Monday, June 12, 2017

MAKALAH BERPIKIR ISLAMI DAN MENGATASI MASALAH SECARA KREATIF


PENDAHULUAN

Dalam mencapai efektifitas sebuah organisasi, kapabilitas seorang pemimpin menjadi faktor yang sangat menentukan.  Menurut Anoraga (2003),  di dalam suatu organisasi terdapat fungsi manajemen yaitu planning (perencanaan), organizing (pengorganisasian), actuating (aktualisasi/pelaksanaan) dan controlling (pengawasan dan pengendalian). Apabila salah satu unsur tersebut tidak berjalan baik, maka akan menimbulkan ketimpangan-ketimpangan dalam semua aktivitasnya sehingga akan mempengaruhi pencapaian tujuan organisasi. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, diperlukan seorang pemimpin yang baik.

Seorang pemimpin adalah seorang yang mempunyai wewenang untuk memerintah orang lain, yang di dalam pekerjaannya untuk mencapai tujuan organisasi memerlukan bantuan orang lain. Sebagai seorang pemimpin ia mempunyai peranan yang aktif dan senantiasa ikut campur tangan dalam segala masalah yang berkenaan dengan kebutuhan anggota organisasinya. Oleh karena itu seorang pemimpin harus memiliki kompetensi yang memadai untuk dapat mengelola organisasi dan membawa kepada tujuan serta mengatasi seluruh permasalahan yang terjadi dalam dinamika pencapaian tujuan organisasi tersebut.

Dalam pembentukan kompetensi seorang pemimpin kecerdasan menjadi salah satu syarat penting yang mendasar selain sifat amanah, kemampuan komunikasi dan kemampuan teknis dalam melaksanakan tugasnya. Ini diperlukan karena seorang pemimpin dalam mengelola organisasinya harus mengadakan dialog, adu argumentasi, menjawab pertanyaan para bawahan, mengatasi serangan dan kritikan dari pihak internal dan maupun eksternal organisasi.

Teladan abadi umat manusia Nabi Muhammad SAW telah mencontohkan tentang kepemimpinan dan keharusan menyerahkan kepemimpinan kepada seseorang yang paling kompeten dan layak untuk menduduki jabatan tertentu guna melaksanakan tugas secara efektif dan efisien. Diriwayatkan oleh Al Baihaqi,  Rasulullah SAW  bersabda, “Barangsiapa mengangkat seseorang untuk mengurusi suatu perkara kaum muslimin, sementara ada orang yang lebih layak dan sesuai daripada orang-orang yang diangkatnya, maka sesungguhnya ia telah berkhianat kepada Allah dan rasul-Nya”.

Dalam Antonio (2011), kompetensi Nabi Muhammad SAW dalam komunikasi sebagai salah satu kompetensi paling penting seorang pemimpin merupakan hasil dari lidah yang fasih dan akal yang berfikir. Kompetensi ini sangat besar peranannya dalam mengelola sebuah organisasi sehingga diperoleh kepemimpinan yang efektif. Sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah SAW dalam menyampaikan dan meneladankan wahyu yang diterimanya, kompetensi ini menjadi salah satu faktor penentu kesuksesan dakwah beliau dalam membangun peradaban manusia hingga akhir zaman. Salah seorang politikus, sastrawan dan sejarawan Perancis yang telah mempelajari kemampuan Nabi Muhammad SAW bernama Alphonse De Lamartine mengatakan “Dengan memerhatikan semua standar ukuran kehebatan manusia, kita bisa bertanya, apakah ada orang yang lebih hebat dari dia?..Dia adalah filsuf, orator, rasul, legislator (penentu hukum), pemimpin tentara, negosiator ulung, pembaharu, pemimpin keagamaan, pendiri lebih dari 20 wilayah negara berasas agama. Dialah Muhammad SAW”.

Dengan demikian menjadi sangat vital bagi pengembangan kompetensi kita untuk meningkatkan kemampuan berfikir dan konsistensi pembangunan ilmu pengetahuan baik pada individu maupun secara kolektif organisasi dan dalam level yang lebih besar untuk membangun peradaban.


PEMBAHASAN

Berfikir adalah proses tingkah laku menggunakan pikiran untuk mencari makna pemahaman terhadap sesuatu, membuat pertimbangan dan keputusan atau penyelesaian masalah. Berfikir merupakan aktifitas kognitif manusia yang cukup kompleks. Seseorang berfikir biasanya karena ada suatu masalah yang sedang menimpanya atau ada tantangan yang dihadapi, misalnya: ketika seseorang sedang kehilangan uang, maka dia akan berfikir, membuka memorinya untuk menemukan uang yang hilang tersebut.

A. Proses Berpikir
1.     Pengertian Berpikir
Secara sederhana, berpikir adalah memproses informasi secara mental atau secara kognitif. Secara lebih formal, berpikir adalah penyusunan ulang atau manipulasi kognitif baik informasi dari lingkungan maupun simbol-simbol yang disimpan dalam long term memory.

Jadi berpikir adalah sebuah representasi simbol dari beberapa peristiwa atau item (Khodijah : 2006). Sedangkan menurut Drever (Walgito : 1997) berpikir adalah melatih ide-ide dengan cara yang tepat dan seksama yang dimulai dengan adanya masalah.  Solso (1998) dalam Khodijah (2006) mengungkapkan bahwa berpikir adalah sebuah proses dimana representasi mental baru dibentuk melalui transformasi informasi dengan interaksi yang kompleks atribut-atribut mental seperti penilaian, abstraksi, logika, imajinasi dan pemecahan masalah. Selain itu, menurut Ling dan Catling (2012), berpikir merupakan proses dimana persepsi-persepsi indra muncul dan dimanipulasi. Berpikir memungkinkan kita untuk mampu meniru lingkungan sekeliling kita dan merepresentasikannya sesuai rencana-rencana dan keinginan-keinginan kita.

Dari pengertian tersebut tampak bahwa ada tiga pandangan dasar tentang berpikir menurut Hudari (2012), yaitu :
Berpikir adalah kognitif, yaitu timbul secara internal dalam pikiran tetapi  dapat  diperkirakan  dari  perilaku. Berpikir merupakan sebuah  proses  yang melibatkan  beberapa  manipulasi  pengetahuan dalam  sistem  kognitif. Berpikir diarahkan dan menghasilkan perilaku yang memecahkan masalah atau diarahkan pada solusi.

Definisi yang paling umum dari berfikir adalah berkembangnya ide dan konsep di dalam diri seseorang. Perkembangan ide dan konsep ini berlangsung melalui proses penjalinan hubungan antara bagian-bagian informasi yang tersimpan di dalam diri seseorang yang berupa pengertian-pengertian. Dari gambaran ini dapat dilihat bahwa berfikir pada dasarnya adalah proses psikologi. Pentingnya proses berpikir dalam pemecahan masalah adalah untuk merangsang proses belajar dan mengingat serta merespon dalam bentuk pengambilan keputusan, merupakan proses manajemen kepemimpinan serta menanamkan pola pikir dan teknik pemahaman dan rangkaian proses belajar, berpikir dan mengingat.

Berpikir adalah ciri yang membedakan manusia dengan makhluk lain. Orang yang berpemikiran tinggi tentu lebih dihormati dari pada orang yang berpemikiran rendah. Allah SWT mengangkat beberapa derajat orang-orang yang beriman dan berpemikiran tinggi - Al Qur'an menyebutnya dengan berilmu pengetahuan. Firman Allah SWT terkait ini yaitu terdapat dalam Surat Al Mujadalah :11 yaitu
 يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
Artinya :  “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Logikanya, apabila seorang muslim menginginkan ketinggian derajat di sisi Allah, seharusnya  ia meningkatkan kualitas iman dan pemikirannya.

2. Jenis, Tipe Dan Pola Berfikir
Ada berbagai jenis dan tipe berpikir. Menurut Morgan dkk (1986, dalam Khodijah : 2006) membagi dua jenis berpikir, yaitu berpikir autistic dan berpikir langsung. Berpikir autistic yaitu proses berpikir yang sangat pribadi menggunakan simbol-simbol dengan makna yang sangat pribadi, contohnya mimpi. Berpikir langsung yaitu berpikir untuk memecahkan masalah.

Menurut Kartono (1996, dalam Khodijah: 2006) ada enam pola berpikir, yaitu :
1)   Berpikir konkrit, yaitu berpikir dalam dimensi ruang, waktu dan tempat tertentu.
2)   Berpikir abstrak, yaitu berpikir dalam ketidakberhinggaan, sebab dapat dibesarkan atau disempurnakan keluasannya.
3)   Berpikir klasifikatoris, yaitu berpikir mengenai klasifikasi atau pengaturan menurut kelas-kelas tingkat tertentu.
4)  Berpikir analogis, yaitu berpikir untuk mencari hubungan antar peristiwa atas dasar kemiripannya.
5)   Berpikir ilmiah, yaitu berpikir dalam hubungan yang luas dengan pengertian yang lebih kompleks disertai pembuktian-pembuktian.
6)   Berpikir pendek, yaitu lawan berpikir yang terjadi secara lebih cepat, lebih dangkal, dan seringkali tidak logis.

Sedangkan menurut De Bono (1989, dalam Khodijah : 2006) mengemukan dua tipe berpikir, yaitu berpikir vertikal dan berpikir lateral. Berpikir vertikal adalah tipe berpikir tradisional dan generatif yang bersifat logis dan matematis dengan mengumpulkan dan menggunakan informasi yang relevan. Berpikir lateral yaitu tipe berpikir selektif dan kreatif yang menggunakan informasi bukan hanya untuk kepentingan berpikir tetapi juga untuk hasil dan menggunakan informasi yang tidak relevan atau boleh salah dalam beberapa tahapan untuk mencapai pemecahan yang tepat.

3. Cara Berpikir
Dalam berpikir orang mengolah, mengorganisasikan bagian-bagian dari pengetahuannya, sehingga pengalaman-pengalaman dan pengetahuan yang tidak teratur menjadi tersusun merupakan kebulatan-kebulatan yang dapat dikuasai dan dipahami. Dalam hal ini cara berpikir dibagi  menjadi beberapa cara :
Berpikir Induktif
Berpikir induktif ialah suatu proses dalam berpikir yang berlangsung dari khusus menuju kepada yang umum. Orang  mencari ciri-ciri atau sifat-sifat yang tertentu dari berbagai fenomena, kemudian menarik kesimpulan-kesimpulan bahwa ciri-ciri/sifat-sifat itu terdapat pada semua jenis fenomena tadi. Tepat atau tidaknya kesimpulan (cara berpikir) yang diambil secara induktif ini terutama bergantung kepada representatif atau tidaknya sampel yang diambil yang mewakili fenomena keseluruhan. Makin besar jumlah sampel yang diambil berarti makin representatif maka makin besar pula taraf dapat dipercaya. Taraf validitas kesimpulan itu masih ditentukan pula oleh obyektifitas dari pengamat.

Berpikir Deduktif
Sebaliknya dari berpikir induktif, maka berpikir deduktif prosesnya berlangsung dari yang umum menuju kepada yang khusus. Dalam cara berpikir ini, orang bertolak dari suatu teori ataupun prinsip ataupun kesimpulan yang dianggapnya benar dan sudah bersifat umum. Dari situ ia menerapkannya kepada fenomena-fenomena yang khusus,dan mengambil keilmuan khusus yang berlaku bagi fpenomena tersebut.

Berpikir Analogis
Analogi berarti persamaan atau perbandingan. Berpikir analogis adalah berpikir dengan jalan menyamakan atau memperbandingkan fenomena-fenomena yang biasa/pernah dilami. Di dalam cara berpikir ini,orang beranggapan bahwa kebenaran dari fenomena-fenomena yang pernah dialaminya berlaku pula bagi fenomena yang sekarang. Kesimpulan yang diambil dari berpikir analogis ini kebenarannya lebih kurang dapat dipercaya. Kebenarannya ditentukan oleh faktor ”kebetulan” dan bukan berdasarkan perhitungan  yang tepat dengan kata lain validitasnya kebenarannya sangat rendah.

