Thursday, October 12, 2017

MAKALAH TEORI AKUNTANSI "THE CONCEPTUAL FRAMEWORK-IFRS"




BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

            Kerangka kerja konseptual memberikan adaptasi sistematik dalam standar akuntansi bagi lingkungan bisnis yang terus berubah. FASB menggunakan kerangka kerja konseptual untuk membekali perkembangan standar akuntansi yang baru secara terorganisasi dan konsisten. Disamping itu, mempelajari kerangka kerja konseptual FASB akan memudahkan seseorang untuk mengerti dan mengantisipasi standar masa depan.

            Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) didefinisikan oleh FASB sebagai: “a coherent system of interrelated objectives and fundamentals that is expected to lead to consistent standards and that prescribes the nature, function, and limits of financial accounting and reporting”. Kerangka kerja konseptual (conceptual framework) adalah suatu sistem koheren yang terdiri dari tujuan dan konsep fundamental yang saling berhubungan, yang menjadi landasan bagi penetapan standar yang konsisten dan penentuan sifat, fungsi, serta batas- batas dari akuntansi keuangan dan laporan keuangan, yang dimaksud tujuan adalah tujuan pelaporan keuangan.

            Kerangka kerja konseptual menyebutkan tujuan dari pelaporan keuangan dan karakteristik dari informasi akuntansi yang baik, mendefinisikan dengan tepat istilah-istilah yang biasa digunakan seperti aset dan pendapatan serta menyediakan petunjuk untuk pengakuan, pengukuran, dan pelaporan keuangan yang tepat. Dengan adanya Standard Akuntansi Keuangan (SAK) yang baru, memberikan petunjuk-petunjuk dan aturan-aturan pelaporan keuangan yang berbeda dari sebelumnya. Sehingga diperlukan adanya publikasi kepada seluruh pelaku akuntansi di Indonesia agar menyesuaikan dengan peraturan baru yang berlaku.

            Kerangka konseptual dibutuhkan agar aturan pelaporan keuangan dapat berguna dan tidak mengambang. IASB dan FASB masing-masing memiliki konsep tersendiri, dimana kerangka konseptual IASB tercermin pada dokumennya, sedangkan FASB ada pada pengembangan dokumen itu, sekarang FASB dan IASB telah bekerja sama untuk menghasilkan konsep yang dapat diterima secara umum.
         
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.   Apa saja bagian-bagian dalam perumusan Kerangka Konseptual-IFRS?
2.   Apa saja perbedaan Kerangka Konseptual-IFRS dan GAAP?
3.   Bagaimana penerapan IFRS di Indonesia dan negara lain?

C. Tujuan Pembuatan Makalah
      Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk:
1.   Mengetahui perumusan Kerangka Konseptual-IFRS.
2.   Mengetahui perbedaan Kerangka Konseptual-IFRS dan US GAAP.
3.   Mengetahui penerapan IFRS di Indonesia dan negara-negara lain.







BAB II
PEMBAHASAN

A. Perumusan Kerangka Konseptual
                 IFRS membagi kerangka konseptual pelaporan keuangan kedalam tiga level yaitu, first level: Basic objective, second level: Fundamental concepts dan third level: Recognition, measurement, and disclosure concepts.

·         First Level: Basic Objective

Objective of Financial Reporting:

To provide financial information about the reporting entity that is useful to present and potential equity investors, lenders, and other creditors in making decisions in their capacity as capital providers.”
1.      Tujuan tersebut dicapai dengan cara menerbitkan general-purpose financial statements.
2.      Users diasumsikan memiliki pengetahuan bisnis dan masalah akuntansi, yang cukup untuk memahami informasi dalam financial statements.

Contoh Keputusan Ekonomi:
            Keputusan terkait jual, beli atau menahan instrumen ekuitas dan hutang, keputusan memberi atau melunasi suatu pinjaman dan bentuk kredit lainnya.

 

·         Second Level: Fundamental Concepts

Qualitative Characteristics of Accounting Information

            Suatu informasi memiliki karakteristik kualitatif decision usefullness, jika informasi tersebut relevance dan faithfull representation.
a. Fundamental Quality-Relevance
            Informasi disebut relevan, jika informasi keuangan tersebut mampu membuat perbedaan dalam proses pengambilan keputusan. Financial information mampu membuat perbedaan jika informasi tersebut memiliki predictive value, confirmatory value, atau keduanya.
·         Predictive value: jika informasi tersebut memiliki nilai sebagai input bagi proses prediktif, untuk membentuk ekspektasi user terkait masa depan.
Contoh: Jika investor potensial tertarik untuk membeli saham biasa dari PT Indonesia, maka mereka akan menganalisis aset dan klaim atas aset tersebut, pembayaran dividen dan kinerja pendapatan tahun-tahun sebelumnya, untuk memprediksi nilai, waktu dan tidak kepastian dari arus kas PT Indonesia di masa mendatang.
·         Confirmatory value: informasi relevan juga membantu para user untuk menkonfirmasi atau mengkoreksi ekspektasinya. Contoh: Ketika PT Indonesia menerbitkan laporan keuangan akhir tahun, maka informasi keuangan tersebut mengkonfirmasi atau merubah ekspektasi masa lalu (atau masa kini), yang berdasarkan evaluasi sebelumnya. Predictive value dan confirmatory value saling berkaitan. Misalnya: informasi tentang ukuran dan struktur aset dan liabilitas PT Indonesia membantu users untuk memperkirakan kemampuannya untuk mengambil keuntungan atau untuk menghindari kerugian. Informasi yang sama membantu untuk mengkonfirmasi atau mengkoreksi prediksi masa lalu terkait kemampuan tersebut.
·         Materiality
Informasi menjadi material, ketika tidak disajikan atau salah saji informasi tersebut akan mempengaruhi keputusan user. Masing-masing individu perusahaan menentukan apakah suatu informasi adalah material, dengan mempertimbangkan sifat dan ukuran dari item-item tersebut. Singkatnya, informasi tersebut harus membuat perubahan, jika tidak maka perusahaan tidak perlu mengungkapkannya. Suatu item menjadi material ketika pengungkapan atau tidak disajikan item tersebut, akan mempengaruhi atau merubah keputusan dari orang yang reasonable. Contoh: Pengeluaran peralatan Rp 50 juta akan tidak material bagi perusahaan dengan aset Rp 50 milyar (0,1%), sehingga diperlakukan sebagai beban (expense), tapi akan material bagi perusahaan dengan aset Rp 1 milyar (5%), sehingga diperlakukan sebagai aktiva tetap.
      Perusahaan dan auditors umumnya menerapkan rule of thumb bahwa item yang bernilai < 5% dari net income, dipertimbangkan immaterial. Namun, perusahaan tidak boleh menggunakan alasan materiality dalam rangka mempertahankan positive earnings trend, mengkonversi kerugian menjadi keuntungan, meningkatkan kompensasi manajemen, atau menyembunyikan transaksi ilegal seperti suap. Dengan kata lain, perusahaan harus mempertimbangkan baik faktor quantitative dan qualitative dalam penentuan apakah suatu item material atau tidak.

b. Fundamental Quality-Faithful Representation

            Faithful representation berarti bahwa angka-angka dan deskripsi-nya sesuai dengan apa yang sebenarnya ada atau terjadi. Contoh: ketika PT Indonesia melaporkan penjualan $60,510 million, ketika penjualan sebenarnya $40,510 million, maka Laporan Keuangan PT Indonesia tidak jujur dalam menyajikan nilai penjualan sebenarnya.
            Agar faithful representation, informasi harus lengkap, netral, dan bebas dari kesalahan material.

Completeness

            Completeness berarti bahwa seluruh informasi yang diperlukan untuk faithful representation, disajikan. Contoh, ketika PT Indonesia gagal menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk menilai value allowance dari receivables, informasi tersebut tidak lengkap, dan maka tidak faithful representation.

Neutrality

            Neutrality berarti bahwa perusahaan tidak memilih informasi tertentu yang hanya menguntungkan pihak tertentu, tetapi tidak menguntungkan bagi yang lain. Contoh: dalam notes to financial statements, perusahaan rokok seharusnya tidak menyembunyikan informasi terkait beberapa tuntutan hukum yang dihadapi karena masalah kesehatan, meskipun pengungkapan tersebut dapat merusak perusahaan.

Free from Error

            Item informasi yang bebas dari error akan lebih akurat (faithful) representation. Contoh: jika PT Indonesia salah saji kerugian atas pinjamannya, laporan keuangannya akan misleading dan tidak faithful representation. Contoh, management harus mengestimasi nilai uncollectible accounts untuk menentukan bad debt expense.

Enhancing Qualities

            Membedakan antara more-useful information dari less-useful information.
Enhancing qualitative characteristics merupakan pelengkap dari fundamental qualitative characteristics. Karakteristik ini membedakan antara more-useful information dari less-useful information. Enhancing characteristics: comparability, verifiability, timeliness, and understandability.

Comparability

            Agar dapat dibandingkan maka informasi perlu diukur dan dilaporkan dengan cara yang similar oleh perusahaan-perusahaan berbeda dalam industri yang sama. Contoh, agar dapat dibandingkan, informasi aset PT Indonesia dan PT Singapura, maka informasi tersebut perlu diukur dan dilaporkan dengan perlakuan akuntansi yang simiar.
            Tipe lainnya dari comparability adalah consistency, dimana perusahaan menerapkan perlakuan akuntansi yang sama untuk kejadian yang similar, dari periode ke periode. Contoh, ketika perusahaan menggunakan metode FIFO untuk menilai inventoriesnya, maka perlakuan tersebut seharusnya diterapkan seterusnya dari periode ke periode, kecuali terjadi perubahan yang justified.

Verifiability

            Verifiability terjadi pihak independen yang mengukur, dengan menggunakan metode yang sama, akan mendapatkan hasil yang sama. Verifiability terjadi dalam situasi sebagai berikut:
1.      Dua auditor independen yang berbeda menghitung persediaan PT Indonesia dan mendapatkan hasil yang sama terkait perhitungan fisik persediaan. Verifikasi nilai dari suatu aset dapat terjadi dengan menghitung persediaan (disebut sebagai direct verification).
2.      Dua auditor independen yang berbeda menghitung nilai persediaan PT Indonesia pada akhir tahun dengan menggunakan metode FIFO. Verifikasi dapat terjadi dengan menguji input (kuantitas dan biaya) dan menghitung ulang output (nilai persediaan akhir) dengan menggunakan konvesi atau metodologi akuntansi yang sama (disebut sebagai indirect verification).

Timeliness

            Timeliness berarti menyediakan informasi kepada decision-makers sebelum informasi tersebut kehilangan kapasitasnya untuk mempengaruhi keputusan. Contoh, jika PT Indonesia menunggu untuk melaporkan hasil interim-nya setelah 9 bulan dari akhir periode, informasi tesebut akan kurang bernilai bagi tujuan decision making.

Understandability

            Decision-makers sangat bervariasi terkait tipe keputusan yang mereka buat, bagaimana mereka membuat keputusan, informasi yang telah mereka miliki atau informasi yang dapat mereka peroleh dari sumber lainnya, dan kemampuan mereka untuk memproses informasi tersebut. Agar informasi menjadi berguna, perlu ada hubungan (linkage) antar user dan keputusan yang mereka buat.  Hubungan ini, understandability, merupakan kualitas dari informasi yang membuat informed user melihat signifikansi informasi tersebut. Understandability meningkat ketika informasi diklasifikasikan, dikarakteristikan, disajikan secara jelas dan padat.
            Contoh, asumsikan PT Indonesia menerbitkan laporan triwulan yang menunjukan pendapatan interim telah turun secara signifikan. Laporan interim ini memberikan informasi yang relevant dan faithfully represented untuk tujuan decision-making. Bagi yang paham informasi keuangan, mereka akan menjual saham PT Indonesia, namun bagi yang tidak paham, mereka akan mengabaikan informasi tersebut. Maka, meskipun PT Indonesia telah menyajikan informasi relevant dan faithful representation, informasi tersebut kurang berguna bagi mereka yang tidak paham informasi keuangan.

·         Second Level: Elements

Elemen-elemen yang berkaitan langsung dengan pengukuran kinerja dan status dari perusahaan:
1.      Aktiva: Kemungkinan manfaat ekonomi di masa depan yang diperoleh atau dikendalikan oleh suatu entitas tertentu sebagai akibat transaksi atau peristiwa dimasa lalu.
2.      Kewajiban: Kemungkinan pengorbanan manfaat ekonomi di masa depan yang timbul dari utang saat ini. Suatu entitas untuk mengalihkan aktiva atau memberikan jasa kepada entitas lain di masa depan sebagai akibat dari transaksi atau peristiwa dimasa lalu.
3.      Ekuitas: Kepentingan residual dari aktiva suatu entitas yang tersisa setelah mengurangi dengan kewajibannya.
4.      Investasi oleh pemilik: Peningkatan aktiva bersih dari perusahaan yan diakibatkan pengalihan sesuatu yang bernilai kepada perusahaan dari entitas lain untuk mendapatkan atau meningkatkan kepemilikan dari perusahaan.
5.      Distribusi kepada pemilik: Penurunan aktiva bersih dari perusahaan yang diakibatkan oleh pengahlian aktiva, pemberian jasa, atau timbulnya kewajiban oleh perusahaan kepada pemilik.
6.      Laba komprehensif: Perubahan ekuitas (aktiva bersih) perusahaan selama periode tertentu yang diakibatkan dari transaksi dan peristiwa serta kejadian- kejadian lain dari sumber non pemilik.
7.      Pendapatan: Arus masuk atau peningkatan lain dari aktiva atau sebuah entitas pelunasan kewajiban sebuah entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode tertentu.
8.      Beban: Arus keluar atau penggunaan lain dari aktiva dari sebuah entitas atau timbulnya kewajiban suatu entitas (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode tertentu yang dihasilkan oleh penyampaian atau produksi barang.
9.      Keuntungan: Peningkatan ekuitas (aktiva bersih) yang berasal dari transaksi entitas yang insidental atau sampingan dan dari semua transaksi dan peristiwa serta kejadian lainnya yang mempengaruhi entitas selama satu periode tertentu yang timbul dari pendapatan atau investasi pemilik.
10.  Kerugian: Penurunan ekuitas (aktiva bersih) dari transaksi entitas yang insidental atau sampingan dan dari semua transaksi dan peristiwa serta kejadian lainnya yang mempengaruhi entitas selama satu periode tertentu kecuali yang timbul dari beban atau distribusi kepada pemilik.

·         Third Level: Recognition, Measurement, and Disclosure Concepts

            Konsep ini menjelaskan bagaimana perusahaan seharusnya mengakui, mengukur, dan melaporkan elemen dan kejadian keuangan.

Third Level: Assumptions (Asumsi Dasar)

Economic Entity

            Aktifitas Perusahaan terpisah dari dan berbeda dengan aktifitas pemilik dan unit usaha lainnya. Maka, PT Indonesia mencatat aktifitas keuangannya terpisah dari para pemilik dan manajernya, serta unit usaha lainnya.

Going Concern

            Perusahaan diasumsikan beroperasi cukup lama untuk memenuhi tujuan dan komitmennya. Asumsi ini memiliki implikasi:
1.      Dengan pendekatan likuidasi, Perusahaan seharusnya mencatat nilai asetnya pada net realizable value (sales price less costs of disposal), dan bukan pada acquisition cost. Jika perusahaan mengadopsi pengekatan likuidasi, klasifikasi current/noncurrent assets dan liabilities menjadi kehilangan maknanya. Justru, penyajian aset dan liabilities berdasarkan prioritas likuidasinya akan menjadi lebih masuk akal.
2.      Kebijakan depresiasi dan amortisasi dapat diterapkan dan layak hanya jika kita mengasumsikan beberapa sifat permanen pada perusahaan.

Monetary Unit

            Asumsi monetary unit berarti bahwa uang merupakan denominator umum dari aktifitas ekonomi dan memberikan basis untuk pengukuran dan analisis akuntansi. Maka itu, monetary unit merupakan alat yang paling efektif untuk mengekspresikan kepada pihak yang berkepentingan terhadap modal dan pertukaran barang dan jasa. Akuntansi mengabaikan perubahan tingkat harga (inflation dan deflation) dan mengasumsikan bahwa ukuran unit Rupiah tetap stabil.

Periodicity

            Perusahaan dapat membagi aktifitas ekonominya ke dalam beberapa periode. Users perlu mengetahui kinerja dan status ekonomi perusahaan, secara regular dan tepat waktu, sehingga users dapat mengevaluasi dan membandingkan antar perusahaan, dan mengambil tindakan yang tepat. Oleh karena itu, perusahaan harus melaporkan informasi secara periodik. Pertimbangan periodesitas melibatkan trade-off antara relevance dan faithful representation. Semakin pendek periode pelaporan, maka semakin kurang verified informasinya (faithful representation), namun semakin real-time informasi yang disajikan (relevance). Dengan teknologi informasi saat ini, maka masalah trade-off dapat diminimalkan.

Third Level: Principles

Measurement

            Cost/biaya dipertimbangkan sebagai nilai yang faithful representation atas jumlah yang dibayar untuk item tertentu. Fair value merupakan “nilai untuk suatu aset dapat dipertukarkan, liabilitas dapat diselesaikan, atau instrumen ekuitas dapat dipertukarkan, antara pihak yang memiliki pengetahuan, dalam suatu transaksi yang suka rela (the amount for which an asset could be exchanged, a liability settled, or an equity instrument granted could be exchanged, between knowledgeable, willing parties in an arm’s length transaction).” IASB memperkenankan perusahaan untuk menggunakan fair value sebagai basis untuk pengukuran financial assets dan financial liabilities.

Third Level: Principles

Revenue Recognition

            Revenue diakui ketika terdapat probable bahwa manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke perusahaan dan nilai revenue dimungkinkan untuk diukur secara reliable.

Expense Recognition

            Arus keluar atau penggunaan assets atau timbulnya liabilities (atau kombinasi dari keduanya) selama suatu periode, sebagai konsekuensi dari penyerahan atau produksi goods dan/atau services.

Full Disclosure

            Menyajikan informasi yang cukup penting untuk mempengaruhi pertimbangan dan keputusan dari informed user. Full disclosure disediakan melalui: Financial Statements, Notes to the Financial Statements, Supplementary information.
 

Third Level: Constraints

Cost

                 Biaya untuk menyajikan informasi harus seimbang dengan manfaat yang diperoleh dari pemanfaatan informasi tersebut. Contoh: Biaya penyajian termasuk: biaya pengumpulan dan pemrosesan, penyebarluasan, audit, potential litigation, pengungkapan ke pihak competitors, dan analisis dan interprestasi. Manfaat yang diperoleh: kontrol managemen yang lebih baik dan akses ke sumber modal, yang menawarkan biaya modal yang rendah.

     Industry Practices
                 Sifat khusus dari beberapa industri dan bisnis kadang-kadang memerlukan perlakuan khusus dan perlu menyimpang dari teori dasar. Contoh: Perusahaan public-utility melaporkan noncurrent assets diurutan atas dalam Financial Position Report untuk meng-highlight sifat industry yang capital-intensive. Perusahaan agricultural sering melaporkan panen/crop-nya pada fair value karena akan terlalu mahal untuk mengukur biaya yang akurat, terkait individual crops.

B. Perbedaan antara IFRS dan GAAP
Kerangka konseptual pelaporan keuangan yang kita kenal selama ini sebagaimana yang diadopsi dalam buku ajar di kampus-kampus adalah kerangka konseptual berdasarkan US GAAP. Sejalan dengan konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS) ke dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), mau tidak mau kita harus merubah mind set kita mengikuti kerangka konseptual IFRS tersebut.
Ada beberapa perbedaan dasar antara kedua standar tersebut sebagaimana dijelaskan dalam tabel-tabel dibawah ini. Pada dasarnya batang tubuh kerangka konseptual tersebut masih sama, yaitu level 1: tujuan laporan keuangan, level 2: karakteristik kualitatif dan elemen laporan keuangan serta level 3: asumsi dasar, prinsip dan kendala. Berikut adalah perbedaan keduanya:

Level 1: Tujuan Laporan Keuangan
US GAAP
IFRS
·         Menyediakan informasi yang berguna untuk pengambilan keputusan investasi dan kredit.
·         Menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pengguna dalam pengambilan keputusan ekonomi.
·         Menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi jumlah, waktu, dan ketidakpastian arus kas masa depan perusahaan
·         Pengguna adalah investor, karyawan, pemberi pinjaman, pemasok dan kreditor usaha lainnya, pelanggan, pemerintah dan masyarakat.
·         Menyediakan informasi tentang sumber daya ekonomi, klaim terhadap sumber daya tersebut, dan perubahan terhadap keduanya.



Level 2: Karakteristik Kualitatif Informasi Akuntansi
US GAAP
IFRS
 1. Relevan–terdiri dari: 
  • Nilai prediksi–membantu pengguna memprediksi hasil dari kejadian masa lalu, saat ini dan masa depan.
  • Nilai umpan balik–membantu pengguna mengkonfirmasi dan membetulkan nilai prediksi sebelumnya.
  • Tepat waktu – tersedia sebelum kehilangan kapasitas untuk mempengaruhi keputusan
 1. Fundamental qualities
     A. Relevan–terdiri dari: 
·         Nilai prediksi
·         Nilai konfirmasi
·         Materialitas
     B. Dapat dipercaya–terdiri dari: 
·      Completeness
·      Naturality
·      Free from Error
 2. Dapat dipercaya–terdiri dari: 
  • Disajikan dengan jujur
  • Netral
  • Dapat diverifikasi
 2. Enhancing qualities
·         Comparability
·         Verifiability
·         Timeliness
·         Understandability
 3. Dapat dibandingkan
 4. Konsisten

Level 2: Elemen Laporan Keuangan
US GAAP
IFRS
·         Aset 
·         Kewajiban
·         Ekuitas
·         Investasi pemilik
·         Distribusi kepada pemilik
·         Laba komprehensif
·         Pendapatan
·         Keuntungan
·         Beban
·         Kerugian
·         Aset 
·         Kewajiban
·         Ekuitas
·         Pemeliharaan modal (diperoleh dari revaluasi aset dan kewajiban)
·         Laba (Pendapatan dan keuntungan)
·         Beban (beban dan kerugian)


Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Asumsi dasar
US GAAP
IFRS
  1. Entitas ekonomi
  2. Kelangsungan usaha
  3. Unit moneter
  4. Periodisitas
1.      Kelangsungan usaha
2.      Entitas ekonomi
3.      Unit moneter
4.      Periodisitas

Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Prinsip
US GAAP
IFRS
  1. Biaya historis
  2. Pengakuan pendapatan
  3. Kesesuaian
  4. Pengungkapan penuh
  1. Measurement
  2. Revenue recognition
  3. Expense recognition
  4. Full disclosure



Level 3: Pengakuan dan pengukuran–Kendala
US GAAP
IFRS
1. Biaya dan manfaat 
2. Materialitas
3. Praktik Industri
4. Konservatisme
  1. Cost
  2. Industry practice






            

Jika diringkas dalam gambar, kerangka konseptual pelaporan keuangan berdasarkan US GAAP adalah sebagai berikut:




                 Sedangkan gambar kerangka konseptual pelaporan keuangan berdasarkan IFRS adalah sebagai berikut:
    


C. Penerapan IFRS      
            International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Jika sebuah negara menggunakan IFRS, berarti negara tersebut telah mengadopsi sistem pelaporan keuangan yang berlaku secara global sehingga memungkinkan pasar dunia mengerti tentang laporan keuangan perusahaan di negara tersebut berasal. International Financial Accounting Standard (IFRS) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan.
                Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi dan Tesniwati (2013) yang menyatakan bahwa penerapan PSAK hasil adopsi IFRS akan meningkatkan transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan fairness perusahaan. Dengan meningkatnya indikator Good Corporate Governance perusahaan maka fraud atau kecurangan manajemen bisa dikurangi. Fraud yang berkurang membuat kinerja perusahaan menjadi lebih baik. Penelitian dilakukan terhadap 22 bank umum yang aktif di Bursa Efek Indonesia (BEI) dengan menggunakan teknik purposive sampling.
            IFRS merupakan variabel dummy, bernilai 1 untuk perusahaan yang sudah menerapkan IFRS dan 0 untuk perusahaan yang belum menerapkan IFRS. Untuk mengetahui perusahaan sudah menerapkan IFRS atau belum dilihat dari penerapan PSAK 16 (IAS 16) mengenai aset tetap. Perusahaan yang sudah menerapkan IFRS akan mengungkapkan informasi tersebut dalam catatan atas laporan keuangannya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan PSAK hasil adopsi IFRS meningkatkan GCG bank-bank publik di Indonesia dan penerapan IFRS melalui GCG dapat meningkatkan ROA. Hal ini membuktikan arti penting GCG dalam meningkatkan kinerja perbankan.
            Penerapan IFRS dapat meningkatkan tata kelola yang baik dari entitas perbankan di Bursa Efek Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya peraturan IFRS yang mendukung pelaksanaan GCG, seperti PSAK 1, PSAK 16, PSAK 50 dan PSAK 55.
            Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Fifield. S, dkk (2011) yang meneliti tentang Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) dan penerapannya di negara-negara yang sebelumnya menggunakan GAAP yaitu Inggris, Irlandia dan Italia.
            Cara yang pertama yang dilakukan oleh Fifield. S, dkk (2011) adalah mengungkapkan penyesuaian IFRS sebagai persentase dari total penyesuaian profit/loss pada laporan laba rugi atau penyesuaian total ekuitas pada laporan posisi keuangan di ketiga negara. Sementara cara kedua adalah dengan menghitung indeks konversatisme untuk ketiga negara.
            Hasil penelitian mengenai dampak penerapan IFRS untuk ketiga negara dalam laporan kinerja keuangan menunjukkan angka yang signifikan yaitu menghasilkan keuntungan/laba yang lebih besar dari yang dilaporkan oleh GAAP. IFRS juga memiliki dampak yang signifikan terhadap kekayaan bersih perusahaan. Perusahaan-perusahaan di Inggris dan Italia mengalami peningkatan ekuitas pada adopsi IFRS, sedangkan perusahaan-perusahaan di Irlandia dalam sampel mencatat penurunan ekuitas.
            Standar yang memiliki efek terbesar pada ekuitas bersih perusahaan adalah IAS 19 (-15 persen), IAS 16 (+11 persen), IAS 7 (+8 persen), IAS 12 (+6 persen), IFRS 3 (-4 persen) dan IAS 39 (+4 persen). Standar yang paling sering muncul dalam laporan rekonsiliasi IFRS adalah IFRS 2, IAS 10, IAS 12, IAS 16, IAS 17, IAS 18, IAS 19, IAS 21 dan IAS 32/29.
            Jurnal ini berusaha menganalisis efek diterapkannya IFRS di beberapa negara. Jurnal ini juga memberikan rekomendasi yang berupa perspektif multi-negara untuk masa depan IFRS.
           



BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Berdasarkan uraian sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa International Financial Reporting Standard (IFRS) merupakan pedoman penyusunan laporan keuangan yang diterima secara global. Adapun dampak perubahan yang terjadi pada perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia dapat diketahui seperti perbedaan antara PSAK 1 dengan IAS No.1 yaitu mengenai format penyajian laporan keuangan dan komponen laporan keuangan dan juga mengenai informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.   
            Dampak perubahan yang terjadi pada perkembangan standar akuntansi keuangan di Indonesia membuat setiap perusahaan melakukan perubahan pada penyajian laporan keuangan di perusahaan. Dampak yang ditimbulkan dari konvergensi ini akan sangat mempengaruhi semua kalangan, baik itu bidang bisnis maupun pendidikan.






DAFTAR PUSTAKA

Belkaoui, A. R. 2000.Teori Akuntansi. Buku I. Jakarta: Salemba Empat.

Eldon S. Hendriksen & Michael F. Van Breda. 2000. Teori Akunting. Jakarta: Interaksara.

Fifield, S. dkk. 2011. A Cross-Country Analysis of IFRS Reconciliation Statements. Journal of Applied Accounting Research, Vol. 12, No. 1, Hal. 26-42.

Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

H Kusnadi,  L Samsudin, Kertahadi. 2000. Teori Akuntansi. Malang: Universitas Brawijaya.

H.Z.A. Moechtar. 1995. Dasar-Dasar Akuntansi. Surabaya: Institut Dagang Muchtar.

Kieso, D. E, dkk. 2012. Intermediate Accounting 14th. John Wiley & Sons, Inc. 

Pratiwi C. W, Tesniwati, R. 2013. Pengaruh Penerapan IFRS Terhadap Kinerja Bank Melalui Tata Kelola Perbankan yang Baik. Jurnal Proceeding Pesat (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitektur & Teknik Sipil), Vol. 5, Oktober.

Soemarso S.R. 1990. Akuntansi Suatu Pengantar. Jakarta: Rineka Cipta.

Suwardjono. 2002. Akuntansi Pengantar. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

No comments: