Saturday, March 24, 2018

Pajak Penghasilan Pasal 21


1. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 21 

Pajak Penghasilan Pasal 21 adalah Pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan dengan nama dan bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri.



2. Penghasilan Tidak Kena Pajak

Pajak penghasilan dikenakan atas penghasilan kena pajak. Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari Wajib Pajak badan dihitung sebesar penghasilan netto. Sedangkan untuk orang pribadi dalam negeri adalah penghasilan neto dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Berdasarkan PMK 101/PMK.010/2016 PTKP dalam satu tahun pajak yang berlaku saat ini adalah sebagai berikut. 
a. Rp.54.000.000,00 untuk diri Wajib Pajak orang pribadi.
b. Rp. 4.500.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin. 
c. Rp.54.000.000,00 tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami, dengan syarat: 
1) Penghasilan istri tidak semata-mata diterima atau diperoleh dari satu pemberi kerja yang telah dipotong pajak berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang PPh Pasal 21; dan 
2) Pekerjaan istri tidak ada hubungannya dengan usaha atau pekerjaan bebas suami atau anggota keluarga lainnya. d. Rp. 4.500.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus satu derajat serta anak angkat yang menjadi tanggungan sepenuhnya (maksimal 3 orang). Besarnya PTKP bagi wanita berlaku ketentuan sebagaimana tabel berikut:


Yang dimaksud dengan anggota keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya adalah anggota keluarga yang tidak mempunyai penghasilan dan seluruh biaya hidupnya ditanggung oleh Wajib Pajak. Menurut Kitab Undang-undang Hukum Perdata pengertian keluarga sedarah adalah pertalian kekeluargaan antara orangorang dimana yang seorang adalah keturunan dari yang lain, atau antara orang-orang yang mempunyai bapak asal yang sama. Hubungan kekeluargaan sedarah dihitung dengan jumlah kelahiran. Setiap kelahiran disebut derajat. Urutan derajat yang satu dengan derajat yang lain disebut garis. 

Garis lurus adalah urutan derajat antara orangorang dimana yang satu merupakan keturunan dari yang lain. Dalam Garis lurus, dibedakan garis lurus kebawah dan garis lurus keatas. Garis lurus kebawah merupakan hubungan antara bapak-asal dan keturunannya; sedangkan garis lurus keatas adalah hubungan antara seseorang dan mereka yang menurunkannya. Sedangkan Kekeluargaan semenda adalah suatu pertalian kekeluargaan karena perkawinan, yaitu pertalian antara salah seorang dari suami-istri dan kelurga sedarah dari pihak lain. Derajat kekeluargaan semenda dihitung dengan cara yang sama seperti cara menghitung derajat kekeluargaan sedarah. 

Penghitungan PTKP ditentukan menurut keadaan awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak. 



3. Tarif Pajak 

Berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, tarif pajak yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri adalah sebagai berikut:


Tarif tertinggi bagi Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dapat diturunkan menjadi paling rendah 25% yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Apabila penerima penghasilan tidak memiliki NPWP, bendahara melakukan pemotongan PPh pasal 21 dengan tarif 20% (dua puluh persen) lebih tinggi dari tarif PPh 21 untuk pegawai yang memiliki NPWP.



4. Ruang Lingkup Pemotongan Penghasilan Pasal 21 Bendahara 

Bendahara pemerintah berkewajiban untuk memotong PPh Pasal 21 kepada Wajib Pajak yang menerima penghasilan berupa gaji, honorarium, tunjangan, uang makan, uang lembur, dan pembayaran-pembayaran lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang anggarannya dibebankan kepada APBN/APBD. 


Ruang lingkup pemotongan PPh Pasal 21 yang dilakukan oleh bendahara pemerintah, adalah: 
a. Pegawai, yaitu PNS (termasuk CPNS), Pegawai yang diusulkan menjadi CPNS (Pegawai magang), anggota TNI atau Polri, pegawai honorer dan Pegawai tidak tetap; 
b. Bukan Pegawai, yaitu pihak pemberi jasa dalam segala bidang termasuk narasumber acara atau trainer suatu kegiatan; 
c. Peserta kegiatan yang diadakan oleh instansi pemerintah atau satuan kerja. 

Penerima penghasilan yang berstatus pegawai dapat dikategorikan sebagai Pegawai tetap dan Pegawai Tidak Tetap. Dalam ruang lingkup bendahara pemerintah, Pegawai dapat dikategorikan sebagai Pegawai tetap apabila memenuhi kriteria: 
a. Memiliki surat keputusan pengangkatan sebagai Pegawai termasuk CPNS 
b. Biasanya surat keputusan tersebut memiliki jangka waktu lebih dari setahun 
c. Menerima penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Penghasilan secara teratur artinya pembayaran dilakukan secara berkala pada suatu periode tertentu. 

Sedangkan kriteria Pegawai Tidak Tetap adalah: 
a. Memiliki perjanjian atau kontrak pelaksanaan pekerjaan tertentu dalam suatu jangka waktu tertentu. 
b. Menerima penghasilan apabila yang bersangkutan bekerja berdasarkan jumlah hari kerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan, atau penyelesaian suatu jenis pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 

Berdasarkan kriteria tersebut, dalam ruang lingkup bendahara pemerintah, yang dimaksud Pegawai tetap tidak hanya terbatas Pegawai yang berstatus sebagai PNS, anggota TNI atau Polri dan pejabat negara termasuk CPNS, Pegawai yang diusulkan menjadi CPNS (Pegawai Magang) dan pegawai honorer. Sedangkan contoh Pegawai Tidak Tetap misalnya orang pribadi yang dikontrak Badan Pusat Statistik sebagai petugas sensus penduduk yang dibayar berdasar data penduduk yang berhasil dikumpulkan. 

Tidak termasuk subjek pajak yang dipotong PPh pasal 21 oleh bendahara adalah: 
a. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara asing dan orang-orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pada dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan WNI dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta negara yang bersangkutan memberikan perlakukan timbal balik 
b. Pejabat perwakilan organisasi internasional yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan WNI dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia. 


5. Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan POLRI, serta Pensiunannya 

a. Sumber Penghasilan 

Sumber penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 adalah sumber penghasilan yang diperoleh dari penghasilan yang berkaitan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang mana penghasilan tersebut dibayarkan secara tetap dan teratur setiap bulan dan penghasilan lain yang berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN/APBD. Penghasilan tetap dan teratur adalah penghasilan yang dibayarkan setiap bulannya yang dibebankan pada APBN/APBD, penghasilan tetap tersebut, antara lain: 
1) Gaji dan tunjangan lain yang sifatnya tetap dan teratur setiap bulan; atau
2) Imbalan tetap lain yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku,yang diterima oleh Pejabat Negara,PNS,TNI,POLRI dan pensiunannya. Penghasilan tersebut tidak termasuk biaya perjalanan dinas.

b. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur 

Tata cara perhitungan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur, disajikan dalam tahapan seperti gambar di bawah ini. 


PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan yang dibayarkan secara tetap dan teratur kepada PNS,Pejabat Negara,TNI, POLRI dan pensiunannya berdasarkan PP 80 tahun 2010 ditanggung pemerintah. Apabila PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya diangkat sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga yang tidak termasuk dalam kriteria Pejabat Negara, maka atas penghasilan yang menjadi beban APBN/APBD. Terkait dengan kedudukannya sebagai pimpinan dan/atau anggota pada lembaga tersebut, tetap dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 sesuai dengan ketentuan Pajak penghasilan yang berlaku dan PPh Pasal 21 yang terutang tidak ditanggung pemerintah.

Contoh 
Drs.Irwan Prayitno merupakan PNS golongan III/d yang menduduki jabatan struktural sebagai eselon IV. Dia telah menikah dan memiliki 1 orang anak. Dia telah memiliki NPWP dan menerima penghasilan yang sifatnya tetap dan teratur, maka PPh Pasal 21 yang terutang sebagai berikut: 

PPh Pasal 21 yang terutang sebesar Rp24.692,00 ditanggung pemerintah. Apabila Drs. Irwan Prayitno tidak memiliki NPWP maka dari dikenakan tambahan tarif 20% dari Rp. 24.692 yakni sebesar Rp.4.938,00, tarif lebih tinggi sebesar Rp4.938,00 (20%) tersebut, tidak dibayarkan oleh pemerintah, melainkan dipotong oleh bendahara dari penghasilan yang dibayarkan (gaji dan tunjangan).


c. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Pejabat Negara, PNS, TNI, dan POLRI dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur 

Penghasilan lain yang diterima Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya yang berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban APBN/APBD, dipotong PPh Pasal 21 oleh bendahara atau pejabat lain yang ditunjuk melaksanakan pembayaran honorarium atau imbalan lain tersebut. Pemotongan yang dilakukan oleh bendahara pemerintah atau pejabat lain tersebut bersifat final. 

Berdasarkan PP 80 tahun 2010, tarif PPh Pasal 21 atas honorarium atau imbalan lain yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, TNI, POLRI dan pensiunannya ditetapkan sebagai berikut: 
1) Tarif 0% (nol persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain yang dibayarkan kepada: 
a) PNS golongan I(satu) dan Golongan II (dua); dan 
b) Anggota TNI dan anggota POLRI dengan pangkat Tamtama dan Bintara dan pensiunannya. 

2) Tarif 5% (lima persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain yang dibayarkan kepada:
a) PNS golongan III (tiga); dan 
b) Anggota TNI dan anggota POLRI golongan /pangkat Perwira Pertama dan pensiunannnya. 

3) Tarif 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto honorarium atau imbalan lain yang dibayarkan kepada: 
a) Pejabat Negara; 
b) PNS golongan IV (empat); 
c) Anggota TNI dan anggota POLRI golongan/pangkat Perwira Menengah dan Perwira Tinggi dan pensiunannya.


Contoh
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan membayar kepada Saudara Monang Sitorus selaku pengajar bela negara pada diklat Kuasa Pengguna Anggaran, sebesar Rp. 1.000.000,00. Saudara Monang Sitorus berkedudukan sebagai pensiunan Brigadir Jenderal. Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara sebesar:



6. Pajak Penghasilan Pasal 21 Selain Pejabat Negara, PNS, ANGGOTA TNI, ANGGOTA POLRI, dan Pensiunannya 

a. Subjek Pajak 

1) Pegawai adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja, baik sebagai pegawai tetap atau pegawai tidak tetap/tenaga lepas, yang bekerja berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik secara tertulis maupun tidak tertulis, untuk melaksanakan suatu pekerjaan dalam jabatan atau kegiatan tertentu dengan memperoleh imbalan yang dibayarkan berdasarkan periode tertentu, penyelesaian pekerjaan atau ketentuan lain yang ditetapkan pemberi kerja, termasuk orang pribadi yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau Badan Usaha Milik Negara/Daerah. Subjek pajak pegawai digolongkan menjadi dua golongan, yakni:
a) Pegawai tetap adalah “pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur”, artinya penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji, tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun, yang diberikan secara periodik. Selain penghasilan yang diperoleh pegawai tetap secara teratur, terdapat pula penghasilan pegawai tetap yang diperoleh secara tidak teratur, yakni penghasilan yang diperoleh sekali dalam satu tahun atau dalam satu periode, misalnya Tunjangan Hari Raya (THR), bonus, dll. 
b) Pegawai tidak tetap /Tenaga lepas adalah “pegawai yang hanya menerima penghasilan apabila pegawai yang bersangkutan bekerja.” Perhitungan upah didasarkan pada jumlah hari bekerja, jumlah unit hasil pekerjaan yang dihasilkan atau penyelesaian suati pekerjaan yang diminta oleh pemberi kerja. 

2) Bukan pegawai, adalah orang pribadi selain pegawai tetap dan pegawai tidak tetap (tenaga kerja lepas) yang memperoleh penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun dari Pemotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 sebagai imbalan atas pekerjaan, jasa atau kegiatan tertentu yang dilakukan berdasarkan perintah atau permintaan dari pemberi penghasilan meliputi: 
a) tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; 
b) pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; 
c) olahragawan
d) penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; 
e) pengarang, peneliti, dan penerjemah; 
f) pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi, dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; 
g) agen iklan; 
h) pengawas atau pengelola proyek; 
i) pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara;
j) petugas penjaja barang dagangan; 
k) petugas dinas luar asuransi; 
l) distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya; 

Dari susunan di atas dapat dikatakan bahwa daftar tersebut berbentuk positive list yang berarti sudah jelas siapa yang dimaksud Bukan Pegawai. Pemberi jasa yag tidak termasuk dalam daftar tersebut berarti bukan Bukan Pegawai. 

3) Peserta kegiatan termasuk penerima penghasilan yang tidak dapat digolongkan ke dalam golongan pegawai dan bukan pegawai. Hal tersebut dikarenakan, peserta kegiatan tidak memiliki karakteristik seperti yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya. Peserta kegiatan adalah orang pribadi yang terlibat dalam suatu kegiatan tertentu, termasuk mengikuti rapat, sidang, seminar, lokakarya (workshop), pendidikan, pertunjukan, olahraga, atau kegiatan lainnya dan menerima atau memperoleh imbalan sehubungan keikutsertaannya dalam kegiatan.


b. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tetap dan Teratur 

Pemotongan PPh Pasal 21 untuk golongan Wajib Pajak bukan pegawai, dibedakan berdasarkan sifat penghasilannya, yakni penghasilan yang berkesinambungan dan penghasilan yang tidak berkesinambungan. Bagi Wajib Pajak yang berstatus bukan pegawai yang memenuhi syarat 
1) menerima penghasilan berkesinambungan dan telah memiliki NPWP 
2) hanya memperoleh penghasilan dari hubungan kerja dengan pemotong PPh Pasal 21, serta tidak memperoleh penghasilan lain, maka PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah:


Yang dimaksud dengan “bersifat berkesinambungan” adalah pembayaran yang dilakukan secara bulanan atau berkala lebih dari satu kali pembayaran yang sesuai dengan maksud perikatan/pemberian kerja.

Untuk golongan Wajib Pajak bukan pegawai yang tidak memenuhi dua syarat diatas maka PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah:


Contoh 
Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang hanya menerima penghasilan hanya dari satu pemberi kerja dan bersifat berkesinambungan 

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (memiliki NPWP, bukan PNS) , spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. 

Dr. Dewi Warartuti hanya menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut:


Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sebagai berikut:


Contoh: 

Penghitungan PPh Pasal 21 atas Imbalan kepada Bukan Pegawai yang menerima penghasilan lebih dari satu Pemberi Kerja dan bersifat Berkesinambungan 

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengadakan kontrak selama setahun dengan dr. Dewi Warastuti (bukan PNS, memiliki NPWP) , spesialis penyakit dalam, (status TK) sebagai dokter kesehatan di Poliklinik. Imbalan per bulan dengan kehadiran empat kali dalam seminggu dibayar sebesar Rp 20juta. Dr. Dewi Warartuti selain menerima penghasilan dari Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan juga menerima dari tempat lain Dalam hal ini, dr. Dewi Warastuti termasuk Bukan Pegawai yang menerima penghasilan (berdasarkan perikatan) bersifat berkesinambungan dan tidak hanya menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, maka penghitungan PPh Pasal 21 terutang adalah sebagai berikut: 

DPP PPh Pasal 21 per bulan = 50% x Rp 20.000.000,00 = Rp 10.000.000,00

Untuk menentukan besarnya PPh pasal 21 terutang per bulan dibuat perhitungan sebagai berikut:


c. Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Selain Profesi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang Bersifat Tidak Tetap dan Tidak Teratur 

1) Penghasilan wajib pajak bukan pegawai yang bersifat tidak tetap dan tidak teratur 

Selain penghasilan yang berkesinambungan seperti yang telah dipaparkan di atas, terdapat pula penghasilan tidak berkesinambungan yang diperoleh oleh Wajib Pajak bukan pegawai. Yang dimaksud dengan penghasilan tidak berkesinambungan yakni honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, dan pembayaran lain dengan nama apapun sebagai imbalan atas jasa atau kegiatan yang jumlahnya dihitung tidak atas dasar banyaknya hari yang diperlukan untuk menyelesaikan jasa atau kegiatan yang diberikan. PPh Pasal 21 yang dikenakan terhadap golongan ini adalah:


Perhitungan PPh pasal 21 untuk Bukan Pegawai dapat dilihat pada Gambar 2.5. 


Contoh 

Dalam acara Capacity Building, Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan mengundang seorang motivator dengan pembayaran honor sebesar Rp.120.000.000,00. Maka PPh Pasal 21 yang dipotong kepada motivator tersebut sebesar:


Sehingga PPh 21 yang harus dipotong terhadap motivator tersebut adalah Rp.4.000.000,-. Namun Apabila motivator tersebut tidak mempunyai NPWP maka dikenakan 20% lebih tinggi 120% x Rp.4.000.000,- = Rp.4.800.000,-.


2) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Dibayarkan Bulanan, Satuan, Harian, Mingguan, dan Borongan 

Pemotongan PPh Pasal 21 yang terkait dengan pekerjaan jasa, dan kegiatan orang pribadi yang menerima upah harian, mingguan dan borongan, seperti penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga lepas yang menerima upah berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, atau upah borongan, maka berdasarkan PMK 102/PMK.010/2016 berlaku ketentuan sebagai berikut: 
a) Apabila penghasilan bruto tidak melebihi Rp.450.000,- maka tidak dipotong PPh pasal 21 
b) Apabila penghasilan bruto melebihi Rp.450.000,- dan masih akumulasi masih dibawah Rp.4.500.000,- maka PPh pasal 21 = 5% x (Upah sehari – Rp.450.000,-) 
c) Apabila penghasilan bruto melebihi Rp.450.000,- sehari atau akumulasi penghasilan dalam sebulan lebih dari Rp.4.500.000,00 dan masih dibawah Rp.10.200.000,- maka PPh pasal 21 = 5% x (Upah sehari – PTKP/360) 
d) Apabila penghasilan melebihi Rp.10.200.000,- dalam 1 bulan maka PPh pasal 21 = (disetahunkan – PTKP) /12

Secara ringkas penghitungan PPh pasal 21 penghasilan secara bulanan, mingguan, satuan, borongan, harian dapat dilihat pada gambar berikut.


Contoh 1 

Seto adalah seorang pria dengan status belum nikah, pada bulan November bekerja sebagai buruh harian di kegiatan pembersihan halaman kantor Balai Diklat Keuangan, pekerjaan tersebut dilakukan selama 6 (enam) hari dengan upah per hari Rp 500.000, (Lima ratus ribu rupiah), maka perhitungan PPh 21 bagi Seto adalah sebagai berikut: 

Penghitungan PPh Pasal 21 terutang:




3) Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Jasa yang Diterima Peserta Kegiatan 

Peserta kegiatan adalah 
a) Peserta Perlombaan dalam segala bidang 
b) Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan atau kunjungan kerja 
c) Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagai penyelenggara kegiatan tertentu 
d) Peserta Pendidikan dan pelatihan 
e) Peserta Kegiatan lainnya 

Penghasilan yang diterima peserta kegiatan adalah penghasilan dengan nama dan dalam bentuk apapun baik uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dan penghasilan sejenis lainnya. Penghasilan dikenakan pemotongan PPh Pasal 21 dengan perhitungan sebagai berikut:


Contoh 

Saudara Retno mengikuti kegiatan bimbingan teknis merangkai bunga yang diselenggarakan oleh Badan Latihan Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dia menerima uang saku sebesar Rp.700.000,00. Saudara Retno telah memiliki NPWP. Maka PPh pasal 21 yang harus dipotong bendahara adalah 5% x Rp. 700.000,00 = Rp. 35.000,00.

Berikut disajikan tabel dasar perhitungan untuk menghitung PPh pasal 21 

Tabel 2.4. Dasar Penghitungan PPh pasal 21



7. Kewajiban Bendahara sebagai Pemotong PPh Pasal 21 

Kewajiban bendahara sebagai pemotong PPh Pasal 21, antara lain: 
a. Menghitung, memotong, menyetor, dan melapor hal-hal yang terkait dengan PPh Pasal 21; 
b. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21, baik diminta atau tidak pada saat dilakukan pemotongan PPh Pasal 21. 
c. Memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 Tahunan (formulir 1721 A2), kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, anggota ABRI dan para Pensiunan, dalam jangka waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan anggota ABRI berhenti bekerja/pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti potongan diberikan paling lambat 1 (satu) bulan setelah Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, dan anggota ABRI tersebut berhenti/pensiun. 
d. Melaporkan SPT Masa PPh pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak setempat. 


8. Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 

Bendahara menyetor PPh Pasal 21 yang tidak ditanggung Pemerintah dengan menggunakan kode billing ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat tanggal 10 bulan takwim berikutnya. Apabila tanggal 10 jatuh pada hari libur maka penyetoran dilakukan pada hari kerja berikutnya. PPh Pasal 21 yang terutang bagi pejabat negara, PNS, anggota ABRI yang PPh-nya ditanggung Pemerintah, Bendahara melaporkan penghitungan PPh Pasal 21 yang terutang dalam daftar gaji kepada KPPN. 

Bendahara melaporkan PPh Pasal 21 yang terutang sekalipun nihil dengan menggunakan SPT Masa (F.1.1.32.01) paling lambat tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila tanggal 20 jatuh pada hari libur, pelaporan dilakukan pada hari kerja sebelumnya. 

Contoh: 

Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan memotong honorarium yang diterima oleh Kelompok Kerja ULP Paket Renovasi Gedung Anggrek pada tanggal 25 Maret 2016. Atas pemotongan PPh Pasal 21 yang terutang dan yang telah dipotong oleh bendahara tersebut wajib disetor ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lama tanggal 10 di bulan berikutnya yaitu tanggal 10 April 2016, laporan disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak paling lama tanggal 20 di bulan berikutnya atau tanggal 20 April 2016 dengan menggunakan dan melampirkan formulir yang ditentukan (SPT Masa PPh Pasal 21/F.1.132.01, Daftar Bukti Potong PPh Pasal 21 Final/F.1.1.33.02, Bukti Potong PPh Pasal 21 Final/F.1.1.33.02 dan Bukti elektronik penyetoran pajak.

No comments: