A.
Gambaran
dan Karakteristik Kecurangan
Ada dua salah saji yang
relevan dengan pertimbangan auditor tentang kecurangan dalam audit atas laporan
keuangan:
a. Salah saji yang timbul
dari kecurangan dalam pelaporan keuangan
Adalah
salah saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam
laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan. Kecurangan ini
dapat berupa:
1. Memanipulasi, pemalsuan,
atau perubahan catatan akuntansi atau dokumentasi pendukungnya yang menjadi
sumber data bagi penyajian laporan keuangan.
2. Representasi yang salah
dalam atau penghilangan dari laporan keuangan peristiwa, transaksi, atau
informasi signifikan.
3. Salah penerapan secara
sengaja prinsip akuntansi yang berkaitan dengan jumlah klasifikasi, cara
penyajian, atau pengungkapan.
b. Salah saji yang timbul
dari perlakukan tidak semestinya terhadap aset (penggelapan atau
penyalahgunaan)
Berkaitan
dengan pencurian aset entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai
dengan standar akuntansi keuangan di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya
terhadap aset dapat disertai dengan catatan atau dokumen palsu atau yang
menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih individu di antara manajemen,
karyawan, atau pihak ketiga.
Kecurangan sering kali
menyangkut suatu tekanan atau suatu dorongan untuk melakukan kecurangan, dan
suatu peluang yang dirasakan ada untuk melaksanakan kecurangan. Kecurangan
dapat disembunyikan dengan memalsukan dokumentasi, termasuk pemalsuan tanda
tangan. Kecurangan juga disembunyikan melalui kolusi diantara manajemen,
karyawan, atau pihak ketiga. Meskipun kecurangan biasanya disembunyikan, adanya
faktor risiko atau kondisi lain dapat memperingatkan auditor tentang
kemungkinan adanya kecurangan.
Auditor tidak dapat
memperoleh keyakinan absolut bahwa salah saji material dalam laporan keuangan
akan terdeteksi, karena (a) aspek penyembunyian kegiatan kecurangan, termasuk
fakta bahwa kecurangan sering kali mencakup kolusi atau pemalsuan dokumentasi, dan
(b) kebutuhan untuk menerapkan pertimbangan profesional dalam mengidentifikasi
dan mengevaluasi faktor risiko kecurangan dan kondisi lain, walaupun audit yang
direncanakan dan dilaksanakan dengan baik mungkin tidak dapat mendeteksi salah
saji material yang diakibatkan oleh kecurigaan.
B.
Penaksiran
Risiko Salah saji Material Akibat Kecurangan dan Tanggapan Auditor atas Hasil
Penaksiran
Auditor harus secara
khusus menaksir risiko salah saji material dalam laporan keuangan sebagai
akibat dari kecurangan dan harus mempertimbangkan taksiran risiko ini dalam
mendesain prosedur audit yang akan dilaksanakan. Dalam melakukan penaksiran
ini, auditor harus mempertimbangkan faktor risiko kecurangan dalam pelaporan
keuangan baik (a) salah saji yang timbul sebagai akibat kecurangan dalam
pelaporan keuangan, maupun (b) salah saji yang timbul dari perlakuan tidak
semestinya terhadap aset untuk setiap golongan yang bersangkutan.
Sebagai bagian dari
penaksiran risiko, auditor harus meminta keterangan kepada manajemen untuk memperoleh
pemahaman dari manajemen tentang risiko kecurangan dalam suatu entitas dan
untuk menentukan apakah manajemen memiliki pengetahuan tentang kecurangan yang
telah dilakukan terhadap atau terjadi dalam entitas. Keterangan ini dapat
digunakan untuk mengidentifikasi faktor-faktor risiko kecurangan yang mungkin
berdampak terhadap taksiran auditor dan tanggapan yang bersangkutan.
Faktor risiko yang
berkaitan dengan salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan
keuangan, dikelompokkan ke dalam tiga bagian:
a.
Karakteristik dan pengaruh manajemen atas lingkungan pengendalian.
Faktor ini berkaitan dengan kemampuan, gaya, dan sikap manajemen atas
pengendalian intern dan proses pelaporan keuangan.
b.
Kondisi industri. Faktor ini mencakup lingkungan ekonomi dan
peraturan dalam industri yang menjadi tempat beroperasinya entitas.
c.
Karakteristik operasi dan stabilitas keuangan. Faktor risiko ini
berkaitan dengan sifat dan kekompleksitasan entitas dan transaksinya, keadaan
keuangan entitas, dan kemampuan entitas dalam menghasilkan laba.
Faktor risiko yang
berkaitan dengan salah saji yang disebabkan oleh perlakuan tidak semestinya
terhadap aset dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan:
a.
Tingkat kecurigaan tentang terjadinya perlakuan tidak semestinya
terhadap aset. Hal ini berkaitan dengan sifat aset entitas dan tingkat
kerentanan aset dari pencurian.
b.
Pengendalian. Hal ini berkaitan dengan kurangnya pengendalian yang
dirancang untuk mencegah atau mendeteksi terjadinya perlakuan tidak semestinya
terhadap aset.
Luasnya
pertimbangan auditor atas faktor risiko dalam golongan b dipengaruhi oleh
tingkat keberadaan faktor risiko dalam golongan a.
Auditor tidak diwajibkan
untuk merencanakan audit untuk menemukan informasi yang memberikan indikasi
adanya tekanan keuangan bagi karyawan atau hubungan yang
merugikan antara entitas dan karyawannya, meskipun auditor mungkin menyadari
informasi tentang itu.
Tanggapan auditor
terhadap penaksiran risiko yang sedang berlangsung dipengaruhi oleh sifat dan
signifikan atau tidaknya faktor risiko yang telah diidentifikasi ada. Dalam hal
tertentu, meskipun faktor risiko kecurangan telah diidentifikasi ada, pertimbangan
auditor mungkin berupa prosedur yang direncanakan sebelumnya telah memadai
untuk menanggapi faktor risiko tersebut. Dalam hal lain, auditor mungkin
berkesimpulan bahwa kondisi tersebut menunjukkan diperlukannya modifikasi
terhadap prosedur dan dalam hal ini, auditor harus mempertimbangkan apakah
penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat kecurangan memerlukan
tanggapan secara menyeluruh, tanggapan yang ada secara khusus untuk saldo akun
tertentu, golongan transaksi atau asersi, atau keduanya.
Auditor dapat pula
menyimpulkan tidak praktis jika memodifikasi prosedur dan dalam hal ini,
penarikan diri dari perikatan dapat merupakan pilihan yang paling tepat.
Auditor harus
mendokumentasikan di dalam kertas kerja pelaksanaan penaksiran risiko salah saji
material sebagai akibat dari kecurangan. Jika faktor risiko ada, dokumentasi
harus mencakup faktor risiko yang diidentifikasi dan tanggapan auditor terhadap
risiko tersebut. Jika tanggapan tambahan diperlukan, tanggapan lebih lanjut
yang memadai oleh auditor juga harus didokumentasikan.
Jika auditor telah
menetukan bahwa terdapat bukti adanya kecurangan, masalah ini harus mendapatkan
perhatian dari tingkat manajemen yang semestinya. Kecurangan yang melibatkan
manajemen senior dan kecurangan yang menyebabkan salah saji material dalam
laporan keuangan harus dilaporkan secara langsung kepada komite audit.
Disamping itu, auditor harus mencapai pemahaman yang sama dengan komite audit
mengenai sifat dari luasnya komunikasi yang diharapkan tentang perilaku tidak
semestinya yang dilakukan oleh karyawan tingkat rendah.
Bila sebagai hasil
penaksiran risiko salah saji material sebagai akibat dari kecurangan, auditor
telah mengidentifikasi faktor risiko yang mempunyai implikasi terhadap
pengendalian yang sedang berlangsung (apakah transaksi atau adjusment yang
dihasilkan dari kecurangan telah atau belum dideteksi), auditor harus
mempertimbangkan apakah risiko tersebut mencerminkan kondisi yang dapat
dilaporkan berkaitan dengan pengendalian intern entitas yang harus
dikomunikasikan kepada manajemen senior dan komite audit. Auditor juga dapat
mengomunikasikan faktor risiko yang diidentifikasi bila tindakan dapat
dilaksanakan oleh entitas yang ditujukan kepada risiko tersebut.
Pengungkapan kecurangan
yang mungkin terjadi kepada pihak luar dapat ada:
1.
Untuk mematuhi persyaratan legal dan peraturan.
2.
Kepada auditor pengganti bila auditor pengganti melakukan
permintaan keterangan.
3.
Sebagai tanggapan atas panggilan sidang pengadilan.
4.
Kepada agen penyandang dana atau agen tertentu lain sesuai dengan
persyaratan untuk audit atas entitas yang menerima bantuan keuangan pemerintah.
C.
Gambaran
dan Karakteristik Unsur Tindakan Melanggar Hukum
Istilah unsur
tindakan pelanggaran hukum berarti pelanggaran terhadap hukum atau peraturan
perundang-undangan Republik Indonesia. Unsur tindakan melanggar hukum oleh
klien adalah unsur tindakan pelanggaran yang dapat dihubungkan dengan entitas
yang laporan keuangannya diaudit, atau tindakan manajemen atau karyawan yang
bertindak atas nama entitas. Pengertian unsur tindakan pelanggaran hukum oleh
klien tidak termasuk pelanggaran perorangan yang dilakukan oleh manajemen dan
karyawan entitas yang tidak berkaitan dengan kegiatan bisnis entitas.
Penentuan apakah
secara nyata suatu perbuatan disebut melanggar hukum biasanya di luar kompetensi
profesional seorang auditor. Auditor dalam hubungannya dengan penyajian laporan
keuangan menempatkan dirinya sebagai pihak yang cakap dalam akuntansi dan
auditing.
Latihan,
pengalaman, dan pemahaman auditor atas usaha klien dan lingkungan industrinya
dapat memberikan dasar guna mengenali adanya perbuatan klien yang merupakan
unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, penentuan apakah suatu perbuatan
merupakan pelanggaran hukum atau bukan biasanya didasarkan atas hasil penilaian
atau nasihat ahli hukum yang telah mempelajari pokok persoalannya dan memiliki
keahlian untuk itu atau penentuannya menunggu sampai adanya keputusan
pengendalian.
Seksi 317
menggunakan istilah “unsur tidakan pelanggaran hukum”, dan bukan “tindakan
pelanggaran hukum” karena wewenang untuk menyatakan apakah suatu perubuatan
merupakan tindakan pelanggaran hukum berada di tangan hakim. Untuk memutuskan
apakah suatu perbuatan merupakan tindakan pelanggaran hukum, hakim
mempertimbangkan berbagai unsur, seperti adanya pelaku, saksi, dan hukum yang
berlaku.
Auditor
dianjurkan untuk menambahkan istilah “unsur” di muka frasa “tindakan pelanggaran
hukum” untuk menyebut tindakan klien yang melanggar perundangan yang berlaku.
Auditor harus menyadari bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum yang ditemuinya
dalam auditnya baru merupakan suatu tindakan pelanggaran hukum, jika menurut pertimbangan
hakim, memenuhi persyaratan untuk dinyatakan sebagai tindakan pelanggaran
hukum.
Tindakan
melanggar hukum yang dikaitan dengan laporan keuangan sangat bervariasi. Pada umumnya
semakin jauh unsur pelanggaran hukum terpisah dari kejadian dan transaksi yang
dicerminkan dalam laporan keuangan, semakin kecil kemungkinan auditor menyadari
atau mengenali adanya unsur tindakan pelanggaran hukum tersebut.
Auditor biasanya
mempertimbangkan hukum dan peraturan yang dipahaminya sebagai hal yang memiliki
pengaruh langsung dan material dalam penentuan jumlah-jumlah yang disajikan
dalam laporan keuangan. Sebagai contoh, peraturan perpajakan mempengaruhi
besarnya accrual dan besarnya jumlah yang diperlakukan sebagai beban
dalam suatu periode akuntansi; demikian pula halnya dengan penerapan hukum dan
peraturan akan mempengaruhi jumlah piutang pendapatan dalam kontrak kerja
dengan pihak pemerintah. Namun, auditor lebih mempertimbangkan hukum dan
peraturan dari sudut pandang hubungan hukum dan peraturan dengan tujuan audit
yang ditentukan atas dasar pernyataan dalam laporan keuangan, daripada tinjauan
semata-mata dari sudut pandang hukum.
Tanggung jawab
auditor untuk mendeteksi dan melaporkan salah saji sebagai akibat adanya unsur
tindakan pelanggaran hukum yang berdampak langsung dan material terhadap
penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan adalah sama dengan
tanggung jawab auditor untuk mendeteksi adanya salah saji yang disebabkan oleh
kekeliruan atau kecurangan sebagaimana dijelaskan dalam SA Seksi 110 (PSA No.
02) Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen.
Suatu entitas
mungkin dipengaruhi oleh banyak hukum atau peraturan, termasuk di dalamnya peraturan
perdagangan sekuritas, ketenagakerjaan dan keselamatan kerja, kesehatan,
lingkungan hudup dan peraturan lainnya. Umumnya hukum dan peraturan tersebut
lebih berkaitan dengan aspek operasi daripada aspek keuangan dan akuntansi
suatu entitas, sehingga dampaknya terhadap laporan keuangan bersifat tidak langsung.
Auditor biasanya
tidak memiliki dasar memadai untuk mengenali kemungkinan unsur tindakan pelanggaran
hukum dan peraturan tersebut. Dampak tidak langsung tersebut di atas biasanya
berupa pengungkapan kewajiban bersyarat yang diperlukan oleh manajemen karena
adanya tuntutan atau penentuan adanya unsur tindakan pelanggaran hukum
berdasarkan informasi andal. Sebagai contoh, efek yang mungkin dibeli atau
dijual berdasarkan informasi orang dalam.
Sementara dampak
langsung pembelian atau penjualan efek tersebut mungkin telah dicatat secara
benar, dampak tidak langsungnya yang berupa kewajiban bersyarat yang disebabkan
adanya unsur pelanggaran peraturan efek mungkin tidak diungkapkan secara
memadai. Bahkan walaupun unsur tindakan pelanggaran hukum dan peraturan
tersebut dapat mengandung konsekuensi material terhadap laporan keuangan,
auditor mungkin sekali tidak menyadari adanya unsur tindakan pelanggaran hukum
tersebut, jika auditor tidak memperoleh informasi dari klien, atau diketahui
adanya penyelidikan yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau penegakan hukum
oleh pemerintah, catatan, dokumen, atau informasi lain yang biasanya diinspeksi
oleh auditor dalam audit terhadap laporan keuangan.
D.
Pertimbangan
Auditor atas kemungkinan Adanya Unsur Tindakan Melanggar Hukum dan Tanggapan
Auditor atas Adanya Unsur Tindakan Melanggar Hukum
Unsur tindakan
pelanggaran hukum tertentu memiliki dampak material dan langsung terhadap
penentuan jumlah-jumlah yang disajikan dalam laporan keuangan. Unsur tindakan pelanggaran
hukum lain memiliki dampak material tetapi tidak langsung terhadap laporan
keuangan. Tanggung jawab auditor dalam pendeteksian, pertimbangan dampaknya
terhadap laporan keuangan, dan pelaporan unsur tindakan pelanggaran hukum lain
diuraikan dalam Seksi 317. Selajutnya
istilah unsur pelanggaran hukum lain itu akan disebut dengan unsur pelanggaran
hukum saja. Auditor harus waspada terhadap adanya kemungkinan bahwa unsur pelanggaran
hukum telah terjadi. Jika ada informasi spesifik yang menarik perhatian auditor
yang memberikan indikasi tentang adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggran
hukum yang mungkin menimbulkan dampak material tidak langsung terhadap laporan
keuangan, maka auditor berkewajiban melaksanakan prosedur audit yang dirancang
secara khusus untuk meyakinkan apakah unsur tindakan pelanggaran hukum telah
dilakukan atau tidak.
Pada umumnya,
suatu audit yang dilaksanakan berdasarkan standar auditing yang ditetapkan Ikatan
Akuntan Indonesia tidak meliputi audit yang dirancang secara khusus untuk
mendeteksi unsur tindakan pelanggaran hukum. Namun, prosedur audit yang
ditujukan untuk memberikan pendapat atas laporan keuangan memungkinan
pengarahan perhatian auditor tentang kemungkinan adanya unsur tindakan pelanggaran
hukum. Sebagai contoh, prosedur audit termasuk, namun tidak terbatas pada:
membaca notulen rapat, membaca buku daftar saham, meminta keterangan manajemen
dan penasihat hukum klien tentang ada atau tidaknya perkara pengadilan, klaim
dan keputusan pengadilan; melakukan pengujian substantif atas rincian transaksi
atau saldo.
Auditor harus
meminta keterangan manajemen tentang kepatuhan klien terhadap hukum dan
peraturan. Jika dimungkinkan, auditor berkewajiban juga memperoleh keterangan
dari manajemen tentang:
o Kebijakan klien dalam upaya pencegahan unsur tindakan pelanggaran
hukum.
o Penggunaan petunjuk yang dikeluarkan oleh klien dan representasi
periodik yang diperoleh klien dari manajemen berbagai jenjang yang memiliki
otoritas untuk menilai kepatuhan terhadap hukum dan peraturan.
Auditor biasanya
juga memperoleh pernyataan tertulis dari manajemen bahwa tidak ada unsur pelanggaran
atau kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum yang dampaknya harus dipertimbangkan
dalam pengungkapan laporan keuangan atau sebagai dasar pencatatan kerugian
bersyarat.
Lihat SA (PSA No.
17) Representasi Manajemen. Auditor tidak perlu melakukan prosedur audit
lebih lanjut jika tidak terdapat informasi spesifik tentang adanya kemungkinan
unsur tindakan pelanggaran hukum.
Dalam penerapan
prosedur audit dan evaluasi hasil pelaksanaan prosedur tersebut, auditor mungkin
akan memperoleh informasi spesifik berikut ini, yang menimbulkan tanda tanya
ada atau tidaknya kemungkinan unsur pelanggaran hukum:
o Transaksi tanpa otorisasi, transaksi dicatat secara salah, atau
transaksi dicatat tidak lengkap atau tidak tepat waktu sehingga tidak
mencerminkan pertanggungjawaban aktiva secara memadai.
o Penyelidikan oleh instansi pemerintah, peringatan tertulis, atau
pembayaran denda dalam jumlah besar.
o Pembayaran dalam jumlah besar untuk jasa yang tidak jelas
tujuannya kepada konsultan, pihak afiliasi, karyawan, atau pihak lain.
o Komisi penjualan atau komisi agen yang dipandang berlebihan jika
dibandingkan dengan yang biasanya dibayarkan oleh klien atau dengan jasa yang
benar-benar diterima oleh klien.
o Pembayaran tunai sangat besar, cek tunai dalam jumlah besar,
transfer besar ke nomor rekening bank tertentu, atau transaksi lain serupa,
yang tidak biasa.
o Pembayaran untuk pejabat atau karyawan pemerintah yang berhubungan
dengan pekerjaan mereka, yang tidak dijelaskan.
o Keterlambatan pengisian dan pengembalian surat pemberitahuan
pajak, atau ketidakmampuan membayar kewajiban kepada pemerintah yang lazim bagi
industri entitas atau karena sifat bisnis entitas tersebut.
Jika auditor
mengetahui akan adanya kemungkinan unsur tindakan pelanggaran hukum, maka ia
harus berusaha memperoleh informasi tentang sifat pelanggaran, kondisi
terjadinya pelanggaran, dan informasi lain yang cukup mengevaluasi dampak unsur
pelanggaran terhadap laporan keuangan. Jika dimungkinkan, auditor harus
memperoleh keterangan dari tingkat manajemen yang lebih tinggi daripada tingkat
manajemen pelaku unsur tindakan pelanggaran hukum. Jika manajemen tidak
berhasil memberikan informasi dan keterangan yang memuaskan tentang terjadi
atau tidaknya unsur tindakan pelanggaran hukum, maka auditor harus:
a.
Melakukan konsultasi dengan
penasihat hukum klien atau ahli lain tentang penerapan hukum dan peraturan
relevan dengan kondisi yang dihadapi sekaligus mengantisipasi dampaknya
terhadap laporan keuangan. Pertemuan konsultasi dengan penasihat hukum klien
harus dengan sepengetahuan dan persetujuan klien.
b.
Menerapkan prosedur
tambahan, jika diperlakukan, untuk memperoleh pemahaman lebih baik tentang sifat
pelanggaran.
Prosedur audit
tambahan yang dipandang perlu antara lain:
a.
Memeriksa dokumen-dokumen
pendukung, seperti faktur, cek/giro dan surat perjanjian yang dibatalkan, dan
membandingkannya dengan catatan akuntansi.
b.
Mengkonfirmasi informasi
signifikan yang berkaitan dengan unsur pelanggaran kepada pihak luar atau pihak
perantara seperti bank dan penasihat hukum.
c.
Menentukan apakah otorisasi
semestinya telah diperoleh atas transaksi yang berkaitan dengan unsure tindakan
pelanggaran hukum.
d.
Mempertimbangkan apakah
transaksi atau kejadian lain serupa mungkin juga telah terjadi, dan menerapkan
prosedur untuk mengidentifikasinya.
Jika auditor
berhasil menyimpulkan, yang didasarkan atas informasi yang diperolehnya dan dari
konsultasi dengan penasihat hukum, bahwa unsur tindakan pelanggaran hukum
mungkin telah terjadi, maka auditor harus mempertimbangkan dampak pelanggaran
tersebut terhadap laporan keuangan demikian juga implikasinya terhadap
aspek-aspek audit yang lain.
Dalam
mengevaluasi materialitas suatu unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus
mempertimbangkan aspek kuantitatif dan kualitatif. Sebagai contoh, dalam SA
Seksi 312 (PSA No. 25) Risiko Audit dan Materialitas dalam Pelaksanaan Audit
paragraf 7 dinyatakan bahwa “pembayaran yang mengandung unsur melanggar
hukum, meskipun jumlahnya tidak material, akan menjadi material jika ternyata
terdapat kemungkinan bahwa pembayaran tersebut dapat menimbulkan indikasi
adanya kewajiban bersyarat atau kehilangan pendapat material.”
Auditor harus
memperkirakan dampak unsur tindakan pelanggaran hukum terhadap jumlah yang
dicantumkan dalam laporan keuangan, termasuk dampak potensial yang bersifat
moneter, seperti denda dan kerugian. Kerugian bersyarat yang ditimbulkan oleh
unsur tindakan pelanggaran hukum harus diungkapkan dan dievaluasi dengan cara
sama dengan yang diterapkan terhadap kerugian bersyarat
lain. Contoh kerugian bersyarat yang mungkin timbul dari unsur
pelanggaran hukum antara lain ancaman pengambilalihan aktiva, desakan untuk
menghentikan operasi, dan tuntutan hukum.
Auditor harus mengevaluasi cukup atau tidaknya penungkapan dalam
laporan keuangan mengenai dampak potensial unsur tindakan pelanggaran hukum
terhadap operasi entitas. Jika pendapatan atau laba material merupakan hasil
transaksi yang melibatkan unsur tindakan pelanggaran hukum, atau dengan kata
lain unsur tindakan pelanggaran hukum telah menimbulkan risiko luar biasa yang
signifikan terhadap pendapatan dan laba, seperti misalnya hilangnya hubungan
bisnis yang signifikan, maka informasi semacam ini harus dipertimbangkan untuk
diungkapkan.
Auditor harus
mempertimbangkan implikasi unsur pelanggaran hukum terhadap aspek audit lain,
terutama terhadap keandalan laporan keuangan sebagai representasi manajemen.
Implikasi unsur pelanggaran hukum tertentu tergantung atas hubungan antara
pelaksana pelanggaran dan upaya menyembunyikan pelanggaran, jika ada, dan
tergantung atas hubungan antara prosedur pengendalian
khusus dan tingkat manjemen atau karyawan yang terlibat.
Auditor harus
memperoleh keyakinan bahwa komite audit atau pihak lain yang memiliki tanggung
jawab dan wewenang setara, telah mengetahui sepenuhnya akan adanya unsur
tindakan pelanggaran hukum yang sudah menjadi perhatian auditor. Auditor tidak
perlu mengkomunikasikan hal-hal yang jelas tidak penting dan perlu dicapai
kesepakatan sebelumnya dengan komite audit mengenai sifat hal-hal yang perlu
dikomunikasikan. Komunikasi tersebut harus menjelaskan bentuk pelanggaran,
keadaan yang melingkupi terjadinya pelanggaran, dan dampaknya terhadap laporan
keuangan.
Manajemen senior mungkin
juga menginginkan tindakan penanggulangan pelanggaran dikomunikasikan sekaligus
kepada komite audit. Tindakan penanggulangan pelanggaran mungkin meliputi
tindakan pendisiplinan karyawan yang terlibat, pencarian cara pengembalian dana
yang disalahgunakan, penerapan kebijakan pencegahan dan koreksi, dan
pemodifikasian prosedur-prosedur pengendalian khusus. Jika manajemen senior
terlibat dalam unsur tindakan pelanggaran hukum, auditor harus megkomunikasikan
kondisi ini secara langsung kepada komite audit.
Bentuk komunikasi
dapat secara lisan maupun tertulis. Jika komunikasi dilakukan secara lisan,
maka auditor harus mendokumentasikannya. Untuk perusahaan yang tidak memiliki
dewan komisaris, istilah “pihak lain yang memiliki tanggung jawab dan wewenang
setara” dapat berarti dewan penyantun atau pemilik dalam entitas yang dikelola
sendiri oleh pemiliknya.
Jika auditor menyimpulkan bahwa unsur tindakan pelanggaaran hukum
yang telah dilakukan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, dan
pelanggaran tersebut belum dipertanggungjawabkan atau diungkapkan secara
memadai, maka auditor harus menyatakan pendapat wajar dengan pengecualian atau
pendapat tidak wajar atas laporan keuangan secara keseluruhan, tergantung pada tingkat
materialitas dampak pelanggaran terhadap laporan keuangan.
Jika auditor dihalangi oleh klien dalam memperoleh bukti cukup dan
kompeten guna mengevaluasi apakah unsur tindakan pelanggaran hukum oleh klien
telah atau akan memiliki dampak material terhadap laporan keuangan, maka
auditor biasanya harus menyatakan tidak memberikan pendapat atas laporan
keuangan.
Jika klien menolak menerima laporan auditor yang telah
dimodifikasi maka auditor harus menarik diri dari perikatan dan menjelaskan
alasan-alasan penarikan dirinya secara tertulis kepada komite audit atau dewan komisaris.
Auditor mungkin tidak dapat menentukan apakah sesuatu tindakan
merupakan unsur tindakan pelanggaran hukum atau tidak yang disebabkan oleh
klien keterbatasan yang muncul terutama dari kondisi lingkungan dan bukannya
disebabkan oleh klien, atau disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul dari interprestasi
atas hukum atau peraturan yang berlaku atau pun fakta-fakta yang ada di sekitar
kejadian. Dalam kondisi demikian, auditor harus mempertimbangkan pengaruh
keterbatasan tersebut terhadap laporannya.
Di samping
penarikan diri dari perikatan, auditor dapat pula berkesimpulan untuk
mengundurkan diri dari perikatan jika ternyata klien tidak mengambil tindakan
penanggulangan yang dipandang perlu oleh auditor atas unsur tindakan
pelanggaran hukum, meskipun berdampak tidak material terhadap laporan keuangan.
Faktor yang mempengaruhi kesimpulan auditor tersebut adalah implikasi tidak
dilakukannya penanggulangan oleh klien terhadap unsur tindakan pelanggaran
hukum yang terjadi, yang mempengaruhi keyakinan auditor terhadap keandalan
representasi manajemen dan dampaknya terhadap hubungan berkelanjutan dengan
klien. Dalam upaya menarik kesimpulan tersebut, auditor dapat memilih
berkonsultasi dengan penasihat hukumnya sendiri.
Pengungkapan suatu unsur tindakan pelanggaran hukum kepada pihak
lain di luar manajemen senior klien dan dewan komisaris umumnya bukan bagian
dari tanggung jawab auditor, dan pengungkapan semacam itu dibatasi kode etik
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia yang berkaitan dengan kerahasiaan,
kecuali jika pengungkapan tersebut mempengaruhi pendapat auditor atas laporan
keuangan. Namun, auditor berkewajiban untuk mengungkapkan kepada pihak-pihak di
luar klien, jika auditor mengenai adanya kondisi-kondisi berikut:
a. Jika entitas yang diaudit melaporkan adanya penggantian auditor,
sebagaimana diatur oleh peraturan yang berlaku.
b. Bagi auditor pengganti jika ia melakukan penyelidikan sesuai
dengan SA Seksi 315 (PSA No. 16) Komunikasi antara Auditor Pendahulu dengan
Auditor Pengganti.
c. Sebagai tanggapan atas panggilan oleh pengadilan.
d. Kepada lembaga penyandang dana atau lembaga tertentu lain sesuai
dengan persyaratan audit atas entitas penerima bantuan keuangan dari instansi
pemerintah.
Mengingat konflik
potensial antara tanggung jawab hukum dan kode etik kerahasiaan bersifat kompleks,
auditor perlu berkonsultasi dengan penasihat hukumnya sebelum mengungkapkan unsur
tindakan pelanggaran hukum kepada pihak-pihak di luar klien.
Auditor mungkin
menerima perikatan yang menuntut tanggung jawab lebih besar dalam pendeteksian
atas unsur tindakan pelanggaran hukum daripada yang dijelaskan di dalam Seksi
ini. Sebagai contoh, instansi pemerintah mungkin meminta auditor independen
untuk melakukan audit berdasarkan undang-undang yang berlaku.
Dalam perikatan
semcam ini, auditor independen bertanggung jawab atas pengujian dan pelaporan
terhadap kepatuhan unit-unit pemerintah terhadap hukum dan peraturan tertentu yang
diberlakukan pada program-program yang mendapat bantuan keuangan dari
pemerintah pusat. Juga dimungkinkan, auditor independen melakukan berbagai
macam perikatan khusus. Sebagai contoh, dewan komisaris atau komite audit suatu
perusahaan mungkin menugasi auditor untuk menerapkan prosedur audit yang telah
disepakati dan melaporkan kepatuhan dengan aturan perilaku dalam suatu
perusahaan, berdasarkan standar atestasi.
Kasus PT
Muzatek Jaya 2004
Kasus
pelanggaran atas Standar Profesional Akuntan Publik, muncul kembali. Menteri
Keuangan langsung memberikan sanksi pembekuan.
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
Menkeu Sri Mulyani telah membekukan ijin AP (Akuntan Publik) Drs Petrus M. Winata dari KAP Drs. Mitra Winata dan Rekan selama 2 tahun yang terhitung sejak 15 Marit 2007, Kepala Biro Hubungan Masyaraket Dep. Keuangan, Samsuar Said saat siaran pers pada Selasa (27/3), menerangkan sanksi pembekuan dilakukan karena AP tersebut melakukan suatu pelanggaran atas SPAP (Standar Profesional Akuntan Publik).
Pelanggaran
tersebut berkaitan dengan pelaksanaan pemeriksaan audit terhadap Laporan
Keuangan PT. Muzatek Jaya pada tahun buku 31 Desember 2004 yang dijalankan oleh
Petrus. Selain itu, Petrus juga melakukan pelanggaran terhadap pembatasan dalam
penugasan audit yaitu Petrus malaksanakan audit umum terhadap Lap. keuangan PT.
Muzatek Jaya dan PT. Luhur Arta Kencana serta kepada Apartement Nuansa Hijau
mulai tahun buku 2001. hingga tahun 2004.
Analisis:
Menurut
saya PT Muzatek Jaya telah malakukan pelanggaran moral dan etika dalam dunia
bisnis dengan melakukan suap terhadap Akuntan Publik Petrus Mitra Winata Agar
Akuntan Publik Petrus Mitra Winata hanya mengaudit laporan keuangan umum .
Dengan begitu PT Muzatek Jaya akan mendapatkan keuntungan dari kecurangan
tersebut dan Akuntan Publik Petrus Mitra Winata akan mendapatkan keuntungan
yang sesuai karena telah melakukan pekerjaan seperti keinginan klien. Untuk
membuat efek jera PT Muzatek Jaya seharusnya diberikan sanksi baik sanksi
pidana maupun sanksi sosial.
Sebagai perusahaan yang cukup besar,
tentu saja masyarakat menilai bahwa PT Muzatek Jaya seharusnya mempunyai
integritas, moralitas, etika dan kemampuan untuk menghasilkan laporan keuangan
yang mempunyai kualitas baik sehingga membuat para investor tertarik untuk
menanamkan modalnya di perusahaan tersebut. Tindakan manipulasi ini, sudah
membuat masyarakat berprasangka buruk terhadap kualitas PT Muzatek Jaya dan
akan berpengaruh terhadap citra nama baik perusahaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ikatan Akuntansi
Indonesia. 2011. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Jakarta:
Salemba Empat.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2016. Exposure
Draft Kode Etik Akuntan Profesional. Jakarta: Komite Etika Ikatan Akuntan Indonesia.
Sonia, Herlina. 2015. Kasus PT Muzatek Jaya 2004 (Online) https://herlinassitorus.wordpress.com/ diakses, 04
April 2017.
No comments:
Post a Comment