Sunday, November 27, 2016

ANALISIS TERHADAP AKTIVITAS INVESTASI

1. Pengantar
Aset merupakan manfaat ekonomi yang diperoleh oleh seseorang atau suatu perusahaan yang dapat digunakan masa mendatang dan merupakan hasil dari kejadian atau transaksi di masa lalu. Aset memiliki sifat sebagai manfaat ekonomi (economic benefits) dan bukan sebagai sumber ekonomi (economic resources). Hal ini dikarenakan manfaat ekonomi tidak membatasi bentuk ataupun jenis dari sumber ekonomi yang dapat dikategorikan sebagai aset.

Aset dapat dibagi dalam dua jenis yaitu tangible ( berwujud) dan intangible( tidak berwujud). Aset berwujud yaitu asset yang terlihat fisik aslinya dan asset yang nilainya sesuai dengan wujudnya misalnya bangunan, mesin yang harganya sesuai dengan ongkos pembuatannya (walaupun tanah tidak ada ongkos pembuatannya namun tanah termasuk asset berwujud). Aset tidak berwujud yaitu asset yang tidak terlihat fisik aslinya dan aset yang nilainya tidak sebanding dengan wujud fisiknya misalnya surat berharga saham yang wujud fisiknya hanya secarik kertas yang ongkos pembuatannya relatif murah dan tidak sama dengan nilai atau harga jika secarik kertas tersebut kita jual.  

2. Pengenalan Aset Lancar
Aset lancar  merupakan sumberdaya atau klaim atas sumberdaya yang langsung dapat diubah menjadi kas. Aset lancar adalah adalah aset yang diharapkan akan dijual, ditagih atau digunakan selama satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana yang akan menjadi lebih panjang.

Selisish antara asset lancar dengan kewajiban  lancar disebut modal kerja. Perusahaan memerlukan modal kerja untuk beroperasi dengan efektif, namun modal kerja mahal karena akan menggunakan investasi yang paling mnguntungkan. Banyak perusahaan berusaha meningkatkan profitabilitas dan arus kasnya dengan mengurangi investasi pada asset lancar melalui metode seperti pengelolaan penjaminan kredit dan penagihan yang efektif, serta persediaan tepat waktu. Perusahaan lain berusaha untuk mendanai asset lancara mereka dengan kewajiban lancar, seperti utang dagang, sebagai usaha mengurangi modal kerja.

2.1 Kas dan setara kas.
Kas merupakan asset yang paling liquid, mencangkup mata uang, deposito dana, money orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar, investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat bunga minimal.

Kosep likuidasi penting dalam analisis laporan keuangan. Likuiditas berarti jumlah kas atau setra kas yang dimiliki perusahaan dengan jumlah kas yang dapat diperoleh dalam waktu singkat. Jumlah asset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat beragam. Umumnya perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas yang lebih tinggi untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap perubahan yang cepat pada lingkungan yang kompetitif.

Selain memeriksa jumlah aset likuid untuk perusahaan, analisis juga harus mempertimbangkan hal berikut.
  1. Sejauh mana setara kas diinvestasikan pada efek ekuitas
  2. Kas dan setara kas sering kali dibutuhkan sebagai saldo kompensasi untuk mendukung suatu perjanjian pinjaman atau sebagai penjamin hutang.

2.2 Piutang
Piutang merupakan nilai jatuh tempo yang berasal dari penjualan barang atau jasa atau dari pemberian pinjaman uang. piutang usaha mengacu pada janji lisan untuk membayar yang perasal dari penjualan produk dan jas asecara kredit. Wesel tagih mengacu pada janji tertulis untuk membayar. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar jika diharapkan akan direalisasi atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih panjang.

2.2.1  Penilaian Piutang
Analisis piutang sangat penting karena dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba yang saling terkait. Realitanya banyak perusahaan yang tidak mampu menagih semua piutangnya. Kerugian piutang dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset lancar serta laba bersih sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah pengalaman masa lalu kurang bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin kita gagal mencerminkan kondisi terkini.

2.2.2  Analis Piutang
Kita harus waspada terhadap insentif manajemen dan auditor dalam melaporkan laba dan asset. Dengan memperhatika hal tersebut, terdapat dua pertanyaan penting dalam analisis piutang.

Resiko kolektabilitas. Manajemen sering kali lebih mementingkan pengalaman masa lalu karena kondisi ekonomi sulit diprediksi. Analisis harus mempertimbangkan bahwa meskipun pendekatan dengan rumus untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih sangat mudah dan praktis, penghitungan ini mencerminkan penilaian mekanik yang menghasilkan kesalahan. Informasi yang berguna harus diperolaeh dari sumber atau perusahaan lain. alat analisis untuk memeriksa kolektabilitas mencangkup:
  1. Memebandingkan presentase piutang terhadap penjualan perusahaan pesaing dengan perusahaan yang sedang dianalisis. 
  2. Memerikasa konsentrasi pelanggan - resiko meningkat jika piutang terkosentrasi pada satu atau sedikit pelanggan.
  3. Menghitung menyelidiki tren periode rata-rata kolektabilitas piutang disbanding dengan syarat kredit pelanggan untuk industry yang bersangkutan.
  4. Menentukan bagian piutang yang merupakan pengalihan dari piutang atau wesel tagih masa lalu.
Analisis posisis keuangan terkini  dan kemampuan perusahaan memenuhi utang lancar yag tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui pentingnya siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi dapat menghasilkan piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa tahun dapat dilaporkan sebagai asset lancar. Analisis aset lancar dan kaitanya dengan kewajiban lancer harus diakui  dan disesuaikan dengan risiko waktu ini.

Keaslian piutang. Pemahaman mengenai praktik industry dan sumber informasi tambahan digunakan untuk menambah keyakinan. Pelanggan pada industry tertentu mengembaikan hak untuk mengembakikan barang. Analisis harus mempertimbangkan hak pengembalian  tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat menurunkan kualitas piutang.

Skuritas piutang. Salah satu masalah analisis penting adalah saat perusahaan menjual semua atau again piutanganya pada pihak ketiga yang disebut anjak piutang atau skuritisasi, piutang dapat dijual dengan ataupun tanpa recourse pada pembeli jaminan kolektabilitas.

Skuritas piutang sering kali dilakukan dengan menciptakan entitas bertujuan kusus seperti perwalian pembelian piutang dari perusahaan dan mendanai pembelian ini melalui penjualan obligasi ke pasar.

Piutang usaha disajikan sebesar jumlah neto setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tidak tertagih, yang diestimasi berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo piutang. Piutang dihapuskan pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.

Terdiri dari piutang usaha: pihak ketiga dan pihak hubungan istimewa, piutang lainnya yang terdiri dari pihak ketiga dan pihak hubungan istimewa.

Analisis umur piutang :
Lancar                               Rp374,413
Jatuh tempo:                      
1 - 30 hari                           46,975
31 - 60 hari                           2,471
61 - 90 hari                           1,833 
> 90 hari                               4,339
Jumlah                                430,031
Dikurangi:
Penyisihan piutang                 (554)
tidak tertagih
Bersih                                 429,477

Mutasi penyisihan piutang tidak tertagih adalah sebagai
berikut:
Saldo pada awal tahun            8,752
Penambahan penyisihan         6,405
tahun berjalan
Penghapusan                        (14,603)
Saldo pada akhir tahun              554

Berdasarkan hasil penelaahan terhadap keadaan akun piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun, manajemen berkeyakinan bahwa penyisihan piutang tidak tertagih tersebut cukup untuk menutup kemungkinan kerugian atas tidak tertagihnya piutang usaha di kemudian hari.
  
3. Beban Dibayar Dimuka
Beban dibayar dimuka merupakan  pembayaran dimuka atas barang atau jasa yang belum diterima. Beban dibayar dimuka digolongkan ke dalam asset karena mencerminkan jasa yang diberikan jika tidak afa membutuhkan penggunaan asset lancer lain.

4. Persediaan
4.1 Akuntansi Dan Penilaian Persediaan
Persediaan merupakan barang yang dijual dalam aktivitas operasi normal perusahaan. Pentingnya metode akumulasi biaya dalam penilaian persediaan disebabakan oleh dampaknya pada laba bersih dan penilaian asset. Metode persediaan digunakan untukm mengalokasikan biaya barag tersedia untuk dijual pada harga pokok penjualan atau persediaan akhir.

Persamaan persediaan dapat digunakan untuk memahami arus persediaan. Untuk perusahaan: persediaan awal + pembelian bersih – harga pokok penjualan = persediaan akhir. Persamaan ini menekankan arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternative dapat dinyatakan pada grafik sebelah kiri.

Biaya persediaan awalnya dicatat pada neraca. Saat persediaan terjual, biaya ini dipindahkan dari nerca dan mengalir pada laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan. Biaya tidak dapat berada pada dua tempat yang sama pada waktu bersamaan, melainkan dapat dicatat pada neraca sebagai beban masa depan, atau diakui saat ini pada lapiran laba rugi profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan  penjualan.

Konsep penting akuntansi persediaa adalah arus biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh pada periede terjualnya, maka HPP akan sama dengan biaya pembelian barang. Namun jika persediaan tersedia pada akhir periade akuntansi, penting untuk menentukan persediaan mana yang telah terjual dan iaya mana yang tersdia pada neraca.

4.2  Arus biaya persediaan
Untuk memberikan ilustrasi asumsi arus biaya yang tersedia, misalanya catatan persediaan suatu persahaan sebgai berikut:

Persediaan tanggal 1 januari, 2009                           40 unit@$500 $20.000
Persediaan dibeli sepanjang tahun                            60 unit@$600 $36.000         
Harga pokok barang tersedia untuk dijual                 100 unit           $56.000

Selanjutnya, jika sepanjang tahun terjual 30 unit seharga $800 dan menghasilkan pendapatan penjualan sebesar $24.000. GAAP memeberikan  tiga pilihan bagi perusahaan untuk menentukan biaya mana yang akan dikaitkan dengan poen jualan:

First- in, firs-out (FIFO). Metode ini mengansumsikan bahwa yang dibeli pertama merupakan yang pertama dijual. Berikut adalah laba kotor perusahaan jika menggnakan FIFO:

Penjualan                                  $24.000
HPP (30@$500)                       $15.000
Laba  kotor                               $  9.000

Oleh karena biaya persediaan sebesar $15.000 telah dipindahkan dari neraca, biaya persediaan yang dilaporkan pada neraca akhir periode adalah $41.000.

Last-in, first-out (LIFO), metode inim mengansumsikan bahwa yang dibeli terakhir merupaka yang pertama dijual. Sehingga laba kotornya adalah sebgai berikut:
Penjualan                                                                                $24.000
Harga pokok penjualan (30@$600)                                        $18.000
Laba kotor                                                                               $  6.000

Oleh karena biaya persdiaan sebesar $18.000 telah dipindahkan dari neraca dan tercemin pada HPP, biaya yang tersisa pada neraca sebesar $38.000 dilaporkan sebgai persediaan.

Average cost (Biaya persediaan rata-rata). Unit dijual tanoa memperhatikan uutan pembeliannya dan menghitung HPP serta persediaan akhir seagai rata-rata tertimbang sedrrhana sebgai berikut:
Penjualan                                                          $24.000
HPP (30@$560)                                               $16.800
Laba kotor                                                        $  7.200

HPP dihitung dengan menggunakan rat-rata tertimbang dari biaya barang tersedia untuk dijual total dibagi dengan jumlah unit yang tersedia untuk dijual ($56.000/100=$560). Persediaan akhir dilaporkan pada neraca adalah $39.200.

5. Analisis Persediaan
Dampak Biaya Persediaan Terhadap Profitabilitas
Ringkasan hasil perhitungan dengan tiga alternative metode diatas adalah :
Metode
Persediaan awal
pembelian
Persediaan akhir
Harga pokok penjualan
FIFO
$20.000
$36.000
$42.000
$15.000
LIFO
$20.000
$36.000
$38.000
$18.000
Average Cost
$20.000
$36.000
$30.200
$16.800
  
laporan laba rugi berdasarkan ketiga metode berikut adalah:
            Metode
Penjualan
Harga pokok penjualan
Laba kotor
FIFO
$24.000
$15.000
$9.000
LIFO
$24.000
$18.000
$6.000
Average Cost
$24.000
$16.800
$7.200

Kesimpulan: laba kotor dapat dipengaruhi oleh pilihan metode penghitungan biaya perusahaan.

Pada periode dimana harga meningkat, FIFO memberikan laba kotor yang lebih tinggi disbanding LIFO karena biaya persediaan yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar terkini. Hal ini sering dinyatakan segai keuntungan fiktif FIFO karena laba kotor sebenarnya  merupakan penjumlahan dari laba ekonomi dan laba kepemilikan.

Laba ekonomi sesuai dengan jumlah yang terjual dikalikan dengan selisish antar harga juala dsan biaya penggantian persdiaan seperti dibawah ini:
Laba ekonomi = 30 unit X ($800-$600) = $6.000

Laa kepemilikan merupakan  kenaikan biaya penggantian karena persediaan telah diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikalikan dengan selisish biaya penggntian terkini dengan biaya perolehan awal, seperti dibawah ini:
Laba kepemilikan = 30 unit x ($600-$500) = $3.000

Dari laba kotor sebesar $9.000, sebesar $3.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang diperoleh perusahaandari oembelian persdiaan masa lalu.

Laba kepemilikan merupakan fungsi dari perpuratan persediaan – berapa lama persediaan tersimpan- dan tingkat inflasi. Salah satu masalah serius adalah bahwa keuntungan ini telah hilang selama beberapa decade terakhir karena inflasi yang lebih rendah dan pengawasan manajemen atas kuantitas persediaan melalui proses manufaktur yang lebih baik, serta pengendalis persdiaan yang lebih baik.pada negara yang tingkat inflasinya lebih tinggi disbanding Amerika Serikat, keuntungan kepemilikan FIFO masih menjadi masalah.

5.1 Dampak Biaya Persedian Terhadap Neraca
Pada periode harga meningkat, dan dengan asumsi persediaan belum melikuidasi laporan persediaan lamanya, LIFO melaporkan persediaan akhitr pada harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya penggantian. Sehingga, neraca perusahan yang menggunakan LIFO, tidak secara akurat mencerminkan investasi lancaryang dimiliki perusahaan dalam persediaan.

5.2  Dampak Biaya Persediaan Terhadap Arus Kas
Peningkatan laba ktor dengan metod FIFO juga menyebabkan laba sebelum pajak yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan utang pajak yang lebih tinggi. Pada periode ini di mana harga meningkat, perusahaan dapat terjebak pada penguranagan arus kas karena membeyar pajak yang lebih tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjuala pada biaya penggantianyang lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian awal.

Salah satu alasan digunakannya LIFO adalah pengurangan kewajiban pajak pada periode harga meningkat. Namun IRS mengharuskan bahwa perushaan yang menggunakan LIFO untuk tujuan pajak harus menggunakan metode ini untuk laporan keuangan. Ini merupakan aturan ketaan LIFO (LIFO conformity rule).

Perusahaan yang menggunakan biaya persediaan LIFO diharuskan untuk mengungkapkan jumlah yang akan dilaporkan jika perusahaan menggunakan metode FIFO. Selisish anatar kdua metode ini dinamankan cadangan LIFO. Hal ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah yang akan memengaruhi arus kas kumulatif maupun periode berjalan karena penggunaan LIFO.

5.3  Masalah Penilaian Persediaan Lainnya
Likuidasi LIFO. Perusahaan diwajibkan mencatat setiap tingkat biaya sebagai kelompok npersediaan terpisah. Untuk biaya persediaan LIFO, persediaan akhir diloaporkan pada biaya pembelian terdahilu yang dapat lebih rendah atau lebih tinggi secara signifikandari buaya saat ini. Pada periode harga meningkat pengurangan  kuantitas masalah disebut sebagai likuidasi LIFO menghasilkan peningkqatan pada laba kotor seperti penggunaan pada biaya persediaan FIFObegitu juga sebaliknya. Dampak likuidasi LIFO dapat dilihat pada catatan kaki persediaan laporan tahunan. Perusahaan mengindikasikan bahwa pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan penjualan barang yang dicatat dengan biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya sekarang. Seorang anslisi LIFO harus hati-hati terhadap dampak likuidasi LIFO pada profitabilitas.

Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari LIFO ke FIFO. Metode LIFO merupakan metide yang diharapkan oleh penganalisis, karena laporan laba rugi tidak membutuhkan penyesuaian besar disebabakan harga pokok penjualan telah mendekati biaya terkini. Namun metode ini menyebabkan persediaan neraca tidak mencerminkan harga saat ini-sering kali dinyatakan lebih rendah. Hal ini dapat mengurangi kegunaan berbagai pengukuran seperti rasio lancar atau rasio perputaran persediaan. Hal ini menyebabakan kemampuan perusahaan dalam memebayar utang terlalau rendah, perputara persediaan terlalau tinggi. Untuk mengatasinya, dapat menggunakan teknik analisis untuk menyesuaikan LIFO agar lebih mendekati situasi performa dengan mengasumsikan FIFO.

Penyesuaian neraca dimungkinkan jika perusahaan mengungkapakan selisish lebih biaya kini atas persediaan yang dihitung dengan LIFO, atau cadanagn LIFO. Maka diperlukan tiga penyesuain berikut: 
1.                  Persediaan = persediaan yang dilaporkan berdasarkan LIFO + cadangan LIFO
2.                  Pertambahan kewajiban pajak tengguhan sebesar: (cadangan LIFO X tariff pajak)
3.                  Saldo laba = saldo laba yang dilaporkan +[cadangan LIFO x (1-tarif pajak)

Umunnya saat harga meningkat, laba LIFO lebih kecil pada laba FIFO. Namun, dampak bersih dari penyajian kembali pada tahun manapun tegantung oada dampak kombinasi dari perubahan persediaan awal dan akhir serta factor lain termasuk likuidasi lapisan LIFO.

Penyajian Kembali (Restatement) Analisis Dari FIFO ke LIFO.  Penyesuaian ini membutuhkan asumsi penting sehingga bisa menimbulkan kesalahan. Laba LIFO mencakup laba kepemilikan atas persediaan awal. Terdapat manfaat untuk menghitung persediaan awal (PAFIFO) x tingkat inflasi untuk lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan:

HPPLIFO  = HPPFIFO + (PAFIFO x r), dengan r sebagai tingkat inflasi.

Perhatikan bahwa r, bukan m,erupakan tingkat inflasi umum seperti IHK atau IHP. Indeks ini merupakan inflasi yang terkait dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan. Jika perusahaan memiliki beberapa lini produk, indeks prodeuksinya harus diestimasi secara terpisah. Jika r bukan buka tungkat inflasi pada umumnya seperti CPI tau IHP, dan dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan. Dalam hal ini perusahaan mempunyai berapa lini produk, secara teori, tiap lini tersebutharus diestimasi secara terpisah.

Estimasi r dapat menggunakan angka yang dikeluarkan opelh departemen perdagangan untuk industriu kusus perusahaan. Selain itu jika perusahaan menjalankan usaha erdasarkan komuditas dapat digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya biaya persediaan lain berubah secara proporsional terhadap bahan bakunya. Analisis juga dapat menggunakan tingkat inflsi perusahaan pesaing. Jika perusahaan dengan lini produk serupa menggunakan biaya persediaan LIFO, tingkat inflasi dapat diestimasi sebesar peningkatan cadangan LIFO : persediaan perusahaan pesaing erdasarkan FIFO pada akhir periode lalu sebagai berikut :

R =       perubahan cadangan LIFO
      Persediaan FIFO dari akhir periode lalu  

5.4  Biaya Persediaan Perusahaan Manufaktur Dan Dampak Peningkatan Produksi
Biaya manufaktur terdiri atas tiga komponen:
1.                Bahan baku atau bahan mentah – biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk membuat produk.
2.                  Tenaga kerja – biaya tenaga langsng yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk jadi.
3.                  Overhead – biaya tidak langsung pada prises manufaktur.

Overhead sering kali merupakan komponen biaya produk terbesar dan paling sulit diukur untuk tingkat produksi. Total overhead harus dialokasikan pada seluruh hasil produksi. Analisi biaya ini harus waspada bahwa alokasi biaya overheadbukan merupakan ilmu pasti dan sangat tergantung pada asumsi yang digunakan. Jika peningkatan pada tingkat produksi menyebabkan persediaan akhir meningkat, lebih banyak viaya overhead yang tinggal dineraca dan profitabilitas meningkat. Kemudian saat kuantitas persediaan menurun, laporan laba rugi tidak hanya terbebano niaya overhead periode berjalan tetapi juga biaya overhead perode sebelumnya yang berasal dari persediaan tahun berjalan, karenanaya laba menjadi turun. Oleh karena itu analisi harus waspada terhadap dampak perubahan tingkat prduksi terhadap laba yang dilaporkan.

Biaya perolehan atau nilai pasar, mana yang lebih rendah
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum atau valuasi adalah menilai pada biaya perolehan atau nilai pasar, dinilai dari mana yang lebih rendah (lower of cost or market- LOCOM). Nilai atau harga pasar (market) dijabarkan sebagai biaya penggantian terkini melalui pembelian atau reproduksi. Meskipun begitu, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai realisasi bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah dikurangi margin keuntungan normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih, mencerminkan biaya oenyelesaian dan penyerahan yang terkait dengan penjualan barang. Batas bawah memastikan bahwa jika nilai persediaan  diturunkan dari biaya perolehan awal menjadi nilai pasar, angka penurunan yang terjadi telah mencakuo realisasi laba kotor normal atas penjualan ayng akan dilakukan.


Biaya (cost) merpakan biaya perolehan persediaan. Biaya ini dihitung dengan salah satu dari metode biaya persediaan. Misalnya, FIFO, LIFO, atau Biaya Rata-rata. Analisis persediaan kita harus memperhatikan dampak aturan LOCOM. Saat harga meningkat, aturan ini cenderung menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan pilihan metode biaya persediaan. Hal ini akan menekan rasio lancar. Dalam praktik, beberapa perusahaan dengan sukarela mengungkapkan biaya persediaan terkini, biasanya pada catatan.

No comments: