I. Pendahuluan.
Persediaan umumnya merupakan akun terbesar dalam aktiva lancar bagi
perusahaan manufaktur atau dagang, oleh karena itu diperlukan adanya
pengendalian atas persediaan melalui perputaran persediaan untuk dapat
pengukuran berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan berputar dalam satu
tahun. Persediaan ini merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan yang dapat
digunakan untuk membiayai kewajiban keuangan perusahaan diantaranya membiayai
kegiatan operasional perusahaanatau kegiatan pokok lainnya. Tinggi rendahnya
perputaran persediaan akan mempengaruhi tingkat likuiditas keuangan perusahaan,
serta dari perputaran persediaan ini akan terlihat kemampuan perusahaan dalam
mengkonversikan aktiva non kas menjadi kas. Dengan adanya pengelolaan dan
pengendalian persediaan yang baik, perusahaan diharapkan dapat mengoptimalkan
labanya, sehingga perusahaan juga diharapkan dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya (likuiditasnya). Penilaian
tingkat likuiditas sangat penting karena eksistensi perusahaan akan disangsikan
jika tidak lagi mempunyai kemampuan untuk membayar utang jangka pendeknya pada
saat jatuh tempo.
Solusi umum yang sifatnya instan
untuk meningkatkan tingkat lukuiditas adalah dengan menambah aktiva kas
yang bersumber dari pinjaman jangka panjang atau dari setoran modal.
Kenyataannya solusi tersebut sering menimbulkan masalah baru bagi perusahaan
baik yang berkenaan dengan solvabilitas perusahaan maupun beban utang jangka
panjang yang jatuh tempo pada tahun berjalan. Oleh karena itu solusi alternatif
perlu untuk dipertimbangkan, namun masalahnya adalah apakah perputaran
persediaan yang dimaksud berpengaruh signifikan ?
II. Kerangka Teoritis.
Sebagai suatu
penyedia jasa, akuntansi akan memberikan informasi keuangan yang sifatnya
kuantitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan eksistensi
perusahaan untuk pembuatan keputusan. Data yang diambil sebagai acuan
pengambilan keputusan itu merupakan suatu laporan keuangan yang merupakan
produk akhir dari suatu proses akuntansi yang mempunyai tujuan untuk memberikan
informasi kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti yang dikemukakan
oleh Sopyan Safari Harahap (2002 : 201) sebagai berikut :
Laporan
Keuangan merupakan out put dan hasil akhir dari proses akuntansi dan menjadi
bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses
pengambilan keputusan disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga
sebagai pertanggungjawaban atau accountability
dan juga menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai
tujuannya.
Ikatan Akuntan Indonesia, menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan
secara umum (1999 : 1.2) adalah :
...
memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan
yang bermanfaat bagi sebagaian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka
membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai
tujuan tersebut suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan
meliputi :
a. aktiva
b. kewajiban
c. ekuitas
d. pendapatan dan beban termasuk
keuntungan dan kerugian
e. arus kas.
Dalam
mengadakan analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, diperlukan
adanya ukuran tertentu salah satunya adalah rasio likuiditas, seperti
yang dijelaskan oleh Bambang Susanto (1995 : 216) sebagai berikut :
..... analisis laporan keuangan
diarahkan pada 6 area sebagai berikut :
1.
Likuidity ratio, yang mengukur kemampuan suatu
perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2.
Leverage ratio, mengukur bagaimana luasnya
operasi perusahaan dibiayai oleh utang.
3.
Activity ratio, untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam
memanfaatkan sumber dana yang ada.
4.
Profitability ratio, untuk mengukur efektifitas operasi perusahaan
dalam menghasilkan keuntungan.
5.
Solvability ratio, untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan pada industri yang sama.
6.
Growth ratio, ratio untuk mengukur kemampuan
manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.
Dalam hubungannya dengan kewajiban keuangan perusahaan, Munawir (2001
: 32) mengemukakan bahwa kewajiban
keuangan perusahaan digolongkan kepada dua golongan yaitu :
1)
Kewajiban keuangan yang
berhubungan dengan pihak luar perusahaan (kreditur) yang disebut likuiditas
badan usaha.
2)
Kewajiban keuangan yang
berhubungan dengan proses produksi (intern ) perusahaan disebut likuiditas
perusahaan.
Dengan adanya penggolongan kewajiban keuangan
perusahaan yang dibedakan atas dua golongan di atas maka indikator penilaian
likuiditas yang digunakan yaitu defensive interval ratio. Menurut
Harnanto (1995:220) defensive interval ratio menunjukkan kemampuan
perusahaan dalam menanamkan dananya pada berbagai aktiva lancar yang dititik
beratkan pada tujuan untuk menjamin terlaksananya kegiatan pokok perusahaan.
Defensive interval ratio ini juga memberikan
informasi kepada pihak intern perusahaan maupun kepada pihak ekstern perusahaan
dimana bagi pihak ekstern perusahaan Defensive
interval ratio memberikan informasi kepada calon kreditur untuk mengetahui
keadaan perusahaan yang sebenarnya serta
menetapkan faktor atau margin keamanan bagi investor dalam menentukan kemampuan
perusahaan memenuhi biaya operasi dasarnya. Sedangkan bagi pihak perusahaan
sendiri rasio ini memberikan informasi tentang jangka waktu dimana perusahaa
dapat memenuhi dan melaksanakan kegiatan pokoknya dari jumah defensive assetnya
(kas + efek + Piutang). Adapun perhitungannya sebagai berikut:
untuk
menghitung rata-rata pengeluaran kas untuk biaya hariannya dilakukan dengan
cara sebagai berikut:
Dalam penentuan rasio-rasio diatas tidak terlepas dari laporan
keuangan. Penelaahan mengenai laporan keuangan dalam perusahaan dengan
menunjukkan bahwa unsur harta lancar terbesar dalam persediaan dan persediaan
ini mempunyai peranan penting karena menyangkut aktivitas normal perusahaan,
persediaan yang secara kontinyu harus diperoleh, diproses kemudian di jual
kembali secara materil dapat mempengaruhi perhitungan laba rugi serta dapat
berpengaruh terhadap penentuan tingkat likuiditas perusahaan.
Ikatan Akuntan Indonesia (1999:14.1), memberikan batasan mengenai
persediaan yaitu aktiva yang (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha
normal ; (b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, dan (c) dalam
bentuk bahan atau perlengkapan untuk
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
Pengadaan persediaan dalam perusahaan harus direncanakan dengan
perhitungan yang matang, karena jika kekurangan persediaan akan menghambat
aktivitas, begitu pula sebaliknya jika persediaan terlalu besar akan
memperbanyak dana yang dikeluarkan yang semestinya dana tersebut dapat
digunakan untuk ekspansi atau memperbaiki operasi perusahaan. Selain itu
kelebihan persediaan juga menambah beban seperti penyimpanan akan meningkatkan
risiko kerugian akibat adanya kerusakan persediaan kerusakan persediaan yang
disimpan melebihi nilai ekonomisnya.
Untuk menghindari kelebihan dan kekurangan dalam
persediaan diperlukan adanya pengendalian yang salah satunya melalui perputaran
persediaan untuk menganalisis efesiensi dan efektivitas pengelolaan persediaan.
Peningkatan perputaran persediaan akan dapat mengurangi biaya-biaya yang cukup
besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.
Perputaran persediaan yang dihitung sebagai unsur likuiditas yaitu
persediaan barang jadi yang sudah memiliki nilai ekonomis dan manfaat yang
lebih dari sebelumnya sehingga dapat segera dikonversikan menjadi kas melalui
penjualan. Untuk menghitung perputaran persediaannya menggunakan perhitungan
seperti yang dijelaskan oleh Niswonger et al (1997:216) sebagai berikut :
Perputaran persediaan ini dihitung dengan membandingkan antara harga
pokok penjualan dengan rata-rata persediaan.
Sedangkan
menurut Kieso et al (1995:497), yang dimaksud dengan harga pokok penjualan
adalah perbedaan antara harga barang pokok yang tersedia untuk dijual selama
periode bersangkutan dan harga barang pokok yang ada ditangan pada akhir
periode.
Hasil pembandingan diatas menunjukkan berapa kali persediaan dapat
dikonversi menjadi kas dalam satu periode yang secara umum disebut dengan
perputaran persediaan. Perputaran persedian tersebut sebagai alat pengendalian
untuk membantu manajemen dalam mengelola
aktiva lancar yang disiapkan untuk dijual kembali dalam aktivitas normal
perusahaan. Heckert (1997:436) mengemukakan bahwa tujuan pengendalian
persediaaan adalah sebagai berikut :
1) Untuk perencanaan dan pengendalian
pembelian sehingga akan hanya membeli atau menimbun bahan yang diperlukan atau
dibutuhkan.
2) Untuk pengendalian terhadap
wewenang pelaksanaan produksi sehingga
hanya dihasilkan produk dalam kuantitas dan jenis yang layak.
Dengan adanya
pengendalian terhadap persediaan melalui perputaran persediaan diharapkan
perusahaan akan dapat mengoptimalkan labanya, Semakin cepat perputaran
persediaan semakin pendek waktu tertanamnya dana dalam persediaan tersebut. Dengan
sendirinya perusahaan memperoleh pendapatan atas penjuanlan tersebut, sehingga
memperkecil risiko perusahaan untuk tidak dapat memenuhi kewajiban jangka
pendeknya.
Berdasarkan uraian di atas hipotesis yang akan diuji dalam penelitian
ini adalah:
Perputaran persediaan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas)
III. Metode Penelitian.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif
dengan metode studi kasus yang dilakukan pada perusahaan genteng pres di Jatiwangi yang memiliki sifat mass production.
Variabel-variabel penelitian didefinisikan
dengan cunstruct yang spesifik dan diukur berdasarkan konsep akuntansi
keuangan yang bersifat baku
dengan operasionalisasi sebagai berikut :
1) Likuiditas, sebagai variabel respon, diukur
dengan defensive interval ratio yang menghasilkan ukuran hari dengan
skala pengukuran interval.
2) Perputaran
Persediaan, sebagai variabel prediktor, diukur dengan Perbandingan
harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan yang menghasilkan ukuran
rasio dengan skala pengukuran rasio.
Data penelitian bersifat time series
dengan sumber dari Laporan Keuangan yang diterbitkan 6 (enam) tahun terakhir
(1996 s/d 2001), dan dianalisis dengan Analisis Regresi dan Korelasi. Hipotesis
diuji dengan statistik uji t student pada tingkat keyakinan 95% dengan
two tailed test.
IV. Hasil Penelitian.
Pada perusahaan yang diteliti, persediaannya terbagi atas 4 (empat)
kelompok yaitu :
1.
Persediaan bahan baku.
2.
Persediaan bahan penolong.
3.
Persediaan barang dalam proses.
4.
Persediaan barang jadi.
Persediaan barang jadi merupakan produk yang didalamnya terakumulasi
biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Oleh karena
itu dalam perhitungan perputaran persediaan, nilai persediaan barang jadi
merupakan acuan yang diperbandingkan dengan harga pokok penjualan pada periode
yang sama. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang diteliti, data yang
dimaksud dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 4.1
Daftar Persediaan Barang
Tahun 1996-2001
Periode
|
Persediaan
Barang Awal
|
Persediaan
Barang akhir
|
1996
|
Rp 182.000.000
|
Rp 203.000.000
|
1997
|
203.000.000
|
254.400.000
|
1998
|
254.400.000
|
235.850.000
|
1999
|
235.850.000
|
257.000.000
|
2000
|
257.000.000
|
275.000.000
|
2001
|
275.500.000
|
287.000.000
|
Sumber : PT ‘X’
Tabel 4.2
Harga Pokok Penjualan
Tahun 1996-2001
Tahun
|
Harga Pokok Penjualan
|
1996
|
Rp. 761.893.000
|
1997
|
1.408.650.000
|
1998
|
1.602.495.000
|
1999
|
1.022.252.000
|
2000
|
1.988.948.000
|
2001
|
2.080.038.000
|
Sumber :
PT ‘X’
Tabel 4.3
Analisis Tingkat Perputaran
Persediaan
Tahun 1996 – Tahun 2001
Tahun
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
HPP
|
761.893.000
|
1.408.650.000
|
1.602.495.000
|
1.022.252. 000
|
1.988.948.000
|
2.080.038.000
|
Persediaan :
|
||||||
Persd. Awal
|
182.000. 000
|
203.000. 000
|
254.400. 000
|
235.850. 000
|
257.000. 000
|
275.500.000
|
Persed. Akhir
|
203.000. 000
|
254.400. 000
|
235.850. 000
|
257.000. 000
|
275.500. 000
|
287.000. 000
|
Total
|
385.000. 000
|
457.400. 000
|
490.250. 000
|
492.850. 000
|
532.500. 000
|
562.500. 000
|
Rata-rata persediaan
|
192.500. 000
|
228.700. 000
|
245.125. 000
|
246.425.000
|
266.250. 000
|
281.250. 000
|
Perputaran persediaan
|
3.96
|
6.16
|
6.54
|
4.15
|
7.47
|
7.4
|
Sumber
: diolah.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa perbaikan tingkat perputaran
persediaan diperoleh dari kenaikan Harga Pokok Penjualan, bersama-sama dengan
kenaikan dalam rata-rata persediaan. Tingkat perputaran persediaan diatas terus
meningkat kecuali pada tahun 1999 mengalami penurunan, ini disebabkan karena
adanya penurunan Harga Pokok Penjulan dan tingginya rata-rata persediaan pada
tahun tersebut. Perusahaan mempunyai tingkat perputaran persediaan tercepat
sebesar 7,47 kali pada tahun 2000 hal ini karena adanya peningkatan Harga Pokok
Penjualan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (tahun yang diteliti yaitu
dari tahun 1996 s.d tahun 2001), dengan
angka ini dapat diketahui bahwa tingkat penjualan barang jadi relatif meningkat
ditunjukan dengan tingkat perputaran persediaan yang relatif cepat dari tahun
sebelumnya.
Tingkat perputaran persediaan di atas, secara keseluruhan menunjukkan
bahwa perusahaan memiliki tingkat perputaran yang relatif baik karena manajemen
dapat menggantisipasi dan menanggulangi
berbagai risiko atas persediaan yang dimilikinya, sehingga perusahaan
dapat beroperasi secara lancar.
Setelah diketahui unsur-unsur dari perputaran persediaan maka
selanjutnya dilakukan penganalisaan
terhadap unsur-unsur likuiditas perusahaan yaitu kemampuan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendeknya. Dalam hal ini penulis menggunakan satu indikator
likuiditas yaitu Defensive Interval Ratio. Defensive interval ratio membandingkan
antara aktiva defensive (kas + efek + piutang) dengan rata-rata
pengeluaran kas untuk biaya hariannya (membandingkan antara HPP + Biaya
Usaha + Pajak Perseroan ) / 365 hari. Oleh karena pada perusahaan yang diteliti
tidak memiliki aset yang tertanam pada marketable securities, maka unsur
defensive interval rasio hanya meliputi :
Tabel 4.4
Unsur-Unsur Pembentuk
Defensive Interval Rasio
Tahun 1996 - 2001
Tahun
|
1996
|
19997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
Kas + Bank
|
21.000.000
|
57.302.000
|
40.994.000
|
34.751.000
|
84.800.000
|
60.884.000
|
Piutang dagang
|
220.130.000
|
351.325.000
|
380.760.000
|
268.422.000
|
469.419.000
|
514.838.000
|
Piutang lainnya
|
7.940.000
|
38.440.000
|
25.830.000
|
7.644.000
|
62.460.000
|
49.764.000
|
Defensive asset
|
249.070.000
|
447.067.000
|
445.054.000
|
310.817.000
|
615.619.000
|
625.496.000
|
Untuk menghitung rata-rata pengeluaran kas
untuk biaya harian meliputi :
|
||||||
HPP
|
761.893.000
|
1.408.650.000
|
1.602.495.000
|
1.022.252.000
|
1.988.948.000
|
2.080.038.000
|
Biaya penjualan
|
10.535.000
|
18.128.000
|
14.600.000
|
12.735.000
|
14.028.000
|
16.950.000
|
Biaya umum
|
121.818.000
|
123.950.000
|
144.537.000
|
155.262.000
|
152.368.000
|
153.282.000
|
PPh
|
184.156.000
|
194.890.000
|
69.505.800
|
124.831.350
|
140.571.600
|
115.204.250
|
pengeluaran
kas
|
1.078.402.000
|
1.745.618.000
|
1.831.137.800
|
1.315.080.350
|
2.295.915.600
|
2.365.474.250
|
Rata-rata biaya harian
|
2.954.526,03
|
4.782.515,07
|
5.016.815,89
|
3.602.959,86
|
6.290.179,73
|
6.480.751,37
|
Catatan :
*) pengeluaran kas dibagi 365
hari.
Sumber : diolah
Bagi perusahan, analisis likuiditas sangat diperlukan untuk
melihat berbagai perkembangan perusahaan khususnya dalam masalah pemenuhan
kewajiban-kewajiban keuangan perusahaan setiap saat untuk menunjang kelancaran
operasional rutin. Berdasarkan ukuran defensive interval ratio yaitu
membandingkan aktiva defensive dengan rata-rata pengeluaran kas untuk biaya
harian (HPP + Biaya Usaha + Pajak Perusahaan)/365 hari, tingkat likuiditas
perusahaan dapat dilihat di bawah ini:
Tabel 4.5
Analisis Tingkat Likuiditas
Tahun 1996 – Tahun 2001
Tahun
|
1996
|
1997
|
1998
|
1999
|
2000
|
2001
|
Defensive asset
|
249.070.000
|
447.067.000
|
445.054.000
|
310.817.000
|
615.619.000
|
625.496.000
|
Rata-rata pengeluaran harian
|
2.954.526,03
|
4.782.515,07
|
5.016.815,89
|
3.602.959,86
|
6.290.179,73
|
6.480.751,37
|
Defensive interval rasio
|
84 hari
|
93 hari
|
89 hari
|
86 hari
|
98 hari
|
97 hari
|
Sumber :
diolah
Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa perusahaan dalam memenuhi
kegiatan pokok perusahaannya dari defensive asset pada tahun 1996 dengan
tingkat perputaran persediaan 3,96 kali mampu menutup kegiatan pokoknya selama
84 hari, sedangkan pada tahun 1997 dengan perputaran persediaan 6,16 kali mampu
menutup kegiatan pokoknya selama 93 hari. Tahun 1998 dengan tingkat perputaran
persediaan 6,54 kali kemampuan memenuhi kegiatan pokoknya 89 hari yang lebih
singkat dari tahun 1997, hal ini terjadi karena pada tahun 1998 perusahaan
menetapkan harga pokok penjualan yang tinggi dikarenakan biaya-biaya meningkat
tajam sehingga rata-rata pengeluaran kas untuk biaya harian perusahaan
meningkat yaitu sebesar Rp. 234.300,82.
Pada tahun 1999 tingkat perputaran persediaan perusahaan mengalami penurunan
yaitu hanya 4,15 kali dengan kemampuan perusahaan untuk menutup kegiatan
pokoknya selama 86 hari, penurunan tingkat perputaran persediaan terjadi karena perusahaan menetapkan harga
pokok penjualan yang rendah dengan rata-rata persediaan yang tinggi yang
mengakibatkan penuruanan rata-rata pengeluaran biaya harian perusahaan yang
lebih rendah dari tahun 1998. Pada tahun 2000 dengan tingkat perputaran
persediaan 7,47 kali kemampuan perusahaan untuk menutup kegiatan pokoknya yaitu
98 hari, lebih lama satu hari dibandingkan dengan tahun 2001 dimana dengan
tingkat perputaran 7,40 kali perusahaan mampu menutup kegiatan pokoknya selama
97 hari, hal ini terjadi karena pada tahun 2001 rata-rata pengeluaran biaya
harian perusahaan lebih tinggi yang juga disebabkan karena harga pokok penjualan
yang tinggi, biaya penjualan yang lebih tinggi dan biaya umum yang lebih besar
dari tahun 2000.
Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Variabel
Tahun
|
Perputaran
Persediaan
(X)
|
Likuiditas
(Y)
|
1996
|
3,96
|
84
|
1997
|
6,16
|
93
|
1998
|
6,54
|
89
|
1999
|
4,15
|
86
|
2000
|
7,47
|
98
|
2001
|
7,40
|
97
|
Berdasarkan
hasil pengukuran variabel-variabel penelitian yang dianalisis lebih lanjut
dengan menggunakan Analisis Regresi dan Korelasi diperoleh persamaan Regresi
sebagai berikut:
Y = 70,603 +3,458 X
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat likuiditas cenderung
meningkat berdasarkan peningkatan pada tingkat perputaran persediaan. Hal ini
dapat diinterpretasikan bahwa perputaran persediaan dapat digunakan untuk
menaksir kemampuan perusahaan dalam menutup semua biaya yang digunakan dalam
kegiatan pokok perusahaan dalam jangka pendek.
Dari analisis korelasi diperoleh koefisien korelasi (r)
sebesar +0,928 yang berarti dimana kenaikan perputaran
persediaan akan diikuti dengan naiknya
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek (likuiditas).
Berdasarkan uji hipotesis dua sisi pada tingkat keyakinan 95% diperoleh
nilai t hitung sebesar 4,966
dan nilai t tabel sebesar 2,776 dimana t hitung lebih besar dari t tabel . Hal tersebut menunjukkan
bahwa koefisien korelasi tersebut memiliki makna (signifikan). Dengan demikian
pengaruh perputaran persediaan terhadap likuiditas perusahaan yang
besarnya 86,12% (r2 * 100%)
pada tingkat keyakinan 95% adalah signifikan.
V. Penutup.
Berdasarkan
hasil pengujian hipotesis pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa pada
tingkat keyakinan 95% perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap
tingkat likuiditas perusahaan. Upaya yang dilakukan manajemen perusahaan untuk
meningkatkan penjualan dan perbaikan dalam manajemen piutang ternyata membawa
dampak positif terhadap tingkat likuiditas perusahaan melalui penyediaan kas
yang relatif lebih cepat dari sumber penjualan tunai dan penagihan piutang.
Dengan demikian perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam membayar kewajiban
jangka pendeknya baik pengeluaran tunai untuk operasional rutin maupun kepada
pihak ketiga.
Kesimpulan
tersebut mendukung konsep manajemen kas, yaitu bahwa dengan modal kerja yang
relatif given, perusahaan dapat beroperasi optimal dengan memperbaiki
secara terus-menerus manajemen persediaan, manajemen pemasaran dan manajemen
piutang. Ukuran defensive interval ratio memberikan pemahaman kepada
kita bahwa untuk meningkatkan likuiditas perusahaan tidak harus menambah aktiva
lancar untuk memperbaiki rasionya terhadap utang lancar, atau menyelesaikan
kewajiban jangka pendeknya dengan menambah kewajiban jangka panjang. Perbaikan
internal yang terintegrasi dan berkesinambungan salah satunya yang berkaitan
dengan pengelolaan persediaan serta penjualan dan penagihannya ternyata membawa
dampak positif terhadap kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.
Oleh
karena itu, manajemen dapat mengambil langkah-langkah yang riil dalam
pengendalian produksi misalnya memperbaiki lay out pabrik, memotong
aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah, dan menyelia mobilisasi karyawan,
sehingga diperoleh keuntungan dalam percepatan produksi, yang pada akhirnya
proses produksi secara keseluruhan relatif menjadi lebih cepat. Selain itu
manajemen dapat mengambil langkah perbaikan dalam pengelolaan piutang dengan
mengklasifikasikan piutang berdasarkan umurnya, menerapkan sistem pembayaran
dengan insentif potongan tunai dan kemudahan pembayaran melalui fasilitas
perbankan.
DAFTAR PUSTAKA
Bambang
Susanto 1995. Manajemen Akuntansi.
Edisi Ketiga. Yogyakarta. Penerbit : Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.
Cooper,
Donald R., and C. William Emory. 1997. Business Research Methods.
Florida. : Irwin Inc.
Freddy
Rangkuti. 1996. Manajemen Persediaan. Cetakan kedua. Jakarta: Raja
Garindo Persada.
Ikatan
Akuntan Indonesia. 1999. Standar
Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Harnanto.
1995. Analisis Laporan Keuangan.
Edisi Ketiga. Yogyakarta : Balai Penerbit Fakultas Ekonomi UGM.
Heckert
J.B and Wilson James D. 1997. Controlership. Edisi Ketiga alih
bahasa Tjintjin Fenix Tjendera. Jakarta : Erlangga.
Hendriksen
Eldon S. 1996. Teori Akuntansi. Edisi keempat. Jilid 11. Alih Bahasakan
Nugroho. Jakarta:Erlangga.
Kieso,
Donald E & Jerry J. Weygandt. 1995. Intermediate Accounting. Edisi
Ketujuh. Jilid I. Dialihbahasakan Herman Wibowo. Jakarta : Binarupa Aksara.
Munawir.
2001. Analisis Laporan Keuangan.
Edisi Keempat. Yogyakarta. Penerbit : Liberty
Munandar.
1996. Pokok Pokok Intermediate. Edisi keenam.Yogyakarta. Penerbit :
BPFE-UGM
Niswonger,
C. Rollin, and Philip E Fess, and Carl S Waren. 1997. Prinsip-prinsip Akuntansi. Edisi Keenambelas alih bahasa oleh
Hyginus Ruswinarto dan Herman Wibowo. Jakarta : Erlangga.
Sarwoko
dan Abdul Halim. 1990. Manajemen Keuangan. Edisi ketiga. Yogyakarta. Penerbit :
BPFE
Singgih
Santoso. 1999. SPSS, Mengolah Data Statistik Secara Profesional.
Jakarta. Penerbit : Elex Media Komputindo.
Sofyan
Safari Harahap. 2002. Teori Akuntansi. Cetakan
Kelima. Jakarta. Penerbit : Raja Grafindo Persada.
Sugiyono.1999.
Statistika Untuk Penelitian. Cetakan
Ke tiga. Bandung. Penerbit: CV. Alfabeta.
Zaki
Baridwan. 1999. Intermediate Accounting. Edisi Ketujuh. Yogyakarta . Penerbit :
BPFE.
No comments:
Post a Comment