Saturday, March 24, 2018

PAJAK PENGHASILAN


Pajak penghasilan dipungut berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), yang berlaku sejak 1 Januari 1984. Undang-Undang ini telah mengalami 4 (empat) kali perubahan dan terakhir kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008.

Undang-Undang Pajak Penghasilan mengatur pengenaan pajak penghasilan terhadap subjek pajak berkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak tersebut dikenai pajak apabila menerima atau memperoleh penghasilan.

Subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam Undang-undang PPh disebut Wajib Pajak. Wajib pajak dikenai pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya selama satu tahun pajak atau dapat pula dikenai pajak untuk penghasilan dalam bagian tahun pajak apabila kewajiban pajak Subjektifnya dimulai atau berakhir dalam tahun pajak.


Subjek Pajak

Subjek pajak dalam pajak penghasilan, adalah:
1. a. Orang pribadi
b. Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak.

2. Badan, terdiri dari perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif.

3. Badan Usaha Tetap (BUT)
Subjek pajak dapat dibedakan menjadi :
1. Subjek pajak dalam negeri, terdiri dari :
a. Subjek pajak orang pribadi, yaitu :
1) Orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di Indonesia lebih dari 183 hari (tidak harus berturut-turut) dalam jangka waktu 12 bulan atau
2) Orang pribadi yang dalam suatu tahun pajak berada di Indonesia dan mempunyai niat bertempat tinggal di Indonesia.

b. Subjek pajak badan, yaitu :
Badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria sebagai berikut.
1) pembentukannya berdasarkan ketentuan perundang-undangan;
2) pembiayaanya bersumber dari APBN/APBD;
3) penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah daerah;
4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.

c. Subjek pajak warisan, yaitu
Warisan yang belum dibagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak.

2. Subjek pajak luar negeri, terdiri dari:
a. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaha tetap di Indonesia.

b. Orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat menerima atau memperoleh penghasilan dari indonesia tidak dari menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui badan usaja tetap di Indonesia.

Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan wajib pajak luar negeri dapat dilihat pada Tabel 2.1. sebagai berikut.

Selain subjek pajak yang telah diuraikan di atas, terdapat beberapa orang pribadi maupun badan yang dikecualikan/tidak termasuk ke dalam subjek pajak penghasilan, antara lain: 
1. Kantor perwakilan negara asing; 

2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat-pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama-sama mereka dengan syarat: 
a. Bukan warga negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar jabatan atau pekerjaannya; 
b. Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik. 

3. Organisasi-organisasi internasional dengan syarat: 
a. Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; 
b. Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota. 

4. Pejabat-pejabat perwakilan organisasi internasional, dengan syarat: 
a. Bukan warga negara Indonesia; 
b. Tidak menjalankan usaha, kegiatan, atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan di Indonesia. 


Objek Pajak

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, yang menjadi objek pajak penghasilan adalah “setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun.” Pengertian objek pajak penghasilan di atas, menunjukkan bahwa Undang-Undang tentang Pajak Penghasilan tersebut menganut prinsip pemungutan pajak atas penghasilan dalam arti luas, yaitu pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh oleh Wajib Pajak, dari manapun asal atau sumbernya, selama penghasilan tersebut dapat dipergunakan untuk konsumsi atau dapat menambah nilai kekayaan merupakan objek pemungutan pajak penghasilan. 

Penghasilan tersebut dapat dikelompokkan menjadi: 
1. Penghasilan dari pekerjaan dan pekerjaan bebas (gaji, honorarium, dan penghasilan yang diterima oleh tenaga ahli); 

2. Penghasilan dari usaha dan kegiatan; 

3. Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak, bunga, deviden, royalti, sewa, dan keuntungan penjualan harta atau hak yang tidak dipergunakan untuk usaha; dan 

4. Penghasilan lain, yaitu penghasilan yang tidak diklasifikasikan ke dalam salah satu dari tiga kelompok penghasilan di atas: 
a. Keuntungan karena pembebasan utang; 
b. Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing; 
c. Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva;
d. Hadiah undian.


No comments: