Sunday, June 3, 2018

Rantai Nilai (Value Chain)


Menurut Porter (dalam David, 2009) bisnis sebuah perusahaan paling baik dideskripsikan sebagai rantai nilai (value chain), dimana total pendapatan dikurangi total biaya semua aktivitas yang dilakukan untuk mengembangkan dan memasarkan produk atau jasa yang menghasilkan nilai. Semua perusahaan di suatu industry memiliki rantai nilai yang serupa, yang mencakup berbagai aktivitas seperti memperoleh bahan mentah, merancang produk, membangun fasilitas manufaktur, mengembangkan perjanjian kerja sama, dan menyediakan layanan konsumen.
Womack, et. al,(1990) mendefinisikan Value Chain Analysis (VCA) sebagaiberikut:
   is a technique widely applied in the fields of operations management,process engineering and supply chain management, for the analysis and subsequent improvement of resource utilization and product flow within manufacturing processes.”
Sedang Shank, et.al (1992)mendefinisikan Value Chain Analyisis,merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan, mulai dari bahan baku samapi ketangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna jual.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan, Analisis value-chain merupakan alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik terhadap keunggulan bersaing, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain dalam industri. Value Chain mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan (Hansen, et.al: 2000). Sifat Value Chain tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur, perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis) menurut Blocher, et.al (2011) merupakan “alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih memahami keunggulan bersaingperusahaan, mengidentifikasi di mana nilai bagi pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya dapat diturunkan, dan lebih memahami hubungan perusahaan dengan pemasok, pelanggan, dan perusahaan lainnya dalam industri yang sama”. Jadi dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai digunakan untuk lebih memahami keunggulan bersaing perusahaan seperti kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan dalam menghadapi persaingan dan pasar yang berubah-ubah, mengidentifikasi cara-cara yang dapat digunakan seperti strategi yang digunakan dalam mengungguli para pesaingnya, juga dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana sebuah produk bergerak dari tahap bahan baku hingga ke pelanggan akhir, lebih memahami hubungan antara perusahaan dengan pemasok, pelanggan, bahkan para pesaing dari perusahaan lain dalam industri yang sama maupun yang tidak.
Menurut Wisdaningrum (2013) analisis rantai nilai adalah analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang berada dari dalam dan luar perusahaan. Konsep value chain memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis value chain membantu perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual kepada konsumen.
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai digunakan sebagai alat dalam membantu memahami rantai perusahaan yang dapat memberikan nilai. Arti nilai di dalam rantai nilai merupakan apa saja yang dapat membentuk suatu produk hingga produk tersebut sampai kepada konsumen akhir. Maka dapat disimpulkan bahwa analisis rantai nilai hanya mengidentifikasi aktifitas perusahaan yang dapat memberikan nilai. Apabila aktifitas tersebut tidak memberikan nilai, maka aktifitas tersebut tidak memiliki nilai dan harus dihapus.
Analisis rantai nilai dilakukan dengan cara mengidentifikasi hubungan eksternal dan internal di sepanjang rantai nilai perusahaan seperti yang dijelaskan oleh Hansen, et.al (2010) bahwa “analisis rantai nilai mengidentifikasi hubungan internal dan eksternal yang dihasilkan dalam pencapaian perusahaan baik kepemimpinan biaya atau strategi differensiasi (manapun yang ditentukan akan membentuk keunggulan bersaing yang dapat bertahan)”. Tetapi sebelum perusahaan mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya untuk melakukan analisis rantai nilainya, maka perusahaan harus memilih terlebih dahulu keunggulan bersaingnya, baik itu strategi kepemimpinan biaya maupun strategi differensiasi.
Terlepas dari kompleksitas analisis rantai nilai, David (2009) menyatakan bahwa langkah awal untuk menerapkan prosedur analisis rantai nilai ini adalah dengan membagi operasi suatu perusahaan ke dalam berbagai aktivitas atau proses bisnis yang spesifik. Kemudian analis berusaha untuk mengenakan biaya pada setiap aktivitas, dan biaya tersebut bisa dalam bentuk waktu dan uang. Terakhir analis mengubah data biaya itu menjadi informasi dengan mencari kekuatan dan kelemahan biaya kompetitif yang mungkin akan menghasilkan keunggulan ataupun kelemahan kompetitif.
Langkah awal dalam menerapkan proses rantai nilai adalah perusahaan harus membagi aktivitas perusahaan ke dalam beberapa bagian, kemudian perusahaan memilih proses bisnis yang spesifik. Selanjutnya analis membuat informasi berupa data-data biaya pada proses bisnis yang spesifik tersebut. Kemudian proses bisnis tersebut dianalisis sehingga diperoleh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh proses bisnis. Berikut ini merupakan contoh rantai nilai perusahaan.
Rantai nilai perusahaan dimulai dari input dimana input dari sebuah produk adalah bahan baku, kemudian rantai berikutnya adalah proses bisnis dan produk yang berkaitan dengan bagaimana cara mendesain produk agar dapat mengecilkan biaya, dan yang terakhir yaitu rantai nilai pelanggan dimana rantai nilai tersebut berkaitan dengan penjualan produk. Rantai nilai diklasifikasikan menjadi dua yaitu rantai nilai eksternal dan rantai nilai internal, sehingga analisis rantai nilai tidak terlepas dari hubungan/keterkaitan eksternal maupun internal. Dimana keterkaitan tersebut akan diidentifikasi terlebih dahulu kemudian dimanfaatkan.

Konsep Value Chain

                        Menurut Porter (1990) aktivitas value chain dibagi menjadi 2 yaitu:
1.    Aktivitas primer
Aktivitas primer merupakan aktivitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk penjualan, penyampai kepada pembeli, dan pelayanan purna jualnya, dimana aktivitas ini dibagi menjadi:
·   Logistic ke dalam (Inbound Logistic)
Aktivitas ini berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukkan ke produk, seperti penanganan material, pergudangan, pengendalian persediaan, penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok.
·   Operasi (Operating)
Aktivitas yang menyangkut pengubahan masukan menjadi produk akhir, seperti permesinan, pengemasan, perakitan, pemeliharaan alat-alat, pengujian, pencetakan, dan pengoperasian fasilitas.
·   Logistik ke luar (Outbound Logistic)
Aktivitas yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, pendistribusian fisik produk kepada pembeli, seperti pergudangan barang jadi, penanganan material, operasi kendaraan pengirim, pengolahan pesanan, penjadwalan.
·   Pemasaran dan Penjualan (Marketing & Sales)
Aktivitas yang menyangkut persedian sarana agar para pembeli dapat membeli produk dan aktivitas yang mempengaruhi pembeli agar mereka mau membelinya, seperti periklanan, promosi, wiraniaga, penentuan kuota, pemilihan penyalur, hubungan dengan penyalur, dan penetapan harga.
·   Pelayanan (Service)
Aktivitas yang menyangkut penyediaan layanan untuk memperkuat atau menjaga nilai produk, seperti pemasangan, perbaikan, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian produk.

2.    Aktivitas Pendukung
Aktivitas yang mendukung aktivitas primer dan juga mendukung keseluruhan rantai. Aktivitas pendukung dibagi menjadi:
·   Pembelian/Pengadaan (Procurement)
Mengacu pada fungsi pembelian masukan yang digunakan pada rantai nilai perusahaan, bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri
·   Pengembangan Teknologi (Technology department)
Setiap aktivitas yang mendukung teknologi, baik berupa pengetahuan prosedur, atau teknologi yang terlekat dalam peralatan proses. Ragam teknologi yang digunakan sangat luas, mulai dari teknologi yang digunakan dalam menyiapkan dokumen dan mengangkut barang sampai teknologi yang terlekat dalam produk yang dihasilkan itu sendiri.
·   Manajemen Sumber Daya Manusia (Human Resources Management)
Terdiri atas beberapa aktivitas yang meliputi perekrutan, penerimaan, pelatihan  pengembangan, dan kompensasi untuk semua jenis tenaga kerja.
·   Infrastruktur Perusahaan (Firm Infrastructure)
Terdiri atas sejumlah aktivitas yang meliputi manajemen umum, perencanaan, keuangan, akuntasi, hukum, hubungan dengan pemerintah dan manajemen mutu.

3.    Jenis Aktivitas
Dalam setiap kelompok aktivitas primer dan pendukung, ada tiga jenis aktivitas yang memainkan peran yang berbeda dalam keunggulan bersaing:
Ø      Langsung:
Aktivitas yang secara langsung terlibat dalam menghasilkan nilai bagi pembeli seperti: perakitan, pembuatan komponen, operasi wiraniaga, periklanan, desain produk, perekrutan, dan lain–lain.
Ø      Tidak Langsung
Aktivitas yang memungkinkan dilakukannya aktivitas langsung secara teratur, seperti pemeliharaan, penjadwalan, operasi fasilitas pabrik, administrasi tenaga penjualan, administrasi penelitian pencatatan kegiatan pemasok, dan sebagainya.
Ø      Pemastian mutu
Aktivitas yang menjamin mutu aktivitas lain, seperti pemantauan, inspeksi, pengujian, peninjauan, pemeriksaan, penyesuaian, dan pengerjaan – perbaikan produk.

No comments: