Sunday, February 18, 2018

Perpajakan


Menurut UU No.16 tahun 2009 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan pada pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
 
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur:
1. Iuran dari rakyat kepada negara;
2. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang);
3. Berdasarkan Undang-Undang;
4. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksanaannya;
5. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.

Dalam pembahasan perpajakan akan dijumpai beberapa pengertian atau istilah yang sudah baku, antara lain:
1. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayaran pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
2. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan badan usaha tetap.
3. Masa pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-undang KUP. Masa pajak sama dengan 1 (satu) bulan kalender atau jangka waktu lain yang diatur dengan Peraturan menteri keuangan paling lama 3 (tiga) bulan kalender
4. Tahun pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun kalender.
5. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau dalam bagian tahun pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
6. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya.
7. Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan pengitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta dan kewajiban sesuai peraturan perundang-undangan yang berlakutau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk menteri keuangan.
8. Surat Setoran Pajak (SSP) adalah bukti pembayaran atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir.
9. Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh system billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor.

Peran dan Kewajiban Bendahara Pengeluaran Sebagai Wajib Potong/Pungut Pajak
Pajak merupakan salah satu sumber pendapatan negara yang sangat diandalkan, berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan penerimaan pajak, salah satunya dengan melibatkan bendahara. Bendahara mempunyai peranan penting dalam memungut/memotong pajak dalam setiap transaksi yang berdasarkan ketentuan perpajakan harus dipungut/dipotong pajak sebagai bentuk pengamanan penerimaan negara. Peran penting bendahara dalam penerimaan perpajakan digambarkan sebagaimana berikut: 
 
Berkaitan dengan peran bendahara dalam pengamanan penerimaan negara tersebut, bendahara mempunyai kewajiban materiil dan formil. Kewajiban perpajakan bendahara dapat dilihat pada gambar berikut ini.
Berdasarkan PMK 190/PMK.05/2012 Tentang Tata Cara Pembayaran dalam Rangka Pelaksanaan APBN pada pasal 24 disebutkan bahwa tugas bendahara pengeluaran dalam kaitan penerimaan negara adalah:
1. Melakukan pemotongan/pemungutan penerimaan negara dari pembayaran yang dilakukannya,
2. Menyetorkan pemotongan /pemungutan kewajiban kepada negara ke kas negara. 

Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Setiap wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan wajib mendaftarkan diri pada kantor Ditjen pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal atau tempat kedudukan wajib pajak dan kepada wajib pajak diberikan NPWP. Yang dimaksud persyaratan subjektif adalah persyaratan yang sesuai dengan ketentuan mengenai subjek pajak dalam Undang-undang pajak penghasilan. Persyaratan objektif adalah persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau diwajibkan untuk melakukan pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan Undang-undang pajak penghasilan.

Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menerbitkan NPWP secara jabatan apabila wajib pajak yang memenuhi persyaratan subjektif dan objektif tidak mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP. Bendahara yang ditunjuk sebagai pemotong dan/atau pemungut pajak wajib mendaftarkan diri untuk memperoleh Nomor Pokok Wajib Pajak paling lambat sebelum melakukan pemotongan dan/atau pemungutan pajak.
Tata cara pendaftaran dilakukan dengan:
1. Mengisi formulir yang tersedia di KPP setempat dan menyerahkan kepada petugas di Seksi Tata Usaha Perpajakan dengan melampirkan:
a. Fotokopi Surat Keputusan Pengangkatan sebagai Pejabat Bendahara; dan
b. Fotokopi Kartu Tanda Pengenal (KTP/SIM) bendahara yang bersangkutan tersebut.
2. Kantor Pelayanan Pajak memproses formulir pendaftaran dan menyelesaikan Kartu NPWP dalam jangka waktu 1 (satu) hari (1 x 24 jam).
3. Bendahara Pemerintah sendiri atau kuasanya yang dilengkapi dengan Surat Kuasa dapat mengambil Kartu NPWP di Kantor Pelayanan Pajak setempat.

Pendaftaran NPWP oleh Bendahara dapat juga dilakukan secara elektronik, yaitu melalui internet di situs Direktorat Jenderal Pajak dengan alamat www.pajak.go.id pada menu e-Reg (electronic registration). Untuk mendapatkan NPWP, Bendahara cukup memasukan data-data pribadi (KTP/SIM/Paspor) dan data lain yang diminta. Setelah memasukan data-data yang diminta, Bendahara akan memperoleh NPWP dan Surat Keterangan Terdaftar Sementara (SKTS) yang berlaku selama satu bulan. Untuk mendapatkan kartu NPWP tersebut, Bendahara harus menyampaikan fotokopi data-data
yang diminta dan formulir pendaftaran (diprint-out dari hasil pendaftaran tersebut) ke KPP atau KP4 yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tempat kerja dari Bendahara atau dapat dikirimkan melalui pos sebelum masa berlakunya berakhir.

Apabila terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru, tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:
1. Fotokopi kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru; dan
2. Fotokopi SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru.

Apabila institusi tempat bendahara yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut bubar, terjadi perubahan organisasi atau kegiatannya telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.
 
Penghapusan NPWP dilakukan apabila terjadi:
1. Perubahan organisasi
Perubahan organisasi lama menjadi organisasi baru yang mengakibatkan nama unit instansinya berubah. Bendahara diwajibkan melapor kepada Kepala KPP/KP2KP setempat guna penghapusan NPWP lama yang kemudian diganti dengan NPWP baru sesuai dengan nama instansi yang baru akibat reorganisasi.

2. Satuan kerja organisasi dihapuskan
Apabila satuan kerja organisasi dihapuskan maka bendahara diwajibkan melapor kepada Kepala KPP setempat guna penghapusan NPWP. Dalam hal satuan kerja tersebut dihidupkan kembali maka bendahara wajib mendaftarkan diri ke KPP setempat guna mendapatkan NPWP baru. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan Kode Wajib Pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan Kode Administrasi Perpajakan.

Berdasarkan Perdirjen Pajak Nomor Per-26/PJ/2014 pasal 2 (1) Bendahara dapat melakukan penyetoran pajak dengan sistem pembayaran pajak secara elektronik. Penyetoran pajak secara elektronik (billing system) dapat dilakukan melalui 2 alamat sistem pembayaran elektronik yaitu sse.pajak.go.id dan djponline.pajak.go.id. Transaksi penyetoran tersebut dilakukan melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan kode billing. Transaksi penyetoran dapat dilakukan melalui teller bank/pos persepsi/ Anjungan Tunai mandiri (ATM), Internet Banking dan EDC. Atas pembayaran tersebut wajib pajak akan menerima Bukti Penerimaan Negara (BPN). BPN diterbitkan dalam bentuk:
1. Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;
2. Struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;
3. Dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking;
4. Teraan BPN pada SSP/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.


Tahapan penyetoran pajak secara elektronik dijelaskan sebagai berikut:
1. Pendaftaran Peserta E-Billing
Pendaftaran dilakukan untuk memperoleh user ID dan PIN secara online melalui aplikasi billing DJP dan mengaktifkan akun pengguna melalui konfirmasi e mail.
Langkah-langkah pendaftaran dilakukan sebagai berikut:
a. Buka website https://sse.pajak.go.id
b. Melakukan pendaftaran NPWP dilakukan dengan mengklik “daftar baru” (NPWP dan alamat email. Email harus valid karena akan digunakan untuk validasi). Isikan data dengan sebenarnya sesuai isian dalam aplikasi.
c. Akan muncul notifikasi apabila data berhasil disimpan.
d. Buka e-mail yang baru didaftarkan untuk mengaktifkan account. Klik link aktivasi yang ada di email.

2. Pembuatan Kode Billing
Pembuatan kode billing dilakukan wajib pajak dengan melakukan input data setoran pajak yang akan dibayarkan. Input data dilakukan atas nama dan NPWP sendiri atau atas nama dan NPWP wajib pajak lain sehubungan dengan kewajiban sebagai wajib pungut. Input data dilakukan dengan terlebih dahulu log in dengan memasukkan user id dan PIN akun pengguna aplikasi billing DJP yang telah aktif. Kode billing yang diperoleh berlaku selama 48 jam sejak diterbitkan dan tidak dapat dipergunakan setelah melewati jangka waktu tersebut. Langkah-langkah pembuatan kode billing dilakukan sebagai berikut:
a. Login ke situs SSE pajak http://sse.pajak.go.id/, kemudian masukkan NPWP dan PIN yang sudah dikirimkan ke email.
b.Untuk melakukan pemotongan/pemungutan atas wajib pajak silahkan terlebih dahulu hapus NPWP anda di halaman input data. Kemudian input NPWP untuk wajib pajak yang akan dipotong/dipungut pajaknya. Data Nama, Alamat dan Kota secara otomatis akan menyesuaikan dengan NPWP yang diinput. Masukan/pilih elemen data lain untuk perekaman billing pajak, yaitu NOP (bila ada) Jenis Pajak, jenis Setoran, masa Pajak, Tahun pajak, No SK (Bila ada) dan Jumlah Setor. 
c. Setelah selesai memasukan data silahkan klik “simpan”. Berikutnya akan muncul halaman konfirmasi ulang atas data yang telah diinput, pastikan data tersebut sudah benar kemudian silahkan tekan tombol “Terbitkan Kode Billing”.
d. Sistem akan menampilkan kode billing sejumlah 15 digit angka yang akan digunakan untuk pembayaran pajaknya. Wajib Pajak dapat mencetak perekaman billing atau cukup mencatat kode billing yang dibutuhkan.

e. Pembayaran dilakukan dengan menggunakan kode billing yang telah diperoleh dari aplikasi billing DJP melalui teller bank/pos persepsi, Internet banking, mesin ATM dan mesin EDC.

Kewajiban akhir dari pemotong/pemungut pajak adalah membuat SPT sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Batas waktu penyampaian penyetoran dan penyampaian SPT dapat dilihat pada tabel berikut: 

Tabel 1.1. Batas Waktu Penyampaian Penyetoran dan Penyampaian SPT
Dalam hal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Hari libur nasional termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaran pemilihan umum yang ditetapkan pemerintah dan cuti bersama secara nasional yang ditetapkan pemerintah.
 
Kewajiban bendahara pengeluaran untuk menyetor dan melaporkan pajak yang telah dipungut/dipotong dapat dilihat pada tabel berikut.
Penyetoran dan pelaporan yang tidak dilakukan pada waktunya bisa berakibat sanksi perpajakan. Sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga dan kenaikan.

Sanksi administrasi berupa denda dikenakan apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan (Pasal 7 UU KUP), yaitu sebesar:
1. Rp. 500.000,0 untuk Surat Pemberitahuan Masa PPN.
2. Rp. 100.000,0 untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya.

Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa denda adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan kepatuhan Wajib pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Sanksi Administrasi juga bisa berupa bunga atas setiap keterlambatan penyetoran yaitu sebesar 2% sebulan yang dihitung dari tanggal jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan (pasal 9 ayat 2a UU KUP).

Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 UU KUP disebutkan bahwa dalam jangka 5 tahun setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak, bagian tahun pajak atau tahun pajak, Dirjen Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ditemukan pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar. Jumlah pajak dalam SKPKB harus dibayarkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % per bulan paling lama 24 bulan.

Pada pasal 13 ayat 1 dan 2 UU KUP sanksi administrasi dapat juga berupa kenaikan dan dikenakan apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. Jumlah pajak yang harus dibayar sebesar SKPKB ditambah kenaikan 100% dari pajak penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor. 

Sanksi administrasi berupa kenaikan juga dikenakan apabila Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyanpaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan wajib pajak dan wajib pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasinya berupa kenaikan sebesar 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar.
 
Sanksi pidana diatur pada pasal 38 UU KUP, diberlakukan apabila setiap orang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun.
 
Sanksi pidana juga diatur pada pasal 39 UU KUP, diberlakukan apabila setiap orang yang dengan sengaja tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan tetapi isinya tidak benaratau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. Pidana tersebut ditambahkan 1 (satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

Merujuk pada PMK-187/PMK.03/2015 apabila terjadi kelebihan pemotongan yang mengakibatkan pajak yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipotog atau dipungut dapat dilakukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. Kesalahan pemotongan atau pemungutan dapat berupa:
1. Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada Pajak Penghasilan yang seharusnya dipotong atau dipungut.
2. Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima oleh bukan subjek pajak;
3. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai terhadap bukan Pengusaha Kena Pajak yang lebih besar daripada pajak yang seharusnya dipungut;
4. Pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang seharusnya tidak dipotong atau tidak dipungut;
5. Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai yang seharusnya tidak dipungut.

Permohonan pengembalian dilakukan dengan mengajukan permohonan ke KPP tempat wajib pajak terdaftar. Permohonan tersebut diajukan oleh:
1. Wajib Pajak yang dipotong atau dipungut dalam hal kesalahan pemotongan atau pemungutan pajak terkait dengan Pajak Penghasilan.
2. Pihak yang dipungut sepanjang pihak yang dipungut bukan Pengusaha Kena Pajak dalam hal terjadi kesalahan pemungutan PPN yang seharusnya tidak dipungut.

No comments: