BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Memimpin
bukan perkara yang mudah, namun banyak diantara kita yang sangat ingin dan
menginginkan untuk menjadi pemimpin. Kepemimpinan sendiri mengandung arti
proses mempengaruhi orang lain sehingga yang dipengaruhi mau mengerti arahan
sang pemimpin. Tapi untuk mewujudkan kepemimpinan yang sulit itu sekarang
banyak teori-teori kepemimpinan untuk bahan belajar dan melatih kepemimpinan
seseorang. Gaya kepemimpinan berpengaruh positif dan signifikan terhadap para
perilaku anggota. Gaya kepemimpinan yang dipakai
pemimpin-pemimpin di Indonesia kebanyakan menggunakan gaya participating
yaitu selalu berpartisipasi dalam pengambilan keputusan (musyawarah), namun
dalam faktanya itu tidak dapat realisasikan dengan baik.
“Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum
sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila
Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS ar-Ra’ad:
11)
Dengan
berjiwa pemimpin manusia akan dapat mengelola diri, kelompok dan lingkungan dengan baik. Semoga
dengan adanya makalah ini bisa memberikan efek yang begitu mendalam bagi
seluruh teman-teman semua, khususnya dalam penanggulangan
masalah yang relatif pelik dan sulit pada kepemimpinan.
Disinilah dituntut kearifan seorang pemimpin dalam mengambil keputusan agar
masalah dapat terselesaikan dengan baik.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari
makalah ini adalah:
1. Bagaimana teori kepemimpinan islam?
2. Bagaimana gaya kepemimpinan Rasulullah?
3. Bagaimana peranan kepemimpinan Rasulullah?
4. Bagaimana ciri kepemimpinan Nabi Muhammad?
5. Bagaimana kepemimpinan Nabi Muhammad?
6. Bagaimana pendapat para orientalis terhadap Nabi Muhammad?
7. Apa kunci kesuksesan dari kepemimpinan Nabi Muhammad?
8. Apa pengertian Khulafa al-Rasyidin?
9. Bagaimana kepemimpinan khalifah Abu Bakar?
10. Bagaimana kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab?
11. Bagaimana kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan?
12. Bagaimana kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib?
13. Bagaimana masa kekhilafahan islamiyah dan para diktator?
C.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penulisan makalah
ini adalah untuk:
1.
Mengetahui teori kepemimpinan islam.
2.
Mengetahui gaya kepemimpinan
Rasulullah.
3.
Mengetahui peranan kepemimpinan Rasulullah.
4.
Mengetahui ciri kepemimpinan
Nabi Muhammad.
5. Mengetahui kepemimpinan Nabi Muhammad.
6. Mengetahui pendapat para orientalis terhadap Nabi Muhammad.
7. Mengetahui kunci kesuksesan dari kepemimpinan Nabi Muhammad.
8.
Mengetahui arti Khulafa al-Rasyidin.
9.
Mengetahui kepemimpinan
khalifah Abu Bakar.
10. Mengetahui
kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab.
11. Mengetahui
kepemimpinan khalifah Utsman bin Affan.
12. Mengetahui
kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib.
13. Mengetahui kekhilafahan islamiyah dan para diktator.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Teori Kepemimpinan
Secara etimologi,
kepemimpinan berasal dari kata dasar pemimpin, dalam bahasa Inggrisnya leadership
yang berati kepemimpinan, dari kata dasar leader berarti
pemimpin dan akar katanya to lead yang terkandung beberapa
arti yang saling erat berhubungan; bergerak lebih awal, berjalan di
awal, mengambil langkah awal, berbuat paling dulu, mempelopori, mengarahkan
pikiran atau pendapat orang lain, membimbing, menuntun,
menggerakkan orang lain melalui pengaruhnya (Usman, 2006).
Secara
terminologi terdapat beberapa definisi tentang kepemimpinan. Seseorang
pemimpin, baik ia merupakan pemimpin formal maupun informal menjalankan atau
melaksanakan kepemimpinan yang dengan sendirinya berbeda: derajatnya, bobotnya,
daerah jangkauannya dan sasaran-sasarannya (Winardi, 1983).
Kepemimpinan
adalah suatu proses dimana seseorang dapat menjadi pemimpin (leader)
melalui aktivitas yang terus menerus sehingga dapat mempengaruhi yang
dipimpinnya (followers) dalam rangka mencapai tujuan organisasi atau umatnya.
Sedangkan kepemimpinan menurut Terry dalam Davis (1985) Leadership is the
relationship in which one person, or the leader influences other to work
together willingly on related tasks to attain that which the leader desires, kepemimpinan
adalah proses mendorong dan membantu orang lain untuk bekerja dengan antusias
guna mencapai tujuan (Riyadi, 2011).
B. Gaya Kepemimpinan Rasullulah
Hijrah
berarti perpindahan/migrasi yang dilakukan nabi Muhammad dan
pengikutnya dari Makkah ke Madinah. Hal ini terjadi karena ada isu
mengenai akan dibunuhnya Nabi Muhammad, maka secara diam-diam Nabi Muhammad
bersama Abu Bakar pergi meninggalkan kota Makkah. Sedikit demi sedikit Nabi Muhammad
dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib 320 km utara Makkah. Yang kemudian kota
Yastrib berubah nama menjadi Madinah (Shamsi, 1984).
Kepemimpinan
Nabi Muhammad terbagi didua kota
yaitu di Makkah (selama 12 tahun) dan di Madinah (selama 10
tahun). Namun, di waktu yang lebih singkat jika dibandingkan dengan periode
Makkah, Rasulullah berhasil menjadikan masyarakat di kota Madinah sejahtera,
atau yang biasa disebut masyarakat madani. Terminologi masyarakat madani
pertama kali dipopulerkan oleh Mohammad An-Nuqaib Al-Attas, yaitu Mujtamak
madani yang secara etimologi mempunyai dua arti: pertama, masyarakat kota.
Kedua masyarakat yang beradap (masyarakat tamaddun). Dalam bahasa Inggris
dikenal dengan Civilty atau Civilation, dalam makna ini masyarakat
madani dapat berarti dengan Civil Society yaitu masyarakat
yang menjunjung peradaban (Barnadib, 1998).
Dalam
periode Madinah, konsep ini terlihat lebih jelas dibanding periode Mekah.
Rasulullah telah menjadikan Madinah dengan kondisi yang begitu plural, berikut
dengan berbagai aliran kepercayaan yang ada di dalamanya sebagai basis untuk
meletakkan fondasi ke-Islaman dan kemasyarakatan secara inklusif.
Dalam hal ini, Rasulullah berhasil membentuk masyarakat yang menjunjung tinggi
nilai, norma, dan hukum yang ditopang oleh penguasaan iman, ilmu dan peradaban.
Konsep inilah yang belakangan ini diistilahkan sebagai konsep masyarakat madani
(Al-Mabarkafuri, 2008).
Dengan
demikian, istilah masyarakat madani memiliki korelasi yang begitu erat dengan
masyarakat Madinah pada masa Rasulullah. Dari sini, kita bisa mengambil sebuah
pendapat bahwa konsep masyarakat madani tidak hanya berkutat pada perwujudan
kondisi masyarakat atau warga negara yang berperadaban secara materi (duniawi)
saja. Akan tetapi, konsep masyarakat madani sebagaimana kondisi masyarakat
Madinah pada masa Rasulullah adalah perwujudan suatu masyarakat yang memiliki
basis keimanan dan ke-Islaman yang kuat, yang kemudian
dimanifestasikan dalam nilai-nilai dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh
seluruh elemen masyarakat.
Kondisi
seperti ini harus pula disertai dengan geliat intelektual yang tinggi, sehingga
menghasilkan komunitas yang berintegritas tinggi dan berperadaban luas. Dalam
hal ini bisa disimpulkan bahwa masyarakat madani yang dibangun oleh Rasulullah
di Madinah adalah masyarakat yang menjadikan akhirat (spirit keagamaan) sebagai
fondasi, dan dunia (materi) sebagai bangunannya.
Pada dasarnya Islam memandang bahwa
setiap manusia merupakan pemimpin. Sehingga setiap umat Islam sebagai pemimpin
yang beriman harus berusaha secara maksimal untuk meneladani kepemimpinan
Rasulullah sebagai konkretisasi kepemimpinan Allah SWT., untuk itu Allah SWT.
memfirmankan agar mentaati Rasulullah, baik berdasarkan sabda dan perilakunya,
maupun diamnya beliau dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai masalah
kehidupan.
Hal ini sesuai dengan firman Allah surat An-Nisa’: 64.
“Dan kami tidak
mengutus seseorang Rasul, melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah.
Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasul-pun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah maha penerima taubat lagi maha penyayang”.
(Q.S. An-Nisa: 64)
Firman
Allah di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap umat Islam mematuhi dan
taat pada perintah Allah dan Rasulullah. Allah SWT juga menerangkan bahwa
setiap Rasul yang diutus oleh-Nya ke dunia ini dari dahulu sampai kepada Nabi
Muhammad saw wajib ditaati dengan izin (perintah) Allah karena tugas risalah
mereka adalah sama yaitu untuk menujukan umat manusia kejalan yang benar dan
kebahgiaan hidup didunia dan akhirat.
Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
Diterangkan pula dalam sebuah hadits bahwa Nabi Muhammad senantiasa menganjurkan setiap orang untuk mentaati pemimpinya, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat dan kemungkaran terhadap Allah.
C. Peranan Kepemimpinan Rasulullah
Selain
sebagai Nabi bagi seluruh umatnya, dalam perkembangan Islam selanjutnya Nabi Muhammad menduduki peranan yang sangat
penting, diantaranya:
1.
Nabi Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.
Sebagai Nabi dan rasul,
Nabi Muhammad mendakwahkan agama Islam dengan akhlak yang sesuai dengan
Al-Qur’an. Sebagai da’i beliau menunjukkan sifat-sifat sabar, lemah lembut, toleransi,
tega dan istiqomah dalam ajaran yang dibawanya, terutama tentang aspek akidah.
Beliau juga melakukan aktifitas dakwah dengan dedikasi yang sangat tinggi.
2.
Nabi Muhammad sebagai Pendiri Bangsa.
Nabi Muhammad tidak sekedar sebagai pembaharu
masyarakatnya, tetapi Nabi Muhammad juga berperan sebagai pendiri bangsa yang
besar. Nabi Muhammad berjuang pada tahap awal dengan
mendrikan sebuah kebangsaan dengan menyatukan para pemeluknya, lalu beliau
merancang sebuah imperium yang dibangun berdasarkan kesepakatan dan kerjasama
berbagai kelompok yang terkait. Pada saat awal ini, Nabi Muhammadberhasil
mendirikan sebuah negara Madinah, yang semula hanya terdiri dari
suatu kelompok masyarakat yang heterogen satu sama yang lainnya saling
bermusuhan. Maka dengan hadirnya Nabi Muhammad masyarakat Madinah menjadi
bersatu dalam kesatuan negara Madinah. Selajutnya Nabi Muhammad memberlakukan
beberapa ketentuan hukum untuk semua tanpa pengecualian dalam kedudukan yang
sama, tidak mengenal perbedaan kedudukan karena nasab, kelas sosial dan lain
sebagainya.
3.
Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Masyarakat.
Peran Nabi Muhammad dapat kita lihat juga sebagai
pemimpin masyarakat ketika beliau sampai di Madinah, beliau
berhasil menghapus permusuhan tradisi di antara suku Aus dan Khazraj yang
keduanya digabungkan oleh Nabi Muhammad menjadi golongan Anshar. Setelah itu,
golongan Anshar ini digabungkan pula dengan orang-orang Quraisy yang datang
dari Mekkah dan biasa disebut golongan Muhajirin. Dengan demikian keberhasilan
Beliau merupakan tokoh pertama yang menyatukan bangsa Arab yang
berasal dari keturunan yang berbeda menjadi satu umat yang kuat dan kokoh.
Selain itu, sebagai pemimpin, beliau telah menentukan beberapa
hal yang menjamin kesejahteraan masyarakatnya antara lain: ibadah, munakahat,
jenayah, kenegaraan dan sebagainya.
4.
Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Politik.
Keunggulan Nabi Muhammad sebagai pemimpin politik dapat
kita lihat dari beberapa hal, antaranya:
a. Menyelesaikan
masalah perpindahan Hajar Aswad ke tempat asal
Nabi Muhammad menunjukkan citra kepemimpinanya ketika berhasil menyelesaikan masalah yang timbul di kalangan pemimpin bani-bani dalam kabilah Quraisy yang merebutkan hak untuk meletakkan hajarul aswad di tempatnya yang asal di penjuru dinding ka’bah. Peristiwa itu terjadi setelah kota Mekkah dilanda banjir dan sebagiian bangunan ka’bah runtuh. Ketika akan meletakkan Hajar Aswad ketempat semula yaitu di sudut dinding Ka’bah, bani-bani di Mekkah saling memperebutkannya. Karena batu itu dianggap sangat suci dan mulia sehingga hanya tangan yang mulia dari bani atau suku yang mulia saja yang layak meletakkan batu itu ke tempat semula. Akhirnya mereka memililih Nabi Muhammadsebagai hakim untuk meyelesaikan masalah tersebut. Lalu Nabi Muhammad meletakkan batu tersebut di atas sehelai kain. Setelah itu setiap wakil bani memegang bagian ujung kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya. Solusi ini menjadi pemecah konflik yang mebuat semuanya merasa puas.
Nabi Muhammad menunjukkan citra kepemimpinanya ketika berhasil menyelesaikan masalah yang timbul di kalangan pemimpin bani-bani dalam kabilah Quraisy yang merebutkan hak untuk meletakkan hajarul aswad di tempatnya yang asal di penjuru dinding ka’bah. Peristiwa itu terjadi setelah kota Mekkah dilanda banjir dan sebagiian bangunan ka’bah runtuh. Ketika akan meletakkan Hajar Aswad ketempat semula yaitu di sudut dinding Ka’bah, bani-bani di Mekkah saling memperebutkannya. Karena batu itu dianggap sangat suci dan mulia sehingga hanya tangan yang mulia dari bani atau suku yang mulia saja yang layak meletakkan batu itu ke tempat semula. Akhirnya mereka memililih Nabi Muhammadsebagai hakim untuk meyelesaikan masalah tersebut. Lalu Nabi Muhammad meletakkan batu tersebut di atas sehelai kain. Setelah itu setiap wakil bani memegang bagian ujung kain tersebut dan bersama-sama mengangkatnya. Solusi ini menjadi pemecah konflik yang mebuat semuanya merasa puas.
b. Membentuk Piagam Madinah, pada tahun pertama Hijriah Nabi
Muhammad berhasil melahirkan piagam Madinah yang
merupakan perlembagaan tertulis yang pertama di dunia. Piagam Madinah ini
berhasil mewujudkan sebuah negara Islam yang pertama di dunia
yang terdiri dari banyaknya rakyat dan ragam agama. Sesungguhnya perlembagaan
ini lebih bersifat satu alat untuk menyelesaikan masalah masyarakat majemuk
yang ingin hidup aman dan damai dalam sebuah negara yang sama. Dengan kata lain,
ini adalah teori dan aplikasi toleransi yang pertama kali di lahirkan
oleh Nabi Muhammad sebagai pioneer (perintis) sekaligus adanya legitimasi secara
tidak langsung dari seluruh masyarakatnya baik yang telah memeluk Islam maupun
yang belum.
c.
Mengadakan Perjanjian
Hudaibiah, perjanjian Hudaibiah yang diadakan di antara umat Islam Madinah
dengan kaum Quraisy Mekah merupakan satu lagi bukti yang menunjukkan bahwa
beliau Nabi Muhammad adalah pemimpin yang sangat bijaksana. Tak ada satupun
yang menyangkalnya termasuk Sayyidina Umar sendiri bahwa perjanjian Husaibiah
yang dianggap kontroversi itu telah memberikan ketegasan pada kaum Quraisy
dalam semua bidang. Sebagai buktinya, setelah perjanjian Hudaibiah, tiga
pahlawan unggulan Quraisy yaitu Khalid bin Walid, Amr bin Ash, dan Osman bin
Talba memeluk Islam, umat Islam bertambah sebanyak lebih dari lima kali lipat
dari dua tahun saja.
d. Mengadakan Hubungan Diplomat, walaupun Nabi Muhammadbuta huruf,
namun beliau membuktikan kualitasnya sebagai seorang pemimpin sebuah
kerajaan.Beliau mengadakan hubungan diplomatik dan mengirim utusan-utusan ke
berbagai daerah di dalam dan di luar tanah Arab seperti Habsyah, Farsi
Byzantine, Ghassan, Hirah, dan lain sebagainya.
5.
Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Militer.
Nabi Muhammad meletakkan akidah, syariat dan
akhlak yang mulia sebagai asas kepemimpinannya. Beliau dan sahabatnya
menetapkan dasar tertentu semasa perang seperti: tidak memerangi orang lemah,
orang tua dan anak-anak serta wanita, tidak memusnahkan harta benda. Beliau
juga mengaplikasikan sifat amanah dalam melaksanakan perintah Allah SWT dan juga seluruh umat Islam dalam
memimpin. Nabi Muhammad bersifat adil terhadap harta rampasan perang, yaitu
dengan membaginya secara rata pada tentara yang turut dalam peperangan dan
tidak mengejar musuh yag sudah lari dari medan peperangan. Nabi Muhammad adalah
panglima tentara dan ahli strategi. Dengan ilmu dan pengalaman yang luas,
beliau berhasil membawa kejayaan kepada tentara Islam.
6.
Nabi Muhammad sebagai Perancang Ekonomi.
Sistem ekonomi yang dikembangkan
sebelumya adalah sistem ekonomi kapitalis dan absolutistic yang
berpusat pada suku-suku tertentu. Nabi Muhammad datang untuk
memperkenalkan sistem ekonomi baru yang menggantikan dasar
ekonomi zaman jahiliah. Beliau menggalakkan ikon kerja keras dan rajin dalam
bidang perniagaan dan pertanian. Nabi Muhammad telah membangun ekonomi umat
Islam seperti menebus blok dan mengolah tanah yang tergadai
kepada kaum Yahudi.
D. Ciri Kepemimpinan Nabi Muhammad
Nabi Muhammad
telah berhasil membimbing bangsa Arab yang selamanya belum pernah memiliki
pemerintahan sendiri yang merdeka dan berdaulat, karena bangsa Arab adalah
bangsa yang selalu dijajah oleh Persia dan Romawi, menjadi bangsa yang mampu
mendirikan negara kesatuan yang terbentang luas mulai dari benua Afrika sampai
Asia.
Adapun
ciri kepemimpinan Rasullulah sebagai seorang pemimpin
diantaranya:
a. Beliau memiliki sifat-sifat yang
mulia sejak usia dini.
b. Beliau selalu bertindak sesuai
perintah Allah SWT.
c. Dalam hal-hal yang tidak diatur
Allah SWT secara langsung, beliau selalu bermusyawarah dengan para sahabat.
d. Beliau mampu menyelesaikan segala
perbedaan pendapat dengan bijaksana.
e. Beliau selalu menghormati semua
pendapat yang disampaikan kepadanya.
f. Beliau selalu bersama rakyatnya
dan sangat memahami perasaan rakyatnya.
g. Beliau tidak hanya memberi arahan
atau membimbing dari balik meja, namun juga terjun langsung ke lapangan.
h. Beliau aktif mengatur strategi dan
taktik perjuangan, baik dalam peperangan maupun ketika damai.
i.
Kata-kata beliau selalu konsisten. Tidak ada perbedaan
antara kata dan perbuatan.
j.
Beliau tidak hanya berbicara dengan kata-kata, tapi juga
dengan perbuatan dan keteladanan.
k. Beliau disiplin dan adil dalam
menegakkan hukum, tanpa pandang bulu.
l.
Beliau sangat tegas pada orang yang melanggar hukum Allah SWT, namun sangat lembut dan
memaafkan bila ada kesalahan yang menyangkut dirinya sendiri.
m. Keagungan sifat beliau membuat
orang lain siap mengorbankan semua milik mereka untuk beliau.
n. Beliau selalu memperlakukan
lawannya dengan tingkah laku yang terbaik.
o. Beliau selalu memperlakukan orang
dengan adil dan jujur.
Dibuktikan dengan beberapa ayat Alqur’an:
“Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu
sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan
keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang
mukmin.” (At-Taubah: 128)
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang
agung.” (Al-Qalam: 4)
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah
lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah
mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan
itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.”
(Ali Imran: 159)
E. Kepemimpinan
Nabi Muhammad
Sebagian
besar dari kita pernah mendengar tentang kepemimpinan seorang Muhammad. Dalam masa 22
tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliah yang
diliputi kebodohan dan keterbelakangan menjadi bangsa terkemuka dan berhasil
memimpin banyak bangsa di dunia. Orang-orang yang berada
di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan dan kasih sayang
beliau. Cara berpikir Nabi Muhammad yang
lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan
kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan
yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak. Inilah cara berpikir Nabi
Muhammad tersebut yang menjadi prinsip kepemimpinannya.
1.
Beliau menomersatukan
fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau
faktor-faktor luar lainnya.
Keempat sahabat yang dikenal sangat
dekat dengan beliau, yakni Abu Bakar As Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin
Affan dan Ali bin Abi Thalib adalah gambaran jelas kemampuan Nabi Muhammad dalam melihat fungsi.
·
Abu Bakar As Shiddiq
yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Nabi Muhammad, adalah
sahabat utama. Ini bermakna modal seorang pemimpin adalah kepercayaan dari
orang lain.
·
Umar bin
Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan
kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh
semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian.
·
Utsman bin
Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh
harta kekayaannya untuk perjuangan Nabi Muhammad. Faktor ketiga yang tidak
kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar
apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang
lancar.
·
Ali bin
Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif,
rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan
menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang
berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang
belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
2. Beliau
mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan.
Tidak ada perkataan, perbuatan
bahkan diamnya seorang Nabi Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak
bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai
makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana
sukanya Nabi Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat
terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan
merugikan orang lain adalah contoh yang lain.
3.
Beliau mendahulukan yang
lebih mendesak daripada yang bisa ditunda.
Ketika ada yang bertanya
kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang
sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk
membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.
4. Beliau lebih
mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri.
Ketika datang wahyu
untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Nabi Muhammad baru
berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih
dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap
mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah. Ketika etnik Yahudi
yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya
dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan:
Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang
meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah
SWT dan Rasul–Nya. Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas
beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.
5.
Beliau memilih jalan
yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya.
Apabila ada
orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang
lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul begitupun dengan Nabi
Muhammad. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam
beragama, maka beliau memilih untuk mengurangi tidur. Ketika dia menyampaikan
perintah Allah SWT kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar
2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya
untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah
yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir
kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya
hanya di atas pelepah korma. Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah.
Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk
dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Nabi
Muhammad mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.
6.
Beliau lebih
mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi.
Para Nabi dan
Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Nabi
Muhammad menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan
dunia dengan seluruh isinya ini.
“Seandainya
kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku
tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.” Demikian Nabi
Muhammad berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Nabi
Muhammad dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan
suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Nabi Muhammad
akan menghentikan dakwahnya di kalangan mereka.
Mengenai
kepemimpinan Rasulullah itu, bahwa teladan kepemimpinan itu sesungguhnya
terdapat pada diri Rasulullah SAW karena ia adalah pemimpin yang holistic,
accepted, dan proven. Holistic karena
beliau adalah pemimpin uang mampu mengembangkan leadership dalam
berbagai bidang termasuk diantaranya: self development, tatanan
masyarakat yang akur, sistem pendidikan yang bermoral dan
mencerahkan. Kepemimpinannya dapat diterima karena beliau adalah seorang
pemimpin yang diterima dan diakui oleh semua masyarakatnya. Bahkan kepemimpinan
beliau masih diterima sampai saat ini. Kepemimpinannya proven atau
penuh bukti tidak hanya berjanji dan sudah terbukti sejak lebih dari 15 abad
yang lalu hingga sekarang masih relevan diterapkan.
F. Pandangan
Orientalis terhadap Nabi Muhammad
Berikut ini
beberapa pendapat kaum orientalis terhadap Nabi Muhammad saw.
1. Michael M.
Hart
Michael M.
Hart dalam bukunya telah menempatkan Nabi Muhammad dalam urutan pertama dari
keseratus tokoh yang paling berpengaruh dalam sejarah dunia sepanjang masa.
Orientalis ini mengatakan: “Jatuhnya pilihan saya kepada Muhammad untuk
memimpin di tempat teratas dalam daftar pribadi-pribadi yang paling berpengaruh
di dunia ini mungkin mengejutkan beberapa pembaca dan mungkin pula
dipertanyakan oleh yang lainnya, namun dia memang satu-satunya orang dalam
sejarah yang telah berhasil secara unggul dan agung baik dalam bidang keagamaan
maupun dalam bidang keduniaan.”
“Tambahan
pula, berbeda dengan Yesus, Muhammad itu seorang pemimpin keduniaan dan
sekaligus keagamaan. Nyatanya, sebagai kekuatan yang mendorong kemenangan
orang-orang Arab (muslim) dan sayogyanya menempati urutan sebagai pemimpin
politik yang paling berhasil sepanjang masa.”
2. Mahatma K.
Gandhi
Mahatma K.
Gandhi mengatakan: “Saya ingin tahu sebaik-baiknya tentang perihidup seorang
yang hingga kini memegang hati jutaan manusia. Saya lebih dari sebelumnya,
bahwa bukanlah pedang yang membawa Islam kepada kejayaan pada masa-masa itu
dalam skema kehidupan. Kesederhanaan agama Islam yang tegas, penguasaan diri
yang paling kuat dari Nabi itu, keteguhan memenuhi janji, pelayanannya yang
sungguh-sungguh kepada sahabat dan pengikutnya, keyakinan yang mutlak
kepada Tuhan dan kepada risalahnya sendiri. Hal inilah, dan bukannya pedang
yang menaklukkan segala-galanya di hadapan kaum muslimin dalam mengatasi
rintangan. Ketika saya menutup jilid kedua buku biografi Nabi ini, saya
betul-betul menyesal karena tidak ada lagi bagi saya yang dapat dibaca mengenai
peri hidup yang agung itu.”
3.
R.C.V Bodley
“Kedudukan
Muhammad yang unik di dalam sejarah keagamaan disebabkan oleh kenyataan bahwa
dia telah mengilhami segala apa yang dilakukannya tanpa mengaku sebagai orang
suci atau Malaikat, dengan tiada memiliki suatu sifat pun selain sifat insani
semata-mata. Kecuali pribadinya yang cemerlang, tidak ada suatu daripadanya
yang membedakan dia dari kaum muslimin yang lain.”
4. Jhon William
Draper
“Empat tahun
setelah meninggalnya Justinianus, maka pada tahun 596 Masehi lahirlah di Mekah,
tanah Arab, seorang laki-laki yang berbeda dari laki-laki lainnya; telah
memberikan pengaruh yang terbesar terhadap umat manusia.”
5. Stanley
Lane-Poole
“Dia itulah
pelindung yang paling setia terhadap orang-orang yang dalam perlindungannya,
yang paling manis dan paling disenangi dalam percakapan. Orang-orang yang
melihatnya tiba-tiba dipenuhi rasa penghormatan, orang-orang yang dekat
kepadanya jatuh cinta, orang yang berkata tentang dirinya akan melukiskan:
“Saya tidak pernah melihat orang yang seperti dia baik sebelum maupun
sesudahnya.”
“Ia orang yang
sangat pendiam, namun apabila ia sedang berkata, ia berkata dengan tekanan dan
kesungguhan dan tak ada orang yang dapat melupakan apa yang dikatakannya itu.”
6. Lamartine
“Filsuf,
orator, Rasul, pembuat undang-undang, panglima, penakluk ide-ide, pembina dogma
yang rasional, suatu agama tanpa berhala, pendiri dua puluh empirium dunia dan
satu empirium spiritual, itulah dia Muhammad. Berhubung dengan semua standar
yang dapat dipergunakan untuk mengukur kebesaran manusia, kita boleh bertanya:
adakah orang yang lebih besar daripada dia?”
7. Napoleon
Bonaparte
“Saya memuja
Tuhan dan menghormati Nabi Muhammad dan Qur’an suci.”
8. Thomas W.
Arnold
“Banyak
penulis barat menggambarkan seolah-olah Nabi Muhammad menunjukkan cara hidup
baru sejak hijrah ke Madinah atau sejak terjadinya perubahan lingkungan
masyarakat di Madinah. Bahwa dia tidak lagi sebagai seorang juru dakwah,
sebagai pemberi ingat, sebagai pesuruh Tuhan kepada seluruh manusia yang
menyampaikan dengan cara yang lemah lembut, tetapi seolah-olah berubah menjadi
seorang bengis yang menurutkan hawa nafsu jahatnya dengan menggunakan segala
cara untuk memaksa orang tunduk kepada pendapatnya.”
Tuduhan
tersebut adalah keliru sama sekali. Tidaklah benar setelah di Madinah Nabi
Muhammad meninggalkan perannya sebagai juru dakwah atau muballig Islam. Juga
tidak benar bahwa setelah dia memegang komando angkatan perang yang kuat, dia
lantas berhenti mengundang orang-orang kafir masuk Islam.” (Thomas W.
Armnold, Sejarah Dakwah Islam, terjemahan dari The
Preacing of Islam, Penerbit Wijaya, Jakarta, 1981, hlm.30-31)
9. Thomas
Carlyle
Thomas
Carlyle memberikan pernyataan secara terbuka tentang Nabi Muhammad. Ia
menyatakan bahwa “adalah aib yang besar bagi budayawan manapun, jika ia condong
kepada anggapan bahwa agama Islam dituduh sebagai suatu kebohongan, dan
Muhammad sebagai penipu dan pendusta. Sudah tiba waktunya kita memerangi
perkataan palsu yang memalukan yang sudah disebar-luaskan orang, karena
risalah yang disampaikan rasul merupakan pelita bagi umat manusia.”
Carlyle
menyesalkan kebohongan yang mungkar terhadap Islam dan Rasulnya, dan menganggap
penuduhnya sebagai orang yang lemah dan kurang akal. Ia merasa heran terhadap
kemungkaran semacam itu, dan dibuatnya perumpamaan dan tidak masuk akal.
Keyakinan
Carlyle akan kebenaran Nabi Muhammad. ini didasarkan atas pandangannya bahwa
sebagai seorang yang besar mustahil untuk jadi pendusta. Kejujuran merupakan
asaskeutamaan dan keterpujian di sisinya. Ia memperkuat keyakinan akan
kebenaran rasul dengan pengetahuannya tentang sejarah Rasulullah. yang sejak
masa kecil diberi gelar Al-Amin (orang yang terpercaya).
Perkataan, perbuatan dan pemikirannya selalu tepat. Tidak ada satu pun kalimat
yang keluar dari mulut beliau malainkan pasti mengandung hikmah yang tinggi.
G.
Kunci Kesuksesan dari Kepemimpinan Nabi
Muhammad
Kunci kesuksesan dari kepemimpinan Nabi Muhammad adalah
sebagai berikut (Nourouzzaman, 1996):
1.
Akhlak rasul terpuji
tanpa cela.
2.
Karakter Rasulullah yang
tahan uji, tangguh, ulet, sederhana dan bersemangat tinggi.
3.
Sistem dakwah nabi menggunakan
metode himbauan, hikmah, dan bijaksana.
4.
Tujuan perjuangan nabi
untuk kebenaran dan keadilan, menghancurkan yang batil,dan tanpa pamrih.
5.
Prinsip persamaan.
6.
Prinsip kebersamaan.
7.
Mendahulukan kepentingan
dan keselamatan pengikut.
8.
Memberikan kebebasan
berkreasi dan berpendapat serta mendelegasikan wewenang.
9.
Tipe kepemimpinannya
kharismatis dan demokratis.
H.
Pengertian Khulafa al-Rasyidin
Khulafaur
Rasyidin adalah pecahan dari kata Khulafa’ dan Al–Rasyidin, Kata Khulafa’
mengandung pengertian: cerdik, pandai dan pengganti. Sedangkan kata,
Al–Rasyidin mengandung pengertian: Lurus Benar dan Mendapat petunjuk. Pengertian
Khulafaurrasyidun adalah:
Artinya adalah
empat orang khalifah (pemimpin)
pertama agama Islam,
yang dipercaya oleh umat Islam sebagai penerus kepemimpinan Nabi Muhammad setelah
ia wafat.
Pengertian
Khulafaur Rasyidin adalah “Pengganti yang cerdik dan benar serta para pemimpin
pengganti Rasulullah dalam urusan kehidupan kaum muslimin, yang sangat adil dan
bijaksana, pandai dan cerdik, dan dalam menjalankan tugasnya senantiasa pada
jalur yang benar serta senantiasa mendapatkan hidayah dari Allah SWT.
Menurut
bahasa, khalifah merupakan mashdar dari fi’il madhi khalafa, yang berarti:
menggantikan atau menempati tempatnya. Menurut istilah adalah gelar yang
diberikan untuk pemimpin umat Islam setelah wafatnya Nabi Muhammad (570–632). Kata "khalifah" sendiri
dapat diterjemahkan sebagai "pengganti" atau "perwakilan".
Dalam Al-Qur'an, manusia secara umum merupakan khalifah Allah di muka bumi
untuk merawat dan memberdayakan bumi beserta isinya. Sedangkan khalifah secara
khusus maksudnya adalah pengganti Nabi Muhammad sebagai imam umatnya, dan
secara kondisional juga menggantikannya sebagai penguasa sebuah edentitas
kedaulatan Islam (negara). Sebagaimana diketahui bahwa Muhammad selain sebagai
Nabi dan Rasul juga sebagai imam, penguasa, panglima perang, dan lain
sebagainya.
Adapun yang
dimaksud dengan Khulafaur Rasyidin adalah para pemimpin pengganti Rasulullah
dalam mengatur kehidupan umat manusia yang adil, bijaksana, cerdik, selalu
melaksanakan tugas dengan benar dan selalu mendapat petunjuk dari Allah. Tugas
Khulafaur Rasyidin adalah menggantikan kepemimpinan Rasulullah dalam mengatur
kehidupan kaum muslimin. Jika tugas Rasulullah terdiri dari dua hal yaitu tugas
kenabian dan tugas kenegaraan. Maka Khulafaur Rasyidin bertugas menggantikan
kepemimpinan Rasulullah dalam masalah kenegaraan yaitu sebagai kepala negara
atau kepala pemerintahan dan pemimpin agama.
Adapun tugas ke–Rasulan tidak dapat digantikan oleh Khulafaur
Rasyidin karena Rasulullah adalah Nabi
dan Rasul yang terakhir. Setelah beliau
tidak ada lagi Nabi dan Rasul lagi.
Tugas
Khulafaur Rasyidin sebagai kepala negara adalah mengatur kehidupan rakyatnya
agar tercipta kehidupan yang damai, adil, makmur, aman, dan sentosa. Sedangkan
sebagai pemimpin agama Khulafaur Rasyidin bertugas mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan masalah keagamaan. Bila terjadi perselisihan pendapat maka
khalifah yang berhak mengambil keputusan. Meskipun demikian Khulafaur Rasyidin
dalam melaksanakan tugasnya selalu mengutamakan musyawarah bersama, sehingga
setiap kebijakan yang diambil tidak bertentangan dengan kaum muslimin.
Khulafaur
Rasyidin merupakan pemimpin umat Islam dari kalangan sahabat pasca Nabi
Muhammad wafat. Suatu ketika Rasulullah
saw bersabda: “Aku berwasiat kepada kalian untuk bertaqwa kepada Allah dan
mendengar serta taat (kepada pemerintahan Islam) walaupun yang memimpin kalian
adalah seorang hamba sahaya dari negeri Habasyah. Sesungguhnya barangsiapa
hidup sesudahku niscaya dia akan melihat banyak perselisihan, maka wajib atas kalian
berpegang dengan sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin yang mendapat petunjuk
sesudahku. Berpeganglah kalian dengannya dan gigitlah
ia dengan gigi gerahammu serta jauhilah oleh kalian perkara agama yang
diada-adakan karena semua yang baru dalam agama adalah bid’ah dan semua bid’ah
adalah sesat.”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Tirmidzi, Dzahabi dan Hakim).
Mereka merupakan pemimpin yang
dipilih langsung oleh para sahabat melalui mekanisme yang demokratis. Siapa
yang terpilih, maka sahabat yang lain memberikan baiat (sumpah setia) pada calon yang terpilih tersebut. Ada dua
cara dalam pemilihan khalifah ini, yaitu: pertama, secara musyawarah oleh para
sahabat Nabi. Kedua, berdasarkan atas penunjukan khalifah sebelumnya.
Sahabat Rasulullah yang termasuk
Khulafaur Rasyidin adalah:
a)
Abu Bakar As Shiddiq
(11–13 H/632–634 M)
b)
Umar bin Khattab (13–23
H/634–644 M)
c)
Utsman bin Affan (24–36
H/644–656 M)
d)
Ali bin Abi Thalib (36–41
H/656–651)
I.
Kepemimpinan Abu Bakar As Shiddiq (11–13 H/632–634 M)
Abu bakar adalah orang yang paling berhak untuk menjadi
khalifah Rasulullah saw karena keutamaan dan lebih dulu masuk islam serta Nabi
saw lebih mengutamakan dia atas sahabat yang lain. Demikian juga para sahabat
telah sepakat untuk membaiatnya, dan tidak mungkin Allah swt mengumpulkan
mereka untuk sebuah kedzaliman.
Diawal pemerintahannya muncul tiga
golongan, golongan pertama menyatakan dirinya keluar dari Islam (murtad),
golongan
kedua yaitu golongan yang tidak puas dengan Islam, mereka menganggap karena,
pemimpinnya sama dengan para budak. Maka muncul Musailamah Al Kazzab dari bani
Hanifah di Yamamah.
Sajah dari bani Tamim, Al Aswad al Ansi dari yaman dan Thulaihah bin
Khuwailid dari Bani Asad. Mereka ini mengaku dirinya sebagai Nabi setelah Nabi
Muhammad. Kemudian golongan ketiga adalah mereka yang ketiga adalah mereka
yang salah memahami ayat-ayat Al-Qur’an.
Mereka mengatakan bahwa yang berhak memungut zakat adalah Nabi, untuk itu
setelah Nabi Wafat maka tidak seorang pun yang berhak memungut zakat.
Menghadapi golongan-golongan
ini Abu Bakar setelah bermusyawarah dengan sahabat-sahabat
lainnya mengambil tindakan tegas. Beliau membentuk pasukan yang dibagi ke dalam
11 batalion yang masing masing dipimpin oleh seorang panglima, yaitu:
1.
Khalid bin
Walib ditugaskan untuk memerangi Thulaihah bin
Khuwailid dan para pengikutnya.
2.
Ikrimah bin Abi
jahl ditugaskan untuk memerangi Musailamah Al Kazzab dan Para pengikutnya.
3.
Syarahbil bin
Hasanah bertugas mendampingi ikrimah.
4.
Al Muhajjir bin
abi Umayyah ditugaskan utuk memerangi Aswad Al Ansi dan para pengikutnya.
5.
Huzaifah bin Muhsin
bertugas untuk menaklukkan negeri Daba di
Umman.
6.
Arfajah bin
Hartsamah ditugaskan ke negeri Muhrah.
7.
Suaid bin
Muqrin ditugaskan ke Yaman.
8.
Al Ula bin Al
Hadromy ditugaskan ke Bahrein.
9.
Thuraifah bin
hajiz ditugaskan ke negeri Bani Sulaim dan Bani Hawazin.
10.
Amru bin Al
Ash ditugaskan ke negeri Qudhoah.
11.
Kholidbin
Sa’id ditugaskan ke tanah-tanah tinggi
Syam.
Sebelum pasukan
itu dikerahkan kenegeri masing-masing, khalifah
Abu Bakar terlebih dahulu mengirimkan surat kepada golongan-golongan
itu agar mereka kembali ke Islam. Namun sebagian besar merka tetap bersikeras,
maka pasukan ini pun dikerahkan, dan dalam waktu yang relatif
singkat, pasukan Abu Bakar telah sukses dengan gemilang.Dengan suksesnya
pasukan khalifah Abu Bakar ini, maka keadaan negara
Arab tenang kembali.
Langkah kedua yang dilakukan khalifah Abu
Bakar adalah mengirimkan pasukan ke negeri Persia dan Syam dibawah pimpinan
panglimanya yakni Kholid bin Walid. Penyerangan
ini dilakukan karena pada saat Abu bakar sedang menghadapi golongan-golongan
pembangkang Persia dan Syam banyak
memberi dukungan dan bantuan kepada mereka, disamping itu Persia dan Syam
selalu mengancam terhadap Islam.
Kholid bin
Walid sebelum menyerang terlebih dahulu mengirim surat kepada Hormoz (Kaisar
Persia) untuk memeluk agama Islam, namun
Kaisar Hormoz membalasnya dengan mengirimkan pasukan, maka pertempuranpun tak terelakkan.
Dalam pertempuran ini panglima kholid bin walid
berhasil menaklukkan pasukan Persia dan Raja Hormoz
sendiri terbunuh. Dengan demikian Persia menjadi wilayah Islam.
Langkah selanjutnya adalah
mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an. Usaha ini awalnya muncul dari usul Umar
bin Khattab, beliau melihat banyaknya penghafal Al-Qur’an
yang gugur dalam perang Yamamah. Mulanya Abu Bakar menolak, kemudian khalifah Abu Bakar memerintah
sahabat Zaid bin Tsabit untuk mengumpulkan Al-Qur’an, karena beliau paling
bagus hafalannya.
Demikian perjuangan khalifah
Abu Bakar selama dua tahun, dan pada tanggal 21 jumadil
akhir
13 H bertepatan dengan 12 Agustus 634 M beliau wafat.
J.
Kepemimpinan Umar bin Khattab (13–23 H/634–644 M)
“Sungguh telah ada pada orang-orang sebelum kalian dari kalangan Bani
Isra’il mereka yang dianugerahkan pembicaraannya selalu benar padahal mereka
bukanlah dari kalangan para Nabi. Dan seandainya ada pada umatku ini seorang
dari mereka, maka tentu dia adalah ‘Umar”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Adapun masa
kepemimpinan Umar bin Khattab adalah sebagai berikut:
1) Memperbaiki struktur dan lembaga negara.
Beliau seorang yang adil dan jujur, pada masa pemerintahannya negara
menjadi aman. Beliau mengangkat dewan hakim, badan permusyawaratan para
sahabat. Badan keuangan untuk daerah-daerah, karena wilayah kekuasaan Islam
semangkin luas, beliau mengangkat seorang gubernur.
2) Lembaga kepentingan masyarakat
Yaitu diadakannya jawatan pos yang akan menyampaikan berita dari kota
madinah ke daerah-daerah lainnya, begitu juga sebaliknya. Perbaikan jalan-jalan
umum juga mendapat perhatian, memberi santunan anak yatim, orang tua dan wanita
menyusui, khalifah Umar juga menetapkan tanggal 1 muharram sebagai tahun baru
hijriyah, dan menetapkan bulan sabit sebagai lambang negara.
3) Menaklukkan beberapa negara ke dalam Islam
·
Menakklukkan Damaskus
Dibawah pimpinan Khalid bin Walid, pasukan
Islam bergerak ke Damaskus. Saat pasukan islam masuk ke Damaskus prajurit Islam
dalam keadaan mabuk-mabukan sehingga dengan mudah dapat ditaklukkan.Sementara
panglima Abu Ubaidah bersama pasukannya juga sukses menaklukkan
daerah sekitar Syam.Dan di daerah tersebut khalifah Umar memerintahkan Khalid
bin Walid dan Abu Ubaidah agar memberi kebebasan beragama kepada penduduknya.
·
Membebaskan Baitul Maqdis
Saat itu baitul maqdis dikuasai oleh kerajaan
Romawi, maka khalifah Umar bin Khattab mengirim bala tentaranya dibawah
pimpinan Amr bin Ash.Pasukan Romawi yang dipimpin Artabun tidak mampu menghadapi pasukan Islam, setelah
pasukan Romawi dikepung selama 4 bulan mereka menyerah.
·
Menaklukkan Persia
Khalifah Umar mengirim pasukannya ke Persia
dibawah pimpinan Khalid bin Walid yang dibantu oleh Mutsanna bin Haritsah, akan
tetapi Khalid bin Walid diperintahkan untuk membantu pasukan Abu Ubaidah di
Roma dan Mutsanna tetap di Persia. Dengan begitu kekauatan kaum muslimin di
Persia berkurang dan tidak dapat menaklukkan Persia.
Setelah Romawi tunduk pada Islam khalifah Umar
mengirimkan kembali pasukan Islam ke Persia berjumlah 8.000 orang dibawah
pimpinan Sa’ad bin Abi Waqosh, dan bertemu dengan pasukan Persia dengan
kekauatan 30.000 pasukan, namun kaum muslimin memperoleh kemenangan yang
gemilang.
·
Menaklukkan Mesir
Mesir saat itu dikuasai oleh tentara Romawi,
maka khalifah Umar mengirim pasuknnya ke Mesir dibawah pimpinan Amr bin
Ash.Dibeberapa daerah kaum muslimin mendapat kemenangan, namun di Ummu Dunain,
kaum muslimin tidak dapat menundukkan
kekuatan tentara Romawi, maka Amr bin Ash meminta bantuan kepada
khalifah Umar bin Khattab. Kemudian khalifah Umar mengirim pasukannya yang
berjumlah 4.000 orang dimana terdapat Zubai, Ubadah bin Shamit, dan Al Miqdad
bin Aswad, dan kaum muslimin harus berjuang menghadapi lawan yang berjumlah
20.000 orang maka Amr bin Ash mengatur siasat perang. Khalifah Umar bin Khattab wafat
tanggal 1 muharram 23 H (644) beliau wafat akibat tikaman, saat menjalankan
sholat subuh oleh Fairuz atau Abu Lulu karena dendam tak beralasan. Beliau
menjadi khalifah selama 10 tahun. Dan dimakamkan di madinah disamping makam
Rasulullah dan Abu Bakar As
Shiddiq.
K.
Kepemimpinan Utsman bin Affan (24–36 H/644–656 M)
Dari Ibnu ‘Umar radliallahu ‘anhu berkata; “Kami
memilih-milih orang terbaik diantara manusia pada zaman Nabi saw. Akhirnya yang
terpilih adalah Abu Bakr kemudian ‘Umar bin Al Khaththab lalu ‘Utsman bin
‘Affan radliallahu ‘anhum”. (HR. Bukhari)
Pemerintahan Utsman berlangsung selama 12
tahun, pada paruh terakhir masa kekhalifahannya muncul perasaan tidak puas dan
kecewa di kalangan umat Islam terhadapnya. Kepemimpinan Utsman memang sangat
berbeda dengan kepemimpinan Umar. Ini karena fitnah dan hasutan dari Abdullah
bin Saba’ Al-Yamani salah seorang Yahudi yang berpura-pura masuk Islam. Ibnu
Saba’ ini gemar berpindah-pindah dari suatu tempat ke tempat lainnya untuk
menyebarkan fitnah kepada kaum muslimin yang baru masa ke–Islamannya. Akhirnya pada tahun
35 H/1655 M, Utsman dibunuh oleh kaum pemberontak yang terdiri dari orang-orang
yang berhasil dihasut oleh Abdullah bin Saba’ itu.
Salah satu faktor yang menyebabkan banyak
rakyat berburuk sangka terhadap kepemimpinan Utsman adalah kebijaksanaannya mengangkat
keluarga dalam kedudukan tinggi. Yang terpenting di antaranya adalah Marwan bin
Hakam Rahimahullah. Ialah pada dasarnya yang dianggap oleh orang-orang tersebut
yang menjalankan pemerintahan, sedangkan Utsman hanya menyandang gelar
khalifah.
Setelah banyak anggota keluarganya yang duduk
dalam jabatan-jabatan penting, Utsman laksana boneka di hadapan kerabatnya itu.
Ia tidak dapat berbuat banyak dan terlalu lemah terhadap keluarganya. Ia juga
tidak tegas terhadap kesalahan bawahan. Harta kekayaan negara, oleh kerabatnya
dibagi-bagikan tanpa terkontrol oleh Utsman sendiri. Itu semua akibat fitnah
yang ditebarkan oleh Abdullah bin Saba’, meskipun Utsman tercatat paling
berjasa membangun bendungan untuk menjaga arus banjir yang besar dan mengatur pembagian
air ke kota-kota. Ia juga membangun jalan-jalan, jembatan-jembatan,
masjid-masjid dan memperluas masjid Nabi di Madinah.
Para pemberontak terus mengepung rumah Utsman.
Ali memerintahkan ketiga puteranya, Hasan, Husain dan Muhammad bin Ali
al-Hanafiyah mengawal Utsman dan mencegah para pemberontak memasuki rumah.
Namun kekuatan yang sangat besar dari pemberontak akhirnya berhasil menerobos
masuk dan membunuh khalifah Utsman.
Usaha-usaha yang dilakukan Utsman bin Affan
adalah sebagai berikut:
1. Perluasan Wilayah Islam.
Seperti yang telah dikemukakan diatas
bahwasanya Utsman harus bekerja lebih keras lagi dalam mempertahankan dan
melanjutkan perjuangan panji Islam sebab berbagai ancaman dan rintangan akan
semakin berat untuknya mengingat pada masa sebelumnya telah tersiar tanda-tanda
adanya negeri yang pernah ditaklukkan oleh Islam hendak berbalik memberontak
padanya.
Namun demikian, meski disana-sini banyak
kesulitan beliau sanggup meredakan dan menumpas segala pembangkangan mereka,
bahkan pada masa ini Islam berhasil tersebar hampir ke seluruh belahan dunia
mulai dari Anatolia, dan Asia kecil, Afganistan, Samarkand, Tashkent,
Turkmenistan, Khurasan dan Thabrani Timur hingga Timur Laut seperti Libya,
Aljazair, Tunisia, Maroko dan Ethiopia. Maka Islam lebih luas wilayahnya jika
dibandingkan dengan Imperium sebelumnya yakni Romawi dan Persia karena Islam
telah menguasai hampir sebagian besar daratan Asia dan Afrika.
2. Pembentukan Armada Laut Islam Pertama.
Ide atau gagasan untuk membuat sebuah armada laut
Islam sebenarnya telah ada sejak masa kekhalifahan Umar bin Khattab namun
beliau menolaknya lantaran khawatir akan membebani kaum muslimin pada saat itu.
Setelah kekhalifahan berpindah tangan pada Utsman maka gagasan itu diangkat
kembali kepermukaan dan berhasil menjadi kesepakatan bahwa kaum muslimin memang
harus ada yang mengarungi lautan meskipn sang khalifah
mengajukan syarat untuk tidak memaksa seorangpun kecuali dengan sukarela.
Berkat armada laut ini wilayah Islam bertambah luas setelah menaklukkan pulau Cyprus
meski harus melewati peperangan yang melelahkan.
3. Kodifikasi Al-Qur’an
Masa penyusunan Al-Qur’an memang telah ada
pada masa Khalifah Abu Bakar atas usulan Umar bin Khattab yang kemudian
disimpan ditangan istri Nabi, Hafsah binti Umar. Berdasarkan pertimbangan bahwa
banyak dari para penghafal Al-Qur’an yang gugur usai peperangan Yamamah. Kini
setelah Ustman memegang tonggak kepemimpinan dan bertambah luas pula wilayah
kekuasaan Islam maka banyak ditemukan perbedaan lahjah (dialek) dan bacaan
terhadap Al-Qur’an. Inilah yang mendorong beliau untuk menyusun kembali
Al-Qur’an yang ada pada Hafsah dan menyeragamkannya kedalam bahasa Quraisy agar
tidak terjadi perselisihan antara umat dikemudian hari. Seperti halnya kitab
suci umat lain yang selalu berbeda antar sekte (kelompok) yang satu dengan yang
lainnya.
Utsman bin Affan masuk
Islam jauh sebelum Rasulullah membentuk Darul Arqam, melaksanakan hijrah
sebanyak dua kali, dinikahkan dengan dua putri Rasulullah saw yaitu Ruqayyah
dan Ummu Kultsum dan tidak ada orang yang dinikahkan oleh Rasulullah dengan dua
putrinya selain Ustman bin Affan. Beliau orang yang kaya, dermawan, ahli puasa,
bertanggung jawab, banyak membaca Al-Qur’an, murah hati dan pemalu.
Beliau menggantikan kekhilafahan Umar bin Khattab atas kesepakatan Ahlu Syura.
Beliau
berkuasa selama 12 tahun 12 hari, dari tanggal 1 Muharram tahun 23 H sampai
dengan tanggal 18 Dzulhijjah tahun 35 H. Beliau dibunuh (syahid) setelah Ashar
pada hari Jum’at.
L.
Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (36–41 H/656–651)
Rasulullah saw bersabda:
“Ali adalah bagian dari diriku dan aku
adalah bagian darinya, dan tidak ada yang menunaikan kewajibanku kecuali aku
sendiri atau Ali.” (HR.
Tirmidzi). Abu Isa berkata; “Hadits ini adalah hadits hasan shahih gharib.”
Sebagai khalifah keempat, tampaknya Ali bin
Abi Thalib meneruskan kebijakan yang pernah ditempuh oleh khalifah Abu Bakar
dan Umar bin Khattab. Ia menerapkan
prinsip-prinsip baitul mal dengan tepat, dan memutuskan untuk mengembalikan
semua tanah yang diambilalih oleh Bani Umayah ke dalam perbendaharaan negara.
Begitu juga ia menarik semua pemberian atau hibah yang tidak memiliki dasar
hukum yang jelas yang diberikan khalifah Utsman
kepada sanak keluarga Bani Umayah.
Di samping itu, khalifah Ali
mengganti semua gubernur yang diangkat pada masa Utsman
dan tidak disukai masyarakat. Karena ia berasumsi
bahwa, selain karena para gubernur tersebut tidak disenangi, juga mereka adalah
orang yang paling bertanggung jawab atas kerusuhan yang terjadi yang
menyebabkan terbunuhnya khalifah Usman bin Affan pada 12 Dzulhijjah tahun 35 H.
Untuk itu, khalifah Ali meminta agar gubernur Kufah, AlWalid
bin Uqbah mengudurkan diri. Begitu juga kepada Mu’awiyah agar meletakkan
jabatan gubernur Syria.
Permintaan tersebut ditolak,
sehingga timbul kerusuhan dan konflik berkepanjangan antara khalifah Ali dengan
para pejabat gubernur tersebut. Penolakan ini berujung pada sebuah pertempuran
diShiffin pada 38 H/657 M. Pertempuran ini memperlemah kekuatan khalifah Ali
dan memperkuat posisi Mu’awiyah. Karena pasukan Ali terpecah menjadi dua
kelompok besar, yaitu para pengikut setia Ali dan mereka yang menyatakan
desersi atau keluar dari barisan Ali. Mereka yang masih setia kepada khalifah
Ali disebut kelompok Syi’ah atau Syiatu Ali.
Sedangkan
mereka yang menyatakan deserse disebut kelompok Khawarij. Kelompok
terakhir inilah yang paling gencar melakukan gerakan untuk membunuh khalifah
Ali dan Mu’awiyah serta mereka yang terlibat dalam fakta perdamaian (tahkim)
di Daumatul Jandal.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah. Alasan mereka, Ali tidak
mau menghukum para pembunuh Utsman, dan mereka menuntut bela terhadap darah Utsman
yang telah ditumpahkan secara zhalim. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang. Ia mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar keduanya mau berunding
untuk menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya, pertempuran yang dahsyat pun berkobar. Perang ini dikenal dengan nama
Perang Jamal (unta), karena Aisyah dalam pertempuran itu menunggang unta, dan
berhasil mengalahkan lawannya. Zubair dan Thalhah terbunuh, sedangkan Aisyah
ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijaksanaan Ali juga
mengakibatkan timbulnya perlawanan dari para gubernur di Damaskus, Mu'awiyah,
yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat tinggi yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan. Setelah berhasil memadamkan pemberontakan Zubair,
Thalhah dan Aisyah, Ali bergerak dari Kufah menuju Damaskus dengan sejumlah
besar tentara. Pasukannya bertemu dengan pasukan Mu'awiyah di Shiffin.
Pertempuran terjadi disini yang dikenal dengan nama Perang Shiffin. Perang ini diakhiri dengan
tahkim (arbitrase), tapi tahkim ternyata tidak menyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan timbulnya golongan ketiga, kaum Khawarij, orang-orang yang keluar
dari barisan Ali. Akibatnya, di ujung masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib umat
Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik, yaitu Mu'awiyah, Syi'ah (pengikut
Abdullah bin Saba’ Al Yahudu) yang menyusup pada barisan tentara Ali, dan
Khawarij (orang-orang yang keluar dari barisan Ali).
Keadaan ini tidak menguntungkan Ali. Munculnya
kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Mu'awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 ramadhan 40 H (660 M), Ali terbunuh
oleh salah seorang anggota Khawarij yaitu Abdullah bin Muljam.
M.
Kekhilafahan Islamiyah dan Para Diktator
” Telah
datang suatu masa kenabian atas kehendak Allah kemudian berakhir. Setelah
itu akan datang masa Khilafah Rasyidah sesuai dengan jalan kenabian, atas
kehendak Allah, kemudian akan berakhir. Lalu, akan datang masa kekuasaan yang
terdapat di dalamnya banyak kezhaliman, atas kehendak Allah, kemudian berakhir
pula. Lantas, akan datang zamannya para diktator (mulkan adludan), atas kehendak Allah, akan berakhir
juga. Kemudian (terakhir), akan datang kembali masa Khilafah Rasyidah yang
mengikuti jalan kenabian”. (HR. Imam Ahmad dan Al Bazzar)
Bila
ditinjau dari sudut sains dan pengetahuan, masa kekhilafahan adalah masa
keemasan Islam. Ilmu berkembang sangat pesat, ilmuwan bermunculan dimana-mana. Pembangunan
berjalan begitu pesat. Tidak hanya masjid yang sekaligus berfungsi sebagai
tempat untuk menuntut ilmu namun juga madrasah sebagai lembaga pendidikan
perguruan tinggi dan penelitian, pembangunan kota mengalami puncak
keindahan dan kemegahan Islam. Pendek kata, Islam telah berada di masa kejayaan
dan keemasannya pada segala bidang.
Ironisnya
bersamaan dengan kemajuan tersebut, dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan
yang berarti juga semakin menumpuknya kekayaan (termasuk dari ghonimah/pampasan
perang) akhlak sebagian para pemimpinnyapun semakin lama semakin buruk.
Kebudayaan Barat mulai masuk dan merusak aqidah para pemimpin. Mereka mulai
tidak menjalankan tugasnya sesuai amanah, hukum dan peraturan ditegakkan dengan
kurang adil. Akibatnya masyarakat mulai hidup dalam kemiskinan dan kebodohan.
Akhirnya jatuhlah kekhalifahan ke tangan barat dan masyarakat Islampun hidup
bercerai berai tanpa hukum Islam yang adil.
Sejak itu
bermunculan negara-negara kecil yang dipimpin para diktator yang mengaku dirinya
Islam namun memimpin negaranya tanpa hukum Islam yang adil. Hak rakyat
terdzalimi sementara korupsi meraja-lela. Para pemimpin ini bahkan tunduk
kepada hukum Barat yang sekuler. Ironisnya lagi, dengan berbagai dalih dan
alasan, ayat-ayat Al-Quran agar tidak memilih pemimpin dari golongan non Muslim
malah diabaikan oleh sebagian besar kaum Muslimin. Mereka lebih memilih hukum
sekuler dan meninggalkan hukum serta peraturan Islam yang adil yang secara
fitrahpun sebenarnya tidak memihak pada golongan tertentu. Inilah yang saat ini
sedang terjadi dihadapan kita.
” Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil
orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka
adalah pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka.
Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim”.
(QS. Al-Maidah (3): 51).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa khulafaurrasyidin adalah khalifah Rasulullah yang sangat mulia akhlaknya,
karena akhlak mereka sebagaimana akhlak rasulullah yang patut untuk diteladani
bagi umat islam pada umumnya. Mereka adalah pemimpin yang sangat bijaksana
dalam memimpin rakyatnya.
Hal selanjutnya yang perlu
sama-sama kita perhatikan adalah, bersediakah kita termasuk para pemimpin kita
sekarang ini, baik yang berlevel gubernur, wali kota, bupati dan pemimpin di
bidang lainnya rela menerima kritikan dari bawahannya? Mampukah para pemimpin
kita tersebut mengambil pelajaran dari kritikan yang mereka terima? Kritikan
itu ibarat pil pahit, yang memang rasanya terasa amat pahit, namun bisa
menyembuhkan, kritikan juga bisa kita misalkan sebuah rem di kendaraan, dimana
rem tersebut akan mampu menyelamatkan sopir dari kecelakaan. Oleh karena itu
hendaklah pemimpin kita di Indonesia ini ikhlas menerima kritikan dalam bentuk
apapun sehingga kritikan tersebut bisa menjadi koreksi dan acuan bagi pemimpin
dan akhirnya mampu meningkatkan kinerjanya.
Tipe kepemimpinan yang ada
dalam diri seorang pemimpin itu didasarkan pada teori-teori kepemimpinan yang
ada. Seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin yang bisa mengayomi para
bawahannya. Pergunakanlah tipe kepemimpinan yang ada sesuai dengan situasi dan
kondisi yang ada, agar tujuan kelompok atau organisasi dapat tercapai dengan
cara yang efektif dan efisien.
B.
Saran
Seorang pemimpin disarankan tidak memiliki sifat yang egois, karena seorang
pemimpin yang baik harus bisa menerima kritik dan saran dari bawahannya.
DAFTAR PUSTAKA
Afzalur,
Rahman. 1995. Doktrin Ekonomi Islam Jilid I. Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf.
Al-Mabarkafury, Shafy Al-Rahman. 2008. Al-Rahîq Al-Makhtûm. Kairo: Dâr
Al-Wafâ.
Barnadib, Imam Dan Sutari Imam Barnadib.
1998. Beberapa Aspek
Substansial Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Andi.
Basir, Muhammad. 2003. Pandangan Kaum Orientalis terhadap Islam, Yokyakarta:
Bentang.
Departemen Agama Republik Indonesia 2006, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Surabaya:
Pustaka Agung Harapan.
F. A. Shamsi. 1984. "The Date Of Hijrah", Islamic
Studies 23: 189-224, 289-323.
http://ar.wikipedia.org/wiki/الخلفاء الراشدين
http://www.docstoc.com/docs/25217754/Kepemimpinan-Rasulullah-SAW
http://www.facebook.com/topic.php?uid=88379852270&topic=8990
https://www.facebook.com/note.php?note_id=409513283572
Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher.
Mutholib, Abd. 1995. Sejarah Kebudayaan Islam I. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Islam dan Universitas Terbuka.
Nourouzzaman Shiddiqi. 1996. Jeram-jeram Peradaban Muslim. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Riyadi, Slamet. 2011. “Pengaruh Kompensasi Finansial, Gaya Kepemimpinan dan Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Karyawan Pada Perusahaan Manufaktur di Jawa Timur”. Jurnal
Managemen dan Kewirausahaan Vol. 13 No. 01.
Shiddiqi, Nourouzzaman. 1996. Jeram-jeram Peradaban Muslim. Jakarta:
Pustaka Pelajar.
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung:
Pustaka Setia.
Thomas W. Armnold. 1981. Sejarah Dakwah Islam, terjemahan dari The Preacing
of Islam. Jakarta: Penerbit Wijaya.
Usman, Husaini. 2006. Management, Teori, Praktik dan Riset Pendidikan. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
Winardi. 1983. Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Management. Bandung:
Alumni.
Yatim, Badri. 1994. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta:
PT Raja Grafindo Persada.
No comments:
Post a Comment