Menurut Porter (dalam David, 2009) bisnis
sebuah perusahaan paling baik dideskripsikan sebagai rantai nilai (value chain), dimana total pendapatan
dikurangi total biaya semua aktivitas yang dilakukan untuk mengembangkan dan
memasarkan produk atau jasa yang menghasilkan nilai. Semua perusahaan di suatu
industry memiliki rantai nilai yang serupa, yang mencakup berbagai aktivitas
seperti memperoleh bahan mentah, merancang produk, membangun fasilitas
manufaktur, mengembangkan perjanjian kerja sama, dan menyediakan layanan
konsumen.
Womack, et. al,(1990) mendefinisikan Value Chain
Analysis (VCA) sebagaiberikut:
“ is a technique widely applied in the fields of
operations management,process engineering and supply chain management, for the
analysis and subsequent improvement of resource utilization and product flow
within manufacturing processes.”
Sedang Shank, et.al (1992)mendefinisikan Value
Chain Analyisis,merupakan alat untuk memahami rantai nilai yang membentuk
suatu produk. Rantai nilai ini berasal dari aktifitas-aktifitas yang dilakukan,
mulai dari bahan baku samapi ketangan konsumen, termasuk juga pelayanan purna
jual.
Selanjutnya Porter (1985) menjelaskan, Analisis value-chain merupakan
alat analisis stratejik yang digunakan untuk memahami secara lebih baik
terhadap keunggulan bersaing, untuk mengidentifikasi dimana value pelanggan
dapat ditingkatkan atau penurunan biaya, dan untuk memahami secara lebih baik
hubungan perusahaan dengan pemasok/supplier, pelanggan, dan perusahaan lain
dalam industri. Value Chain
mengidentifikasikan dan menghubungkan berbagai aktivitas stratejik diperusahaan
(Hansen, et.al: 2000). Sifat Value Chain
tergantung pada sifat industri dan berbeda-beda untuk perusahaan manufaktur,
perusahaan jasa dan organisasi yang tidak berorientasi pada laba.
Analisis Rantai Nilai (Value Chain Analysis)
menurut Blocher, et.al (2011) merupakan
“alat analisis strategi yang digunakan untuk lebih memahami keunggulan bersaingperusahaan,
mengidentifikasi di mana nilai bagi pelanggan dapat ditingkatkan atau biaya
dapat diturunkan, dan lebih memahami hubungan perusahaan dengan pemasok,
pelanggan, dan perusahaan lainnya dalam industri yang sama”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa analisis rantai nilai digunakan untuk lebih memahami keunggulan
bersaing perusahaan seperti kekuatan yang dimiliki oleh perusahaan dalam
menghadapi persaingan dan pasar yang berubah-ubah, mengidentifikasi cara-cara
yang dapat digunakan seperti strategi yang digunakan dalam mengungguli para
pesaingnya, juga dapat digunakan untuk menunjukkan bagaimana sebuah produk
bergerak dari tahap bahan baku hingga ke pelanggan akhir, lebih memahami
hubungan antara perusahaan dengan pemasok, pelanggan, bahkan para pesaing dari
perusahaan lain dalam industri yang sama maupun yang tidak.
Menurut Wisdaningrum (2013) analisis rantai
nilai adalah analisis aktifitas-aktifitas yang menghasilkan nilai, baik yang
berada dari dalam dan luar perusahaan. Konsep value chain
memberikan perspektif letak perusahaan dalam rantai nilai industri. Analisis value chain membantu
perusahaan untuk memahami rantai nilai yang membentuk produk tersebut. Nilai
yang berawal dari bahan mentah sampai dengan penanganan produk setelah dijual
kepada konsumen.
Dari kutipan tersebut dapat disimpulkan bahwa
analisis rantai nilai digunakan sebagai alat dalam membantu memahami rantai
perusahaan yang dapat memberikan nilai. Arti nilai di dalam rantai nilai
merupakan apa saja yang dapat membentuk suatu produk hingga produk tersebut
sampai kepada konsumen akhir. Maka dapat disimpulkan bahwa analisis rantai
nilai hanya mengidentifikasi aktifitas perusahaan yang dapat memberikan nilai.
Apabila aktifitas tersebut tidak memberikan nilai, maka aktifitas tersebut
tidak memiliki nilai dan harus dihapus.
Analisis rantai nilai dilakukan dengan cara
mengidentifikasi hubungan eksternal dan internal di sepanjang rantai nilai
perusahaan seperti yang dijelaskan oleh Hansen, et.al (2010) bahwa “analisis rantai nilai mengidentifikasi hubungan
internal dan eksternal yang dihasilkan dalam pencapaian perusahaan baik
kepemimpinan biaya atau strategi differensiasi (manapun yang ditentukan akan
membentuk keunggulan bersaing yang dapat bertahan)”. Tetapi sebelum perusahaan
mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya untuk melakukan analisis
rantai nilainya, maka perusahaan harus memilih terlebih dahulu keunggulan
bersaingnya, baik itu strategi kepemimpinan biaya maupun strategi
differensiasi.
Terlepas dari kompleksitas analisis rantai
nilai, David (2009) menyatakan bahwa langkah awal untuk menerapkan prosedur
analisis rantai nilai ini adalah dengan membagi operasi suatu perusahaan ke
dalam berbagai aktivitas atau proses bisnis yang spesifik. Kemudian analis
berusaha untuk mengenakan biaya pada setiap aktivitas, dan biaya tersebut bisa
dalam bentuk waktu dan uang. Terakhir analis mengubah data biaya itu menjadi
informasi dengan mencari kekuatan dan kelemahan biaya kompetitif yang mungkin
akan menghasilkan keunggulan ataupun kelemahan kompetitif.
Langkah awal dalam menerapkan proses rantai
nilai adalah perusahaan harus membagi aktivitas perusahaan ke dalam beberapa
bagian, kemudian perusahaan memilih proses bisnis yang spesifik. Selanjutnya
analis membuat informasi berupa data-data biaya pada proses bisnis yang
spesifik tersebut. Kemudian proses bisnis tersebut dianalisis sehingga
diperoleh kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh proses bisnis. Berikut ini
merupakan contoh rantai nilai perusahaan.
Rantai
nilai perusahaan dimulai dari input dimana input dari sebuah produk adalah
bahan baku, kemudian rantai berikutnya adalah proses bisnis dan produk yang
berkaitan dengan bagaimana cara mendesain produk agar dapat mengecilkan biaya,
dan yang terakhir yaitu rantai nilai pelanggan dimana rantai nilai tersebut
berkaitan dengan penjualan produk. Rantai nilai diklasifikasikan menjadi dua
yaitu rantai nilai eksternal dan rantai nilai internal, sehingga analisis
rantai nilai tidak terlepas dari hubungan/keterkaitan eksternal maupun
internal. Dimana keterkaitan tersebut akan diidentifikasi terlebih dahulu
kemudian dimanfaatkan.
Konsep Value Chain
Menurut
Porter (1990) aktivitas value chain
dibagi menjadi 2 yaitu:
1.
Aktivitas
primer
Aktivitas
primer merupakan aktivitas yang terlibat dalam penciptaan fisik produk
penjualan, penyampai kepada pembeli, dan pelayanan purna jualnya, dimana
aktivitas ini dibagi menjadi:
· Logistic
ke dalam (Inbound Logistic)
Aktivitas
ini berhubungan dengan penerimaan, penyimpanan, dan penyebaran masukkan ke
produk, seperti penanganan material, pergudangan, pengendalian persediaan,
penjadwalan kendaraan pengangkut, dan pengembalian barang kepada pemasok.
· Operasi
(Operating)
Aktivitas
yang menyangkut pengubahan masukan menjadi produk akhir, seperti permesinan,
pengemasan, perakitan, pemeliharaan alat-alat, pengujian, pencetakan, dan
pengoperasian fasilitas.
· Logistik
ke luar (Outbound Logistic)
Aktivitas
yang berhubungan dengan pengumpulan, penyimpanan, pendistribusian fisik produk
kepada pembeli, seperti pergudangan barang jadi, penanganan material, operasi
kendaraan pengirim, pengolahan pesanan, penjadwalan.
· Pemasaran
dan Penjualan (Marketing & Sales)
Aktivitas
yang menyangkut persedian sarana agar para pembeli dapat membeli produk dan
aktivitas yang mempengaruhi pembeli agar mereka mau membelinya, seperti
periklanan, promosi, wiraniaga, penentuan kuota, pemilihan penyalur, hubungan
dengan penyalur, dan penetapan harga.
· Pelayanan
(Service)
Aktivitas
yang menyangkut penyediaan layanan untuk memperkuat atau menjaga nilai produk,
seperti pemasangan, perbaikan, pelatihan, pasokan suku cadang, dan penyesuaian
produk.
2.
Aktivitas
Pendukung
Aktivitas
yang mendukung aktivitas primer dan juga mendukung keseluruhan rantai.
Aktivitas pendukung dibagi menjadi:
· Pembelian/Pengadaan (Procurement)
Mengacu
pada fungsi pembelian masukan yang digunakan pada rantai nilai perusahaan,
bukan pada masukan yang dibeli itu sendiri
· Pengembangan
Teknologi (Technology department)
Setiap
aktivitas yang mendukung teknologi, baik berupa pengetahuan prosedur, atau
teknologi yang terlekat dalam peralatan proses. Ragam teknologi yang digunakan
sangat luas, mulai dari teknologi yang digunakan dalam menyiapkan dokumen dan
mengangkut barang sampai teknologi yang terlekat dalam produk yang dihasilkan
itu sendiri.
· Manajemen
Sumber Daya Manusia (Human Resources
Management)
Terdiri
atas beberapa aktivitas yang meliputi perekrutan, penerimaan, pelatihan pengembangan, dan kompensasi untuk semua
jenis tenaga kerja.
· Infrastruktur
Perusahaan (Firm Infrastructure)
Terdiri
atas sejumlah aktivitas yang meliputi manajemen umum, perencanaan, keuangan,
akuntasi, hukum, hubungan dengan pemerintah dan manajemen mutu.
3.
Jenis
Aktivitas
Dalam
setiap kelompok aktivitas primer dan pendukung, ada tiga jenis aktivitas yang
memainkan peran yang berbeda dalam keunggulan bersaing:
Ø Langsung:
Aktivitas
yang secara langsung terlibat dalam menghasilkan nilai bagi pembeli seperti:
perakitan, pembuatan komponen, operasi wiraniaga, periklanan, desain produk,
perekrutan, dan lain–lain.
Ø Tidak
Langsung
Aktivitas
yang memungkinkan dilakukannya aktivitas langsung secara teratur, seperti
pemeliharaan, penjadwalan, operasi fasilitas pabrik, administrasi tenaga
penjualan, administrasi penelitian pencatatan kegiatan pemasok, dan sebagainya.
Ø Pemastian
mutu
Aktivitas
yang menjamin mutu aktivitas lain, seperti pemantauan, inspeksi, pengujian,
peninjauan, pemeriksaan, penyesuaian, dan pengerjaan – perbaikan produk.
No comments:
Post a Comment