Pendahuluan
Hampir setiap organisasi bisnis menyatakan bahwa
“manusia adalah aset terpenting bisnis kami”.Secara eksplisit hal itu
menghargai mereka, namum dalam kenyataannya seringkali bertentangan dengan
kenyataannya.Misalnya, bagi perusahaan yang terlalu banyak menggunakan pola
padat modal sebagai pengganti manusia, bisa jadi manusia hanya dipandang sebagi
unsur produksi yang tidak ada bedanya dengan unsur lainnya, hal ini tentunya
kurang manusiawi. Di sisi lain, masih banyak terdapat perusahaan yang
menerapkan sistem upah, iklim kerja, dan kepemimpinan yang kurang kondusif.
Namun terlepas dari hal-hal tersebut, secara umum manusia dan potensinya
merupakan elemen utama dari keberhasilan suatu bisnis.Tinggal lagi bagaimana sumber
daya manusia berupa tingkat etos kerja, pendidikan, keterampilan, pengetahuan,
emosi, kejujuran, kesehatan, pengalaman, dan kepemimpinan dapat
dioptimalisasikan.
Pada saat sekarang ini, merupakan sebuah kenyataan
yang tak dapat dipungkiri lagi, bahwa era globalisasi sekarang ini, khususnya
di Indonesia, menghadapi berbagai tekanan persaingan dalam segala bidang
usaha.Untuk itu, perusahaan-perusahaan mulai berusaha untuk tetap unggul dalam
persaingan yang serba kompetetif tersebut dengan berupaya menciptakan kualitas
sumber daya manusianya yang handal dan presentatif.Untuk mendapatkan sumber
daya manusia yang terlatih dan terampil bagi sebuah organisasi bisnis, tentunya
dapat ditempuh dengan melakukan pelatihan, pendidikan dan bimbingan bagi sumber
daya manusianya.
Sebagai unsur produksi, manusia berkedudukan sama
dengan unsur lainnya, seperti teknologi dan biaya. Namun, manusia memiliki ciri
unik.Dia memiliki kepribadian yang aktif, banyak menggunakan intuisi, dinamis,
bahkan sensitif dan sekaligus sebagai pengelola dan atau pengguna dua unsur
produksi tadi, yaitu teknologi dan biaya untuk menghasilkan output tertentu.
Oleh karena itu, manusia ditempatkan sebagai unsur
yang sangat khusus oleh perusahaan, karena manusia baru akan terdorong untuk
bekerja dan meningkatkan produktivitasnya jika beragam kebutuhannya mulai dari
kebutuhan fisik (seperti : makan, papan, pakaian), kebutuhan rasa aman,
kebutuhan sosial, sampai dengan kebutuhan aktualisasi diri dapat terpenuhi
dengan baik (Mangkuprawira , 2003).
Seseorang bekerja karena ada sesuatu yang hendak
dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan
membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan
sebelumnya (Anoraga, 2000). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pada diri
manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya nanti membentuk
tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya.Demi mencapai tujuan-tujuan
itu, orang terdorong untuk melakukan suatu aktivitas yang dikenal dengan
bekerja.
Manajer merupakan pimpinan dalam suatu perusahaan yang
mengarahkan dan membina tenaga kerja menuju kesuksesan.Dalam mencapai
kesuksesan, pimpinan perlu memperhatikan kebutuhan para tenaga kerjanya
tersebut, dalam hal ini kompensasi. Akan tetapi, dalam kenyataannya produktivitas
kerja seseorang akan dapat berbeda dengan orang lain. Oleh karena itu, agar
kinerja atau performance dari setiap karyawan dapat meningkat diperlukan suatu
pendorong atau faktor yang dapat membuat kinerja atau performance karyawan
tersebut sesuai dengan yang diharapkan oleh perusahaan. Menurut Mangkuprawira
(2003) bahwa : “Faktor yang mempengaruhinya relatif kompleks, bisa jadi faktor
instrinsik (tingkat pendidikan, pengetahuan, keterampilan, motivasi, kesehatan,
dan pengalaman) dan bisa faktor ekstrensik (kompensasi, iklim kerja,
kepemimpinan, fasilitas kerja dan hubungan sosial)”.
Kompensasi sangat penting bagi karyawan sebagai
individu, karena upah merupakan suatu ukuran nilai atau karya mereka diantara
para karyawan itu sendiri, keluarga dan masyarakat. Tingkat pendapatan absolut
karyawan yang akan menentukan skala kehidupannya, dan pendapatan relatif mereka
menunjukkan status, martabat dan harganya (Handoko, 1998). Oleh karena itu,
pimpinan perlu sekali memperhatikan pemberian kompensasi yang diberikan
karyawan, agar performancenya dapat meningkat sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki dalam mencapai tujuan dan keinginan perusahaan dan pimpinan.
Sebuah program manajemen performance dapat menjadi
tulang punggung bagi pengelolaan sumber daya manusia di perusahaan. Hasil dari
sebuah program manajemen performance akan membantu organisasi/perusahaan untuk
merencanakan dan melaksanakan program-program lain dengan lebih tepat dan baik.
Dengan kata lain, program manajemen performance adalah bagian dari sebuah “skenario
besar” program pengembangan sumber daya manusia dan pengembangan
manajemen.Tetapi dalam kenyataannya yang paling sering kita dengan adalah
pengkaitan hasil penilaian prestasi dengan besarnya kompensasi atau bonus yang
diberikan perusahaan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Ruky (2002) yang
menyatakan bahwa : “Istilah penilaian prestasi kerja hampir selalu secara
otomatis diasosiasikan dengan kebijaksanaan dan aturan kenaikan gaji perorangan
dan pembagian bonus”.
Tan dan Torrington seperti yang dikutip oleh Ruky
(2002) melaporkan bahwa : berdasrakan hasil penelitian mereka terhadap 25
perusahaan Inggris dan 26 perusahaan Amerika yang beroperasi di Malaysia,
alasan terpenting bagi perusahaan Amerika untuk menerapkan sistem penilaian
prestasi kerja karyawan adalah dasar bagi :
· Kenaikan gaji
(81%)
· Keputusan promosi
(77%)
· Pelatihan dan
Pengembangan (68%)
· Pembinaan (60%)
Berdasarkan hal tersebut di atas, menjadi pertanyaan
bagi sejumlah pimpinan perusahaan yang ada di Indonesia dan tentunya bagi kita
semua, apakah kondisi itu juga terdapat di Indonesia, khususnya di lingkungan
perusahaan kita?.
Pengertian Performance
Motivasi karyawan untuk bekerja, mengembangkan
kemampuan pribadi, dan meningkatkan kemampuan di masa mendatang dipengaruhi
oleh umpan balik mengenai kinerja atau performance masa lalu dan
pengembangan.Pada organisasi yang modern penilaian memberikan mekanisme penting
bagi manajemen untuk digunakan dalam menjelaskan tujuan-tujuan dan
standar-standar performance dan untuk memotivasi performance individu
di waktu berikutnya.
Istilah kinerja atau prestasi kerja sebenarnya
pengalihbahasaan dari kata inggris “performance”. Kamus The New
Webster Dictionary yang dikutip oleh Ruky (2002) memberikan tiga arti bagi
kata performance yang akan disebutkan dibawah ini :
1.
Adalah prestasi yang digunakan dalam konteks atau kalimat misalnya tentang
mobil yang sangat cepat.
2.
Adalah Pertunjukan yang biasanya digunakan dalam kalimat “Folk Dance
Performance” atau “Pertunjukan Tari-tarian Rakyat”.
3.
Adalah “Pelaksanaan Tugas” misalnya dalam kalimat “In performing his/her
duties”.
Sedangkan Benardin dan Russel yang dikutip oleh. Ruky
(2002) memberikan defenisi tentang performance sebagai berikut : ”Performance
is defined as the record of out-comes produced on a specified job function or
activity during a specified time period” (Prestasi adalah catatan tentang
hasil-hasil yang diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan
tertentu selama kurun waktu tertentu).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa performance
atau prestasi adalah hasil atau apa yang keluar (outcomes) dari
sebuah pekerjaan dan kontribusi mereka pada organisasi.
Mengukur Performance
Departemen sumber daya manusia menggunakan informasi
yang dikumpulkan melalui penilaian performance untuk mengevaluasi
keberhasilan kegiatan rekruitmen, seleksi, orientasi, penempatan, pelatihan dan
pengembangan, serta kegiatan lainnya.Meskipun penilaian informal selama
kegiatan berlangsung hari demi hari adalah penting bagi kegiatan yang cepat.
Mangkuprawira (2003) menyatakan bahwa : “Pendekatan
penilaian performance hendaknya mengidentifikasi standar performance yang
terkait, mengukur kriteria, dan kemudian memberikan umpan balik pada karyawan
dan Departemen Sumber Daya Manusia”.
Untuk lebih jelasnya berikut illustrasi gambar
elemen-elemen kunci sistem penilaian performance :
Jika standar performance atau perhitungan tidak
ada kaitannya dengan pekerjaan, evaluasi dapat mengarah pada ketidakakuratan
atau hasil yang bias, merenggangkan hubungan manajer dengan karyawan, dan
memperkecil kesempatan kerja yang sama. Tanpa umpan balik, perbaikan dalam
perilaku sumber daya manusia tidaklah mungkin terjadi dan departemen tidak
akanmemiliki catatan akurat dalam sistem informasi sumber daya manusianya.
Dengan demikian, keputusan-keputusan dasar dalam membuat rancangan pekerjaan
sampai kompensasi akan terganggu.
Departemen sumber daya manusia biasanya merancang dan
mengelola sistem penilaian performance perusahaan.Sentralisasi menjamin
terjadinya keseragaman. Meskipun departemen sumber daya manusia dapt
mengembangkan pendekatan yang berbeda untuk para manajer, profesional, pekerja,
dan kelompok lain. Namun keseragaman dalam tiap kelompok dibutuhkan untuk
menjamin hasil yang dapat dibandingkan.Departemen itu sendiri bisa jadi jarang
menilai performance secara aktual.
Sejumlah penyebab umum yang sering menimbulkan kegagalan
dan harus dihindarkan di sebutkan oleh Dessler (1994) yang dikuti oleh Ruky
(2002) sebagai berikut :
1.
Tidak adanya standar
Tanpa adanya standar berarti tidak terjadi penilaian
prestasi yang obyekif.Yang ada hanyalah penilaian subyektif yang mengandalkan
perkiraan dan perasaan.
2.
Standar yang tidak relevan dan bersifat subyektif
Standar seharusnya ditetapkan melalui proses analisa
pekerjaan/jabatan untuk menentukan hasil atau output yang diharapkan
dari pekerjaan tersebut.
3.
Standar yang tidak realistis
Standar adalah sasaran-sasaran yang berpotensi
merangsang motivasi. Standar yang masuk akal dan menantang akan lebih
berpotensi untuk merangsang motivasi.
4.
Ukuran prestasi yang tidak tepat
Obyektivitas dan perbandingan memerlukan bahwa
kemajuan terhadap standar dan pencapaian standar dapat diukur dengan mudah dan
transparan. Contoh-contoh ukuran yang bersifat kuantitatif adalah misalnya : 1%
tingkat kegagalan produksi karena kualitas, 10 order penjualan dari setiap 100
kunjungan. Sedangkan yang bersifat kualitatif misalnya ; “penyelesaian proyek
pada tanggal yang ditetapkan”.
5.
Kesalahan penilai
Termasuk dalam kesalahan penilai adalah “keberpihakan”
(bias), perasaaan syakwasangka, “Halo effect” (terpengaruh oleh yang dinilai),
kecendrungan untuk “pelit” atau sebaliknya, kecendrungan untuk memilih nilai
tengah dan takut untuk menghadapi bawahan.
6.
Pemberian umpan balik secara buruk
Pada awal proses manajemen performance, standar
harus dikomunikasikan kepada karyawan yang dinilai untuk diketahui dan
disepakati. Demikian pula seluruh proses penilaian dan hasil penilaian harus
dikomunikasikan pula kepada mereka sesuai dengan prinsip dan tujuan program,
khusunya program manajemen performance.
7.
Komunikasi yang negatif.
Proses evaluasi ternyata terganggu oleh komunikasi
yang didasari dengan sikap negatif seperti arogansi dan keakuan pada pihak
penilai dan sikap membela diri dan ketertutupan pada pihak yang dinilai.
Penilaian seharusnya menciptakan gambaran akurat dari
performance perorangan.Penilaian tidak dilakukan hanya untuk mengetahui performance
buruk.Hasil-hasil yang baik dan dapat diterima harus diidentifikasi
sehingga dapat dipakai sebagai dasar penilaian hal lainnya.Untuk mencapai
tujuan ini, sistem penilaian hendaknya terkait dengan pekerjaan dan praktis,
termasuk standar, dan menggunakan ukuran-ukuran yang terukur.Pekerjaan terkait
berarti bahwa sistem mengevaluasi perilaku-perilaku kritis yang mengandung
keberhasilan pekerjaan.Jika evaluasi tidak terkait dengan pekerjaan, hal ini
tidaklah absah.Tanpa keabsahan dan derajat kepercayaan, sistem bisa jadi
mendiskriminasi kesempatan penerapan hukum yang ada secara adil.
Seperti yang dikutip oleh Ruky (2002, hal. 35), Calcio
menyarankan agar sebuah program manajemen performance efektif hendaknya
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1.
Relevance
Hal-hal atau faktor-faktor yang diukur adalah relevan
(terkait) dengan pekerjaannya, apakah itu outputnya, prosesnya atau inputnya.
2.
Sensitivy
Sistem yang digunakan harus cukup peka untuk
membedakan antara karyawan yang berprestasi dan tidak berprestasi.
3.
Reliability
Sistem yang digunakan harus dapat diandalkan,
dipercaya bahwa menggunakan tolok ukur yang objektif, sahih, akurat, konsisten
dan stabil.
4.
Acceptability
Sistem yang digunakan harus dapat dimengerti dan
diterima oleh karyawan yang menjadi penilai maupun yang dinilai dan
memfasilitasi komunikasi aktif dan konstruktif antara keduanya.
5.
Practicality
Semua instrumen, misalnya formulir yang digunakan,
harus mudah digunakan oleh kedua pihak, tidak rumit, mengerikan dan
berbelit-belit.
Pengertian dan Arti Pentingnya Kompensasi
Kompensasi dapat diartikan sebagai pemberian imbalan
atas hasil kerja yang dilakukan dengan melihat prestasi kerja itu
sendiri.Prestasi kerja yang dilakukan dapat dinilai dan diukur berdasarkan
suatu penilaian yang telah ditentukan perusahaan secara objektif. Handoko
(1998) menyatakan bahwa : “Kompensasi adalah pemberian kepada karyawan dengan
pembayaran finansial sebagai balas jasa untuk pekerjaan yang dilaksanakan dan
sebagai motivator untuk pelaksanaan kegiatan di waktu yang akan datang”.
Setiap pekerja yang telah memberi atau mengorbankan
tenaga dan pikirannya pada suatu perusahaan, baik itu perusahaan swasta maupun
perusahaan pemerintah akan mengharapkan kontra prestasi atau balas jasa berupa
uang atau barang-barang yang disebut dengan catu dalam bentuk kebutuhan
barang-barang pokok misalnya beras. Kompensasi (Gaji dan Upah) yang diberikan
perusahaan kepada pekerja merupakan salah satu faktor penting yang perlu
diperhatikan pimpinan demi kelancaran jalannya perusahaan.Kompensasi yang layak
merupakan pendorong bagi karyawan supaya bekerja lebih giat serta lebih
bertanggungjawab dalam melaksanakan pekerjaan yang diberikan perusahaan
kepadanya. Jadi dapat dikatakan bahwa kompensasi (gaji dan upah) akan
mempengaruhi performance karyawan.
Menurut Purnomo (1992) pengertian upah adalah sebagai
berikut : Upah adalah jumlah kesluruhan yang diterapkan sebagai pengganti jasa
yang telah dikeluarkan oleh tenaga kerja meliputi masa atau syarat-syarat
tertentu. Jika upah diperhitungkan meliputi masa seminggu dinamakan upah
mingguan dan jika ditung meliputi masa sehari dinamakan upah harian. Jika
menghitung besarnya upah dipergunakan kesatuan yang daimbil dari haril
rata-rata setiap jam atau meliputi waktu tertentu, maka upah itu dinamakan upah
waktu.
Kecuali upah dan waktu terdapat juga upah potongan,
yang didapatkan dengan memperhitungkan jumlah potongan atau bagian tugas
dikalikan kesatuan pengganti prestasi untuk tiap-tiap potongan.Dalam
bentuk-bentuk usaha pada umumnya yang dimaksudkan dengan upah adalah pengganti
saja bagi tenaga kerja yang melaksanakan tugas-tugas dalam perusahaan yang
sifatnya tidak tetap.Sedangkan gaji dipergunakan sebagai pengganti jasa bagi
tenaga kerja yang bersifat tetap.
Sedangkan Moekijat (1995) mengemukakan bahwa
pengertian gaji adalah : “Pembayaran kepada pegawai, tata usaha, dan manajer”.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian gaji dan
upah (kompensasi) yaitu upah merupakan kontra prestasi yang diterima oleh si
pekerja berdasarkan hasil yang dicapainya dan tidak mempunyai jaminan kerja
tetap, lain halnya dengan gaji merupakan kontra prestasi yang diterima oleh pekerja
dengan jaminan pekerjaan yang sifatnya lebih tetap.
Salah satu fungsi manajemen personalia yang paling
sulit adalah penentuan tingkat kompensasi moneter.Hal ini tidak hanya merupakan
salah satu tugas yang paling rumit, tetapi juga yang paling penting, baik bagi
organisasi maupun karyawan.Penentuan tingkat kompensasi moneter penting bagi
organisasi karena upah dan gaji seringkali merupakan satu-satunya biaya
perusahaan terbesar. Sepanjang menyangkut organisasi, Flippo (1995) menyatakan
bahwa program-program kompensasi karyawan dirancang untuk melakukan tiga hal,
yaitu :
1.
Untuk menarik para karyawan yang cakap ke dalam organisasi.
2.
Untuk memotivasi mereka mencapai prestasi yang unggul.
3.
Untuk menciptakan masa dinas yang panjang.
Selanjutnya Dessler (1992) menyatakan bahwa :
“Penyusunan suatu rencana penggajian merupakan upaya mengevaluasi nilai
pekerjaan secara relatif (melalui teknik evaluasi pekerjaan), dan kemudian
menetapkan harga pekerjaan dengan menggunakan garis upah dan kelas gaji”.
Kompensasi juga penting bagi organisasi, karena jumlah
pembayaran kepada karyawan dalam bentuk pengupahan dan balas jasa lainnya
sering merupakan komponen-komponen biaya paling besar dan penting (Handoko,
1998).Bagi manajemen, masalah kompensasi karyawan mungkin merupakan masalah
personalia yang membingungkan dan paling sulit.Walaupun pengupahan harus
mempunyai dasar yang logis dan dapat dipertahankan, hal ini mencakup banyak
faktor-faktor emosional dari sudut pandangan para karyawan.Di samping itu,
kompensasi mempunyai dampak penting terhadap perekonomian.Sumber pendapatan
nasional sebagian datang dari kompensasi.Pendapatan karyawan adalah bagian
terbesar dari daya belinya yang digunakan untuk membeli barang-barang dan
jasa-jasa hasil produksi perusahaan-perusahaan.
Jenis-jenis Kompensasi
Kompensasi pegawai berarti bahwa semua bentuk
penggajian atau ganjaran mengalir kepada pegawai dan timbul dari kepercayaan
mereka. Menurut Dessler (1992), kompensasi pegawai memiliki tiga komponen,
yaitu :
1.
Pembayaran secara langsung (direct financial payment) dalam bentuk upah,
gaji, insentif, dan bonus.
2.
Pembayaran tidak langsung (indirect payment) dalam bentuk tunjangan
seperti : asuransi dan liburan atas dana perusahaan.
3.
Ganjaran nonfinansial (nonfinancial rewards) seperti hal-hal yang tidak
mudah dikuantifikasi, yaitu ganjaran-ganjaran seperti : pekerjaan yang lebih
menantang, jam kerja yang lebih luwes, dan kantor yang lebih bergengsi.
Banyak karyawan dibayar (dalam kas) pada setiap akhir
kerja berdasarkan jumlah jam kerja. Di lain pihak, banyak juga yang dibayar
berdasar jam kerja yang diterima pada akhir minggu. Bentuk pembayaran ini
disebut upah harian. Para karyawan lain dibayar dengan bentuk gaji tetap setiap
minggu, bulanan atau tahunan. Di samping itu, bentuk upah insentif (seperti
bonus dan komisi) banyak dipakai pada karyawan bagian produksi dan
penjualan.Banyak perusahaan juga mempunyai rencana pembagian laba (profit
sharing plan), di mana karyawan menerima sejumlah persentase tertentu dari
laba perusahaan sebagai pendapatan ekstra (Handoko, 1998).
Kompensasi (gaji dan upah) dapat diperhitungkan
sebagai upah yang riel atau upah uang.Upah uang adalah jumlah yang dihitung
menurut harga nominal mata uang yang diterima oleh buruh, sedangkan upah nyata
(riel) dalam jumlah uang yang dihitung dengan memperhitungkan upah tersebut
dengan kebutuhan yang diperlukan oleh penerima upah. Upah yang diterima setiap
pekerja dari suatu perusahaan tidak sama besarnya. Besar kecilnya upah yang diterima
tergantung pada beberapa faktor.
Menurut Ranupandoyo (1994), bahwa faktor yang
mempengaruhi besar kecilnya tingkat upah yang diterima oleh setiap pekerja
adalah :
1.
Penawaran dan permintaaan tenaga kerja.
2.
Organisasi buruh.
3.
Kemampuan untuk membayar dari perusahaan.
4.
Produktivitas.
5.
Biaya hidup.
6.
Pemerintah.
Perbedaan dalam pengupahan atau penggajian (salary
differentials) dapat dibenarkan karena syarat pekerjaan yang berbeda dan
ini selalu ada pada setiap perusahaan. Pekerjaan yang memerlukan pengetahuan
dan skill yang lebih tinggi akan mendapat upah atau gaji yang lebih
besar jika dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan pengetahuan dan skill
yang lebih rendah. Atau dengan kata lain pekerjaan yang memerlukan tingkat
pengetahuan (pendidikan) serta pengalaman tertentu akan mendapat upah yang
lebih besar.
Pola upah ini cendrung dirumuskan oleh perusahaan yang
telah berhasil dengan baik di dalam menetapkan tingkat upah para pekerja di
suatu daerah sehingga pola ini akan diikuti perusahaan lain di daerah tersebut.
Secara garis besarnya sistem pengupahan dimaksud
berbentuk :
1.
Sistem pengupahan berdasarkan waktu (Time Rate System)
2.
Sistem pengupahan berdasarkan satuan hasil (Piece System)
3.
Sistem pengupahan berdasarkan premi (Wage Insentive System).
Selain dari pada sistem upah yang telah dijelaskan di
atas, dalam prakteknya perusahaan sering pula menentukan tingkat upah seorang
pekerja berdasarkan :
1.
Sistem upah borongan yaitu sistem upah ini diberikan kepada sekelompok pekerja
dan masing-masing pekerja. Sistem ini dipergunakan terutama bagi suatu jenis
pekerjaan yang hasil pekerjaan untuk setiap pekerjaan sukar diukur.
2.
Sistem skala upah berubah yaitu sistem skala upah berubah biasanya menganut
salah satu dari 2 cara, yaitu sebagai berikut :
a.
Sistem upah scale yang menghubungkan tingkat upah dengan tingkat harga
jual barang yang dihasilkan perusahaan.
b.
Sistem upah indeks ialah yang menghubungkan tingkat upah dengan tingkat
angka indeks biaya kehidupan.
3.
Sistem upah pembayaran laba yaitu sistem ini menetapkan bahwa buruh tidak hanya
menerima upah biasa tetapi juga bagian laba dengan ketentuan yang telah
ditetapkan perusahaan.
Dari uraian di atas, maka dirasa perlu adanya sistem
upah atau gaji yang tepat pada karyawan agar dapat mendorong para karayawan
lebih giat bekerja sekaligus akan meningkatkan produktivitas kerja.
Unsur-Unsur Yang Menjadi Pertimbangan Dalam Manajemen
Kompensasi
Tujuan manajemen kompensasi adalah untuk mebantu
perusahaan mencapai tujuan keberhasilan strategis perusahaan dan menjamin
terjadinya keadilan internal dan eksternal. Keadilan eksternal menjamin bahwa
pekerjaan-pekerjaan dikompensasi secara adil dengan membandingkan pekerjaan
yang sama di pasar kerja. Kadang-kadang tujuan ini bisa konflik satu sama
lainnya, dan trade-offs harus terjadi. Misalnya, untuk mempertahankan
para karyawan dan menjamin keadlian, analisis upah dan gaji merekomendasi
pembayaran jumlah yang sama untuk pekerjaan-pekerjaan yang sama. Akan tetapi,
perekrut pekerja mungkin menginginkan untuk menawarkan upah tidak seperti
biasanya, yaitu upah yang tinggi untuk menarik pekerja yang berkualifikasi.
Maka terjadilah trade offs antara tujuan rekruitmen dan konsistensi
tujuan dari manajemen kompensasi. Sementara keadilan internal menjamin bahwa
permintaan posisi yang lebih tinggi dan orang yang lebih berkualifikasi dalam
perusahaan akan diberi pembayaran yang lebih tinggi.
Dengan demikian menurut Mangkuprawira (2003) ada
beberapa prinsip yang diterapkan dalam manajemen kompensasi, antara lain :
1.
Terdapatnya rasa keadilan dan pemerataan pendapatan dalam perusahaan.
2.
Setiap pekerjaan dinilai melalui proses evaluasi pekerjaan dan kinerja atau performance.
3.
Mempertimbangkan keuangan perusahaan.
4.
Nilai rupiah dalam sistem penggajian mampu bersaing dengan harga pasar tenaga
kerja sejenis.
5.
Sistem penggajian yang baru dapat membedakan orang yang berprestasi baik dan
yang tidak dalam golongan yang sama.
6.
Sistem penggajian yang baru harus dikaitkan dengan penilaian kinerja karyawan.
Pada umumnya karyawan akan menerima perbedaan
kompensasi yang berdasarkan tanggungjawab, kemampuan, pengetahuan,
produktivitas, “on – job” atau kegiatan-kegiatan manajerial. Sedangkan
pembayaran yang berdasarkan ras, kelompok etnis, dan jenis kelamin, dilarang
oleh hukum dan kebijaksanaan umum.
Handoko (1998) menyatakan bahwa:
Kebijaksanaaan-kebijaksanaan dan praktek-praktek manajemen ditentukan oleh
interaksi dari tiga faktor, yaitu :
1.
Kesediaan membayar
Kesediaan membayar adalah merupakan pernyataan yang
berlebihan untuk menyatakan bahwa para manajer sebenarnya ingin membayar upah
secara adil.Oleh sebab itu para manajer juga merasa bahwa para karyawan
seharusnya melakukan pekerjaan sesuai upah yang mereka terima.Manajer perlu
mendorong para karyawan untuk meningkatkan keluaran mereka agar upah dan gaji
yang lebih tinggi dapat dibayarkan.
2.
Kemampuan membayar
Tanpa memperhatikan semua faktor lainnya, dalam jangka
panjang realisasi pemberian kompensasi akan tergantung pada kemampuan membayar
dari perusahaan. Kemampuan membayar perusahaan tergantung pada pendapatan dan
laba yang diraih, dimana hal ini tergantung pada performance yang
diberikan karyawan. Penurunan performance karyawan dan inflasi akan
mempengaruhi pendapatan nyata karyawan.
3.
Persyaratan-persyaratan pembayaran
Dalam jangka pendek, pengupahan dan penggajian sangat
tergantung pada tekanan eksternal dari pemerintah, organisasi karyawan (serikat
buruh) dan para pesaing. Sebagai contoh, peraturan pemerintah tentang upah minimum
merupakan batas bawah tingkat upah yang akan dibayarkan.
Hadipurnomo (1992) menyatakan bahwa : Untuk memperoleh
dasar upah yang sehat perlu adanya pertimbangan sebagai berikut :
1.
Apakah yang dicapai oleh sistem upah itu.
2.
Apakah sistem upah itu cocok untuk pelaksanaan bentuk usaha yang bersangkutan.
3.
Apakah sistem upah itu dapat diterima masyarakat umum yang bersangkutan.
4.
Apakah derajat upah itu selaras dengan pasaran upah ditempat upah tersebut.
Dasar upah yang benar haruslah mempunyai kriteria
sebagai berikut :
1.
Dasar upah itu harus pasti, tetapi harus memiliki sifat ringkas, sehingga
memungkinkan untuk disesuaikan dengan keadaan.
2.
Harus memungkinkan tercapainya ongkos-ongkos perusahaan yang serendah-rendahnya
dan memberikan kemungkinan meninggikan produksi dan mengembangkan usaha.
3.
Adanya perimbangan antara upah yang diberikan perusahaan dengan tenaga yang
diberikan karyawan sehingga karyawan merasa betah bekerja di perusahaan.
4.
Harus menunjukkan suatu upah yang layak melalui pertimbangan tugas yang diemban
karyawan.
Dalam etika tata perusahaan yang wajar akan terdapat
suatu itikad yang menetapkan bahwa upah itu harus dapat menjamin penghidupan
yang layak dari para tenaga kerja bersangkutan serta keluarganya. Upah ini
dinamakan upah penghidupan.Itikad ini bersendikan pada suatu dasar bahwa usaha
itu mempunyai fungsi rangkap. Maksud fungsi rangkap disini adalah bertujuan
memperoleh keuntungan bagi pemiliknya dan di lain pihak dapat mendatangkan
manfaat bagi masyarakat umumnya dan bagi para pekerja khususnya.
Penutup
Pemberian kompensasi yang terkoordinir dan sesuai
dengan hasil pekerjaan yang dilakukan karyawan dapat meningkatkan performance
karyawan, sehingga faktor-faktor yang mempengaruhi performance seperti
karakteristik situasi, sikap dan sebagainya dapat diatasi oleh karyawan dengan
berpedoman pada program pelaksanaan kerja yang sudah ditentukan perusahaan.
Menurut Sjafri Mangkuprawira (2003, hal. 224) :
“Penilaian performance membantu pengambil keputusan menentukan siapa
yang seharusnya menerima peningkatan pembayaran dalam bentuk upah dan bonus
yang didasarkan pada sistem merit”.
Dengan adanya pemberian kompensasi tersebut, dapat
memotivasi karyawan menjadi lebih bersemangat serta membuat karyawan mampu
mengatasi segala hambatan yang diterima didalam pekerjaan sehingga performance
karyawan dapat meningkat dan tujuan pimpinan dapat tercapai.
Dari teknik penilaian yang beragam dan luas, para
spesialis menyeleksi metode-metode yang paling efektif dalam mengukur performance
karyawan dengan standar yang berlaku. Teknik dapat diseleksi dengan cara
mereview performancemasa lalu maupun dengan mengantisipasi performance
di masa yang akan datang. Namun dalam pelaksanaannya, penilaian performance
yang berkaitan dengan kompensasi juga harus mempertimbangkan serta memandang
beberapa prisnsip yang ada dalam pelaksanaannya, terutama prinsip keadilan yang
merupakan faktor yang sering kali menjadikan pelaksanaan penilaian menjadi
tidak efektif dan efisien.
Daftar Pustaka
Ruky, Achmad S. 2002. Sistem Manajemen Kinerja.PT.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Dessler, Gary.
1992. Manajemen Personalia.diterjemahkan oleh : Agus Dharma, Edisi
Ketiga. Erlangga. Jakarta.
Flippo. Edwin B. 1995. Manajemen Personalia.
Diterjemahkan oleh : Mohammad Masud. Edisi Keenam. Jilid Kedua. Erlangga.
Jakarta.
Hadipurnomo. 1992. Tata Personalia. Cetakan
Kelima. Jambatan. Jakarta
Ranupandoyo, Heidirachman. 1994. Manajemen
Personalia.Edisi Ketiga. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi. Yogyakarta.
Moekijat. 1995.
Manajemen Kepegawaian. Bumi Aksara. Jakarta.
Anoraga, Pandji. 2000. Manajemen Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta.
Mangkuprawira, Sjafri. 2003. Manajemen Sumber Daya
Manusia Strategik. Cetakan Kedua. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Handoko, T. Hani. 1998. Manajemen.Yogyakarta.
Edisi Kedua. BPFE.Yoyakarta.
No comments:
Post a Comment