4. Proses Berpikir
Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada empat langkah, yaitu :
a. Pembentukan Pengertian
Pengertian, atau lebih tepatnya disebut pengertian logis dibentuk melalui tiga tingkatan, sebagai berikut :
1)       Menganalisis ciri-ciri dari sejumlah obyek yang sejenis. Obyek tersebut kita perhatikan unsur - unsurnya satu demi satu. Misalnya kita ambil manusia dari berbagai bangsa lalu kita analisa ciri-cirinya, contohnya manusia Indonesia, ciri – cirinya adalah makhluk hidup, berbudi, berkulit sawo matang, berambut hitam, dan untuk manusia Eropa, ciri-cirinya: makhluk hidup, berbudi, berkulit putih, berambut pirang atau putih, bermata biru terbuka.
2)       Membanding-bandingkan ciri tersebut untuk diketemukan ciri – ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yang selalu ada dan mana yang tidak selalu ada mana yang hakiki dan mana yang tidak hakiki.
3)       Mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang, ciri-ciri yang tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki. Pada contoh di atas ciri - ciri yang hakiki itu ialah: makhluk hidup yang berbudi.

b. Pembentukan Pendapat
Yaitu menggabungkan atau memisah beberapa pengertian menjadi suatu tanda yang khas dari masalah itu. Pendapat dibedakan menjadi tiga macam :
1)        Pendapat Afirmatif (positif), yaitu pendapat yang secara tegas menyatakan sesuatu, misalnya si A itu rajin, si B itu pandai, dsb.
2)        Pendapat Negatif, yaitu pendapat yang secara tegas menerangkan tidak adanya da sesuatu hal, misalnya si C tidak marah, si D tidak bodoh, dsb.
3)      Pendapat Modalitas (kebarangkalian), yaitu pendapat yang menerangkan kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat pada suatu hal, misalnya hari ini mungkin hujan, si E mungkin tidak datang, dsb.

c. Pembentukan Keputusan
Yaitu menggabung-gabungkan pendapat tersebut. Keputusan adalah hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan, yaitu:
1)      Keputusan dari pengalaman-pengalaman, misalnya: kemarin Budi duduk di kursi yang panjang di depan ruangan kelas, dsb.
2)      Keputusan dari tanggapan-tanggapan, misalnya: kucing kami menggigit seorang anak.
3)      Keputusan dari pengertian-pengertian, misalnya: berdusta adalah tidak baik, bunga itu indah, dsb.

d. Pembentukan kesimpulan, yaitu menarik keputusan dari keputusan-keputusan yang lain.


B. Pemecahan Masalah/Mengatasi Masalah
1.  Pengertian Pemecahan Masalah
Santrock (2005) mengemukakan bahwa pemecahan masalah merupakan upaya untuk menemukan cara yang tepat dalam mencapai tujuan ketika tujuan dimaksud belum tercapai (belum tersedia). Sementara itu, Davidoff (1988) mengemukakan bahwa pemecahan masalah adalah suatu usaha yang cukup keras yang melibatkan suatu tujuan dan hambatan-hambatannya. Seseorang yang menghadapi satu tujuan akan menghadapi persoalan dan dengan demikian dia akan terpacu untuk mencapai tujuan itu dengan berbagai cara.

Sedangkan Hunsacker menurut (Lasmahadi, 2005) bahwa pemecahan masalah merupakan suatu proses penghilangan perbedaan atau ketidaksesuaian yang terjadi antara hasil yang diperoleh dan hasil yang diinginkan. Salah satu bagian dari  proses pemecahan masalah adalah pengambilan keputusan (decision making), yang didefinisikan sebagai mengambil solusi terbaik dari sejumlah alternatif yang tersedia. Pengambilan keputusan yang tidak tepat akan mempengaruhi kualitas hasil dari pemecahan masalah yang dilakukan. Jadi secara singkat pemecahan masalah adalah formulasi jawaban baru, keluar dari aplikasi peraturan yang dipelajari sebelumnya untuk menciptakan solusi/jalan keluar dari sebuah masalah (problem).

2.  Proses Pemecahan Masalah
Wessels (Woolfolk & Nicolich, 2004:321) mengemukakan bahwa dalam memecahkan masalah, ada empat langkah yang ditempuh, yaitu:
a.       Memahami masalah
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan memahami secara tepat masalah yang sedang dihadapi. Untuk memahami masalah, diperlukan representasi situasi akurat tentang masalah yang sedang dihadapi. Pada tahap ini, individu perlu melakukan diagnosis terhadap sebuah situasi, peristiwa atau kejadian, untuk memfokuskan perhatian pada masalah sebenarnya, bukan pada gejala-gejala yang muncul (Lasmahadi:2005). Pada beberapa masalah, perlu digunakan diagram atau notasi tertentu (misalnya x, y, dan z) untuk mempermudah identifikasi dan pemahaman masalahnya (Kangguru, 2007).

b.      Menyeleksi solusi
Setelah menentukan akar masalah yang sedang dihadapi, maka langkah selanjutnya adalah merencanakan strategi pemecahan yang akan dan mungkin dapat ditempuh. Copi (Woolfolk & Nicolich:2004)  mengemukakan bahwa salah satu metode yang cukup tepat untuk diaplikasikan adalah pemikiran analitik (membuat alasan dengan analogi). Metode ini memberi batas pencarian solusi pada situasi yang memiliki beberapa kesamaan dengan dengan situasi yang sedang dihadapi.

c.        Memutuskan rencana
Tahap ini ditandai dengan pemilihan dan pengaplikasian suatu rencana yang telah diseleksi dan dianalisis secara matang untuk memecahkan suatu masalah. Memutuskan rencana berarti individu telah mempertimbangkan semua kemungkinan dari masing-masing solusi yang ada dan memilih solusi yang dianggap terbaik dari sekian solusi yang ada.

d.       Mengevaluasi hasil
Tahapan selanjutnya adalah mengevaluasi hasil yang telah dicapai. Tahap ini meliputi verifikasi fakta, baik yang menguatkan maupun yang melemahkan pilihan-pilihan yang ada.


3. Strategi Pemecahan Masalah
Diperlukan berbagai strategi untuk membantu dalam memecahkan masalah. Dari banyak deskripsi mengenai strategi-strategi pemecahan masalah, beberapa yang terkenal adalah seperti yang dikemukakan oleh Polya dan Pasmep (dalam Shadiq, 2004). Strategi-strategi tersebut diantaranya adalah:
Mencoba nilai-nilai atau kasus-kasus yang khusus;
Menggunakan diagram;
Mencobakan pada soal yang lebih sederhana;
Membuat tabel;
Memecah tujuan; Memperhitungkan setiap kemungkinan;
Berfikir logis;
Menemukan pola;
Bergerak dari belakang.

Selain itu,  Stepelman dan Posamentier (1981) menambahkan beberapa strategi, yaitu; menggunakan komputer, melakukan aproksimasi, menentukan syarat cukup dan syarat  perlu, menentukan karakteristik dari objek, membuat gambar, dan mengumpulkan data. Dalam memecahkan suatu masalah, tentunya tidak menggunakan semua strategi di atas sekaligus, akan tetapi dipilih sesuai dengan kondisi masalah.


4. Keterkaitan Berpikir Dan Pemecahan Masalah Secara Kreatif
Terdapat keterkaitan antara berpikir kreatif dan pemecahan masalah. Keterkaitan itu dapat dilihat dari beberapa definisi kemampuan berpikir kreatif. Misalnya, Hwang et al (2007) mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif sebagai keterampilan kognitif untuk memberikan solusi terhadap suatu masalah atau membuat sesuatu yang bermanfaat atau sesuatu yang baru dari hal yang biasa. Menurut Shapiro (Nakin, 2003), kemampuan berpikir kreatif sebagai proses asosiasi dan sintesis berbagai konsep yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Tampak bahwa ketiga definisi di atas memandang berpikir kreatif sebagai kemampuan pemecahan masalah. Keterkaitan lebih jelas antara berpikir kreatif dan pemecahan masalah dikemukakan Treffinger (Alexander, 2007) yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif diperlukan untuk memecahkan masalah, khususnya masalah kompleks. Hal demikian dapat dipahami karena tanpa kemampuan berpikir kreatif, individu sulit mengembangkan kemampuan imajinatifnya sehingga kurang mampu melihat berbagai alternatif solusi masalah. Hal ini menggambarkan bahwa keterampilan berpikir kreatif memungkinkan seorang individu memandang suatu masalah dari berbagai perspektif sehingga memungkinkannya untuk menemukan solusi kreatif dari masalah yang akan diselesaikan.

Pentingnya kemampuan berpikir kreatif dalam aktivitas pemecahan masalah ditunjukkan oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Hwang et al (2004). Berdasarkan penelitiannya yang berjudul Multiple Representation Skills and Creativity Effects on Mathematical Problem Solving Using a MultimediaWhiteboard, mereka menyimpulkan bahwa kemampuan elaborasi, yang merupakan salah satu komponen berpikir kreatif, merupakan faktor kunci yang menstimulasi siswa untuk mengkreasi pengetahuan mereka dalam aktivitas pemecahan masalah. Kemampuan berpikir kreatif mendukung kinerja individu dalam aktivitas pemecahan masalah.

Dalam aktivitas pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif sangat berperan dalam mengidentifikasi masalah, mengeksplorasi berbagai metode, dan mengeksplorasi alternatif solusi. Berbagai alternatif metode atau solusi tersebut harus dianalisis dan dievaluasi untuk selanjutnya diimplementasikan. Solusi yang diperoleh juga perlu diverifikasi kesesuaiannya dengan masalah yang diketahui. Proses demikian merupakan karakteristik proses berpikir kritis. Dengan demikian, selain kemampuan berpikir kreatif, aktivitas keberhasilan pemecahan masalah juga mempersyaratkan kemampuan berpikir kritis. Kemampuan berpikir kreatif dan berpikir kritis merupakan kemampuan esensial dalam aktivitas pemecahan masalah. Bahkan lebih jauh ia merupakan kemampuan esensial untuk sukses dalam dunia atau kehidupan kerja.

Menurut Harris (1998), berpikir kritis memfokuskan pada kreasi argumen logis, mengeliminasi alternatif-alternatif yang kurang relevan, dan memfokuskan pada jawaban yang paling tepat. Sedangkan berpikir kreatif memfokuskan pada eksplorasi  berbagai ide, memperhatikan kemungkinan-kemungkinan, menghasilkan berbagai alternatif jawaban dari pada hanya memfokuskan pada satu jawaban. Berpikir kritis dan berpikir kreatif merupakan dua kemampuan berpikir yang saling berkaitan, melengkapi, dan saling bergantian perannya dalam aktivitas pemecahan masalah. Dalam aktivitas pemecahan masalah, kemampuan berpikir kreatif  diperlukan ketika menganalisis atau mengidentikasi masalah, memandang masalah dari berbagai perspektif, mengeksplorasi ide-ide atau metode penyelesaian masalah, dan mengidentifikasi berbagai kemungkinan solusi dari masalah tersebut. Sedangkan kemampuan berpikir kritis berperan ketika menganalisis, menginterpretasikan, dan memilih di antara berbagai ide-ide tersebut yang paling sesuai atau relevan untuk selanjutnya di implementasikan, dan akhirnya mengevaluasi efektivitas solusi tersebut.

Sebagaimana dikemukakan di depan, kemampuan berpikir kreatif tidak berkembang dalam ruang hampa, melainkan memerlukan daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan tersebut menurut Isaksen (Alexander, 2007) dapat berupa konteks, tempat, situasi, iklim, atau faktor sosial. Salah satu konteks yang mendukung tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif adalah aktivitas pemecahan masalah. Pentingnya pemecahan masalah dalam pengembangan kemampuan berpikir kreatif juga dikemukakan Robinson (McGregor, 2001) bahwa pengembangan kemampuan berpikir kreatif memerlukan aktivitas (doing something). Salah satu aktivitas tersebut adalah aktivitas pemecahan masalah. Menurut Alexander (2007), aktivitas pemecahan masalah yang dirancang dengan baik akan memberikan kesempatan bagi tumbuhnya berbagai keterampilan berpikir, termasuk berpikir kreatif. Hal ini juga ditegaskan oleh Pehnoken (1997) bahwa aktivitas pemecahan masalah dapat mengembangkan keterampilan kognitif umum yang dapat digunakan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif.

Pemecahan masalah yang melibatkan proses kreatif disebut pemecahan masalah kreatif (Creative Problem Solving). Proses pemecahan masalah kreatif (CPS) dikembangkan oleh Isaksen, Dorval, dan Treffinger (Hwang et al, 2007) yang terdiri atas 4 langkah, yaitu :
1.   Memahami masalah, yang mempunyai tiga tahapan, yaitu:
mengekspresikan atau mengidentifikasi masalah,
mengeksplorasi data, yaitu menginvestigasi latar belakang masalah; dan
membuat kerangka masalah, yaitu mengidentifikasi masalah secara eksplisit,
2.   Membangun atau menghasilkan ide-ide, yaitu mengumpulkan dan mengembangkan berbagai ide yang relevan;
3.   Mempersiapkan tindakan atau aksi, yaitu mengembangkan penerimaan atau dukungan, yaitu mengidentifiksi secara detail langkah-langkah solusi; dan
4.     Merencanakan pendekatan mempunyai dua tahapan, yaitu penilaian atau penaksiran tugas, yaitu menilai kesesuaian metode dan mendesain proses, yaitu menyempurnakan metode solusi secara detail.

Menurut Admin (2007), dalam berpikir kreatif ada beberapa tingkatan atau stages sampai seseorang memperoleh sesuatu hal yang baru atau pemecahan masalah. Tingkatan-tingkatan itu adalah :
Persiapan (preparation), yaitu tingkatan seseorang memformulasikan masalah, dan mengumpulkan fakta-fakta atau materi yang dipandang berguna dalam memperoleh pemecahan yang baru. Ada kemungkinan apa yang dipikirkan itu tidak segera memperoleh pemecahannya, tetapi soal itu tidak hilang begitu saja, tetapi masih terus berlangsung dalam diri individu yang bersangkutan. Hal ini menyangkut fase atau tingkatan kedua yaitu fase inkubasi.
Tingkat inkubasi, yaitu berlangsungnya masalah tersebut dalam jiwa seseorang, karena individu tidak segera memperoleh pemecahan masalah
Tingkat pemecahan atau iluminasi, yaitu tingkat mendapatkan pemecahan masalah, orang mengalami “aha”, secara tiba-tiba memperoleh pemecahan tersebut.
Tingkat evaluasi, yaitu mengecek apakah pemecahan yang diperoleh pada tingkat iluminasi itu cocok atau tidak. Apabila tidak cocok lalu meningkat pada tingkat berikutnya yaitu
Tingkat revisi, yaitu mengadakan revisi terhadap pemecahan yang diperolehnya.

Meskipun aktivitas pemecahan masalah berfungsi sebagai konteks dan wahana bagi tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif, tetapi kelancaran pemecahan masalah belum tentu mencerminkan kemampuan berpikir kreatif. Dengan menerapkan strategi atau metode yang telah diketahui, individu dapat secara sistematis menyelesaikan masalah, tetapi ia belum tentu kreatif karena tidak mengeksplorasi dan mengelaborasi pemahamannya. Diperlukan faktor kemampuan kognitif, sikap terbuka dan sikap yang bebas, otonomi, dan percaya diri. Dalam proses berpikir tidak selalu berlangsung dengan begitu mudah, seiring orang menghadapi hambatan-hambatan dalam proses berpikirnya. Sederhana tidaknya dalam memecahkan masalah bergantung pada masalah yang dihadapinya. Hambatan-hambatan yang mungkin timbul dalam proses berpikir dapat disebabkan antara lain karena :
Data yang kurang sempurna, sehingga masih banyak lagi data yang harus diperoleh
Data yang ada dalam keadaan confuse, data yang satu bertentangan dengan data yang lain, sehingga hal ini akan membingungkan dalam proses berpikir.
Kekurangan data dan kurang jelasnya data yang akan menjadikan hambatan dalam proses berpikir seseorang, terlebih lagi kalau datanya bertentangan satu dengan yang lain.


5. Berpikir Islami
An Nabhani (2003) mendefinisikan aqliyah, sebagai cara berpikir atau memahami sesuatu. Bagi seorang muslim, aqidah harus tertanam dalam dirinya pertama kali. Seseorang dikatakan mempunyai cara berpikir (Aqliyah) Islamiyah manakala menjadikan aqidah Islamiyah sebagai asas bagi proses berpikirnya. Juga, disaat menangkap pemikiran-pemikiran dan fenomena-fenomena yang terjadi, ia menilai dengan landasan Aqidah Islamiyah. Ketika Aqidah Islamiyah memberikan nilai benar, ia membenarkan dan mengikuti. Sebaliknya, jika Aqidah Islam menilai salah, ia menolak dan menyalahkannya. Seseorang yang telah melakukan hal semacam ini (membenarkan dan menyalahkan sesuatu berdasarkan Aqidah), berarti ia telah memiliki Aqliyah Islamiyah.

Cara berpikir (aqliyah) adalah salah satu di antara dua unsur pembentuk kepribadian (Syakhshiyyah). Status pemilikan Aqliyah Islamiyah dalam diri seseorang tidak ditentukan apakah ia seorang alim (cendekiawan ) atau awam. Yang penting disini adalah, kebulatan tekad yang terpatri dalam hati untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai "penstandar" bagi setiap informasi dan fakta-fakta yang diterima atau dijumpainya.

Aqliyah Islamiyah (pemikiran Islami) adalah cara berfikir, yang didalamnya terjadi pengikatan atau pemaduan antara fakta dan informasi, atau informasi dan fakta, yang dilandaskan pada Aqidah Islam. Dengan demikian, kepahaman-kepahaman (mafahim) yang dihasilkan dari proses berfikir tersebut adalah mafahim Islam. Mafahim itu penting bagi seorang muslim untuk menstandarisasi atau melandasi perbuatan-perbuatannya. Terwujudnya Aqliyah Islamiyah pada diri seseorang, adalah tatkala ia mulai bertekad bulat untuk menjadikan Aqidah Islam sebagai landasan bagi setiap menafsirkan dan memahami informasi dan fakta-fakta yang diterima atau dijumpainya dan untuk meningkatka Tsaqofah Islamiyah (khazanah ilmu dan pemahaman Islam). Dari sepanjang sejarah kejayaan Islam, terdapat orang-orang Islam yang tetap tegar karena kekuatan pola pikir mereka.

Tsaqofah Islamiyah seluruhnya bersumber kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah. Semua cabang Tsaqofah Islamiyyah muncul dari kedua sumber ini secara langsung, atau melalui pemahamannya. Bahkan, Al-Qur'an dan As-Sunnah sendiri merupakan bagian Tsaqofah Islamiyyah. Dan aqidah Islam mewajibkan setiap muslim untuk berpegang teguh kepada keduanya serta mengamalkannya. al-Qur'an diturunkan kepada Rasulullah memang untuk diterangkan kepada manusia, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat An Nahl:89 yaitu:
 وَ أَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
 Artinya : “Dan Kami turunkan kepadamu Al Kitab (Al Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri”.

Dengan mempelajari Tsaqofah Islamiyah, diharapkan seorang muslim senantiasa dapat memecahkan segala macam masalah yang dihadapinya dengan cara Islami, dan kedudukan Aqidah Islam sebagai standarisator benar-benar akan mencakup seluruh aspek kehidupan. Pada gilirannya nanti dia akan muncul diantara umat manusia sebagai salah seorang pemikir Islam yang handal


KESIMPULAN

Dalam proses mengatasi suatu masalah, kita sering berpikir dengan cara berbeda-beda. Para psikolog dan ahli logika mengenal beberapa cara berpikir. Namun, tidak semua efektif bagi proses pemecahan masalah.

Berpikir kreatif merupakan salah satu cara yang dianjurkan. Dengan cara itu seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak perspektif. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak alternatif untuk memecahkan suatu masalah. Untuk dapat memecahkan masalah, seseorang harus betul-betul tahu masalahnya sehinga dapat nencari keputusan yang tepat, efektif dan efisien.

Jadi berpikir adalah proses dinamis melalui proses mendeskripsikan, mengklasifikasikan, mengabstraksi, dan menyisihkan atau membuang suatu objek sehingga akhirnya dapat merumuskan secara verbal, dan mengungkapkan kemungkinan suatu sifat pada suatu hal. Secara garis besar berpikir secara kreatif adalah kemampuan menemukan kemungkinan jawaban-jawaban terhadap suatu masalah dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan, dan keragaman jawaban. Banyak faktor yang mempengaruhi dalam proses pemecahan masalah antara lain motifasi, kepercayaan dan sikap, kebiasaan, dan emosi.

Bagi seorang muslim, aqidah harus tertanam dalam dirinya pertama kali. Seseorang dikatakan mempunyai cara berpikir (Aqliyah) Islamiyah manakala menjadikan aqidah Islamiyah sebagai asas bagi proses berpikirnya.

No comments: