Monday, April 10, 2017

STANDAR PEKERJAAN LAPANGAN PERENCANAAN AUDIT: KECURANGAN DAN PELANGGARAN HUKUM


A.    Gambaran dan Karakteristik Kecurangan
Ada dua salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan:
a.    Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan
            Adalah salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan ini dapat berupa:
1.      Memanipulasi, pemalsuan, atau perubahan catatan akuntansi atau dokumentasi pendukungnya yang menjadi sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2.      Representasi yang salah dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau informasi signifikan.
3.      Salah penerapan secara sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah klasifikasi, cara penyajian, atau pengungkapan.

b.   Salah saji yang timbul dari perlakukan tidak semestinya terhadap aset (penggelapan atau penyalahgunaan)
            Berkaitan dengan pencurian aset entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya terhadap aset dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga.
Kecurangan sering kali menyangkut suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan, dan suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan. Kecurangan dapat disembunyikan dengan memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda tangan. Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi diantara manajemen, karyawan, atau pihak ketiga. Meskipun kecurangan biasanya disembunyikan, adanya faktor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor tentang kemungkinan adanya kecurangan.
Auditor tidak dapat memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam laporan keuangan akan terdeteksi, karena (a) aspek penyembunyian kegiatan kecurangan, termasuk fakta bahwa kecurangan sering kali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan (b) kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat mendeteksi salah saji material yang diakibatkan oleh kecurigaan.


B.     Penaksiran Risiko Salah saji Material Akibat Kecurangan dan Tanggapan Auditor atas Hasil Penaksiran
Auditor harus secara khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai akibat dari kecurangan dan harus mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Dalam melakukan penaksiran ini, auditor harus mempertimbangkan faktor risiko kecurangan dalam pelaporan keuangan baik (a) salah saji yang timbul sebagai akibat kecurangan dalam pelaporan keuangan, maupun (b) salah saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aset untuk setiap golongan yang bersangkutan.
Sebagai bagian dari penaksiran risiko, auditor harus meminta keterangan kepada manajemen untuk memperoleh pemahaman dari manajemen tentang risiko kecurangan dalam suatu entitas dan untuk menentukan apakah manajemen memiliki pengetahuan tentang kecurangan yang telah dilakukan terhadap atau terjadi dalam entitas. Keterangan ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko kecurangan yang mungkin berdampak terhadap taksiran auditor dan tanggapan yang bersangkutan.
Faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan, dikelompokkan ke dalam tiga bagian:
a.       Karakteristik dan pengaruh manajemen atas lingkungan pengendalian. Faktor ini berkaitan dengan kemampuan, gaya, dan sikap manajemen atas pengendalian intern dan proses pelaporan keuangan.
b.      Kondisi industri. Faktor ini mencakup lingkungan ekonomi dan peraturan dalam industri yang menjadi tempat beroperasinya entitas.
c.       Karakteristik operasi dan stabilitas keuangan. Faktor risiko ini berkaitan dengan sifat dan kekompleksitasan entitas dan transaksinya, keadaan keuangan entitas, dan kemampuan entitas dalam menghasilkan laba.

Faktor risiko yang berkaitan dengan salah saji yang disebabkan oleh perlakuan tidak semestinya terhadap aset dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan:
a.       Tingkat kecurigaan tentang terjadinya perlakuan tidak semestinya terhadap aset. Hal ini berkaitan dengan sifat aset entitas dan tingkat kerentanan aset dari pencurian.
b.      Pengendalian. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengendalian yang dirancang untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya perlakuan tidak semestinya terhadap aset.

            Luasnya pertimbangan auditor atas faktor risiko dalam golongan b dipengaruhi oleh tingkat keberadaan faktor risiko dalam golongan a.
Auditor tidak diwajibkan untuk merencanakan audit untuk menemukan informasi yang memberikan indikasi adanya tekanan keuangan bagi karyawan  atau hubungan yang merugikan antara entitas dan karyawannya, meskipun auditor mungkin menyadari informasi tentang itu.
Tanggapan auditor terhadap penaksiran risiko yang sedang berlangsung dipengaruhi oleh sifat dan signifikan atau tidaknya faktor risiko yang telah diidentifikasi ada. Dalam hal tertentu, meskipun faktor risiko kecurangan telah diidentifikasi ada, pertimbangan auditor mungkin berupa prosedur yang direncanakan sebelumnya telah memadai untuk menanggapi faktor risiko tersebut. Dalam hal lain, auditor mungkin berkesimpulan bahwa kondisi tersebut menunjukkan diperlukannya modifikasi terhadap prosedur dan dalam hal ini, auditor harus mempertimbangkan apakah penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat kecurangan memerlukan tanggapan secara menyeluruh, tanggapan yang ada secara khusus untuk saldo akun tertentu, golongan transaksi atau asersi, atau keduanya.
Auditor dapat pula menyimpulkan tidak praktis jika memodifikasi prosedur dan dalam hal ini, penarikan diri dari perikatan dapat merupakan pilihan yang paling tepat.
Auditor harus mendokumentasikan di dalam kertas kerja pelaksanaan penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat dari kecurangan. Jika faktor risiko ada, dokumentasi harus mencakup faktor risiko yang diidentifikasi dan tanggapan auditor terhadap risiko tersebut. Jika tanggapan tambahan diperlukan, tanggapan lebih lanjut yang memadai oleh auditor juga harus didokumentasikan.
Jika auditor telah menetukan bahwa terdapat bukti adanya kecurangan, masalah ini harus mendapatkan perhatian dari tingkat manajemen yang semestinya. Kecurangan yang melibatkan manajemen senior dan kecurangan yang menyebabkan salah saji material dalam laporan keuangan harus dilaporkan secara langsung kepada komite audit. Disamping itu, auditor harus mencapai pemahaman yang sama dengan komite audit mengenai sifat dari luasnya komunikasi yang diharapkan tentang perilaku tidak semestinya yang dilakukan oleh karyawan tingkat rendah.
Bila sebagai hasil penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat dari kecurangan, auditor telah mengidentifikasi faktor risiko yang mempunyai implikasi terhadap pengendalian yang sedang berlangsung (apakah transaksi atau adjusment yang dihasilkan dari kecurangan telah atau belum dideteksi), auditor harus mempertimbangkan apakah risiko tersebut mencerminkan kondisi yang dapat dilaporkan berkaitan dengan pengendalian intern entitas yang harus dikomunikasikan kepada manajemen senior dan komite audit. Auditor juga dapat mengomunikasikan faktor risiko yang diidentifikasi bila tindakan dapat dilaksanakan oleh entitas yang ditujukan kepada risiko tersebut.

Pengungkapan kecurangan yang mungkin terjadi kepada pihak luar dapat ada:
1.      Untuk mematuhi persyaratan legal dan peraturan.
2.      Kepada auditor pengganti bila auditor pengganti melakukan permintaan keterangan.
3.      Sebagai tanggapan atas panggilan sidang pengadilan.
4.      Kepada agen penyandang dana atau agen tertentu lain sesuai dengan persyaratan untuk audit atas entitas yang menerima bantuan keuangan pemerintah.



C.    Gambaran dan Karakteristik Unsur Tindakan Melanggar Hukum
            Istilah unsur tindakan pelanggaran hukum berarti pelanggaran terhadap hukum atau peraturan perundang-undangan Republik Indonesia. Unsur tindakan melanggar hukum oleh klien adalah unsur tindakan pelanggaran yang dapat dihubungkan dengan entitas yang laporan keuangannya diaudit, atau tindakan manajemen atau karyawan yang bertindak atas nama entitas. Pengertian unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien tidak termasuk pelanggaran perorangan yang dilakukan oleh manajemen dan karyawan entitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan bisnis entitas.
            Penentuan apakah secara nyata suatu perbuatan disebut melanggar hukum biasanya di luar kompetensi profesional seorang auditor. Auditor dalam hubungannya dengan penyajian laporan keuangan menempatkan dirinya sebagai pihak yang cakap dalam akuntansi dan auditing.
            Latihan, pengalaman, dan pemahaman auditor atas usaha klien dan lingkungan industrinya dapat memberikan dasar guna mengenali adanya perbuatan klien yang merupakan unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, penentuan apakah suatu perbuatan merupakan pelanggaran hukum atau bukan biasanya didasarkan atas hasil penilaian atau nasihat ahli hukum yang telah mempelajari pokok persoalannya dan memiliki keahlian untuk itu atau penentuannya menunggu sampai adanya keputusan pengendalian.
            Seksi 317 menggunakan istilah “unsur tidakan pelanggaran hukum”, dan bukan “tindakan pelanggaran hukum” karena wewenang untuk menyatakan apakah suatu perubuatan merupakan tindakan pelanggaran hukum berada di tangan hakim. Untuk memutuskan apakah suatu perbuatan merupakan tindakan pelanggaran hukum, hakim mempertimbangkan berbagai unsur, seperti adanya pelaku, saksi, dan hukum yang berlaku.
            Auditor dianjurkan untuk menambahkan istilah “unsur” di muka frasa “tindakan pelanggaran hukum” untuk menyebut tindakan klien yang melanggar perundangan yang berlaku. Auditor harus menyadari bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum yang ditemuinya dalam auditnya baru merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum, jika menurut pertimbangan hakim, memenuhi persyaratan untuk dinyatakan sebagai tindakan pelanggaran hukum.
            Tindakan melanggar hukum yang dikaitan dengan laporan keuangan sangat bervariasi. Pada umumnya semakin jauh unsur pelanggaran hukum terpisah dari kejadian dan transaksi yang dicerminkan dalam laporan keuangan, semakin kecil kemungkinan auditor menyadari atau mengenali adanya unsur tindakan pelanggaran hukum tersebut.
            Auditor biasanya mempertimbangkan hukum dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, peraturan perpajakan mempengaruhi besarnya accrual dan besarnya jumlah yang diperlakukan sebagai beban dalam suatu periode akuntansi; demikian pula halnya dengan penerapan hukum dan peraturan akan mempengaruhi jumlah piutang pendapatan dalam kontrak kerja dengan pihak pemerintah. Namun, auditor lebih mempertimbangkan hukum dan peraturan dari sudut pandang hubungan hukum dan peraturan dengan tujuan audit yang ditentukan atas dasar pernyataan dalam laporan keuangan, daripada tinjauan semata-mata dari sudut pandang hukum.
            Tanggung jawab auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji sebagai akibat adanya unsur tindakan pelanggaran hukum yang berdampak langsung dan material terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan adalah sama dengan tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adanya salah saji yang disebabkan oleh kekeliruan atau kecurangan sebagaimana dijelaskan dalam SA Seksi 110 (PSA No. 02) Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen.
            Suatu entitas mungkin dipengaruhi oleh banyak hukum atau peraturan, termasuk di dalamnya peraturan perdagangan sekuritas, ketenagakerjaan dan keselamatan kerja, kesehatan, lingkungan hudup dan peraturan lainnya. Umumnya hukum dan peraturan tersebut lebih berkaitan dengan aspek operasi daripada aspek keuangan dan akuntansi suatu entitas, sehingga dampaknya terhadap laporan keuangan bersifat tidak langsung.
            Auditor biasanya tidak memiliki dasar memadai untuk mengenali kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum dan peraturan tersebut. Dampak tidak langsung tersebut di atas biasanya berupa pengungkapan kewajiban bersyarat yang diperlukan oleh manajemen karena adanya tuntutan atau penentuan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum berdasarkan informasi andal. Sebagai contoh, efek yang mungkin dibeli atau dijual berdasarkan informasi orang dalam.
            Sementara dampak langsung pembelian atau penjualan efek tersebut mungkin telah dicatat secara benar, dampak tidak langsungnya yang berupa kewajiban bersyarat yang disebabkan adanya unsur pelanggaran peraturan efek mungkin tidak diungkapkan secara memadai. Bahkan walaupun unsur tindakan pelanggaran hukum dan peraturan tersebut dapat mengandung konsekuensi material terhadap laporan keuangan, auditor mungkin sekali tidak menyadari adanya unsur tindakan pelanggaran hukum tersebut, jika auditor tidak memperoleh informasi dari klien, atau diketahui adanya penyelidikan yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau penegakan hukum oleh pemerintah, catatan, dokumen, atau informasi lain yang biasanya diinspeksi oleh auditor dalam audit terhadap laporan keuangan.


D.    Pertimbangan Auditor atas kemungkinan Adanya Unsur Tindakan Melanggar Hukum dan Tanggapan Auditor atas Adanya Unsur Tindakan Melanggar Hukum
            Unsur tindakan pelanggaran hukum tertentu memiliki dampak material dan langsung terhadap penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Unsur tindakan pelanggaran hukum lain memiliki dampak material tetapi tidak langsung terhadap laporan keuangan. Tanggung jawab auditor dalam pendeteksian, pertimbangan dampaknya terhadap laporan keuangan, dan pelaporan unsur tindakan pelanggaran hukum lain diuraikan dalam Seksi 317.     Selajutnya istilah unsur pelanggaran hukum lain itu akan disebut dengan unsur pelanggaran hukum saja. Auditor harus waspada terhadap adanya kemungkinan bahwa unsur pelanggaran hukum telah terjadi. Jika ada informasi spesifik yang menarik perhatian auditor yang memberikan indikasi tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggran hukum yang mungkin menimbulkan dampak material tidak langsung terhadap laporan keuangan, maka auditor berkewajiban melaksanakan prosedur audit yang dirancang secara khusus untuk meyakinkan apakah unsur tindakan pelanggaran hukum telah dilakukan atau tidak.
            Pada umumnya, suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia tidak meliputi audit yang dirancang secara khusus untuk mendeteksi unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, prosedur audit yang ditujukan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan memungkinan pengarahan perhatian auditor tentang kemungkinan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum. Sebagai contoh, prosedur audit termasuk, namun tidak terbatas pada: membaca notulen rapat, membaca buku daftar saham, meminta keterangan manajemen dan penasihat hukum klien tentang ada atau tidaknya perkara pengadilan, klaim dan keputusan pengadilan; melakukan pengujian substantif atas rincian transaksi atau saldo.
         
   Auditor harus meminta keterangan manajemen tentang kepatuhan klien terhadap hukum dan peraturan. Jika dimungkinkan, auditor berkewajiban juga memperoleh keterangan dari manajemen tentang:
o   Kebijakan klien dalam upaya pencegahan unsur tindakan pelanggaran hukum.
o   Penggunaan petunjuk yang dikeluarkan oleh klien dan representasi periodik yang diperoleh klien dari manajemen berbagai jenjang yang memiliki otoritas untuk menilai kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.
           
            Auditor biasanya juga memperoleh pernyataan tertulis dari manajemen bahwa tidak ada unsur pelanggaran atau kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum yang dampaknya harus dipertimbangkan dalam pengungkapan laporan keuangan atau sebagai dasar pencatatan kerugian bersyarat.
            Lihat SA (PSA No. 17) Representasi Manajemen. Auditor tidak perlu melakukan prosedur audit lebih lanjut jika tidak terdapat informasi spesifik tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum.
         
   Dalam penerapan prosedur audit dan evaluasi hasil pelaksanaan prosedur tersebut, auditor mungkin akan memperoleh informasi spesifik berikut ini, yang menimbulkan tanda tanya ada atau tidaknya kemungkinan unsur pelanggaran hukum:
o   Transaksi tanpa otorisasi, transaksi dicatat secara salah, atau transaksi dicatat tidak lengkap atau tidak tepat waktu sehingga tidak mencerminkan pertanggungjawaban aktiva secara memadai.
o   Penyelidikan oleh instansi pemerintah, peringatan tertulis, atau pembayaran denda dalam jumlah besar.
o   Pembayaran dalam jumlah besar untuk jasa yang tidak jelas tujuannya kepada konsultan, pihak afiliasi, karyawan, atau pihak lain.
o   Komisi penjualan atau komisi agen yang dipandang berlebihan jika dibandingkan dengan yang biasanya dibayarkan oleh klien atau dengan jasa yang benar-benar diterima oleh klien.
o   Pembayaran tunai sangat besar, cek tunai dalam jumlah besar, transfer besar ke nomor rekening bank tertentu, atau transaksi lain serupa, yang tidak biasa.
o   Pembayaran untuk pejabat atau karyawan pemerintah yang berhubungan dengan pekerjaan mereka, yang tidak dijelaskan.
o   Keterlambatan pengisian dan pengembalian surat pemberitahuan pajak, atau ketidakmampuan membayar kewajiban kepada pemerintah yang lazim bagi industri entitas atau karena sifat bisnis entitas tersebut.

            Jika auditor mengetahui akan adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia harus berusaha memperoleh informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi terjadinya pelanggaran, dan informasi lain yang cukup mengevaluasi dampak unsur pelanggaran terhadap laporan keuangan. Jika dimungkinkan, auditor harus memperoleh keterangan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi daripada tingkat manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran hukum. Jika manajemen tidak berhasil memberikan informasi dan keterangan yang memuaskan tentang terjadi atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka auditor harus:
a.       Melakukan konsultasi dengan penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
b.      Menerapkan prosedur tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat pelanggaran.

            Prosedur audit tambahan yang dipandang perlu antara lain:
a.       Memeriksa dokumen-dokumen pendukung, seperti faktur, cek/giro dan surat perjanjian yang dibatalkan, dan membandingkannya dengan catatan akuntansi.
b.      Mengkonfirmasi informasi signifikan yang berkaitan dengan unsur pelanggaran kepada pihak luar atau pihak perantara seperti bank dan penasihat hukum.
c.       Menentukan apakah otorisasi semestinya telah diperoleh atas transaksi yang berkaitan dengan unsure tindakan pelanggaran hukum.
d.      Mempertimbangkan apakah transaksi atau kejadian lain serupa mungkin juga telah terjadi, dan menerapkan prosedur untuk mengidentifikasinya.

            Jika auditor berhasil menyimpulkan, yang didasarkan atas informasi yang diperolehnya dan dari konsultasi dengan penasihat hukum, bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum mungkin telah terjadi, maka auditor harus mempertimbangkan dampak pelanggaran tersebut terhadap laporan keuangan demikian juga implikasinya terhadap aspek-aspek audit yang lain.
            Dalam mengevaluasi materialitas suatu unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif. Sebagai contoh, dalam SA Seksi 312 (PSA No. 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit paragraf 7 dinyatakan bahwa “pembayaran yang mengandung unsur melanggar hukum, meskipun jumlahnya tidak material, akan menjadi material jika ternyata terdapat kemungkinan bahwa pembayaran tersebut dapat menimbulkan indikasi adanya kewajiban bersyarat atau kehilangan pendapat material.”
            Auditor harus memperkirakan dampak unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap jumlah yang dicantumkan dalam laporan keuangan, termasuk dampak potensial yang bersifat moneter, seperti denda dan kerugian. Kerugian bersyarat yang ditimbulkan oleh unsur tindakan pelanggaran hukum harus diungkapkan dan dievaluasi dengan cara sama dengan yang diterapkan terhadap kerugian bersyarat
lain. Contoh kerugian bersyarat yang mungkin timbul dari unsur pelanggaran hukum antara lain ancaman pengambilalihan aktiva, desakan untuk menghentikan operasi, dan tuntutan hukum.
            Auditor harus mengevaluasi cukup atau tidaknya penungkapan dalam laporan keuangan mengenai dampak potensial unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap operasi entitas. Jika pendapatan atau laba material merupakan hasil transaksi yang melibatkan unsur tindakan pelanggaran hukum, atau dengan kata lain unsur tindakan pelanggaran hukum telah menimbulkan risiko luar biasa yang signifikan terhadap pendapatan dan laba, seperti misalnya hilangnya hubungan bisnis yang signifikan, maka informasi semacam ini harus dipertimbangkan untuk diungkapkan.
            Auditor harus mempertimbangkan implikasi unsur pelanggaran hukum terhadap aspek audit lain, terutama terhadap keandalan laporan keuangan sebagai representasi manajemen. Implikasi unsur pelanggaran hukum tertentu tergantung atas hubungan antara pelaksana pelanggaran dan upaya menyembunyikan pelanggaran, jika ada, dan tergantung atas hubungan antara prosedur pengendalian
khusus dan tingkat manjemen atau karyawan yang terlibat.
            Auditor harus memperoleh keyakinan bahwa komite audit atau pihak lain yang memiliki tanggung jawab dan wewenang setara, telah mengetahui sepenuhnya akan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum yang sudah menjadi perhatian auditor. Auditor tidak perlu mengkomunikasikan hal-hal yang jelas tidak penting dan perlu dicapai kesepakatan sebelumnya dengan komite audit mengenai sifat hal-hal yang perlu dikomunikasikan. Komunikasi tersebut harus menjelaskan bentuk pelanggaran, keadaan yang melingkupi terjadinya pelanggaran, dan dampaknya terhadap laporan keuangan.
            Manajemen senior mungkin juga menginginkan tindakan penanggulangan pelanggaran dikomunikasikan sekaligus kepada komite audit. Tindakan penanggulangan pelanggaran mungkin meliputi tindakan pendisiplinan karyawan yang terlibat, pencarian cara pengembalian dana yang disalahgunakan, penerapan kebijakan pencegahan dan koreksi, dan pemodifikasian prosedur-prosedur pengendalian khusus. Jika manajemen senior terlibat dalam unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus megkomunikasikan kondisi ini secara langsung kepada komite audit.
            Bentuk komunikasi dapat secara lisan maupun tertulis. Jika komunikasi dilakukan secara lisan, maka auditor harus mendokumentasikannya. Untuk perusahaan yang tidak memiliki dewan komisaris, istilah “pihak lain yang memiliki tanggung jawab dan wewenang setara” dapat berarti dewan penyantun atau pemilik dalam entitas yang dikelola sendiri oleh pemiliknya.
            Jika auditor menyimpulkan bahwa unsur tindakan pelanggaaran hukum yang telah dilakukan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, dan pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan atau diungkapkan secara memadai, maka auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau pendapat tidak wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan, tergantung pada tingkat materialitas dampak pelanggaran terhadap laporan keuangan.
            Jika auditor dihalangi oleh klien dalam memperoleh bukti cukup dan kompeten guna mengevaluasi apakah unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien telah atau akan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, maka auditor biasanya harus menyatakan tidak memberikan pendapat atas laporan keuangan.
            Jika klien menolak menerima laporan auditor yang telah dimodifikasi maka auditor harus menarik diri dari perikatan dan menjelaskan alasan-alasan penarikan dirinya secara tertulis kepada komite audit atau dewan komisaris.
            Auditor mungkin tidak dapat menentukan apakah sesuatu tindakan merupakan unsur tindakan pelanggaran hukum atau tidak yang disebabkan oleh klien keterbatasan yang muncul terutama dari kondisi lingkungan dan bukannya disebabkan oleh klien, atau disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul dari interprestasi atas hukum atau peraturan yang berlaku atau pun fakta-fakta yang ada di sekitar kejadian. Dalam kondisi demikian, auditor harus mempertimbangkan pengaruh keterbatasan tersebut terhadap laporannya.
            Di samping penarikan diri dari perikatan, auditor dapat pula berkesimpulan untuk mengundurkan diri dari perikatan jika ternyata klien tidak mengambil tindakan penanggulangan yang dipandang perlu oleh auditor atas unsur tindakan pelanggaran hukum, meskipun berdampak tidak material terhadap laporan keuangan. Faktor yang mempengaruhi kesimpulan auditor tersebut adalah implikasi tidak dilakukannya penanggulangan oleh klien terhadap unsur tindakan pelanggaran hukum yang terjadi, yang mempengaruhi keyakinan auditor terhadap keandalan representasi manajemen dan dampaknya terhadap hubungan berkelanjutan dengan klien. Dalam upaya menarik kesimpulan tersebut, auditor dapat memilih berkonsultasi dengan penasihat hukumnya sendiri.
           
Pengungkapan suatu unsur tindakan pelanggaran hukum kepada pihak lain di luar manajemen senior klien dan dewan komisaris umumnya bukan bagian dari tanggung jawab auditor, dan pengungkapan semacam itu dibatasi kode etik yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang berkaitan dengan kerahasiaan, kecuali jika pengungkapan tersebut mempengaruhi pendapat auditor atas laporan keuangan. Namun, auditor berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pihak-pihak di luar klien, jika auditor mengenai adanya kondisi-kondisi berikut:
a.    Jika entitas yang diaudit melaporkan adanya penggantian auditor, sebagaimana diatur oleh peraturan yang berlaku.
b.   Bagi auditor pengganti jika ia melakukan penyelidikan sesuai dengan SA Seksi 315 (PSA No. 16) Komunikasi antara Auditor Pendahulu dengan Auditor Pengganti.
c.    Sebagai tanggapan atas panggilan oleh pengadilan.
d.   Kepada lembaga penyandang dana atau lembaga tertentu lain sesuai dengan persyaratan audit atas entitas penerima bantuan keuangan dari instansi pemerintah.
         
   Mengingat konflik potensial antara tanggung jawab hukum dan kode etik kerahasiaan bersifat kompleks, auditor perlu berkonsultasi dengan penasihat hukumnya sebelum mengungkapkan unsur tindakan pelanggaran hukum kepada pihak-pihak di luar klien.
            Auditor mungkin menerima perikatan yang menuntut tanggung jawab lebih besar dalam pendeteksian atas unsur tindakan pelanggaran hukum daripada yang dijelaskan di dalam Seksi ini. Sebagai contoh, instansi pemerintah mungkin meminta auditor independen untuk melakukan audit berdasarkan undang-undang yang berlaku.
            Dalam perikatan semcam ini, auditor independen bertanggung jawab atas pengujian dan pelaporan terhadap kepatuhan unit-unit pemerintah terhadap hukum dan peraturan tertentu yang diberlakukan pada program-program yang mendapat bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Juga dimungkinkan, auditor independen melakukan berbagai macam perikatan khusus. Sebagai contoh, dewan komisaris atau komite audit suatu perusahaan mungkin menugasi auditor untuk menerapkan prosedur audit yang telah disepakati dan melaporkan kepatuhan dengan aturan perilaku dalam suatu perusahaan, berdasarkan standar atestasi.


Kasus PT Muzatek Jaya 2004
            Kasus pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
            Pelanggaran tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 Desember 2004 yang dijalankan oleh Petrus. Selain itu, Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT. Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.


Analisis:
            Menurut saya PT Muzatek Jaya telah malakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia bisnis dengan melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Agar Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan umum . Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari kecurangan tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan mendapatkan keuntungan yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan seperti keinginan klien. Untuk membuat efek jera PT Muzatek Jaya seharusnya diberikan sanksi baik sanksi pidana maupun sanksi sosial.
            Sebagai perusahaan yang cukup besar, tentu saja masyarakat menilai bahwa PT Muzatek Jaya seharusnya mempunyai integritas, moralitas, etika dan kemampuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang mempunyai kualitas baik sehingga membuat para investor tertarik untuk menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Tindakan manipulasi ini, sudah membuat masyarakat berprasangka buruk terhadap kualitas PT Muzatek Jaya dan akan berpengaruh terhadap citra nama baik perusahaan tersebut.




DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta: Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Exposure Draft Kode Etik Akuntan Profesional. Jakarta: Komite Etika Ikatan Akuntan Indonesia.

Sonia, Herlina. 2015. Kasus PT Muzatek Jaya 2004 (Online) https://herlinassitorus.wordpress.com/ diakses, 04 April 2017.


No comments: