Sunday, December 4, 2016

Pengaruh Perputaran Persediaan Terhadap Likuiditas

I. Pendahuluan.
Persediaan umumnya merupakan akun terbesar dalam aktiva lancar bagi perusahaan manufaktur atau dagang, oleh karena itu diperlukan adanya pengendalian atas persediaan melalui perputaran persediaan untuk dapat pengukuran berapa kali dana yang tertanam dalam persediaan berputar dalam satu tahun. Persediaan ini merupakan sumber pendapatan bagi perusahaan yang dapat digunakan untuk membiayai kewajiban keuangan perusahaan diantaranya membiayai kegiatan operasional perusahaanatau kegiatan pokok lainnya. Tinggi rendahnya perputaran persediaan akan mempengaruhi tingkat likuiditas keuangan perusahaan, serta dari perputaran persediaan ini akan terlihat kemampuan perusahaan dalam mengkonversikan aktiva non kas menjadi kas. Dengan adanya pengelolaan dan pengendalian persediaan yang baik, perusahaan diharapkan dapat mengoptimalkan labanya, sehingga perusahaan juga diharapkan dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditasnya). Penilaian tingkat likuiditas sangat penting karena eksistensi perusahaan akan disangsikan jika tidak lagi mempunyai kemampuan untuk membayar utang jangka pendeknya pada saat jatuh tempo.

Solusi umum yang sifatnya instan  untuk meningkatkan tingkat lukuiditas adalah dengan menambah aktiva kas yang bersumber dari pinjaman jangka panjang atau dari setoran modal. Kenyataannya solusi tersebut sering menimbulkan masalah baru bagi perusahaan baik yang berkenaan dengan solvabilitas perusahaan maupun beban utang jangka panjang yang jatuh tempo pada tahun berjalan. Oleh karena itu solusi alternatif perlu untuk dipertimbangkan, namun masalahnya adalah apakah perputaran persediaan yang dimaksud berpengaruh signifikan ?

II. Kerangka Teoritis.


Sebagai suatu penyedia jasa, akuntansi akan memberikan informasi keuangan yang sifatnya kuantitatif kepada berbagai pihak yang berkepentingan dengan eksistensi perusahaan untuk pembuatan keputusan. Data yang diambil sebagai acuan pengambilan keputusan itu merupakan suatu laporan keuangan yang merupakan produk akhir dari suatu proses akuntansi yang mempunyai tujuan untuk memberikan informasi kepada berbagai pihak yang berkepentingan, seperti yang dikemukakan oleh Sopyan Safari Harahap (2002 : 201) sebagai berikut :
Laporan Keuangan merupakan out put dan hasil akhir dari proses akuntansi dan menjadi bahan informasi bagi para pemakainya sebagai salah satu bahan dalam proses pengambilan keputusan disamping sebagai informasi, laporan keuangan juga sebagai pertanggungjawaban atau accountability dan juga menggambarkan indikator kesuksesan suatu perusahaan dalam mencapai tujuannya.

Ikatan Akuntan Indonesia, menjelaskan bahwa tujuan laporan keuangan secara umum (1999 : 1.2) adalah :
... memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagaian besar kalangan pengguna laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut suatu laporan keuangan menyajikan informasi mengenai perusahaan meliputi :
a. aktiva
b. kewajiban
c. ekuitas
d. pendapatan dan beban termasuk keuntungan dan kerugian
e. arus kas.

Dalam mengadakan analisis terhadap laporan keuangan suatu perusahaan, diperlukan adanya ukuran tertentu salah satunya adalah rasio likuiditas,  seperti  yang dijelaskan oleh Bambang Susanto (1995 : 216) sebagai berikut :
 ..... analisis laporan keuangan diarahkan pada 6 area sebagai berikut :
1.   Likuidity ratio, yang mengukur kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.
2.   Leverage ratio, mengukur bagaimana luasnya operasi perusahaan dibiayai oleh utang.
3.   Activity ratio,  untuk mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dana yang ada.
4.   Profitability ratio,  untuk mengukur efektifitas operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan.
5.   Solvability ratio, untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam persaingan dengan perusahaan pada industri yang sama.
6.   Growth ratio, ratio untuk mengukur kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.

Dalam hubungannya dengan kewajiban keuangan perusahaan, Munawir (2001 : 32)  mengemukakan bahwa kewajiban keuangan perusahaan digolongkan kepada dua golongan yaitu :
1)       Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan pihak luar perusahaan (kreditur) yang disebut likuiditas badan usaha.
2)       Kewajiban keuangan yang berhubungan dengan proses produksi (intern ) perusahaan disebut likuiditas perusahaan.

  Dengan adanya penggolongan kewajiban keuangan perusahaan yang dibedakan atas dua golongan di atas maka indikator penilaian likuiditas yang digunakan yaitu defensive interval ratio. Menurut Harnanto (1995:220) defensive interval ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menanamkan dananya pada berbagai aktiva lancar yang dititik beratkan pada tujuan untuk menjamin terlaksananya kegiatan pokok perusahaan.

Defensive interval ratio ini juga memberikan informasi kepada pihak intern perusahaan maupun kepada pihak ekstern perusahaan dimana bagi pihak ekstern perusahaan  Defensive interval ratio memberikan informasi kepada calon kreditur untuk mengetahui keadaan perusahaan yang sebenarnya  serta menetapkan faktor atau margin keamanan bagi investor dalam menentukan kemampuan perusahaan memenuhi biaya operasi dasarnya. Sedangkan bagi pihak perusahaan sendiri rasio ini memberikan informasi tentang jangka waktu dimana perusahaa dapat memenuhi dan melaksanakan kegiatan pokoknya dari jumah defensive assetnya (kas + efek + Piutang). Adapun perhitungannya sebagai berikut:
 





untuk menghitung rata-rata pengeluaran kas untuk biaya hariannya dilakukan dengan cara  sebagai berikut:
 
Dalam penentuan rasio-rasio diatas tidak terlepas dari laporan keuangan. Penelaahan mengenai laporan keuangan dalam perusahaan dengan menunjukkan bahwa unsur harta lancar terbesar dalam persediaan dan persediaan ini mempunyai peranan penting karena menyangkut aktivitas normal perusahaan, persediaan yang secara kontinyu harus diperoleh, diproses kemudian di jual kembali secara materil dapat mempengaruhi perhitungan laba rugi serta dapat berpengaruh terhadap penentuan tingkat likuiditas perusahaan.

Ikatan Akuntan Indonesia (1999:14.1), memberikan batasan mengenai persediaan yaitu aktiva yang (a) tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal ; (b) dalam proses produksi dan atau dalam perjalanan, dan (c) dalam bentuk bahan atau perlengkapan  untuk digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Pengadaan persediaan dalam perusahaan harus direncanakan dengan perhitungan yang matang, karena jika kekurangan persediaan akan menghambat aktivitas, begitu pula sebaliknya jika persediaan terlalu besar akan memperbanyak dana yang dikeluarkan yang semestinya dana tersebut dapat digunakan untuk ekspansi atau memperbaiki operasi perusahaan. Selain itu kelebihan persediaan juga menambah beban seperti penyimpanan akan meningkatkan risiko kerugian akibat adanya kerusakan persediaan kerusakan persediaan yang disimpan melebihi nilai ekonomisnya.

Untuk menghindari kelebihan dan kekurangan dalam persediaan diperlukan adanya pengendalian yang salah satunya melalui perputaran persediaan untuk menganalisis efesiensi dan efektivitas pengelolaan persediaan. Peningkatan perputaran persediaan akan dapat mengurangi biaya-biaya yang cukup besar yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. 

Perputaran persediaan  yang dihitung sebagai unsur likuiditas yaitu persediaan barang jadi yang sudah memiliki nilai ekonomis dan manfaat yang lebih dari sebelumnya sehingga dapat segera dikonversikan menjadi kas melalui penjualan. Untuk menghitung perputaran persediaannya menggunakan perhitungan seperti yang dijelaskan oleh Niswonger et al (1997:216) sebagai berikut :
Perputaran persediaan ini dihitung dengan membandingkan antara harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan.
Sedangkan menurut Kieso et al (1995:497), yang dimaksud dengan harga pokok penjualan adalah perbedaan antara harga barang pokok yang tersedia untuk dijual selama periode bersangkutan dan harga barang pokok yang ada ditangan pada akhir periode.

Hasil pembandingan diatas menunjukkan berapa kali persediaan dapat dikonversi menjadi kas dalam satu periode yang secara umum disebut dengan perputaran persediaan. Perputaran persedian tersebut sebagai alat pengendalian untuk membantu  manajemen dalam mengelola aktiva lancar yang disiapkan untuk dijual kembali dalam aktivitas normal perusahaan. Heckert (1997:436) mengemukakan bahwa tujuan pengendalian persediaaan adalah sebagai berikut :
1)  Untuk perencanaan dan pengendalian pembelian sehingga akan hanya membeli atau menimbun bahan yang diperlukan atau dibutuhkan.
2)     Untuk pengendalian terhadap wewenang  pelaksanaan produksi sehingga hanya dihasilkan produk dalam kuantitas dan jenis yang layak.

Dengan adanya pengendalian terhadap persediaan melalui perputaran persediaan diharapkan perusahaan akan dapat mengoptimalkan labanya, Semakin cepat perputaran persediaan semakin pendek waktu tertanamnya dana dalam persediaan tersebut. Dengan sendirinya perusahaan memperoleh pendapatan atas penjuanlan tersebut, sehingga memperkecil risiko perusahaan untuk tidak dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

Berdasarkan uraian di atas hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
Perputaran persediaan berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya (likuiditas)

III. Metode Penelitian.
Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif dengan metode studi kasus yang dilakukan pada perusahaan genteng pres di Jatiwangi yang memiliki sifat mass production.

Variabel-variabel penelitian didefinisikan dengan cunstruct yang spesifik dan diukur berdasarkan konsep akuntansi keuangan yang bersifat baku dengan operasionalisasi sebagai berikut :
1)  Likuiditas, sebagai variabel respon, diukur dengan defensive interval ratio yang menghasilkan ukuran hari dengan skala pengukuran interval.
2)   Perputaran Persediaan, sebagai variabel prediktor, diukur dengan Perbandingan harga pokok penjualan dengan rata-rata persediaan yang menghasilkan ukuran rasio dengan skala pengukuran rasio.

Data penelitian bersifat time series dengan sumber dari Laporan Keuangan yang diterbitkan 6 (enam) tahun terakhir (1996 s/d 2001), dan dianalisis dengan Analisis Regresi dan Korelasi. Hipotesis diuji dengan statistik uji t student pada tingkat keyakinan 95% dengan two tailed test.
  
IV. Hasil Penelitian.
Pada perusahaan yang diteliti, persediaannya terbagi atas 4 (empat) kelompok yaitu :
1.   Persediaan bahan baku.
2.   Persediaan bahan penolong.
3.   Persediaan barang dalam proses.
4.   Persediaan barang jadi.

Persediaan barang jadi merupakan produk yang didalamnya terakumulasi biaya bahan, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik. Oleh karena itu dalam perhitungan perputaran persediaan, nilai persediaan barang jadi merupakan acuan yang diperbandingkan dengan harga pokok penjualan pada periode yang sama. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang diteliti, data yang dimaksud dapat dilihat di bawah ini :
Tabel 4.1
Daftar Persediaan Barang
Tahun 1996-2001
Periode
Persediaan Barang Awal
Persediaan Barang akhir
1996
Rp              182.000.000
Rp               203.000.000
1997
203.000.000
254.400.000
1998
254.400.000
235.850.000
1999
235.850.000
257.000.000
2000
257.000.000
275.000.000
2001
275.500.000
287.000.000
       Sumber : PT ‘X’

Tabel 4.2
Harga Pokok Penjualan
Tahun 1996-2001
Tahun
Harga Pokok Penjualan
1996
Rp.          761.893.000                   
1997
1.408.650.000
1998
1.602.495.000
1999
1.022.252.000
2000
1.988.948.000
2001
2.080.038.000
       Sumber : PT ‘X’
  
Tabel 4.3
Analisis Tingkat Perputaran Persediaan
Tahun 1996 – Tahun 2001
Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
HPP
761.893.000
1.408.650.000
1.602.495.000
1.022.252. 000
1.988.948.000
2.080.038.000
Persediaan :
Persd. Awal
182.000. 000
 203.000. 000
 254.400. 000
  235.850. 000
   257.000. 000
  275.500.000
Persed. Akhir
203.000. 000
   254.400. 000
   235.850. 000
   257.000. 000
   275.500. 000
   287.000. 000
Total
385.000. 000
   457.400. 000
   490.250. 000
   492.850. 000
   532.500. 000
   562.500. 000
Rata-rata persediaan
192.500. 000
   228.700. 000
245.125. 000
246.425.000
266.250. 000
  281.250. 000
Perputaran persediaan
3.96
6.16
6.54
4.15
7.47
7.4
Sumber : diolah.

Dari data diatas dapat dilihat bahwa perbaikan tingkat perputaran persediaan diperoleh dari kenaikan Harga Pokok Penjualan, bersama-sama dengan kenaikan dalam rata-rata persediaan. Tingkat perputaran persediaan diatas terus meningkat kecuali pada tahun 1999 mengalami penurunan, ini disebabkan karena adanya penurunan Harga Pokok Penjulan dan tingginya rata-rata persediaan pada tahun tersebut. Perusahaan mempunyai tingkat perputaran persediaan tercepat sebesar 7,47 kali pada tahun 2000 hal ini karena adanya peningkatan Harga Pokok Penjualan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya (tahun yang diteliti yaitu dari tahun 1996 s.d tahun 2001),  dengan angka ini dapat diketahui bahwa tingkat penjualan barang jadi relatif meningkat ditunjukan dengan tingkat perputaran persediaan yang relatif cepat dari tahun sebelumnya.

Tingkat perputaran persediaan di atas, secara keseluruhan menunjukkan bahwa perusahaan memiliki tingkat perputaran yang relatif baik karena manajemen dapat menggantisipasi dan menanggulangi  berbagai risiko atas persediaan yang dimilikinya, sehingga perusahaan dapat beroperasi secara lancar.

Setelah diketahui unsur-unsur dari perputaran persediaan maka selanjutnya  dilakukan penganalisaan terhadap unsur-unsur likuiditas perusahaan yaitu kemampuan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dalam hal ini penulis menggunakan satu indikator likuiditas yaitu Defensive Interval Ratio. Defensive interval ratio membandingkan antara aktiva defensive (kas + efek + piutang) dengan rata-rata pengeluaran kas untuk biaya hariannya (membandingkan antara HPP + Biaya Usaha + Pajak Perseroan ) / 365 hari. Oleh karena pada perusahaan yang diteliti tidak memiliki aset yang tertanam pada marketable securities, maka unsur defensive interval rasio hanya meliputi :

Tabel 4.4
Unsur-Unsur Pembentuk Defensive Interval Rasio
Tahun  1996 - 2001
Tahun
1996
19997
1998
1999
2000
2001
Kas + Bank
21.000.000
57.302.000
40.994.000
34.751.000
84.800.000
60.884.000
Piutang dagang
220.130.000
351.325.000
380.760.000
268.422.000
469.419.000
514.838.000
Piutang lainnya
7.940.000
38.440.000
25.830.000
7.644.000
62.460.000
49.764.000
Defensive asset
  249.070.000
447.067.000
445.054.000
310.817.000
615.619.000
625.496.000
Untuk menghitung rata-rata pengeluaran kas untuk biaya harian meliputi :
HPP
761.893.000
1.408.650.000
1.602.495.000
1.022.252.000
1.988.948.000
2.080.038.000
Biaya penjualan
10.535.000
18.128.000
14.600.000
12.735.000
14.028.000
16.950.000
Biaya umum
121.818.000
123.950.000
144.537.000
155.262.000
152.368.000
153.282.000
PPh
184.156.000
194.890.000
69.505.800
124.831.350
140.571.600
115.204.250

pengeluaran kas

 1.078.402.000
1.745.618.000
1.831.137.800
1.315.080.350
2.295.915.600
2.365.474.250
Rata-rata biaya harian
2.954.526,03
4.782.515,07
5.016.815,89
3.602.959,86
6.290.179,73
6.480.751,37
Catatan :
*) pengeluaran kas dibagi 365 hari.
Sumber : diolah

Bagi perusahan, analisis likuiditas sangat diperlukan untuk melihat berbagai perkembangan perusahaan khususnya dalam masalah pemenuhan kewajiban-kewajiban keuangan perusahaan setiap saat untuk menunjang kelancaran operasional rutin. Berdasarkan ukuran defensive interval ratio yaitu membandingkan aktiva defensive dengan rata-rata pengeluaran kas untuk biaya harian (HPP + Biaya Usaha + Pajak Perusahaan)/365 hari, tingkat likuiditas perusahaan dapat dilihat di bawah ini:

Tabel 4.5
Analisis Tingkat Likuiditas
Tahun 1996 – Tahun 2001
Tahun
1996
1997
1998
1999
2000
2001
Defensive asset
249.070.000
447.067.000
445.054.000
310.817.000
615.619.000
625.496.000
Rata-rata pengeluaran  harian
2.954.526,03
4.782.515,07
5.016.815,89
3.602.959,86
6.290.179,73
6.480.751,37
Defensive interval rasio
84 hari
93 hari
89 hari
86 hari
98 hari
97 hari
Sumber : diolah

Dari data tersebut diatas dapat dilihat bahwa perusahaan dalam memenuhi kegiatan pokok perusahaannya dari defensive asset pada tahun 1996 dengan tingkat perputaran persediaan 3,96 kali mampu menutup kegiatan pokoknya selama 84 hari, sedangkan pada tahun 1997 dengan perputaran persediaan 6,16 kali mampu menutup kegiatan pokoknya selama 93 hari. Tahun 1998 dengan tingkat perputaran persediaan 6,54 kali kemampuan memenuhi kegiatan pokoknya 89 hari yang lebih singkat dari tahun 1997, hal ini terjadi karena pada tahun 1998 perusahaan menetapkan harga pokok penjualan yang tinggi dikarenakan biaya-biaya meningkat tajam sehingga rata-rata pengeluaran kas untuk biaya harian perusahaan meningkat yaitu sebesar  Rp. 234.300,82. 

Pada tahun 1999 tingkat perputaran persediaan perusahaan mengalami penurunan yaitu hanya 4,15 kali dengan kemampuan perusahaan untuk menutup kegiatan pokoknya selama 86 hari, penurunan tingkat perputaran persediaan  terjadi karena perusahaan menetapkan harga pokok penjualan yang rendah dengan rata-rata persediaan yang tinggi yang mengakibatkan penuruanan rata-rata pengeluaran biaya harian perusahaan yang lebih rendah dari tahun 1998. Pada tahun 2000 dengan tingkat perputaran persediaan 7,47 kali kemampuan perusahaan untuk menutup kegiatan pokoknya yaitu 98 hari, lebih lama satu hari dibandingkan dengan tahun 2001 dimana dengan tingkat perputaran 7,40 kali perusahaan mampu menutup kegiatan pokoknya selama 97 hari, hal ini terjadi karena pada tahun 2001 rata-rata pengeluaran biaya harian perusahaan lebih tinggi yang juga disebabkan karena harga pokok penjualan yang tinggi, biaya penjualan yang lebih tinggi dan biaya umum yang lebih besar dari tahun 2000.

Tabel 4.6
Hasil Pengukuran Variabel
Tahun
Perputaran Persediaan
(X)
Likuiditas
(Y)
1996
3,96
84
1997
6,16
93
1998
6,54
89
1999
4,15
86
2000
7,47
98
2001
7,40
97

Berdasarkan hasil pengukuran variabel-variabel penelitian yang dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan Analisis Regresi dan Korelasi diperoleh persamaan Regresi sebagai berikut:
Y = 70,603 +3,458 X

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa tingkat likuiditas cenderung meningkat berdasarkan peningkatan pada tingkat perputaran persediaan. Hal ini dapat diinterpretasikan bahwa perputaran persediaan dapat digunakan untuk menaksir kemampuan perusahaan dalam menutup semua biaya yang digunakan dalam kegiatan pokok perusahaan dalam jangka pendek.

Dari analisis korelasi diperoleh koefisien korelasi (r) sebesar  +0,928  yang berarti dimana kenaikan perputaran persediaan  akan diikuti dengan naiknya kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek (likuiditas). Berdasarkan uji hipotesis dua sisi pada tingkat keyakinan 95% diperoleh nilai  t hitung sebesar 4,966 dan  nilai t tabel  sebesar 2,776 dimana  t hitung lebih besar dari  t tabel . Hal tersebut menunjukkan bahwa koefisien korelasi tersebut memiliki makna (signifikan). Dengan demikian pengaruh perputaran persediaan terhadap likuiditas perusahaan yang besarnya  86,12% (r2 * 100%) pada tingkat keyakinan 95% adalah signifikan.


V. Penutup.
            Berdasarkan hasil pengujian hipotesis pada bagian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat keyakinan 95% perputaran persediaan berpengaruh signifikan terhadap tingkat likuiditas perusahaan. Upaya yang dilakukan manajemen perusahaan untuk meningkatkan penjualan dan perbaikan dalam manajemen piutang ternyata membawa dampak positif terhadap tingkat likuiditas perusahaan melalui penyediaan kas yang relatif lebih cepat dari sumber penjualan tunai dan penagihan piutang. Dengan demikian perusahaan tidak menghadapi kesulitan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya baik pengeluaran tunai untuk operasional rutin maupun kepada pihak ketiga.

            Kesimpulan tersebut mendukung konsep manajemen kas, yaitu bahwa dengan modal kerja yang relatif given, perusahaan dapat beroperasi optimal dengan memperbaiki secara terus-menerus manajemen persediaan, manajemen pemasaran dan manajemen piutang. Ukuran defensive interval ratio memberikan pemahaman kepada kita bahwa untuk meningkatkan likuiditas perusahaan tidak harus menambah aktiva lancar untuk memperbaiki rasionya terhadap utang lancar, atau menyelesaikan kewajiban jangka pendeknya dengan menambah kewajiban jangka panjang. Perbaikan internal yang terintegrasi dan berkesinambungan salah satunya yang berkaitan dengan pengelolaan persediaan serta penjualan dan penagihannya ternyata membawa dampak positif  terhadap kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendeknya.

            Oleh karena itu, manajemen dapat mengambil langkah-langkah yang riil dalam pengendalian produksi misalnya memperbaiki lay out pabrik, memotong aktifitas yang tidak memberikan nilai tambah, dan menyelia mobilisasi karyawan, sehingga diperoleh keuntungan dalam percepatan produksi, yang pada akhirnya proses produksi secara keseluruhan relatif menjadi lebih cepat. Selain itu manajemen dapat mengambil langkah perbaikan dalam pengelolaan piutang dengan mengklasifikasikan piutang berdasarkan umurnya, menerapkan sistem pembayaran dengan insentif potongan tunai dan kemudahan pembayaran melalui fasilitas perbankan.



DAFTAR PUSTAKA

Bambang Susanto 1995. Manajemen Akuntansi. Edisi Ketiga. Yogyakarta. Penerbit : Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada.
Cooper, Donald R., and C. William Emory. 1997. Business Research Methods. Florida. : Irwin Inc.
Freddy Rangkuti. 1996. Manajemen Persediaan. Cetakan kedua. Jakarta: Raja Garindo Persada.
Ikatan Akuntan Indonesia. 1999. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta : Salemba Empat.
Harnanto. 1995. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Ketiga. Yogyakarta : Balai Penerbit Fakultas Ekonomi UGM.
Heckert J.B and Wilson James D. 1997. Controlership. Edisi Ketiga alih bahasa Tjintjin Fenix Tjendera. Jakarta : Erlangga.
Hendriksen Eldon S. 1996. Teori Akuntansi. Edisi keempat. Jilid 11. Alih Bahasakan Nugroho. Jakarta:Erlangga.
Kieso, Donald E & Jerry J. Weygandt. 1995. Intermediate Accounting. Edisi Ketujuh. Jilid I. Dialihbahasakan Herman Wibowo. Jakarta : Binarupa Aksara.
Munawir. 2001. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Keempat. Yogyakarta. Penerbit : Liberty
Munandar. 1996. Pokok Pokok Intermediate. Edisi keenam.Yogyakarta. Penerbit : BPFE-UGM
Niswonger, C. Rollin, and Philip E Fess, and Carl S Waren. 1997. Prinsip-prinsip Akuntansi. Edisi Keenambelas alih bahasa oleh Hyginus Ruswinarto dan Herman Wibowo. Jakarta : Erlangga.
Sarwoko dan Abdul Halim. 1990. Manajemen Keuangan. Edisi ketiga. Yogyakarta. Penerbit : BPFE
Singgih Santoso. 1999. SPSS, Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta. Penerbit : Elex Media Komputindo.
Sofyan Safari Harahap. 2002. Teori Akuntansi. Cetakan Kelima. Jakarta. Penerbit : Raja Grafindo Persada.
Sugiyono.1999. Statistika Untuk Penelitian. Cetakan Ke tiga. Bandung. Penerbit: CV. Alfabeta.

Zaki Baridwan. 1999. Intermediate Accounting. Edisi Ketujuh. Yogyakarta . Penerbit : BPFE.

No comments: