agar nilai (amount) yang diperkirakan baru bisa
direalisasika di tahun buku berikutnya, dijelaskan lebih rinci di dalam
“penjelasan laporan keuangan” istilahnya “disclosed”.
Aktiva lancar
(current assets) adalah kas dan aktiva lainnya yang diharapkan akan dapat
dikonversi menjadi kas, dijual atau dikonsumsi dalam satu tahun atau dalam satu
siklus operasi, tergantung mana yang lebih panjang. Aktiva lancar disajikan
dalam neraca menurut urutan likuiditas. Lima pos dari aktiva lancar
adalah:
1. Kas (cash), dilaporkan pada nilai ditetapkannya. Suatu kas yang
penggunaannya tidak dibatasi dilaporkan sebagai aktiva lancar, begitu juga kas
yang penggunaannya dibatasi untuk membayar kewajiban yang segera jatuh tempo.
Namun jika pembatasan tersebut terjadi karena akan digunakan selain pelunasan
hutang lancar, maka tidak boleh dilaporkan sebagai aktiva lancar, tapi sebagai
aktiva lain-lain. Kunci pemahamannya sederhana: apapun yang bisa ditabung
di bank dan bisa ditarik dalam wujud kas sewaktu-waktu, dianggap “Kas“. Misalnya: uang kertas,
koin, check yang belum diuangkan, termasuk kas yang sudah tersimpan di bank.
Sedangkan sertifikat deposito, bukan kas, sebab ada pembatasan jangka waktu
penarikan.
1)
Untuk
bisa diklasifikasikan sebagai “aset lancar” kas harus tersedia untuk digunakan.
Menurut IAS 1, kas yang disimpan tidak untuk digunakan dalam periode ini atau
penggunaannya dibatasi dan belum akan boleh digunakan dalam siklus operasional
normal, tidak diklasifikasikan sebagai aset lancar.
2)
Sedangkan
yang diklasifikasikan ke dalam pos “setara
kas” (cash equivalents), menurut IAS 7, adalah investasi
jangka-pendek bersifat likuid yang (a) siap diuangkan dengan nilai pasti; dan
(b) sudah mendekati masa jatuh tempo pencairan (biasanya memiliki jangka waktu
pencairan 3 bulan atau kurang), tidak memiliki risiko perubahan nilai yang
signifikan akibat perubahan suku bunga. Misalnya: treasury bills,
commercial paper, dan reksa dana pasar uang.
2. Investasi jangka pendek (dalam
sekuritas) dikelompokkan kedalam tiga portofolio yang terpisah untuk tujuan
penilaian dan pelaporan. Sekuritas yang dipegang hingga jatuh tempo (held-to-maturity) dan sekuritas yang
tersedia untuk dijual (available-for-sale)
dapat diklasifikasikan sebagai aktiva lancar atau tidak lancar tergantung
kondisinya, sedang semua sekuritas diperdagangkan (trading) apakah itu sekuritashutang atau ekuitas diklasifikasikan
sebagai aktiva lancar. Insrumen investasi yang dimaksudkan untuk
dijual kembali dalam jangka pendek guna memperoleh keuntungan masuk kelompok
“aset lancar”. Masuk kelompok ini antara lain: efek sekuritas dan sekuritas
ekuitas yang dibeli untuk maksud diperjualbelikan. Aset derivatif keuangan,
rata-rata masuk dalam kelompok ini, kecuali yang dimaksudkan untuk tujuan
pemagaran (hedging).
3. Piutang (account receivable). Semua hal yang terkait dengan piutang seperti
kerugian yang diantisipasi akibat piutang tidak tertagih, serta
setiap piutang yang digadaikan sebagai jaminan harus diidentifikasi dengan
jelas. Piutang Dagang” atau “Piutang” saja (accounts
receivable), adalah sejumlah tagihan kepada pelanggan yang timbul dari
operasional normal perusahaan. Masuk dalam kelompok ini antara lain: piutang
pada pelanggan, piutang pada perusahaan afiliasi, piutang pada karywan (staf,
manager, eksekutif). Jika ada cadangan piutang atau penurunan nilai piutang
akibat adanya diskon, retur penjualan, dan piutang tak tertagih, harus dirinci
dalam “penjelasan laporan keuangan”. Menurut Kieso,dkk (2009, h.346) piutang
adalah klaim uang, barang, atau jasa kepada pelanggan atau pihak-pihak lainnya.
Untuk tujuan pelaporan keuangan, piutang diklasifikasikan sebagai lancar (jangka
pendek) atau tidak lancar (jangka panjang).
4. Persediaan (inventory). Untuk menyajikan persediaan secara tepat, metode
penetapan harga yaitu fifo lifo harus diungkapkan. menurut IAS 2,
adalah aset tersimpan, entah untuk digunakan sendiri (misal: bahan baku, barang
dalam proses) atau untuk dijual ke pihak lain (misal: persediaan barang jadi),
dalam kurun waktu operasional normal perusahaan. Dasar penentuan nilai
persediaan yang saat ini dibatasi hanya dalam metode FIFO dan metode biaya
rata-rata tertimbang (weighted-average cost)
harus disebutkan dengan jelas dalam “penjelasan laporan keuangan”. Khusus di
perusahaan manufaktur, bahan baku, barang dalam proses, dan barang juga harus disclosed secara terpisah, entah itu di
catatan kaki atau dalam “penjelasan laporan keuangan”.
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia
(2011; 14.5), persediaan adalah aset:
a.
Tersedia
untuk di jual dalam kegiatan usaha biasa.
b.
Dalam
proses produksi untuk penjualan tersebut; atau
c.
Dalam
bentuk bahan atau perlengkapan untuk di gunakan dalam proses produksi atau
pemberian jasa.
5. Beban dibayar di muka.yang termasuk
dalam aktiva lancar adalah pengeluaran yang telah dilakukan untuk manfaat yang
akan diterima dalam waktu satu tahun atau siklus operasi, tergantung mana yang
lebih panjang. Sederhananya, “Uang Muka Biaya” (prepaid expenses) adalah aset yang timbul akibat pembayaran muka
untuk biaya yang manfaatnya tidak habis terpakai dalam satu periode. Bisa juga
disebut “Biaya Dibayar Dimuka.” Misalnya: sewa dibayar dimuka, asuransi dibayar
dimuka, dan aset pajak tangguhan jangka pendek.
2.6. Menurut SAK ETAP
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa
Akuntabilitas Publik atau SAK ETAP merupakan standar akuntansi keuangan yang
diperuntukkan bagi entitas tanpa akuntabilitas publik. SAK ETAP hadir sebagai
jawaban akan kebutuhan standar akuntansi keuangan yang dapat diterapkan oleh
bank perkreditan rakyat dalam rangka meningkatkan kualitas laporan keuangan.
IAI dalam SAK ETAP (2009:1) menyatakan bahwa entitas
yang diijinkan menerapkan SAK ETAP pada pelaporan keuangannya adalah entitas
yang:
1. Tidak
memiliki akuntabilitas publik signifikan
2. Menerbitkan
laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose financial
statement).
2.7.
Laporan Keuangan Lengkap
Laporan
keuangan lengkap menurut IAI dalam SAK ETAP meliputi:
1) Neraca;
2) Laporan
laba rugi;
3) Laporan
perubahan ekuitas yang juga menunjukkan:
·
Seluruh perubahan dalam ekuitas, atau
·
Perubahan ekuitas selain perubahan yang
timbul dari transaksi dengan pemilik dalam kapasitasnya sebagai pemilik;
4) Laporan
arus kas; dan
5) Catatan
atas laporan keuangan yang berisi ringkasan kebijakan akuntansi yang signifikan
dan informasi penjelasan lainnya.
Menurut Pedoman Akuntansi Bank Perkreditan Rakyat,
penyajian laporan keuangan sebagai berikut:
1) Laporan
keuangan harus menyajikan secara wajar posisi keuangan, kinerja keuangan, perubahan
ekuitas dan arus kas disertai pengungkapan yang diharuskan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku.
2) Aset
disajikan berdasarkan karakteristiknya menurut urutan likuiditas, sedangkan kewajiban
disajikan menurut urutan jatuh temponya.
3) Laporan
laba rugi menggambarkan pendapatan dan beban menurut karakteristiknya yang
dikelompokkan secara berjenjang dari kegitan utama BPR dan kegiatan lainnya.
4) Catatan
atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis dengan urutan penyajian
usaha sesuai komponen utamanya yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan
dari laporan keuangan. Informasi dalam CALK berkaitan dengan pos-pos dalam
neraca sesuai dengan laba rugi, laporan perubahan ekuitas dan laporan arus kas yang
sifatnya memberikan penjelasan baik yang bersifat kualitatif maupun
kuantitatif, termasuk komitmen dan kontijensi serta transaksi-transaksi
lainnya.
Posisi keuangan suatu entitas terdiri
dari aset, kewajiban, dan ekuitas pada suatu waktu tertentu. Unsur laporan
keuangan yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan
adalah aset, kewajiban, dan ekuitas. Unsur-unsur ini didefinisikan sebagai
berikut:
a)
Aset adalah sumber daya
yang dikuasai entitas sebagai akibat dari peristiwa masa lalu dan dari mana
manfaat ekonomi di masa depan diharapkan akan diperoleh entitas.
b)
Kewajiban merupakan
kewajiban masa kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang
penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas
yang mengandung manfaat ekonomi.
c)
Ekuitas adalah hak
residual atas aset entitas setelah dikurangi semua kewajiban.
Beberapa pos mungkin memenuhi definisi
aset atau kewajiban namun tidak dapat diakui sebagai aset atau kewajiban dalam
neraca karena tidak memenuhi kriteria pengakuan. Khususnya, harapan bahwa
manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke atau dari dalam entitas harus cukup
pasti untuk memenuhi kriteria probabilitas sebelum suatu aset atau kewajiban
diakui.
Manfaat ekonomi masa depan yang terwujud
dalam aset adalah potensi dari aset tersebut untuk memberikan sumbangan, baik
langsung maupun tidak langsung, terhadap aliran kas dan setara kas kepada
entitas. Arus kas tersebut dapat terjadi melalui penggunaan aset atau pelepasan
aset.
Beberapa aset, misalnya aset tetap
memiliki bentuk fisik. Namun demikian bentuk fisik tersebut tidak esensial
untuk menentukan eksistensi aset. Beberapa aset adalah tidak berwujud.
Dalam menentukan eksistensi aset, hak
milik tidak esensial. Misalnya, properti yang diperoleh melalui sewa adalah aset
jika entitas mengendalikan manfaat yang diharapkan mengalir dari properti
tersebut.
Aset lancar diakui dalam neraca jika kemungkinan manfaat ekonominya di masa
depan akan mengalir ke entitas dan aset tersebut mempunyai nilai atau biaya
yang dapat diukur dengan andal. Aset tidak diakui dalam neraca jika pengeluaran
telah terjadi dan manfaat ekonominya dipandang tidak mungkin mengalir ke dalam
entitas setelah periode pelaporan berjalan. Sebagai alternatif transaksi
tersebut menimbulkan pengakuan beban dalam laporan laba rugi.
Saling hapus tidak diperkenankan atas
aset dengan kewajiban, atau penghasilan dengan beban, kecuali disyaratkan atau
diijinkan oleh SAK ETAP.
a)
Pengukuran nilai aset secara
neto dari penilaian penyisihan bukan merupakan saling hapus, misalnya
penyisihan atas keusangan persediaan dan penyisihan atas piutang tak tertagih.
b)
Jika aktivitas entitas
yang biasa tidak termasuk membeli dan menjual aset tidak lancar (termasuk
investasi dan aset operasional), maka entitas melaporkan keuntungan dan
kerugian atas pelepasan aset dengan mengurangi hasil penjualan dengan jumlah
tercatat aset dan beban penjualan yang terkait.
Neraca menyajikan aset, kewajiban, dan ekuitas
suatu entitas pada suatu tanggal tertentu akhir periode pelaporan. Neraca
minimal mencakup pos-pos berikut:
a.
Kas dan Setara Kas;
b.
Piutang Usaha dan Piutang
Lainnya;
c.
Persediaan;
d.
Properti Investasi;
e.
Aset Tetap;
f.
Aset Tidak Berwujud;
g.
Utang Usaha dan Utang
Lainnya;
h.
Aset dan Kewajiban Pajak;
i.
Kewajiban Diestimasi;
j.
Ekuitas.
Entitas menyajikan pos, judul dan sub
jumlah lainnya dalam neraca jika penyajian seperti itu relevan dalam rangka pemahaman
terhadap posisi keuangan entitas. SAK ETAP tidak menentukan format atau urutan terhadap
pos-pos yang disajikan.
Entitas harus menyajikan aset lancar dan
aset tidak lancar, kewajiban jangka pendek dan kewajiban jangka panjang, sebagai
suatu klasifikasi yang terpisah dalam neraca, kecuali jika penyajian
berdasarkan likuiditas memberikan informasi yang andal dan lebih relevan. Jika
pengecualian tersebut diterapkan, maka semua aset dan kewajiban harus disajikan
berdasarkan likuiditasnya. Entitas mengklasifikasikan aset sebagai aset lancar jika:
a)
Diperkirakan akan direalisasi
atau dimiliki untuk dijual atau digunakan, dalam jangka waktu siklus operasi
normal entitas;
b)
Dimiliki untuk
diperdagangkan;
c)
Diharapkan akan
direalisasi dalam jangka waktu 12 bulan setelah akhir periode pelaporan; atau
d)
Berupa kas atau setara kas,
kecuali jika dibatasi penggunaannya dari pertukaran atau digunakan untuk menyelesaikan
kewajiban setidaknya 12 bulan setelah akhir periode pelaporan.
Entitas mengklasifikasikan semua aset
lainnya sebagai tidak lancar. Jika siklus operasi normal entitas tidak dapat diidentifikasi
dengan jelas, maka siklus operasi diasumsikan 12 bulan.
SAK ETAP tidak menentukan format atau
urutan terhadap pos-pos yang akan disajikan. SAK ETAP hanya menyediakan daftar
pos-pos yang berbeda baik sifat atau fungsinya untuk menjamin penyajian yang
terpisah dalam neraca. Sebagai tambahan:
a)
Pos yang terpisah akan
dibentuk jika ukuran, sifat, atau fungsi dari pos atau agregasi terhadap
pos-pos yang serupa membuat penyajian terpisah menjadi relevan untuk memahami
posisi keuangan entitas; dan
b)
Uraian yang digunakan dan
urutan pos-pos atau agregasi terhadap pos-pos yang sejenis mungkin diubah
sesuai dengan sifat entitas dan transaksinya, untuk menyediakan informasi yang
relevan dalam rangka memahami posisi keuangan entitas.
Pertimbangan atas pos-pos tambahan
yang disajikan secara terpisah berdasarkan pada penilaian:
(a)
Sifat dan likuiditas aset;
(b) Fungsi aset dalam entitas; dan
(c)
Jumlah, sifat dan waktu kewajiban.
Entitas mengungkapkan di neraca atau
catatan atas laporan keuangan, sub klasifikasi berikut atas pos yang disajikan:
(a)
Kelompok aset tetap;
(b)
Jumlah piutang usaha,
piutang dari pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, pelunasan dipercepat
dan jumlah lainnya;
(c)
Persediaan yang
menunjukkan secara terpisah jumlah dari:
· Persediaan yang dimiliki untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal;
· Persediaan dalam proses produksi untuk penjualan tersebut;
· Bahan baku dan barang habis pakai yang digunakan dalam proses
produksi atau pemberian jasa;
(d)
Kewajiban imbalan kerja
dan kewajiban diestimasi lainnya;
(e)
Kelompok ekuitas, seperti
modal disetor, tambahan modal disetor, agio saham, saldo laba, dan pendapatan
dan beban yang diakui langsung ke ekuitas.
Entitas yang
berbentuk Perseroan Terbatas mengungkapkan antara lain hal-hal berikut di neraca atau catatan
atas laporan keuangan:
(a)
Untuk setiap kelompok
modal saham:
· Jumlah saham modal dasar;
· Jumlah saham yang diterbitkan dan disetor penuh;
· Nilai nominal saham;
· Ikhtisar perubahan jumlah saham beredar;
· Hak, keistimewaan dan pembatasan yang melekat pada setiap jenis
saham, termasuk pembatasan atas dividen dan pembayaran kembali atas modal;
(b)
Penjelasan mengenai
cadangan dalam ekuitas.
Entitas selain berbentuk Perseroan
Terbatas, seperti persekutuan, mengungkapkan informasi yang setara, yang
menunjukkan perubahan selama periode untuk setiap kategori ekuitas, serta hak,
keistimewaan dan pembatasan untuk setiap kategori ekuitas.
Setara kas adalah investasi jangka pendek dan sangat
likuid yang dimiliki untuk memenuhi komitmen kas jangka pendek, bukan untuk
tujuan investasi atau lainnya. Oleh karena itu, investasi umumnya
diklasifikasikan sebagai setara kas hanya jika akan segera jatuh tempo dalam
waktu tiga bulan atau kurang sejak tanggal perolehan. Cerukan bank pada umumnya
termasuk aktivitas pendanaan sejenis dengan pinjaman. Namun, jika cerukan bank
dapat ditarik sewaktu-waktu dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari
pengelolaan kas entitas, maka cerukan tersebut termasuk komponen kas dan setara
kas.
2.8. Informasi yang Disajikan dalam Laporan Arus Kas
Entitas menyajikan laporan arus kas yang
melaporkan arus kas untuk suatu periode dan mengklasifikasikan menurut aktivitas
operasi, aktivitas investasi, dan aktivitas pendanaan.
Aktivitas Operasi
Arus kas dari aktivitas operasi terutama
diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan entitas. Oleh karena itu,
arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa dan kondisi
lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi. Contoh arus kas dari aktivitas
operasi adalah:
1.
Penerimaan kas dari
penjualan barang dan jasa;
2.
Penerimaan kas dari
royalti, fees, komisi dan pendapatan lain;
3.
Pembayaran kas kepada
pemasok barang dan jasa;
4.
Pembayaran kas kepada dan
atas nama karyawan;
5.
Pembayaran kas atau
restitusi pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus
sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi;
6.
Penerimaan dan pembayaran
kas dari investasi, pinjaman, dan kontrak lainnya yang dimiliki untuk tujuan
perdagangan, yang sejenis dengan persediaan yang dimaksudkan untuk dijual
kembali.
Beberapa transaksi, seperti penjualan
peralatan pabrik, dapat menimbulkan keuntungan atau kerugian yang dimasukkan dalam
perhitungan laba atau rugi. Tetapi, arus kas yang menyangkut transaksi tersebut
merupakan arus kas dari aktivitas investasi.
Aktivitas Investasi
Arus kas dari aktivitas investasi
mencerminkan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk
menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Contoh arus kas yang berasal
dari aktivitas investasi adalah:
1.
Pembayaran kas untuk
memperoleh aset tetap (termasuk aset tetap yang dibangun sendiri), aset tidak
berwujud dan aset jangka panjang lainnya;
2.
Penerimaan kas dari
penjualan aset tetap, aset tidak berwujud, dan aset jangka panjang lainnya;
3.
Pembayaran kas untuk perolehan
efek ekuitas atau efek utang entitas lain dan bunga dalam joint venture (selain
pembayaran untuk efek yang diklasifikasikan sebagai kas atau setara kas atau
dimiliki untuk diperdagangkan);
4.
Penerimaan kas dari
penjualan efek ekuitas atau efek utang dari entitas lain dan bunga dari joint
venture (selain penerimaan dari efek yang diklasifikasikan sebagai setara kas
atau dimiliki untuk diperdagangkan);
5.
Uang muka dan pinjaman
yang diberikan kepada pihak lain;
6.
Penerimaan kas dari pembayaran
kembali uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain;
Aktivitas Pendanaan
Contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah:
1.
Penerimaan kas dari
penerbitan saham atau efek ekuitas lain;
2.
Pembayaran kas kepada para
pemegang saham untuk menarik atau menebus saham entitas;
3.
Penerimaan kas dari
penerbitan pinjaman, wesel, dan pinjaman jangka pendek atau jangka panjang
lainnya;
4.
Pelunasan pinjaman;
5.
Pembayaran kas oleh lessee
untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan sewa pembiayaan.
Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Operasi
Entitas melaporkan arus kas dari
aktivitas operasi dengan menggunakan metode
tidak langsung. Dalam metode ini laba atau rugi neto disesuaikan dengan
mengoreksi dampak dari transaksi non kas, penangguhan atau akrual dari penerimaan
atau pembayaran kas untuk operasi di masa lalu dan masa depan, dan unsur
penghasilan atau beban yang berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan.
Dalam metode tidak langsung, arus kas
neto dari aktivitas operasi ditentukan dengan menyesuaikan laba atau rugi dari
dampak dari:
(a)
Perubahan persediaan dan piutang usaha serta utang usaha selama periode
berjalan;
(b)
Pos non kas seperti
penyusutan, penyisihan, dan keuntungan dan kerugian valuta asing yang belum
direalisasi; dan
(c)
Semua pos lain yang
berkaitan dengan arus kas investasi atau pendanaan.
Pelaporan Arus Kas dari Aktivitas Investasi dan Pendanaan
Entitas melaporkan secara terpisah
kelompok utama penerimaan kas bruto dan pengeluaran kas bruto yang berasal dari
aktivitas investasi dan pendanaan. Jumlah agregat arus kas yang berasal dari
akuisisi dan pelepasan entitas anak atau unit
usaha lain disajikan secara terpisah dan diklasifikasikan sebagai arus kas dari
aktivitas operasi.
Entitas mengungkapkan secara terpisah
arus kas dari bunga dan dividen yang diterima dan dibayarkan. Entitas mengklasifikasikan
arus kas secara konsisten antar periode sebagai aktivitas operasi, investasi,
atau pendanaan.
Entitas mengklasifikasikan bunga yang
dibayarkan dan bunga dan dividen yang diterima sebagai arus kas operasi karena
termasuk laba atau rugi. Sebagai alternatif, bunga yang dibayarkan dan bunga
dan dividen yang diterima dapat diklasifikasikan sebagai arus kas pendanaan dan
arus kas investasi, karena merupakan biaya perolehan sumber daya keuangan atau
hasil investasi.
Dividen yang dibayarkan dapat
diklasifikasikan sebagai arus kas pendanaan karena merupakan biaya perolehan sumber
daya keuangan. Sebagai alternatif, dividen yang dibayarkan dapat
diklasifikasikan sebagai komponen arus kas dari aktivitas operasi karena
dividen dibayarkan dari arus kas operasi.
Banyak aktivitas investasi dan pendanaan
yang tidak mempunyai dampak langsung terhadap arus kas saat ini meskipun
mempengaruhi struktur aset dan modal entitas. Tidak dimasukkannya transaksi non
kas dalam laporan arus kas adalah konsisten dengan tujuan laporan arus kas
sebab transaksi tersebut tidak mempengaruhi arus kas dalam periode berjalan. Contoh
transaksi non kas adalah:
a)
Perolehan aset secara kredit
atau melalui sewa pembiayaan.
b)
Akuisisi suatu entitas
melalui emisi saham.
c)
Konversi utang menjadi
modal.
Entitas mengungkapkan komponen kas dan
setara kas dan menyajikan rekonsiliasi jumlah yang dilaporkan dalam laporan
arus kas dengan pos yang sama yang disajikan dalam neraca.
Entitas mengungkapkan, bersama dengan pendapat manajemen,
jumlah kas dan setara kas yang signifikan yang dimiliki entitas, namun tidak
dapat digunakan oleh entitas. Hal ini karena adanya pembatasan lalu lintas
devisa atau pembatasan hukum.
Entitas dengan neraca yang asetnya dikelompokkan menjadi
aset lancar dan aset tidak lancar, kewajibannya dikelompokkan menjadi kewajiban
jangka pendek dan jangka panjang (classified balance sheet) harus melaporkan
semua efek yang diperdagangkan sebagai aset lancar. Efek dalam kelompok
dimiliki hingga jatuh tempo dan efek dalam kelompok tersedia untuk dijual
disajikan sebagai aset lancar atau aset tidak lancar berdasarkan keputusan
manajemen. Khusus untuk efek utang dalam kelompok dimiliki hingga jatuh tempo
dan kelompok tersedia untuk dijual yang jatuh tempo pada tahun berikutnya harus
dikelompokkan sebagai aset lancar.
Dalam laporan arus kas, arus kas yang digunakan untuk
atau berasal dari pembelian, penjualan, dan jatuh tempo efek dalam kelompok
tersedia untuk dijual dan dimiliki hingga jatuh tempo harus diklasifikasikan
sebagai arus kas aktivitas investasi dan dilaporkan sebesar nilai bruto untuk
setiap kelompok efek di dalam laporan arus kas. Arus kas untuk atau dari
pembelian, penjualan, dan jatuh tempo efek dalam kelompok diperdagangkan harus
diklasifikasikan sebagai arus kas aktivitas operasi.
Beberapa joint venture meliputi
pengendalian bersama, dan seringkali kepemilikan bersama, oleh venturer atas
satu aset atau lebih yang dikontribusikan atau diperoleh untuk joint venture
serta didedikasikan untuk tujuan joint venture tersebut.
Sesuai dengan haknya atas pengendalian
bersama aset, venturer harus mengakui dalam laporan keuangannya:
(a)
Bagiannya atas pengendalian
bersama aset, yang diklasifikasikan sesuai dengan sifat dari aset tersebut;
(b)
Kewajiban yang terjadi;
(c)
Bagiannya atas kewajiban
yang timbul bersama dengan venturer lain dalam hubungannya dengan joint
venture;
(d)
Pendapatan dari penjualan
atau pemakaian atas bagian keluaran joint venture, bersama dengan
bagiannya atas beban yang terjadi;
(e)
Beban lain yang terjadi
terkait dengan bagiannya di joint venture.
Kerugian penurunan nilai terjadi
ketika nilai tercatat aset melebihi jumlah yang dapat diperoleh kembali. Bab
ini harus diterapkan dalam akuntansi untuk penurunan nilai semua aset, kecuali
aset yang muncul dari imbalan kerja. Penurunan nilai pinjaman yang diberikan
dan piutang dibentuk sebesar estimasi kerugian yang tidak dapat ditagih.
Penurunan nilai ditentukan dengan
memperhatikan antara lain pengalaman, prospek industri, prospek usaha, kondisi keuangan
dengan penekanan pada arus kas, kemampuan membayar debitor, dan agunan yang
dikuasai. Pemulihan nilai pinjaman yang diberikan dan piutang.
Entitas harus menilai pada setiap
tanggal pelaporan apakah persediaan turun nilainya. Entitas harus membuat penilaian
dengan membandingkan jumlah tercatat setiap jenis persediaan (atau kelompok
persediaan yang sama, dengan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan
menjual. Jika suatu jenis persediaan (atau kelompok jenis persediaan) turun
nilainya, maka entitas harus mengakui kerugian dalam laporan laba rugi atas
perbedaan antara jumlah tercatat dan harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan
dan menjual.
Jika tidak praktis untuk menentukan
harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual setiap jenis persediaan,
maka entitas diperkenankan mengelompokkan jenis persediaan dalam lini produk
yang sama tujuan dan pemakaiannya serta diproduksi dan dipasarkan dalam area geografis
yang sama untuk tujuan menguji penurunan nilai.
Entitas harus membuat penilaian baru
atas harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual dalam setiap
periode berikutnya. Jika situasi di periode sebelumnya yang menyebabkan
persediaan turun nilainya tidak ada lagi atau adanya bukti nyata kenaikan dari
harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual karena perubahan
kondisi ekonomi, maka entitas harus memulihkan jumlah penurunan nilai sebelumnya
(pemulihan dibatasi sebesar jumlah awal kerugian penurunan nilai) sehingga
jumlah tercatat baru adalah nilai yang lebih rendah antara harga perolehan dan
harga jual dikurangi biaya untuk menyelesaikan dan menjual yang telah direvisi.
Entitas harus menilai pada setiap
tanggal pelaporan apakah terdapat indikasi bahwa ada aset yang turun nilainya. Jika
indikasi tersebut ada, entitas harus mengestimasi nilai wajar dikurangi dengan
biaya untuk menjual aset tersebut. Jika tidak terdapat indikasi penurunan
nilai, tidak diperlukan untuk mengestimasi nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual. Bab ini menggunakan istilah “aset secara individu” tapi dalam situasi tertentu
nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual harus diestimasi untuk kelompok aset.
Dalam menilai apakah terdapat indikasi
bahwa asset kemungkinan diturunkan nilainya, entitas harus memperhitungkan
setidaknya indikasi-indikasi berikut:
Sumber informasi eksternal:
a.
Selama periode tertentu,
nilai pasar aset menurun secara signifikan lebih dari yang diekspektasikan
akibat berlalunya waktu atau penggunaan normal.
b.
Terjadi perubahan yang
signifikan dengan pengaruh negatif dalam periode tertentu atau dalam waktu
dekat dalam bidang lingkungan teknologi, pasar, ekonomi atau hukum dimana
entitas beroperasi atau dalam pasar di mana aset tersebut diperuntukkan.
c.
Tingkat suku bunga pasar
atau tingkat kembalian investasi pasar mengalami kenaikan selama periode
berjalan, dan kenaikan tersebut akan berpengaruh secara material terhadap tingkat
diskonto untuk menghitung nilai aset dan menurunkan nilai wajar aset dikurangi
biaya untuk menjual.
d.
Jumlah tercatat dari aset
bersih entitas lebih besar dibandingkan kapitalisasi pasarnya.
Sumber
informasi internal:
e.
Tersedianya bukti
keusangan atau kerusakan fisik dari aset.
f.
Terjadi perubahan yang
signifikan dengan pengaruh negatif pada periode tertentu atau dalam waktu dekat
atas cara dan bagaimana aset digunakan atau diharapkan akan digunakan.
Perubahan ini termasuk aset yang tidak digunakan, pabrik yang berhenti
beroperasi atau restrukturisasi operasional dimana aset tersebut berlokasi, rencana
untuk melepaskan aset sebelum tanggal yang diharapkan sebelumnya, dan penilaian
ulang umur aset menjadi terbatas dari tidak terbatas.
g.
Tersedianya bukti dari
pelaporan internal yang mengindikasikan bahwa kinerja ekonomis dari aset atau akan
memburuk dari yang diharapkan. Dalam konteks kinerja ekonomis ini termasuk
hasil operasi dan arus kas. 22.9 Jika terdapat indikasi bahwa aset kemungkinan
turun nilainya, secara otomatis juga mengindikasikan bahwa entitas harus
menelaah ulang sisa umur manfaat aset atau metode penyusutan (amortisasi) untuk
aset dan penyesuiannya sesuai dengan Bab yang berlaku untuk aset tersebut
(misalnya Bab 15 Aset Tetap, dan Bab 16 Aset Tidak Berwujud),
bahkan jika tidak ada kerugian penurunan nilai yang diakui untuk asset tersebut.
Nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual adalah jumlah yang bisa diperoleh dari penjualan sebuah atau kelompok aset
antara pihak-pihak yang paham dan berkeinginan melakukan transaksi dengan
wajar, dikurangi dengan biaya penghentian aset tersebut.
Jika entitas tidak dapat mengestimasi
nilai wajar aset tunggal, maka entitas harus mengukur nilai wajar dikurangi biaya
untuk menjual untuk kelompok aset. Untuk tujuan ini, nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual harus diestimasi untuk kelompok aset paling kecil yang bisa
diidentifikasi:
(a)
Termasuk aset yang
terindikasi penurunan nilai dan
(b)
Memiliki nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual yang dapat diestimasi.
Entitas harus menentukan nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual berdasarkan hirarki keandalan bukti sebagai berikut:
(a)
Harga dalam suatu
perjanjian yang mengikat dalam transaksi antara pihak-pihak yang paham dan
berkeinginan melakukan transaksi dengan wajar, disesuaikan untuk biaya tambahan
yang dapat diatribusikan secara langsung dengan pelepasan aset.
(b)
Jika tidak terdapat
perjanjian penjualan yang mengikat tetapi aset diperdagangkan dalam pasar
aktif, maka nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual adalah harga pasar aset
dikurangi dengan biaya pelepasan biasanya berdasarkan harga penawaran kini (current
bid price).
(c)
Jika harga harga penawaran
kini tidak tersedia, maka harga transaksi terkini bisa menjadi dasar untuk mengestimasi
nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
(d)
Jika tidak terdapat
perjanjian penjualan yang mengikat atau pasar aktif untuk suatu aset, maka
nilai wajar dikurangi biaya menjual didasarkan pada informasi terbaik yang tersedia
untuk merefleksikan jumlah yang bisa diperoleh entitas, pada akhir periode
pelaporan, dari pelepasan aset pada transaksi antara pihak-pihak yang paham dan
berkeinginan melakukan transaksi dengan wajar setelah dikurangi biaya
pelepasan. Dalam menentukan jumlah ini, entitas mempertimbangkan hasil dari
transaksi paling kini untuk aset yang sejenis dalam industri yang sama. Nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual tidak merefleksikan penjualan yang dipaksakan,
kecuali manajemen dipaksa untuk menjual secepatnya.
Jika nilai wajar dikurangi biaya untuk
menjual sebuah aset (atau kelompok aset) kurang dari jumlah tercatatnya, maka
entitas harus menurunkan jumlah tercatat aset tersebut pada nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual. Penurunan ini diakui sebagai rugi penurunan
nilai. Entitas harus mengakui segera kerugian penurunan nilai dalam laporan
laba rugi.
Jika jumlah estimasi kerugian
penurunan nilai aset lebih besar dari jumlah tercatat aset, maka entitas harus mengakui
kewajiban hanya jika hal tersebut disyaratkan oleh SAK ETAP (lihat terutama Bab
18 Kewajiban Diestimasi dan Kontijensi).
Setelah kerugian penurunan nilai
diakui, beban penyusutan (amortisasi) aset untuk periode mendatang harus disesuaikan
untuk mengalokasikan jumlah tercatat aset yang telah direvisi dikurangi dengan
nilai residunya (jika ada) secara sistematis selama sisa umur manfaat aset.
Pada setiap tanggal pelaporan, entitas
harus menilai apakah terdapat indikasi bahwa kerugian penurunan nilai yang telah
diakui pada periode sebelumnya untuk aset masih ada atau berkurang. Jika
terdapat indikasi tersebut, maka entitas harus mengestimasi nilai wajar
dikurangi biaya untuk menjual aset tersebut.
Jika estimasi nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual melebihi jumlah tercatat aset, maka entitas harus menaikkan
jumlah tercatat aset tersebut ke nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual,
tergantung dengan pembatasan. Kenaikan tersebut adalah pemulihan kerugian
penurunan nilai.
Kenaikan jumlah tercatat aset yang
dapat diatribusikan pada pemulihan kerugian penurunan nilai aset tidak boleh
melebihi jumlah tercatat yang telah ditentukan (nilai bersih dari amortisasi
atau penyusutan) tanpa kerugian penurunan nilai yang diakui pada periode lalu. Entitas
harus mengakui segera pemulihan kerugian penurunan nilai dalam laporan laba
rugi.
Setelah pemulihan kerugian penurunan
nilai diakui, beban penyusutan (amortisasi) aset untuk periode mendatang harus
disesuaikan untuk mengalokasikan jumlah tercatat asset yang telah direvisi,
dikurangi nilai residu (jika ada), secara sistematis selama sisa umur manfaat
aset.
Entitas harus mengungkapkan untuk
masing-masing kelompok aset, sebagai berikut:
(a) Jumlah kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laporan laba
rugi selama periode dan pos dalam laporan laba rugi dimana kerugian penurunan
nilai tersebut termasuk di dalamnya.
(b)
Jumlah dari pemulihan
kerugian penurunan nilai yang diakui dalam laporan laba rugi selama periode dan
pos dalam laporan laba rugi dimana kerugian penurunan nilai tersebut dipulihkan.
Entitas harus mengungkapkan informasi
yang disyaratkan untuk setiap kelompok aset berikut:
(a)
Pinjaman yang diberikan
dan piutang;
(b)
Persediaan;
(c)
Aset tetap;
(d)
Properti investasi;
(e)
Aset tidak berwujud;
(f)
Investasi pada entitas
asosiasi;
(g) Investasi pada joint venture.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Aset lancar (current assets) merupakan aktiva yang diharapkan
akan dapat dikonversi menjadi kas, dijual atau dikonsumsi dalam satu tahun atau
dalam satu siklus operasi, tergantung mana yang lebih panjang penggunaannya.
Aset lancar disajikan dalam neraca (SAK ETAP) atau laporan posisi keuangan (IFRS) menurut urutan
likuiditasnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Abd, Achmad Ridwan. 2011. Perlakuan Akuntasi Aset Biologis PT Perkebunan Nusantara XIV Makassar
(Persero). Makasar: Universitas Hasanuddin.
Anggraeningtyas,
Delvi M.D. 2013. Implementasi International
Accounting Standards IAS 41 Tentang Biological Asset Pada PT. Perkebunan Nusantara IX (Persero)
Kebun Getas. Skripsi.
Universitas Negeri Yogyakarta.
Greuning, Hennie Van. 2005. International Financial
Reporting Standards: A Practical Guide. Jakarta: Salemba 4.
Hiliyana.
2014. Analisis Pengendalian Piutang
Dagang Terhadap Efektivitas Arus Kas Pada CV.Union Motor (Online). Jurnal. http://eprints.mdp.ac.id/ diakses 26
Oktober 2016.
Henderson, Scott, Graham Person, Kathy Herbohn. 2008. Issues
in Financial Accounting. Australia. Pearson Education Australia.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi
Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi
Keuangan Entitas tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta: Dewan Standar
Akuntansi Keuangan.
Kieso, dkk 2009, Akuntansi Intermediate Jilid Satu, Edisi
Kedua Belas, Erlangga, Jakarta.
Kirana,
Putra. 2013. Perlakuan Akuntansi Aset
Tetap Berdasarkan PSAK No.16 Pada PT. Graphika Beton (Online). Jurnal. http://jurnal.umrah.ac.id/ diakses 26
Oktober 2016.
Octaviani,
Mulinda. 2013. Tinjauan atas Metode
Pencatatan dan Penilaian Persediaan Barang Pada Direktorat Aerostructure PT.
Dirgantara Indonesia (Persero) (Online). Jurnal. http://repository.widyatama.ac.id/ diakses 26
Oktober 2016.
Pulumbara,
DC. 2014. Analisis
Penerapan PSAK 50: Penyajian dan PSAK 55: Pengakuan dan Pengukuran atas
Cadangan Kerugian Penurunan Nilai Pada PT. Bank Central Asia (Persero) Tbk
(Online). Jurnal. http://ejournal.unsrat.ac.id/
diakses 26 Oktober 2016.
Rahmadi, Willyan. 2012. Analisis Accounting Process Aktiva Biologis Tanaman Kopi Dalam Memenuhi
Kewajaran Laporan Keuangan Menurut IAS 41 Pada PT.Margosuko. Skripsi. Malang:
Universitas Negeri Malang.
Sumendap, Priscilia C. 2015. Evaluasi Penerapan ‘Sak ETAP’ Pada PT.
Bank Perkreditan Rakyat Cipta Cemerlang Indonesia. Jurnal Berkala
Ilmiah Efisiensi Volume 15 No. 04 Tahun 2015.
Suwardjono. (2008). Teori Akuntansi. Edisi
Ketiga. Yogyakarta: BPFE.
Suwartoyo dan Bambang Kussriyanto. 1983. Teknik Manajemen Keuangan,
Pustaka Binaman Pressindo.
No comments:
Post a Comment