1.
Pengantar
Aset merupakan manfaat
ekonomi yang diperoleh oleh seseorang atau suatu perusahaan yang dapat
digunakan masa mendatang dan merupakan hasil dari kejadian atau transaksi di
masa lalu. Aset memiliki sifat sebagai manfaat ekonomi (economic benefits) dan
bukan sebagai sumber ekonomi (economic resources). Hal ini dikarenakan
manfaat ekonomi tidak membatasi bentuk ataupun jenis dari sumber ekonomi yang
dapat dikategorikan sebagai aset.
Aset dapat dibagi dalam dua jenis yaitu
tangible ( berwujud) dan intangible( tidak berwujud). Aset berwujud yaitu
asset yang terlihat fisik aslinya dan asset yang nilainya sesuai dengan
wujudnya misalnya bangunan, mesin yang harganya sesuai dengan ongkos
pembuatannya (walaupun tanah tidak ada ongkos pembuatannya namun tanah termasuk
asset berwujud). Aset tidak berwujud yaitu asset yang tidak terlihat fisik
aslinya dan aset yang nilainya tidak sebanding dengan wujud fisiknya misalnya
surat berharga saham yang wujud fisiknya hanya secarik kertas yang ongkos
pembuatannya relatif murah dan tidak sama dengan nilai atau harga jika secarik
kertas tersebut kita jual.
2.
Pengenalan Aset Lancar
Aset lancar
merupakan sumberdaya atau klaim atas sumberdaya yang langsung dapat
diubah menjadi kas. Aset lancar adalah adalah aset yang diharapkan akan
dijual, ditagih atau digunakan selama satu tahun atau satu siklus operasi,
tergantung dari mana yang akan menjadi lebih panjang.
Selisish antara asset lancar dengan
kewajiban lancar disebut modal kerja.
Perusahaan memerlukan modal kerja untuk beroperasi dengan efektif, namun modal
kerja mahal karena akan menggunakan investasi yang paling mnguntungkan. Banyak
perusahaan berusaha meningkatkan profitabilitas dan arus kasnya dengan
mengurangi investasi pada asset lancar melalui metode seperti pengelolaan
penjaminan kredit dan penagihan yang efektif, serta persediaan tepat waktu.
Perusahaan lain berusaha untuk mendanai asset lancara mereka dengan kewajiban
lancar, seperti utang dagang, sebagai usaha mengurangi modal kerja.
2.1
Kas dan setara kas.
Kas merupakan asset yang paling liquid,
mencangkup mata uang, deposito dana, money
orders dan cek. Sedangkan setara kas tergolong asset yang sangat lancar,
investasi jangka pendek yang siap dikonversi menjadi kas, dan hampir jatuh
tempo sehingga risiko perubahanj harga yang disebabakan pergerakan tingkat
bunga minimal.
Kosep likuidasi penting dalam analisis
laporan keuangan. Likuiditas berarti jumlah kas atau setra kas yang dimiliki
perusahaan dengan jumlah kas yang dapat diperoleh dalam waktu singkat. Jumlah
asset likuid yang dilaporkan perusahaan pada neraca sangat beragam. Umumnya
perusahaan dalam industry yang dinamis membutuhkan likuiditas yang lebih tinggi
untuk memanfaatkan kesempatan atau untuk bereaksi terhadap perubahan yang cepat
pada lingkungan yang kompetitif.
Selain memeriksa jumlah aset likuid untuk
perusahaan, analisis juga harus mempertimbangkan hal berikut.
- Sejauh mana setara kas diinvestasikan
pada efek ekuitas
- Kas dan setara kas sering kali
dibutuhkan sebagai saldo kompensasi untuk mendukung suatu perjanjian
pinjaman atau sebagai penjamin hutang.
2.2
Piutang
Piutang merupakan nilai jatuh tempo yang
berasal dari penjualan barang atau jasa atau dari pemberian pinjaman uang.
piutang usaha mengacu pada janji lisan untuk membayar yang perasal dari
penjualan produk dan jas asecara kredit. Wesel tagih mengacu pada janji
tertulis untuk membayar. Piutang diklasifikasikan ke dalam asset lancar jika
diharapkan akan direalisasi atau ditagih dalam waktu satu tahun atau satu
siklus operasi, tergantung dari mana yang lebih panjang.
2.2.1 Penilaian Piutang
Analisis piutang sangat penting karena
dampaknya terhadap posisi asset dan arus laba yang saling terkait. Realitanya
banyak perusahaan yang tidak mampu menagih semua piutangnya. Kerugian piutang
dapat menjadi sangat berarti dan mengurangi asset lancar serta laba bersih
sekarang dan masa depan. Resiko analisis ini adalah pengalaman masa lalu kurang
bisa memprediksi kerugian masa depan, atau mungkin kita gagal mencerminkan
kondisi terkini.
2.2.2 Analis Piutang
Kita harus waspada terhadap insentif
manajemen dan auditor dalam melaporkan laba dan asset. Dengan memperhatika hal
tersebut, terdapat dua pertanyaan penting dalam analisis piutang.
Resiko kolektabilitas. Manajemen sering kali
lebih mementingkan pengalaman masa lalu karena kondisi ekonomi sulit
diprediksi. Analisis harus mempertimbangkan bahwa meskipun pendekatan dengan
rumus untuk menghitung penyisishan piutang tak tertagih sangat mudah dan
praktis, penghitungan ini mencerminkan penilaian mekanik yang menghasilkan
kesalahan. Informasi yang berguna harus diperolaeh dari sumber atau perusahaan
lain. alat analisis untuk memeriksa kolektabilitas mencangkup:
- Memebandingkan presentase piutang
terhadap penjualan perusahaan pesaing dengan perusahaan yang sedang
dianalisis.
- Memerikasa konsentrasi
pelanggan - resiko meningkat jika piutang terkosentrasi pada satu atau
sedikit pelanggan.
- Menghitung menyelidiki tren
periode rata-rata kolektabilitas piutang disbanding dengan syarat kredit
pelanggan untuk industry yang bersangkutan.
- Menentukan bagian piutang
yang merupakan pengalihan dari piutang atau wesel tagih masa lalu.
Analisis posisis keuangan terkini dan kemampuan perusahaan memenuhi utang
lancar yag tercermnin dalam pengukuran seperti rasio lancar juga harus mengakui
pentingnya siklus operasi untuk mengklasifikasi piutang lancar. Siklus operasi
dapat menghasilkan piutang cicilan nyang belum dapat tertagih selama beberapa
tahun dapat dilaporkan sebagai asset lancar. Analisis aset lancar dan kaitanya
dengan kewajiban lancer harus diakui dan
disesuaikan dengan risiko waktu ini.
Keaslian piutang. Pemahaman mengenai praktik
industry dan sumber informasi tambahan digunakan untuk menambah keyakinan.
Pelanggan pada industry tertentu mengembaikan hak untuk mengembakikan barang.
Analisis harus mempertimbangkan hak pengembalian tersebut. Hak pengembalian yang bebas dapat
menurunkan kualitas piutang.
Skuritas
piutang. Salah satu masalah analisis penting adalah
saat perusahaan menjual semua atau again piutanganya pada pihak ketiga yang
disebut anjak piutang atau skuritisasi, piutang dapat dijual dengan ataupun
tanpa recourse pada pembeli jaminan
kolektabilitas.
Skuritas piutang sering kali dilakukan dengan
menciptakan entitas bertujuan kusus seperti perwalian pembelian piutang dari
perusahaan dan mendanai pembelian ini melalui penjualan obligasi ke pasar.
Piutang usaha disajikan sebesar jumlah neto
setelah dikurangi dengan penyisihan piutang tidak tertagih, yang diestimasi
berdasarkan penelaahan atas kolektibilitas saldo piutang. Piutang dihapuskan
pada saat piutang tersebut dipastikan tidak akan tertagih.
Terdiri dari piutang usaha: pihak ketiga dan
pihak hubungan istimewa, piutang lainnya yang terdiri dari pihak ketiga dan
pihak hubungan istimewa.
Analisis umur piutang :
Lancar Rp374,413
Jatuh
tempo:
1 -
30
hari
46,975
31 -
60 hari
2,471
61 -
90
hari
1,833
>
90
hari
4,339
Jumlah
430,031
Dikurangi:
Penyisihan
piutang
(554)
tidak
tertagih
Bersih
429,477
Mutasi penyisihan piutang tidak tertagih
adalah sebagai
berikut:
Saldo
pada awal tahun
8,752
Penambahan
penyisihan 6,405
tahun
berjalan
Penghapusan
(14,603)
Saldo
pada akhir tahun
554
Berdasarkan hasil penelaahan terhadap keadaan
akun piutang masing-masing pelanggan pada akhir tahun, manajemen berkeyakinan
bahwa penyisihan piutang tidak tertagih tersebut cukup untuk menutup
kemungkinan kerugian atas tidak tertagihnya piutang usaha di kemudian hari.
3.
Beban Dibayar Dimuka
Beban dibayar dimuka merupakan pembayaran dimuka atas barang atau jasa yang
belum diterima. Beban dibayar dimuka digolongkan ke dalam asset karena
mencerminkan jasa yang diberikan jika tidak afa membutuhkan penggunaan asset
lancer lain.
4.
Persediaan
4.1
Akuntansi Dan Penilaian Persediaan
Persediaan merupakan barang yang dijual dalam
aktivitas operasi normal perusahaan. Pentingnya metode akumulasi biaya dalam
penilaian persediaan disebabakan oleh dampaknya pada laba bersih dan penilaian
asset. Metode persediaan digunakan untukm mengalokasikan biaya barag tersedia
untuk dijual pada harga pokok penjualan atau persediaan akhir.
Persamaan persediaan dapat digunakan untuk
memahami arus persediaan. Untuk perusahaan: persediaan awal + pembelian
bersih – harga pokok penjualan = persediaan akhir. Persamaan ini menekankan
arus biaya dalam perusahaan. Arus ini secara alternative dapat dinyatakan pada
grafik sebelah kiri.
Biaya persediaan awalnya dicatat pada neraca.
Saat persediaan terjual, biaya ini dipindahkan dari nerca dan mengalir pada
laporan laba rugi sebagai harga pokok penjualan. Biaya tidak dapat berada pada
dua tempat yang sama pada waktu bersamaan, melainkan dapat dicatat pada neraca
sebagai beban masa depan, atau diakui saat ini pada lapiran laba rugi
profitabilitas untuk dikaitkan dengan pendapatan penjualan.
Konsep penting akuntansi persediaa adalah
arus biaya. Jika seluruh persediaan diperoleh pada periede terjualnya, maka HPP
akan sama dengan biaya pembelian barang. Namun jika persediaan tersedia pada
akhir periade akuntansi, penting untuk menentukan persediaan mana yang telah
terjual dan iaya mana yang tersdia pada neraca.
4.2 Arus biaya persediaan
Untuk memberikan ilustrasi asumsi arus biaya
yang tersedia, misalanya catatan persediaan suatu persahaan sebgai berikut:
Persediaan tanggal 1 januari, 2009 40 unit@$500 $20.000
Persediaan dibeli sepanjang tahun 60 unit@$600 $36.000
Harga pokok barang tersedia untuk dijual 100 unit $56.000
Selanjutnya, jika sepanjang tahun terjual 30
unit seharga $800 dan menghasilkan pendapatan penjualan sebesar $24.000. GAAP
memeberikan tiga pilihan bagi perusahaan
untuk menentukan biaya mana yang akan dikaitkan dengan poen jualan:
First- in, firs-out (FIFO). Metode ini mengansumsikan bahwa yang dibeli
pertama merupakan yang pertama
dijual. Berikut adalah laba kotor perusahaan jika menggnakan FIFO:
Penjualan $24.000
HPP (30@$500) $15.000
Laba
kotor $ 9.000
Oleh karena biaya persediaan sebesar $15.000
telah dipindahkan dari neraca, biaya persediaan yang dilaporkan pada neraca
akhir periode adalah $41.000.
Last-in, first-out (LIFO), metode inim mengansumsikan bahwa yang dibeli
terakhir merupaka yang pertama dijual. Sehingga laba kotornya adalah sebgai
berikut:
Penjualan $24.000
Harga pokok penjualan (30@$600) $18.000
Laba kotor $ 6.000
Oleh karena biaya persdiaan sebesar $18.000
telah dipindahkan dari neraca dan tercemin pada HPP, biaya yang tersisa pada
neraca sebesar $38.000 dilaporkan sebgai persediaan.
Average cost (Biaya persediaan rata-rata). Unit dijual tanoa
memperhatikan uutan pembeliannya dan menghitung HPP serta persediaan akhir
seagai rata-rata tertimbang sedrrhana sebgai berikut:
Penjualan $24.000
HPP (30@$560) $16.800
Laba kotor $ 7.200
HPP dihitung dengan menggunakan rat-rata
tertimbang dari biaya barang tersedia untuk dijual total dibagi dengan jumlah
unit yang tersedia untuk dijual ($56.000/100=$560). Persediaan akhir dilaporkan
pada neraca adalah $39.200.
5.
Analisis Persediaan
Dampak
Biaya Persediaan Terhadap Profitabilitas
Ringkasan hasil perhitungan dengan tiga
alternative metode diatas adalah :
Metode
|
Persediaan
awal
|
pembelian
|
Persediaan
akhir
|
Harga
pokok penjualan
|
FIFO
|
$20.000
|
$36.000
|
$42.000
|
$15.000
|
LIFO
|
$20.000
|
$36.000
|
$38.000
|
$18.000
|
Average Cost
|
$20.000
|
$36.000
|
$30.200
|
$16.800
|
laporan laba rugi berdasarkan ketiga metode
berikut adalah:
Metode
|
Penjualan
|
Harga
pokok penjualan
|
Laba
kotor
|
FIFO
|
$24.000
|
$15.000
|
$9.000
|
LIFO
|
$24.000
|
$18.000
|
$6.000
|
Average Cost
|
$24.000
|
$16.800
|
$7.200
|
Kesimpulan: laba kotor dapat dipengaruhi
oleh pilihan metode penghitungan biaya perusahaan.
Pada periode dimana harga meningkat, FIFO
memberikan laba kotor yang lebih tinggi disbanding LIFO karena biaya persediaan
yang lebih rendah dikaitkan dengan pendapatan penjualan dengan harga pasar
terkini. Hal ini sering dinyatakan segai keuntungan fiktif FIFO karena laba
kotor sebenarnya merupakan penjumlahan
dari laba ekonomi dan laba kepemilikan.
Laba ekonomi sesuai dengan jumlah yang
terjual dikalikan dengan selisish antar harga juala dsan biaya penggantian
persdiaan seperti dibawah ini:
Laba ekonomi = 30 unit X ($800-$600) = $6.000
Laa kepemilikan merupakan kenaikan biaya penggantian karena persediaan
telah diperoleh dan sama dengan jumlah unit terjual dikalikan dengan selisish
biaya penggntian terkini dengan biaya perolehan awal, seperti dibawah ini:
Laba kepemilikan = 30 unit x ($600-$500) =
$3.000
Dari laba kotor sebesar $9.000, sebesar
$3.000 terkait dengan keuntungan inflasi yang diperoleh perusahaandari
oembelian persdiaan masa lalu.
Laba kepemilikan merupakan fungsi dari
perpuratan persediaan – berapa lama persediaan tersimpan- dan tingkat inflasi.
Salah satu masalah serius adalah bahwa keuntungan ini telah hilang selama
beberapa decade terakhir karena inflasi yang lebih rendah dan pengawasan
manajemen atas kuantitas persediaan melalui proses manufaktur yang lebih baik,
serta pengendalis persdiaan yang lebih baik.pada negara yang tingkat inflasinya
lebih tinggi disbanding Amerika Serikat, keuntungan kepemilikan FIFO masih
menjadi masalah.
5.1
Dampak Biaya Persedian Terhadap Neraca
Pada periode harga meningkat, dan dengan
asumsi persediaan belum melikuidasi laporan persediaan lamanya, LIFO melaporkan
persediaan akhitr pada harga yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya
penggantian. Sehingga, neraca perusahan yang menggunakan LIFO, tidak secara
akurat mencerminkan investasi lancaryang dimiliki perusahaan dalam persediaan.
5.2 Dampak Biaya Persediaan Terhadap Arus Kas
Peningkatan laba ktor dengan metod FIFO juga
menyebabkan laba sebelum pajak yang lebih tinggi, sehingga menimbulkan utang
pajak yang lebih tinggi. Pada periode ini di mana harga meningkat, perusahaan
dapat terjebak pada penguranagan arus kas karena membeyar pajak yang lebih
tinggi dan perlu mengganti persediaan yang terjuala pada biaya penggantianyang
lebih tinggi dibandingkan dengan biaya pembelian awal.
Salah satu alasan digunakannya LIFO adalah
pengurangan kewajiban pajak pada periode harga meningkat. Namun IRS
mengharuskan bahwa perushaan yang menggunakan LIFO untuk tujuan pajak harus
menggunakan metode ini untuk laporan keuangan. Ini merupakan aturan ketaan LIFO
(LIFO conformity rule).
Perusahaan yang menggunakan biaya persediaan
LIFO diharuskan untuk mengungkapkan jumlah yang akan dilaporkan jika perusahaan
menggunakan metode FIFO. Selisish anatar kdua metode ini dinamankan cadangan
LIFO. Hal ini dapat digunakan untuk menghitung jumlah yang akan memengaruhi
arus kas kumulatif maupun periode berjalan karena penggunaan LIFO.
5.3 Masalah Penilaian Persediaan Lainnya
Likuidasi
LIFO. Perusahaan diwajibkan mencatat setiap tingkat
biaya sebagai kelompok npersediaan terpisah. Untuk biaya persediaan LIFO,
persediaan akhir diloaporkan pada biaya pembelian terdahilu yang dapat lebih
rendah atau lebih tinggi secara signifikandari buaya saat ini. Pada periode
harga meningkat pengurangan kuantitas
masalah disebut sebagai likuidasi LIFO
menghasilkan peningkqatan pada laba kotor seperti penggunaan pada biaya
persediaan FIFObegitu juga sebaliknya. Dampak likuidasi LIFO dapat dilihat pada
catatan kaki persediaan laporan tahunan. Perusahaan mengindikasikan bahwa
pengurangan kuantitas persediaan menyebabkan penjualan barang yang dicatat
dengan biaya masa lalu yang berbeda dengan biaya sekarang. Seorang anslisi LIFO
harus hati-hati terhadap dampak likuidasi LIFO pada profitabilitas.
Penyajian
Kembali (Restatement) Analisis Dari
LIFO ke FIFO. Metode LIFO
merupakan metide yang diharapkan oleh penganalisis, karena laporan laba rugi
tidak membutuhkan penyesuaian besar disebabakan harga pokok penjualan telah
mendekati biaya terkini. Namun metode ini menyebabkan persediaan neraca tidak
mencerminkan harga saat ini-sering kali dinyatakan lebih rendah. Hal ini dapat
mengurangi kegunaan berbagai pengukuran seperti rasio lancar atau rasio
perputaran persediaan. Hal ini menyebabakan kemampuan perusahaan dalam
memebayar utang terlalau rendah, perputara persediaan terlalau tinggi. Untuk
mengatasinya, dapat menggunakan teknik analisis untuk menyesuaikan LIFO agar
lebih mendekati situasi performa dengan mengasumsikan FIFO.
Penyesuaian neraca dimungkinkan jika
perusahaan mengungkapakan selisish lebih biaya kini atas persediaan yang
dihitung dengan LIFO, atau cadanagn LIFO. Maka diperlukan tiga penyesuain
berikut:
1.
Persediaan = persediaan yang dilaporkan berdasarkan LIFO + cadangan LIFO
2.
Pertambahan kewajiban pajak tengguhan sebesar: (cadangan LIFO X tariff pajak)
3.
Saldo laba = saldo laba yang dilaporkan +[cadangan LIFO x (1-tarif pajak)
Umunnya saat harga meningkat, laba LIFO lebih
kecil pada laba FIFO. Namun, dampak bersih dari penyajian kembali pada tahun
manapun tegantung oada dampak kombinasi dari perubahan persediaan awal dan
akhir serta factor lain termasuk likuidasi lapisan LIFO.
Penyajian
Kembali (Restatement) Analisis Dari
FIFO ke LIFO. Penyesuaian ini membutuhkan asumsi penting
sehingga bisa menimbulkan kesalahan. Laba LIFO mencakup laba kepemilikan atas
persediaan awal. Terdapat manfaat untuk menghitung persediaan awal (PAFIFO) x
tingkat inflasi untuk lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan:
HPPLIFO
= HPPFIFO + (PAFIFO x r), dengan r sebagai
tingkat inflasi.
Perhatikan bahwa r, bukan m,erupakan tingkat
inflasi umum seperti IHK atau IHP. Indeks ini merupakan inflasi yang terkait
dengan lini persediaan tertentu yang dimiliki perusahaan. Jika perusahaan
memiliki beberapa lini produk, indeks prodeuksinya harus diestimasi secara
terpisah. Jika r bukan buka tungkat inflasi pada umumnya seperti CPI tau IHP,
dan dimaksud adalah indeks inflasi sehubungan dengan lini persediaan
tertentu yang dimiliki perusahaan. Dalam hal ini perusahaan mempunyai
berapa lini produk, secara teori, tiap lini tersebutharus diestimasi secara
terpisah.
Estimasi r dapat menggunakan angka yang
dikeluarkan opelh departemen perdagangan untuk industriu kusus perusahaan.
Selain itu jika perusahaan menjalankan usaha erdasarkan komuditas dapat
digunakan dengan asumsi bahwa komponen biaya biaya persediaan lain berubah
secara proporsional terhadap bahan bakunya. Analisis juga dapat menggunakan
tingkat inflsi perusahaan pesaing. Jika perusahaan dengan lini produk serupa
menggunakan biaya persediaan LIFO, tingkat inflasi dapat diestimasi sebesar
peningkatan cadangan LIFO : persediaan perusahaan pesaing erdasarkan FIFO pada
akhir periode lalu sebagai berikut :
R =
perubahan cadangan LIFO
Persediaan FIFO dari akhir periode lalu
5.4 Biaya Persediaan Perusahaan Manufaktur Dan Dampak
Peningkatan Produksi
Biaya manufaktur terdiri atas tiga komponen:
1. Bahan baku atau bahan mentah – biaya dari bahan dasar yang digunakan untuk
membuat produk.
2.
Tenaga kerja – biaya tenaga langsng yang dibutuhkan untuk menyelesaikan produk
jadi.
3.
Overhead – biaya tidak langsung pada prises manufaktur.
Overhead sering kali merupakan komponen biaya
produk terbesar dan paling sulit diukur untuk tingkat produksi. Total overhead
harus dialokasikan pada seluruh hasil produksi. Analisi biaya ini harus waspada
bahwa alokasi biaya overheadbukan merupakan ilmu pasti dan sangat tergantung
pada asumsi yang digunakan. Jika peningkatan pada tingkat produksi menyebabkan
persediaan akhir meningkat, lebih banyak viaya overhead yang tinggal dineraca
dan profitabilitas meningkat. Kemudian saat kuantitas persediaan menurun,
laporan laba rugi tidak hanya terbebano niaya overhead periode berjalan tetapi
juga biaya overhead perode sebelumnya yang berasal dari persediaan tahun
berjalan, karenanaya laba menjadi turun. Oleh karena itu analisi harus waspada
terhadap dampak perubahan tingkat prduksi terhadap laba yang dilaporkan.
Biaya
perolehan atau nilai pasar, mana yang lebih rendah
Prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum
atau valuasi adalah menilai pada biaya perolehan atau nilai pasar, dinilai dari
mana yang lebih rendah (lower of cost or market- LOCOM). Nilai atau harga pasar
(market) dijabarkan sebagai biaya penggantian terkini melalui pembelian atau
reproduksi. Meskipun begitu, nilai pasar tidak boleh melebihi nilai realisasi
bersih atau kurang dari nilai realisasi bersih setelah dikurangi margin
keuntungan normal. Batas atas nilai pasar, atau nilai realisasi bersih,
mencerminkan biaya oenyelesaian dan penyerahan yang terkait dengan penjualan
barang. Batas bawah memastikan bahwa jika nilai persediaan diturunkan dari biaya perolehan awal menjadi
nilai pasar, angka penurunan yang terjadi telah mencakuo realisasi laba kotor
normal atas penjualan ayng akan dilakukan.
Biaya (cost) merpakan biaya perolehan
persediaan. Biaya ini dihitung dengan salah satu dari metode biaya persediaan.
Misalnya, FIFO, LIFO, atau Biaya Rata-rata. Analisis persediaan kita harus
memperhatikan dampak aturan LOCOM. Saat harga meningkat, aturan ini cenderung
menilai persediaan terlalu rendah tanpa memperhatikan pilihan metode biaya
persediaan. Hal ini akan menekan rasio lancar. Dalam praktik, beberapa
perusahaan dengan sukarela mengungkapkan biaya persediaan terkini, biasanya
pada catatan.
No comments:
Post a Comment