Sunday, December 4, 2016

Analisis Prediksi Kebangkrutan (Z-Score)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Selama ini, perusahaan didirikan tidak luput dari harapan pemilik bahwa perusahaan akan tetap eksis dalam jangka waktu yang lama. Hal tersebut sesuai dengan asumsi going concern yang dianut oleh standar akuntansi. Tetapi asumsi tersebut tidak selamanya benar. Perusahaan pada suatu titik tertentu bisa mengalami kebangkrutan.
Kebangkrutan yang dialami perusahaan dapat mengakibatkan kerugian bagi banyak pihak. Maka dari itu, banyak penelitian yang dilakukan untuk memprediksi kelangsungan hidup perusahaan. Dalam kenyataannya, banyak perusahaan yang diprediksi mengalami penurunan masih tetap eksis sampai sekarang. Bahkan laporan keuangan mereka menunjukkan adanya peningkatan prospek usaha yang dinyatakan sehat. Hal ini membuat ragu apakah laporan keuangan itu menunjukkan keadaan perusahaan yang sebenarnya (Agnes Widyaningdyah, 2009: 19-20).
Perekonomian tumbuh dan berkembang dengan berbagai macam lembaga keuangan. Salah satu di antara lembaga-lembaga keuangan tersebut yang nampaknya paling besar peranannya dalam perekonomian adalah lembaga keuangan bank, yang lazimnya disebut bank. Bank merupakan lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi perusahaan, badan-badan pemerintah dan swasta, maupun perorangan menyimpan dana-dananya. Melalui kegiatan perkreditan dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian.
Perbankan memegang peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Perbankan merupakan perusahaan yang dalam kegiatannya berhubungan langsung dengan masyarakat. Kegiatan perbankan begitu dipengaruhi oleh kepercayaan nasabah atau masyarakat luas. Apabila dalam tubuh bank terjadi gejolak maka akan muncul reaksi keras dari masyarakat.
Bank dianggap sebagai penggerak roda perekonomian suatu negara. Fungsi bank sebagai lembaga keuangan sangat vital, misalnya dalam penciptaan dari peredaraan uang untuk menunjang kegiatan usaha, tempat menyimpan uang, melakukan pembayaran atau penagihan dan masih banyak jasa keuangan lainnya.
Fenomena kebangkrutan bank di Indonesia terlihat sejak adanya deregulasi perbankan tahun 1983, dimana kompetisi antar bank baik bank pemerintah, swasta, joint venture maupun asing semakin tinggi. Bank – bank yang memiliki modal kecil dan tidak memiliki market mengalami kesulitan keuangan yang pada akhirnya dilikuidasi, dibekukan, atau di take over oleh pemerintah. Dengan adanya likuidasi, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan mengalami penurunan dan masyarakat lebih memilih menginvestasikan dananya ke luar negeri sehingga dapat mengakibatkan bank mengalami kekurangan dana. Oleh karena itu, diperlukan sebuah early warning system yang dapat memberikan informasi mengenai permasalahan yang terjadi pada industri perbankan (Suharman, 2007).
Dalam Krisis ekonomi yang diawali dengan dilikuidasinya 16 bank pada bulan November 1997, telah menyebabkan bangsa Indonesia terjerumus dalam tingkat kemiskinan yang meningkat secara drastis yaitu mencapai 49,5 juta orang. Tahun 1999 walau tingkat kemiskinan mengalami penurunan namun tingkat keparahannya lebih besar dibanding tahun sebelumnya. Kemiskinan di Indonesia terlihat dari meningkatnya jumlah pengangguran, meningkatnya anak usia sekolah yang putus sekolah dan turunnya kualitas kesehatan masyarakat (Ade Arthesa dan Edia Handiman, 2006:57).
Besarnya dampak krisis menyebabkan banyak peneliti yang mencoba mencari penyebabnya. Beberapa peneliti berbeda pendapat, peneliti ekonomi makro berpendapat bahwa penyebab krisis adalah faktor ekonomi makro yaitu menurunnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, sedangkan peneliti mikro berpendapat bahwa industri perbankan memiliki peran besar terjadinya krisis. Sampai dengan Mei 2014, jumlah bank tercatat mencapai 120 Bank.
Perbankan nasional yang tidak dilikuidasi harus tetap bersaing untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat di tengah krisis multidimensi yang terjadi. Nasabah ataupun calon nasabah tentunya akan memilih bank yang sehat dan dapat dipercaya untuk melakukan jasa perbankan. Sebuah tantangan berat yang harus dihadapi oleh perbankan.
Bursa Efek Indonesia (BEI) merupakan pasar modal untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang dapat diperjual-belikan, baik dalam bentuk utang maupun modal sendiri dan mulai beroperasi pada 1 Desember 2007. Bursa Efek Indonesia berpusat di Gedung Bursa Efek Indonesia, Kawasan Niaga Sudirman, Jalan Jenderal Sudirman 52-53, Senayan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Perusahaan terbuka (Tbk) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) atau Indonesia Stock Exchange (IDX) sebanyak 501 emiten (www.eddyelly.com, 26 Juni 2014), sedangkan sub sektor bank yang terdaftar sebagai perusahaan publik (emiten) di Bursa Efek Indonesia adalah 37 bank (www.sahamok.com, 2 Oktober 2013).
Saat ini perusahaan yang go public memanfaatkan keberadaan pasar modal sebagai sarana untuk mendapatkan sumber dana atau alternatif pembiayaan. Adanya pasar modal dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan kinerja dan kondisi keuangan perusahaan. Pasar akan merespon positif melalui peningkatan harga saham perusahaan jika kondisi keuangan dan kinerja perusahaan bagus. Para investor dan kreditur sebelum menanamkan dananya pada suatu perusahaan akan selalu melihat terlebih dahulu kondisi keuangan perusahaan tersebut. Oleh karena itu, analisis dan prediksi atas kondisi keuangan suatu perusahaan adalah sangat penting. (Atmini, 2005) dalam (Syamsul Hadi dan Atika Anggraeni, 2010).
Kondisi perekonomian di Indonesia yang masih belum menentu mengakibatkan tingginya risiko suatu perusahaan untuk mengalami kesulitan keuangan atau bahkan kebangkrutan. Kesalahan prediksi terhadap kelangsungan operasi suatu perusahaan di masa yang akan datang dapat berakibat fatal yaitu kehilangan pendapatan atau investasi yang telah ditanamkan pada suatu perusahaan. Oleh karena itu, pentingnya suatu model prediksi kebangkrutan suatu perusahaan menjadi hal yang sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak seperti pemberi pinjaman, investor, pemerintah, akuntan, dan manajemen. Sehingga bank sangat memperhatikan kinerjanya.
Banyak para pemegang rekening giro, deposito ataupun tabungan ingin mengetahui seberapa besar perusahaan ini dapat bertahan atau berapa besar prediksi kebangkrutannya. Kebangkrutan merupakan persoalan yang serius dan memakan biaya, maka jika ada early warning system yang bisa mendeteksi potensi kebangkrutan sejak awal, manajemen akan sangat terbantu. Manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan sedini mungkin untuk menghindari kebangkrutan. Model prediksi kebangkrutan yang digunakan adalah model Altman yang menggunakan alat Z-Score. Untuk mendapatkan informasi ini, dinilai dari beberapa indikator. Salah satu indikator utama yang dijadikan dasar penilaian adalah laporan keuangan bank yang bersangkutan.
Berdasarkan laporan keuangan akan dapat dihitung sejumlah rasio keuangan yang lazim dijadikan dasar prediksi kebangkrutan. Hasil analisis laporan keuangan akan membantu mengintepretasikan berbagai hubungan serta kecenderungan yang dapat memberikan dasar pertimbangan mengenai prediksi masa depan bank apakah dapat bertahan atau tidak (S.Munawir, 2007).
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menggali lebih jauh tentang prediksi kebangkrutan dengan judul “Analisis Predikisi Kebangkrutan pada perusahaan perbankan Go Public di Bursa Efek Indonesia.”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar Belakang masalah dan penelitian-penelitian empiris, maka permasalahan yang dapat dirumuskan adalah Bagaimana memprediksi kebangkrutan pada perusahaan perbankan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan menggunakan metode Altman Z-Score?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui prediksi kebangkrutan terhadap posisi keuangan perusahaan perbankan Go Public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2013.

1.4. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.   Untuk memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan (pemilik perusahaan, investor, manajer, kreditur/banker, pemerintah dan masyarakat) terhadap perkembangan perusahaan yang berkaitan dengan masalah keuangan yang dijadikan acuan pengambilan keputusan.
2.   Untuk menambah wawasan dalam bidang manajemen keuangan dengan cara memakai salah satu model prediksi kebangkrutan dalam pelaksanaannya di dunia nyata.
3.   Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan referensi bagi peneliti berikutnya.

  

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Telaah Pustaka
       2.1.1. Peneltian-Penelitian Terdahulu
Dalam skripsi yang disusun oleh Endri (2008), penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan baik di dalam negeri maupun di luar negeri yang berkaitan dengan analisis kebangkrutan dengan metode Z-Score adalah:
Edward L. Altman, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, salah satu penelitian mengenai Z-Score adalah Professor Edward L. Altman. Pada tahun 1968 beliau memprediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode MDA (Z-Score) dan mampu memprediksi hingga keakuratannya mencapai 95% pada perusahaan selama 12 bulan. Pengujian lain dilakukan lagi oleh Altman dengan mengambil beberapa sampel perusahaan dengan iklim ekonomi yang berbeda-beda dan tingkat keakuratan dari pengujian tersebut adalah 82% sampai dengan 85%. Kemudian pada tahun 1984, Altman meneliti ulang prediksi kebangkrutan dengan menggunakan metode Z-Score dengan memasukkan dimensi internasional.
Sejumlah studi telah dilakukan untuk mengetahui kegunaan analisis ratio keuangan dalam memprediksi kegagalan atau kebangkrutan usaha. Salah satu studi tentang prediksi ini adalah Multiple Discriminant Analysis yang dilakukan oleh Altman yaitu analisis Z-Score.
Dalam memprediksi kebangkrutan perusahaan kita perlu memasukkan rasio-rasio keuangan kedalam model Altman yang dapat menentukan besarnya kemungkinan kebangkrutan. Rasio-rasio keuangan memberikan indikasi tentang kekuatan keuangan dari suatu perusahaan. Keterbatasan analisis rasio timbul dari kenyataan bahwa metodologinya pada dasarnya bersifat suatu penyimpangan (univariate), yang artinya setiap rasio diuji secara terpisah. Untuk mengatasi kelemahan analisis-analisis tersebut, maka Altman telah mengkombinasikan beberapa rasio menjadi model prediksi dengan teknik analisis statistik, yaitu analisis diskriminan yang menghasilkan suatu indek yang memungkinkan klasifikasi dari suatu pengamatan menjadi satu dari beberapa pengelompokan yang bersifat apriori. (Weston & Copeland, 2004:254) dan (Diana Atim iflaha, 2008).
Dalam penelitian Altman (1968) yang menggunakan analisis diskriminan dengan menyusun satu model untuk perusahaan 66 perusahaan manufaktur, setengah diantaranya mengalami pailit, Altman memperoleh 22 rasio keuangan, dimana lima di antaranya ditemukan paling berkontribusi pada model prediksi.
Penelitian Max L. Heine pada tahun 2000 yang memprediksi kesulitan keuangan pada perusahaan dengan menggunakan Z-Score.
Penelitian Stephen A. Hillegeist, Elizabeth K. Keating, Donald P. Cram, dan Kyle G. Lundstedt dalam Assessing the Probability of Bankruptcy pada Review of Accounting Studies, 9, 2004 melakukan penelitian dengan membandingkan antara Altman‟s (1968) Z-Score dan Ohlson‟s (1980) O-Score. Sampel penelitian pada tahun 1980 sampai 2000, untuk Z-Score terdiri dari 89.826 film-year Observations termasuk 762 yang diindikasikan akan mengalami kebangkrutan. Untuk O-score sampel terdiri dari 89.643 firm-year observations dan 809 diantaranya diindikasikan mengalami kebangrutan.
Adapun penelitian yang dilakukan di Indonesia, antara lain:
Pada tahun 2005, BAPEPAM untuk proyek peningkatan efisiensi pasar modal membuat studi tentang analisis laporan keuangan secara elektronik dan memasukkan Altman Z-Score sebagai salah satu contoh sistem analisis.
Selain itu, sampai pada tahun 2013 masih terdapat penelitian mengenai analisis prediksi kebangkrutan:
 TABEL 2.1. DAFTAR PENELITIAN EMPIRIS TERDAHULU 2005-2013
NO.
TAHUN
NAMA PENELITI
JUDUL PENELITIAN
KETERANGAN
1.
2005
YULIA PURWANTI

ANALISIS RASIO KEUANGAN DALAM MEMPREDIKSI KONDISI KEUANGAN FINANCIAL DISTRESS PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA
Metode yang digunakan untuk membuktikan apakah benar rasio keuangan (di luar model Altman) berpengaruh signifikan terhadap kondisi financial distress adalah regresi logit.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada rasio keuangan lain yang dapat digunakan sebagai alat untuk memprediksi kondisi financial distress perusahaan selain rasio – rasio keuangan yang digunakan dalam model Altman.
2.
2005
APRILIA NUGRAHENI

ANALISIS KETEPATAN PREDIKSI POTENSI KEBANGKRUTAN MELALUI ALTMAN Z-SCORE DAN HUBUNGANNYA
DENGAN HARGA SAHAM PADA PERUSAHAAN PERBANKAN YANG LISTING DI BURSA EFEK JAKARTA


Sampel dalam penelitian ini adalah 17 perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada tahun 1999-2003. Dua variabel yang dikaji dalam penelitian ini adalah Altman Z-Score dan harga saham. Alat pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan
metode dokumentasi yang diambil dari laporan keuangan perbankan dan buku-buku yang menunjang. Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis Altman Z-Score dan Korelasi Product Moment dari Pearson.
3.
2008
SINTA KARTIKA WATI

ANALISIS Z-SCORE DALAM MENGUKUR KINERJA KEUANGAN UNTUK
MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA TUJUH PERUSAHAAN
MANUFAKTUR DI BURSA EFEK JAKARTA
Laporan keuangan merupakan salah satu sumber informasi yang dapat digunakan untuk mengetahui posisi keuangan perusahaan, kinerja serta membantu dalam pengambilan keputusan yang tepat. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan menggunakan metode Altman Z-Score.

4.
2008
ENDRI
PREDIKSI KEBANGKRUTAN BANK UNTUK MENGHADAPI DAN
MENGELOLA PERUBAHAN LINGKUNGAN BISNIS:
ANALISIS MODEL ALTMAN’S Z-SCORE
Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk memprediksi kebangkrutan bank dengan menggunakan tiga sampel Islam bank Indonesia. Studi ini berlaku Z-Score Altman Model selama periode 2005-2007 dan hasilnya menunjukkan bahwa semua Bank-bank Islam di sampel diperkirakan akan bangkrut.
Penelitian ini membawa implikasi bagi manajemen bank untuk memperbaiki keuangan kinerja untuk masa depan untuk menghindari prediksi peluang kebangkrutan.
5.
2008
ARRY PRATAMA RUDYAWAN
DAN I DEWA NYOMAN BADERA
OPINI AUDIT GOING CONCERN: KAJIAN BERDASARKAN MODEL PREDIKSI KEBANGKRUTAN, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN,
LEVERAGE, DAN REPUTASI AUDITOR
Penilaian going concern harus disampaikan oleh auditor dan ditambahkan ke dalam opini audit. Auditor bertanggung jawab untuk mengevaluasi apakah ada keraguan substansial tentang kemampuan entitas untuk terus beroperasi untuk jangka waktu yang wajar. Hasilnya menunjukkan bahwa model prediksi kebangkrutan altman mempengaruhi akurasi masalah opini going concern. Namun, pertumbuhan perusahaan, leverage, dan reputasi auditor tidak melakukannya.
6.
2008
DIANA ATIM IFLAHA
ANALISIS FINANCIAL DISTRESS DENGAN METODE
Z-SCORE UNTUK MEMPREDIKSI KEBANGKRUTAN
PERUSAHAAN.
(Studi Pada Perusahaan Restoran, Hotel dan Pariwisata yang
Listing di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2007)
Zscore adalah salah satu instrumen yang digunakan untuk memprediksi pekerjaan keuangan dan posisi keuangan dalam perusahaan masing-masing. Pencapaian terburuk keuangan memicu kebangkrutan. Metode yang digunakan untuk menganjurkan metode Z-Score adalah analisis tren. penelitian yang digunakan perusahaan sembilan restoran, hotel dan pariwisata yang telah menerbitkan laporan keuangan dalam lima tahun terakhir sebagai objek. yang diambil.analisis tren nemukan bahwa salah satu perusahaan mengalami berfluktuasi tren. Jadi semua perusahaan berada dalam posisi trend berfluktuasi.
7.
2009
NUNUNG ARIANI

ANALISIS PERBANDINGAN MODEL ALTMAN (Z SCORE) DAN MODEL ZAVGREN (LOGIT) UNTUK MEMPREDIKSI FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN YANG LISTING DI BURSAEFEK INDONESIA (BEI

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif. Teknik analisis data yang digunakan adalah: menghitung financial distress dengan cara membandingkan rasio operating profit/interest expense, menghitung nilai altman (z-score) dan mengklasifikasikan berdasarkan titik cut off, menghitung nilai zavgren (logit) dan mengklasifikasikan berdasarkan rentang interval, membandingkan antara kedua model untuk mengetahui model yang lebih baik dalam memprediksi financial distress.
8.
2011
GABRIELLA

ANALISIS PREDIKSI KEBANGKRUTAN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Prediksi kebangkrutan menggunakan analisis z-score altman dan melihat bagaimana keadaan perusahaan manufaktur secara individu perusahaan maupun secara keseluruhan dengan melihat laporan keuangan perusahaan pada tahun 2009-2010.
9.
2013
IMAS A. AISYAH
PREDIKSI KEBANGKRUTAN PERUSAHAAN PROPERTY AND REAL ESTATE YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA MENGGUNAKAN DISCRIMINANT ANALYSIS DAN REGRESI LOGISTIK
Prediksi kebangkrutan menggunakan Discriminant Analysis dan Regresi Logistik dengan melihat bagaimana keadaan perusahaan di bidang Property & Real Estate secara individu perusahaan maupun secara keseluruhan dengan melihat laporan keuangan perusahaan pada tahun 2007-2010.
* Diolah dari berbagai skripsi dan jurnal

2.1.2. Pengertian Bank
Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 Tahun 1998 tentang ”Perbankan” (Ade Arthesa dan Edia Handiman, 2006:6) menyebutkan bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Dari pengertian di atas dapat dijelaskan secara lebih luas bahwa bank merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang keuangan, artinya aktivitas perbankan selalu berkaitan dalam bidang keuangan. (Kasmir, 2008: 25-26).

2.1.3. Laporan Keuangan Bank
Dalam Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Standar Akuntansi Keuangan, laporan keuangan merupakan bagian dari proses pelaporan keuangan. Laporan keuangan yang lengkap biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan posisi keuangan (yang dapat disajikan dalam berbagai cara misalnya, sebagai laporan arus kas, atau laporan arus dana), catatan dan laporan lain serta materi penjelasan yang merupakan bagian integral dari laporan keuangan. (Ikatan Akuntan Indonesia, 2007).

Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (2007) dalam PSAK No.31 tentang Akuntansi Perbankan, laporan keuangan bank terdiri atas:
a)      Neraca
Bank menyajikan aset dan kewajiban dalam neraca berdasarkan karakteristiknya dan disusun berdasarkan urutan likuiditasnya.
b)      Laporan Laba Rugi
Laporan laba rugi bank menyajikan secara terperinci unsur pendapatan dan beban, serta membedakan antara unsur-unsur pendapatan dan beban yang berasal dari kegiatan operasional dan non operasional.
c)      Laporan Arus Kas
Laporan arus kas harus melaporkan arus kas selama periode tertentu dan diklasifikasikan menurut aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan.
d)     Laporan Perubahan Ekuitas
Laporan perubahan ekuitas menyajikan peningkatan dan penurunan aset bersih atau kekayaan bank selama periode bersangkutan berdasarkan prinsip pengukuran tertentu yang dianut dan harus diungkapkan dalam laporan keuangan.
e)      Catatan atas Laporan Keuangan
Catatan atas laporan keuangan harus disajikan secara sistematis.

2.1.4. Manfaat Laporan Keuangan
Sesuai dengan Statement of Financial Accounting Concepts No. 1 tentang Tujuan dari pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi yang bermanfaat kepada investor, kreditor dan pemakai lainnya, baik yang sekarang dan potensial pada pembuatan keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis secara rasional. Tujuan kedua pelaporan keuangan untuk menyediakan informasi untuk membantu investor, kreditor, dan pemakai lainnya baik yang sekarang maupun yang potensial dalam menilai jumlah, waktu dan ketidakpastian dari Prospective penerimaan kas dari deviden atau bunga. (Scott, 2000) dalam (Yulia Purwanti, 2005).

2.1.5. Pengguna Laporan Keuangan dan Kebutuhan Informasi
Laporan keuangan beserta pengungkapannya dibuat perusahaan dengan tujuan memberikan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan-keputusan investasi dan pendanaan, seperti yang dinyatakan dalam SFAC No. 1 dalam Yulia Purwanti (2005) bahwa laporan keuangan harus memberikan informasi:
1. Untuk keputusan investasi dan kredit.
2. Mengenai jumlah dan timing arus kas.
3. Mengenai aktiva dan kewajiban.
4. Mengenai kinerja perusahaan.
5. Mengenai sumber dan penggunaan kas.
6. Penjelas dan interpretif.
7. Untuk menilai stewardship.

Ketujuh tujuan ini terangkum dengan disajikannya laporan laba rugi, neraca, laporan arus kas dan pengungkapan laporan keuangan.
Menurut PSAK No. 1 (Sofyan Syafri harahap, 2009: 134) Tujuan laporan keuangan untuk tujuan umum adalah untuk memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas, perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan – keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber – sumber daya yang dipercayakan kepada mereka dalam rangka mencapai tujuan tersebut, suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan yang meliput: 1) aktiva, 2) kewajiban, 3) ekuitas, 4) pendapatan, beban termasuk keuntungan dan kerugian, 5) arus kas.
Menurut (Ikatan Akuntansi Indonesia, 2007:2-3) dalam (Yulia Purwanti, 2005), pengguna laporan keuangan meliputi:
a)      Investor, membutuhkan informasi untuk membantu menentukan apakah harus membeli, menanam, atau menjual investasi tersebut. Pemegang saham juga tertarik pada informasi yang memungkinkan mereka untuk menilai kemampuan perusahaan membayar dividen.
b)      Karyawan, menggunakan laporan keuangan untuk menilai kemampuan perusahaan dalam memberikan balas jasa, imbalan pasca kerja, dan kesempatan kerja.
c)      Pemberi pinjaman, menggunakan informasi keuangan untuk memutuskan apakah pinjaman serta bunganya dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
d)     Pemasok dan kreditur usaha lainnya, mereka tertarik dengan informasi yang memungkinkan mereka untuk memutuskan apakah jumlah yang terutang akan dibayar pada saat jatuh tempo.
e)      Pelanggan, berkepentingan dengan informasi mengenai kelangsungan hidup perusahaan, terutama kalau mereka terikat dengan perjanjian jangka panjang dengan, atau bergantung pada perusahaan.
f)       Pemerintah, membutuhkan informasi untuk mengatur aktivitas perusahaan, menetapkan kebijakan pajak, dan sebagai dasar untuk menyusun statistik pendapatan nasional dan statistik lainnya.
g)      Masyarakat, laporan keuangan dapat membantu masyarakat dengan menyediakan informasi kecenderungan (tren) dan perkembangan terakhir kemakmuran perusahaan serta rangkaian aktivitasnya.

2.1.6. Analisis Laporan Keuangan
Analisis Laporan keuangan menurut Sofyan Syafri Harahap (2009:333) adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau yang mempunyai makna antara satu dengan yang lain baik antara data kuantitatif maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam proses menghasilkan keputusan yang tepat.
Analisis laporan keuangan adalah metode atau teknik analisis atas laporan keuangan yang berfungsi untuk mengkonversikan data yang berasal dari laporan keuangan sebagai bahan mentahnya menjadi informasi yang lebih berguna, lebih mendalam, dan lebih tajam dengan teknik tertentu. Tujuan pokok analisis keuangan adalah analisis kinerja di masa yang akan datang.
Dalam menganalisis dan menilai posisi keuangan, kemajuan-kemajuan serta potensi dimasa mendatang, faktor utama yang pada umumnya mendapatkan perhatian oleh para analisis adalah (1) likuiditas, yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi dalam jangka pendek atau saat jatuh tempo, (2) solvabilitas, yaitu kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka panjang, apabila perusahaan tersebut dilikuidasi, (3) rentabilitas (profitability), yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dalam periode tertentu, serta yang ke (4) yang tidak kalah pentingnya adalah stabilitas dan perkembangan usaha, dan fokus-fokus analisis lainnya (S.Munawir, 2002: 56-57).

Untuk mengetahui tentang empat faktor ini perlu dilakukan analisis terhadap laporan keuangan. Terdapat tiga teknik analisis laporan keuangan yang lazim digunakan, yaitu:
a)      Analisis horizontal adalah analisis dengan cara membandingkan neraca dan laporan laba rugi beberapa tahun terakhir secara berurutan. Maksudnya untuk memperoleh gambaran mengenai perubahan-perubahan yang terjadi baik dalam neraca maupun laporan laba rugi, sehingga dapat diperoleh gambaran selama beberapa tahun terakhir apakah telah terjadi kenaikan atau penurunan (Sawir, 2005:46) dan Endri (2008).
b)      Analisis vertikal adalah analisis yang dilakukan dengan jalan menghitung proporsi pos-pos dalam neraca dengan suatu jumlah tertentu dari neraca atau proporsi dari unsur - unsur tertentu dari laporan laba rugi dengan jumlah tertentu dari laporan laba rugi (Sawir, 2005:46) dan (Endri, 2008).
c)      Analisis rasio menunjukkan hubungan yang relevan dan signifikan antara pos-pos terpilih dari data laporan keuangan. Rasio keuangan ini hanya menyederhanakan informasi yang menggambarkan hubungan antara pos tertentu dengan pos lainnya (Sofyan Syafri Harahap, 2009: 297).

2.1.7. Kesulitan Keuangan
Kesulitan keuangan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban keuangannya pada saat jatuh tempo yang menyebabkan kebangkrutan perusahaan (Darsono dan Ashari, 2005:101) dalam (Sinta Kartikawati, 2008). Pengelolaan kesulitan keuangan jangka pendek (tidak mampu membayar kewajiban keuangan pada saat jatuh temponya) yang tidak tepat akan menimbulkan permasalahan yang lebih besar yaitu menjadi tidak solvable (jumlah utang lebih besar daripada jumlah aktiva) dan akhirnya mengalami kebangkrutan (S.Munawir, 2007).
Menurut Black’s Law Dictionary (Wijaya dan Ahmad, 2004:11) dalam (Sinta Kartikawati, 2008), dikatakan pailit atau bangkrut adalah“the state or condition of a person (individual, partnership, corporation municipality) who is anable to pay its debt as they are, or become due”. The term includes a person against whom an involuntary petition, or who has been adjudged a bankrupt.
Dari pengertian yang diberikan dalam Black’s Law Dictionary tersebut, dapat kita lihat bahwa pengertian pailit dihubungkan dengan “ketidakmampuan untuk membayar dari seorang debitur atas utang-utangnya yang telah jatuh”. Kemampuan tersebut harus disertai dengan tindakan nyata untuk mengajukan, baik yang dilakukan secara sukarela oleh debitur sendiri, maupun atas permintaan pihak ketiga, suatu permohonan pailit ke pengadilan (Wijaya dan Ahmad, 2004:11-12) dalam (Sinta Kartika, 2008).
Menurut S.Munawir (2007) secara garis besar penyebab kebangkrutan biasa dibagi menjadi dua yaitu faktor internal perusahaan maupun eksternal baik yang bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan maupun yang bersifat umum.
Menurut Darsono dan Ashari (2005:12) dalam Gabriella (2011), faktor internal yang bisa menyebabkan kebangkrutan perusahaan meliputi: Manajemen yang tidak efisien akan mengakibatkan kerugian terus-menerus yang pada akhirnya menyebabkan perusahaan tidak mampu membayar kewajibannya. Ketidakefisienan ini diakibatkan oleh pemborosan dalam biaya, kurangnya keterampilan, dan keahlian manajemen.
Ketidakseimbangan dalam modal yang dimiliki dengan jumlah utang-piutang yang dimiliki. Utang yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya bunga yang besar sehingga memperkecil laba bahkan bisa mengakibatkan kerugian. Piutang yang terlalu besar juga akan merugikan karena aktiva yang menganggur terlalu banyak sehingga tidak menghasilkan pendapatan.
Moral hazard oleh manajemen. Kecurangan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan bisa mengakibatkan kebangkrutan. Kecurangan ini bisa berbentuk manajemen yang korup ataupun memberikan informasi yang salah pada pemegang saham atau investor.

Menurut Darsono dan Ashari (2005:103-104) dalam Gabriella (2011), faktor-faktor eksternal yang bisa mengakibatkan kebangkrutan yaitu:
1.      Perubahan dalam keinginan pelanggan yang tidak diantisipasi oleh perusahaan yang mengakibatkan pelanggan lari sehingga terjadi penurunan dalam pendapatan.
2.      Kesulitan bahan baku karena supplier tidak dapat memasok lagi kebutuhan bahan baku yang digunakan untuk produksi. Terlalu banyak piutang yang diberikan kepada debitur dalam jangka waktu pengembalian yang lama akan mengakibatkan banyak aktiva yang menganggur yang tidak memberikan penghasilan sehingga mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan. Hubungan yang tidak harmonis dengan kreditur juga bisa berakibat fatal terhadap kelangsungan hidup perusahaan.

Persaingan bisnis yang semakin ketat menuntut perusahaan agar selalu memperbaiki diri sehingga bisa bersaing dengan perusahaan lain dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. Kondisi perekonomian secara global juga harus selalu diantisipasi oleh perusahaan. Ada beberapa indikator untuk melihat tanda-tanda kesulitan keuangan dapat diamati dari pihak eksternal, misalnya:
a)      Penurunan jumlah deviden yang dibagikan kepada pemegang saham selama beberapa periode berturut-turut.
b)      Penurunan laba secara terus-menerus bahkan perusahaan mengalami kerugian.
c)      Ditutup atau dijualnya satu atau lebih unit usaha.
d)     Pemecatan pegawai secara besar-besaran.
e)      Harga di pasar mulai menurun terus - menerus.

Sebaliknya, beberapa indikator yang dapat diketahui dan harus diperhatikan oleh pihak internal perusahaan adalah:
a)      Turunnya volume penjualan karena ketidakmampuan manejemen dalam menerapkan kebijakan dan strategi.
b)      Turunnya kemampuan perusahaan dalam mencetak keuntungan.
c)      Ketergantungan terhadap utang. Utang perusahaan sangat besar, sehingga biaya modalnya juga membengkak.

Untuk mempelajari dan menilai tentang kecakapan manajemen dapat dilihat dari laporan tahunan, berita keuangan, dan pertemuan para analisis serta komentar dan kritisi dari publik (Manahan P.Tampubolon, 2005:51). Selain itu, masalah yang berkaitan dengan kebangkrutan semakin cenderung muncul apabila suatu perusahaan menyertakan lebih banyak utang dalam struktur modalnya. Ancaman kebangkrutan bukan hanya kebangkrutan itu sendiri tetapi juga berbagai masalah yang ditimbulkannya, seperti karyawan penting keluar, pemasok menolak memberikan kredit, pelanggan mencari perusahaan lain yang lebih stabil, dan pemberi pinjaman meminta suku bunga yang lebih tinggi serta menetapkan syarat-syarat yang lebih ketat pada kontrak pinjaman. (Eugene F. Brigham dan Joel F.Houston, 2001:33)

2.1.7. Rasio Keuangan Bank
Menurut Muljono (1999) dan Endri (2005), rasio keuangan bank terdiri dari:
a)      Rasio likuiditas bank
Rasio likuiditas bank digunakan untuk mengetahui kemampuan bank memenuhi kewajiban yang akan jatuh tempo.
b)      Rasio rentabilitas bank
Rasio rentabilitas bank untuk mengetahui kemampuan bank di dalam menghasilkan laba dari operasi usaha.
c)      Rasio risiko usaha bank
Rasio risiko usaha bank digunakan untuk mengukur besarnya risiko-risiko dalam menjalankan usahanya.
d)     Rasio permodalan
Analisa rasio permodalan sering disebut sebagai analisa solvabilitas atau capital adequancy analysis. Analisa rasio ini untuk mengetahui apakah permodalan bank yang ada telah mencukupi untuk mendukung kegiatan bank yang akan dilakukan secara efisien dan mapu untuk menyerap kerugian-kerugian yang tidak dapat dihindarkan.
e)      Rasio efisiensi usaha
Rasio efisiensi usaha digunakan untuk mengukur performance manajemen suatu bank apakah telah menggunakan semua faktor-faktor produksinya dengan tepat guna dan berhasil guna serta tingkat efisiensi manajemen bank.

2.1.9. Faktor-Faktor Penilaian Tingkat Kesehatan Bank
Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6/10/PBI/2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, penilaian tingkat kesehatan bank mencakup penilaian terhadap faktor-faktor sebagai berikut:
1.      Capital
Penilaian terhadap faktor permodalan meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: kecukupan, komposisi, dan proyeksi (trend ke depan) permodalan serta kemampuan permodalan Bank dalam mengcover aset bermasalah; kemampuan Bank memelihara kebutuhan penambahan modal yang berasal dari keuntungan, rencana permodalan Bank untuk mendukung pertumbuhan usaha, akses kepada sumber permodalan, dan kinerja keuangan pemegang saham untuk meningkatkan permodalan Bank.
2.      Asset Quality
Penilaian terhadap faktor kualitas aset meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: kualitas aktiva produktif, konsentrasi eksposur risiko kredit, perkembangan aktiva produktif bermasalah, dan kecukupan penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP), kecukupan kebijakan dan prosedur, sistem kaji ulang (review) internal, sistem dokumentasi, dan kinerja penanganan aktiva produktif bermasalah.
3.      Management
Penilaian terhadap faktor manajemen meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: kualitas manajemen umum dan penerapan manajemen risiko; kepatuhan Bank terhadap ketentuan yang berlaku dan komitmen kepada Bank Indonesia dan atau pihak lainnya.
4.      Earning
Penilaian terhadap faktor rentabilitas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: pencapaian return on assets (ROA), return on equity (ROE), net interest margin (NIM), dan tingkat efisiensi Bank; perkembangan laba operasional, diversifikasi pendapatan, penerapan prinsip akuntansi dalam pengakuan pendapatan dan biaya, dan prospek laba operasional.
5.      Liquidity
Penilaian terhadap faktor likuiditas meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: rasio aktiva/pasiva likuid, potensi maturity mismatch, kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR), proyeksi cash flow, dan konsentrasi pendanaan; kecukupan kebijakan dan pengelolaan likuiditas (assets and liabilities management / ALMA), akses kepada sumber pendanaan, dan stabilitas pendanaan.
6.      Sensitivity to Market Risk
Penilaian terhadap faktor sensitivitas terhadap risiko pasar meliputi penilaian terhadap komponen-komponen sebagai berikut: kemampuan modal Bank dalam mengcover potensi kerugian sebagai akibat fluktuasi (adverse movement) suku bunga dan nilai tukar; kecukupan penerapan manajemen risiko pasar.

Berdasarkan hasil penetapan peringkat setiap faktor ditetapkan Peringkat Komposit (composite rating). Peringkat Komposit ditetapkan sebagai berikut:
a)      Peringkat Komposit 1 (PK-1), mencerminkan bahwa Bank tergolong sangat baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan;
b)      Peringkat Komposit 2 (PK-2), mencerminkan bahwa Bank tergolong baik dan mampu mengatasi pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan namun Bank masih memiliki kelemahan-kelemahan minor yang dapat segera diatasi oleh tindakan rutin;
c)      Peringkat Komposit 3 (PK-3), mencerminkan bahwa Bank tergolong cukup baik namun terdapat beberapa kelemahan yang dapat menyebabkan peringkat kompositnya memburuk apabila Bank tidak segera melakukan tindakan korektif.
d)     Peringkat Komposit 4 (PK-4), mencerminkan bahwa Bank tergolong kurang baik dan sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan atau Bank memiliki kelemahan keuangan yang serius atau kombinasi dari kondisi beberapa faktor yang tidak memuaskan, yang apabila tidak dilakukan tindakan korektif yang efektif berpotensi mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.
e)      Peringkat Komposit 5 (PK-5), mencerminkan bahwa Bank tergolong tidak baik dan sangat sensitif terhadap pengaruh negatif kondisi perekonomian dan industri keuangan serta mengalami kesulitan yang membahayakan kelangsungan usahanya.

Predikat Tingkat Kesehatan Bank disesuaikan dengan ketentuan dalam Surat Edaran Bank Indonesia No. 6/23/DPNP sebagai berikut:
a)      Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 1 (PK-1) atau Peringkat Komposit 2 (PK-2);
b)      Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Cukup Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 3 (PK-3);
c)      Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Kurang Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 4 (PK-4);
d)     Untuk predikat Tingkat Kesehatan ”Tidak Sehat” dipersamakan dengan Peringkat Komposit 5 (PK-5);

2.1.10. Model Prediksi Keuangan
Dalam prediksi keuangan kita mengenal beberapa model antara lain (Sofyan Syafri Harahap, 2009:343-350):
a.       Linear Programming
Linear programming digunakan untuk merencanakan prediksi kombinasi input biaya yang paling optimal untuk menghasilkan suatu atau beberapa produk output.
b.      Delphi forcasting
Delphi sistem ini hampir sama dengan metode expert system. Di sini metode expert system disempurnakan dengan menggunakan metode diskusi antara para ahli, debat, dan akhirnya sampai pada kesimpulan terbaik yang merupakan konsensus para ahli.
c.       Time Series Forcasting (tren)
Di sini prestasi yang laku digambarkan secara berseri kemudian dari gambar ini dicari garis tren yang terbaik kemudian dari kecenderungan garis dilihat angka masa depan sebagai angka ramalan.
d.      Break Even Analysis
Model ini mencoba mencari dan menganalisis perilaku hubungan antara besarnya biaya, besarnya volume dalam unit rupiah dan laba.
e.       Just in time
Model yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas dan menekan pemborosan dan ketidakefesienan lainnya.
f.       Economic order Quantity
Model ini dapat memberikan angka berapa order pembelian sehingga kita mendapatkan biaya yang optimal.

Selain itu, ada beberapa model prediksi lain yang dikenal adalah sebagai berikut:
a)      Bond rating
Ini digunakan untuk menghitung peringkat obligasi yang dipasarkan di pasar modal. Peringkat ini dikategorikan berturut-turut, misalnya dalam bentuk AAA, AA, A, BBB, BB, B, dan seterusnya. Model ini telah dikenal di Indonesia khususnya di Pasar Modal.
b)      Bankruptcy Model
Model ini memberikan rumusan untuk menilai kapan perusahaan akan bangkrut. Dengan menggunakan rumus yang diisi dengan rasio keuangan maka akan diketahui angka tertentu yang akan menjadi bahan untuk memprediksi kapan kemungkinan suatu perusahaan akan bangkrut.
c)      Net Cash Flow Prediction Model
Model ini didesain untuk mengetahui berapa besar arus kas masuk bersih perusahaan tahun depan.
d)     Take Over Prediction Model
Model ini dimaksudkan untuk mengetahui kemungkinan perusahaan ini akan diambil alih oleh perusahaan lainnya.

Contoh dari keempat model tersebut:
a.       Model untuk peramalan tingkat kualitas obligasi yang dijual di pasar modal yang dibuat oleh Ahmed Belkaoi disebut Belakaoi’s Bond Rating Model.
b.      Model untuk meramalkan kebangkrutan suatu perusahaan yang dibuat altman, model ini populer juga disebut Z-Score.
c.       Bernstein dan Maksy merumuskan model untuk meramalkan Net Cash Flow From Operation tahun mendatang disebut Bernstein and Maksy’s Net Cash Flow Next Year Prediction model.
d.      Model untuk menilai perusahaan yang akan diambil alih. Model ini dibuat oleh Ahmad Belkaoui’s Take over Prediction Model.

2.1.11. Analisis Z-score
Z-Score adalah skor yang ditentukan dari hitungan standar kali nisbah-nisbah keuangan yang menunjukkan tingkat kemungkinan kebangkrutan perusahaan. Formula Z-Score untuk memprediksi kebangkrutan dari Altman merupakan sebuah multivariate formula yang digunakan untuk mengukur kesehatan finansial dari sebuah perusahaan. Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Fungsi diskriminan Z yang ditemukan oleh Altman adalah sebagai berikut: (Weston & Copeland, 2004:255) dalam (Diana Atim Iflaha, 2008)
Z = 0,012X1 + 0,014X2 + 0,033X3 + 0,006X4 + 0,999X5

Pada tahun 1983,1984 model prediksi kebangkrutan dikembangkan lagi oleh Altman untuk beberapa negara, dari penelitian tersebut ditemukan nilai Z, yang dicari dengan persamaan diskriminan sebagai berikut: (Hanafi & Halim, 2003:275) dan Diana Atim Iflaha (2008)
Zi = 1,2X1 + 1,4 X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

Dalam laporannya Altman mengelompokkan perusahaan menjadi dua kategori, yaitu pailit dan tidak pailit. Dari hasil penelitian tersebut diperoleh nilai Z rata-rata kelompok perusahaan yang pailit sebesar -0,2599 dan rata-rata untuk perusahaan yang tidak pailit sebesar 4,8863. Sebesar patokan untuk mengklasifikasikan perusahaan yang dipilih batas nilai Z sebesar 2,675 sebagai nilai kritis yang merupakan klasifikasi umum. Jadi nilai perusahaan dengan nilai skor Z yang lebih besar dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang tidak pailit dan skor nilai Z yang kurang dari 2,675 diklasifikasikan perusahaan yang pailit (Weston & Copeland, 2004:255) dan Diana Atim Iflaha (2008).
Masalah lain yang sering dihadapi oleh Altman dalam melakukan penelitian di Indonesia adalah sedikitnya perusahaan Indonesia yang go public. Jika perusahaan tidak go-public, maka nilai pasar menggunakan nilai buku saham biasa dan preferen sebagai salah satu komponen variabel bebasnya, dan kemudian mengembangkan model diskriminan kebangkrutan, dan memperoleh model sebagai berikut ini.
Zi = 0,717 X1+0,847 X2 + 3,107 X3 + 0,42 X4+0,998 X5

Z-Score Altman untuk perusahaan perbankan yang telah go public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S.Munawir, 2007:
Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1 = Working Capital to Total Assets (Modal Kerja/Total Aset)
X2 = Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan/Total Aset)
X3 = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets (Pendapatan
          Sebelum Dikurangi Biaya Bunga/Total Aset)
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Harga Pasar
         Saham Dibursa/Nilai Total Utang)
X5 = Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)

Dengan kriteria penilaian sebagai berikut:
a)      Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
b)      1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan.
c)      Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.

Kelima rasio inilah yang akan digunakan untuk menganalisis laporan keuangan sebuah perusahaan untuk kemudian mendeteksi kemungkinan terjadinya kebangkrutan pada perusahaan tersebut. Dalam manajemen keuangan, rasio-rasio yang digunakan dalam metode Altman ini dapat dikategorikan dalam tiga kelompok besar yaitu:
Rasio Likuiditas yang terdiri dari X1
Rasio Profitabilitas yang terdiri dari X2 dan X3
Rasio Aktivitas yang terdiri dari X4 dan X5

Uraian masing-masing variabel tersebut adalah sebagai berikut:
a)      Modal kerja terhadap total aset (working capital to total assets) digunakan untuk mengukur likuiditas aktiva perusahaan relative terhadap total kapitalisasinya atau untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek. Indikator yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya masalah pada tingkat likuiditas perusahaan adalah indikator-indikator internal seperti ketidakcukupan kas, utang dagang membengkak, dan beberapa indikator lainnya.
b)      Laba ditahan terhadap total harta (retained earning to total assets) digunakan untuk mengukur profitabilitas kumulatif. Rasio ini mengukur akumulasi laba selama perusahaan beroperasi. Umur perusahaan berpengaruh terhadap rasio tersebut karena semakin lama perusahaan beroperasi memungkinkan untuk memperlancar akumulasi laba ditahan. Hal tersebut dapat menyebabkan perusahaan yang masih relative muda pada umumnya akan menunjukkan hasil rasio yang rendah, kecuali yang labanya sangat besar pada masa awal berdirinya.
c)      Pendapatan sebelum pajak dan bunga terhadap total harta (earnings before interest and taxes to total assets) digunakan untuk mengukur produktivitas yang sebenarnyan dari aktiva perusahaan. Rasio tersebut mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan. Rasio ini merupakan kontributor terbesar dari model tersebut. Beberapa indikator yang dapat kita gunakan dalam mendeteksi adanya masalah pada kemampuan profitabilitas perusahaan diantaranya adalah piutang dagang meningkat, rugi terus-menerus dalam beberapa kwartal, persediaan meningkat, penjualan menurun, dan terlambatnya hasil penagihan piutang.
d)     Nilai pasar ekuitas terhadap nilai buku dari utang (market value equity to book value of total debt) digunakan untuk mengukur seberapa banyak aktiva perusahaan dapat turun nilainya sebelum jumlah utang lebih besar daripada aktivanya dan perusahaan menjadi pailit. Modal yang dimaksud adalah gabungan nilai pasar dari modal biasa dan saham preferen, sedangkan utang mencakup utang lancar dan utang jangka panjang.
e)      Penjualan terhadap total harta (sales to total assets) digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi persaingan. Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aktiva untuk menghasilkan penjualan.

Analisis diskriminan dilakukan untuk memprediksi kebangkrutan suatu perusahaan dengan menganalisis laporan keuangan perusahaan dua sampai lima tahun sebelum perusahaan tersebut diprediksi bangkrut. Kebangkrutan adalah suatu kondisi disaat perusahaan mengalami ketidakcukupan dana untuk menjalankan usahanya. Kebangkrutan biasanya dihubungkan dengan kesulitan keuangan. Analisis diskriminan bermanfaat bagi perusahaan untuk memperoleh peringatan awal kebangkrutan dan kelanjutan usahanya. Semakin awal suatu perusahaan memperoleh peringatan kebangkrutan, semakin baik bagi pihak manajemen karena pihak manajemen bisa melakukan perbaikan-perbaikan dan dapat memberikan gambaran dan harapan yang mantap terhadap nilai masa depan perusahaan tersebut.

Menurut BAPEPAM (2005), kelebihan dari hasil Z-Score antara lain:
a)      Menggabungkan berbagai resiko keuangan secara bersama-sama.
b)      Menyediakan koefisien yang sesuai untuk mengkombinasikan variabel-variabel independen.
c)      Mudah dalam penerapan.

Sedangkan kelemahan dari hasil Z-Score antara lain:
a)      Nilai Z-Score bisa direkayasa atau dibiaskan melalui prinsip akuntansi yang salah atau rekayasa keuangan lainnya.
b)      Formula Z-Score kurang tepat untuk perusahaan baru yang labanya masih rendah atau bahkan masih merugi. Nilai Z-Score biasanya akan rendah.
c)      Perhitungan Z-Score secara triwulan pada suatu perusahaan dapat memberikan hasil yang tidak konsisten jika perusahaan tersebut mempunyai kebijakan untuk menghapus piutang diakhir tahun secara sekaligus.


Setiap perusahaan memiliki kebijakan dalam berbagai aktifitas mereka. Tidak terkecuali dengan perusahaan perbankan terutama dengan bagian keuangan perusahaan. Ada berbagai keputusan yang akan diambil tapi sebelum itu pihak perusahaan akan membuat laporan keuangan mereka per periode baik perbulan pertriwulan ataupun pertahun. Dari laporan keuangan inilah akan muncul berbagai pendapat dari stakeholder.
Agar perusahaan tetap berjalan dengan baik juga dapat berkembang perusahaan melakukan analisis prediksi kebangkrutan untuk menilai bagaimana perusahaan mereka pada masa sekarang dan bagaimana perusahaan mereka nantinya. Untuk itu maka digunakanlah analisis rasio keuangan dengan pendekatan metode Z-score. Dari hasilnya akan dilihat bagaimana keadaan setiap perusahaan perbankan agar dapar lebih awal mengetahui bagaimana keadaaan keuangan mereka.



BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu variabel independen/bebas dan variabel dependen/terikat. Variabel merupakan abstraksi dari gejala, peristiwa atau masalah yang memerlukan penyelidikan (Ulber Silalahi, 2009:191). Variabel independen/bebas dalam penelitian ini adalah variabel (X), dalam penelitian ini terdiri dari lima variabel, meliputi: (X1) Working Capital to Total Assets, (X2) Retained Earning to Total Assets, (X3) Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets, (X4) Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities, (X5) Sales to Total Assets (Sofyan Syafri Harahap,2009:353). Adapun variabel dependen/terikat dalam penelitian ini adalah (Z) Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5 (S.Munawir, 2007) dengan penelitian yang akan dilakukan pada peusahaan perbankan Go Public di Bursa Efek Indonesia.

3.2. Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit/elemen di mana penyelidik tertarik (Ulber Silalahi, 2009:253). Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel adalah bagian tertentu yang dipilih dari populasi (Ulber Silalahi, 2009:254).
Metode pengambilan sampel yang digunakan adalah porposive sampling. Pengambilan sampel secara porposive didasarkan pada suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti sendiri, berdasarkan ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya. Pelaksanaan pengambilan sampel secara porposive ini antara lain sebagai berikut: Mula-mula peneliti mengidentifikasi semua karakteristik populasi misalnya dengan mengadakan studi pendahuluan/dengan mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan populasi. Kemudian peneliti menetapkan berdasarkan pertimbangannya sebagian dari anggota populasi menjadi sampel penelitian, sehingga teknik pengambilan sampel secara porposive ini didasarkan pada pertimbangan pribadi peneliti sendiri. (Prof.Dr.Sugiyono, 2011:218-219).
Sampel dalam penelitian ini adalah 20 perusahaan perbankan dengan kriteria sebagai berikut:
a)      Merupakan perusahaan perbankan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
b)      Berada pada urutan 20 teratas dalam perusahaan perbankan di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011-2013.
c)      Memlliki laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit pada tahun 2011-2013.
Bank-bank yang masuk dalam kriteria sampel penelitian dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 3.1. Daftar Nama Bank
1
Bank Rakyat Indonesia Agro Niaga Tbk.
11
Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk.
2
Bank ICB Bumi Putra Tbk.
12
Bank Mutiara Tbk.
3
Bank Capital Indonesia Tbk.
13
Bank Danamon Indonesia Tbk.
4
Bank Ekonomi Raharja Tbk.
14
Bank Pundi Indonesia Tbk.
5
Bank Central Asia Tbk.
15
Bank Jabar Banten Tbk.
6
Bank Bukopin Tbk.
16
Bank Pembangunan Daerah JaTim Tbk.
7
Bank Mestika DharmaTbk.
17
Bank Kesawan Tbk.
8
Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk.
18
Bank Maspion IndonesiaTbk.
9
Bank Nusantara Parahyangan Tbk.
19
Bank Mandiri (Persero) Tbk.
10
Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
20
Bank Bumi Artha Tbk.

3.3. Jenis dan Sumber Data
Data yang dikumpulkan dari penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder merupakan data yang dikumpulkan dari tangan kedua atau dari sumber lain yang telah tersedia sebelum penelitian dilakukan (Ulber Silalahi, 2009:291). Sumber data dalam penulisan skripsi ini adalah dari berbagai sumber buku, jurnal dan penelitian terdahulu yang mendukung penelitian. Sedangkan untuk sumber data yang akan diolah dalam analisis penelitian adalah www.idx.co.id , situs web resmi Bursa Efek Indonesia.

3.4. Metode Pengumpulan Data
Data ini diperoleh dari data historis perusahaan perbankan, studi literatur, laporan penelitian, dan laporan keuangan yang diterbitkan bank maupun internet yang telah diaudit selama tiga tahun 2011-2013. Metode yang dilakukan untuk mendapatkan data yang diinginkan dengan membuka Website dari objek yang diteliti, sehingga dapat diperoleh laporan keuangan, gambaran umum bank serta perkembangannya yang kemudian digunakan penelitian. Situs yang digunakan adalah www.idx.co.id.
Selain itu, dilakukan juga studi pustaka yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari dan memahami buku-buku yang mempunyai hubungan dengan analisis prediksi kebangkrutan metode Altman Z-Score seperti dari literatur, jurnal-jurnal, media massa dan hasil penelitian yang diperoleh dari berbagai sumber, baik dari perpustakaan dan sumber lain.

3.5. Teknik Analisis Data
Altman menemukan lima jenis rasio keuangan yang dapat dikombinasikan untuk melihat perbedaan antara perusahaan yang bangkrut dan yang tidak bangkrut. Z-Score Altman untuk perusahaan perbankan yang telah go public ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (S.Munawir, 2007):
Z-Score = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,6 X4 + 1,0 X5
Dimana:
X1 = Working Capital to Total Assets (Modal Kerja/Total Aset)
X2 = Retained Earning to Total Assets (Laba Ditahan/Total Aset)
X3 = Earning Before Interest and Taxes (EBIT) to Total Assets (Pendapatan Sebelum Dikurangi Biaya Bunga/Total Aset)
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Total Liabilities (Harga Pasar Saham Dibursa/Nilai Total Utang)
X5 = Sales to Total Assets (Penjualan/Total Aset)




Dengan kriteria penilaian (S.Munawir, 2002:311) sebagai berikut:
a)      Z-Score > 2,99 dikategorikan sebagai perusahaan yang sangat sehat sehingga tidak mengalami kesulitan keuangan.
b)      1,81 < Z-Score < 2,99 berada di daerah abu-abu sehingga dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan, namun kemungkinan terselamatkan dan kemungkinan bangkrut sama besarnya tergantung dari keputusan kebijaksanaan manajemen perusahaan sebagai pengambil keputusan.
c)      Z-Score < 1,81 dikategorikan sebagai perusahaan yang memiliki kesulitan keuangan yang sangat besar dan beresiko tinggi sehingga kemungkinan bangkrutnya sangat besar.

3.6. Operasionalisasi Variabel
Agar penelitian ini dapat dilaksanakan sesuai dengan yang diharapkan, maka perlu dipahami berbagai unsur-unsur yang menjadi dasar dari suatu penelitian ilmiah yang termuat dalam operasionalisasi variabel penelitian. Secara lebih rinci, operasionalisasi variabel penelitian adalah sebagai berikut:
Tabel 3.2. Operasionalisasi Variabel Penelitian
VARIABEL
(1)
KONSEP
(2)
INDIKATOR
(3)
SKALA
(4)
X1
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan modal kerja bersih dari keseluruhan total aktiva yang dimilikinya.
Net Working Capital to Total Assets
(Sofyan Syafri harahap, 2009: 353)
Rasio
X2
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba ditahan dari total aktiva perusahaan. Laba ditahan terjadi karena pemegang saham biasa mengizinkan perusahaan untuk menginvestasikan kembali laba yang tidak didistribusikan sebagai dividen.
Retained Earnings to Total Assets
(Sofyan Syafri harahap, 2009: 353)
Rasio
X3
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba dari aktiva perusahaan, sebelum pembayaran bunga dan pajak.
Earning Before Interest and Tax to Total Assets
(Weston & Copeland, 2004:255) dalam Diana Atim Iflaha (2008)
Rasio
X4
Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dari nilai pasar modal sendiri (saham biasa). Nilai pasar ekuitas sendiri diperoleh dengan mengalikan jumlah lembar saham biasa  yang beredar dengan harga pasar per lembar saham biasa. Nilai buku hutang diperoleh dengan menjumlahkan kewajiban lancar dengan kewajiban jangka panjang.
Market Value of Equity to Book Value of Debt
(Sofyan Syafri harahap, 2009: 353)
Rasio
X5
Rasio ini menunjukkan apakah perusahaan menghasilkan volume bisnis yang cukup dibandingkan investasi dalam total aktivanya. Rasio ini mencerminkan efisiensi manajemen dalam menggunakan keseluruhan aktiva perusahaan untuk menghasilkan penjualan dan mendapatkan laba
Sales to Total Assets
(S.Munawir, 2007)
Rasio
Z-SCORE
(Z)
Dari data laporan keuangan perusahaan akan dianalisis dengan menggunakan beberapa rasio keuangan yang dianggap dapat memprediksi kebangkrutan sebuah perusahaan. Beberapa rasio keuangan yang mendeteksi likuiditas, profitabilitas, dan aktivitas perusahaan yang akan menghasilkan rasio-rasio atau angka-angka yang akan diproses lebih lanjut dengan formula Altman.
Z = 1,2X1 + 1,4X2 + 3,3X3 + 0,6X4 + 1,0X5

(S.Munawir, 2007)
1. Z-Score lebih kecil atau sama dengan 1,81 berarti perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan risiko tinggi.
2. Z-Score antara 1,81 - 2,99 perusahaan dianggap berada pada daerah abu-abu (grey area).
3. Z-Score >2,99 memberikan penilaian bahwa perusahaan berada dalam keadaan yang sangat sehat sehingga kemungkinan kebangkrutan sangat kecil terjadi.


No comments: