Monday, July 30, 2018

Ekonomi Makro dan Kebijakan


Peranan Legislatif dalam Penyusunan APBD
Alokasi anggaran setiap program di masing-masing unit kerja pada akhirnya sangat dipengaruhi oleh kesepakatan antara legislatif dan eksekutif. Prioritas dan pilihan pengalokasian anggaran pada tiap unit kerja dihasilkan setelah melalui koordinasi di antara bagian dalam lembaga eksekutif dan legislatif. Dalam usaha mencapai kesepakatan, seringkali keterkaitan antara kinerja dan alokasi anggaran menjadi fleksibel dan longgar namun dengan adanya Analisis Standar Belanja (ASB), alokasi anggaran menjadi lebih rasional. Berdasarkan kesepakatan tersebut pada akhirnya akan ditetapkanlah Perda mengenai APBD.
 
Pentingnya kerangka (framework) ekonomi makro. Langkah awal untuk pemrograman pengeluaran adalah: (1) estimasi realistis atas ketersediaan sumber daya bagi pemerintah; dan (2) penetapan tujuan fiskal. Kedua hal tersebut harus dianalisis secara berulang sampai mencapai suatu hubungan yang optimal diantara keduanya. Kapasitas untuk mengakomodasi kebijakan/program ke dalam anggaran, dan kemudian untuk menjamin terpenuhinya anggaran belanja, sebagian besar ditentukan oleh baiknya proyeksi ekonomi makro dan estimasi pendapatan. Oleh karena itu, penyiapan kerangka ekonomi makro merupakan hal mendasar dalam proses penyiapan anggaran.

Proyeksi ekonomi makro tidak sesederhana seperti meramalkan tren dari variabel ekonomi makro. Proyeksi harus berdasarkan pada definisi dari target dan instrumen, di bidang kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan perdagangan dan nilai tukar, kebijakan utang, regulasi dan promosi aktivitas sektor swasta, dan reformasi perusahaan-perusahaan publik. Sebagai contoh, kebijakan yang bertujuan untuk mengurangi tingkat inflasi secara normal akan berhubungan dengan target tingkat defisit anggaran.
 
Indikator dan target fiskal. Penetapan target fiskal secara eksplisit memberikan kerangka untuk penyusunan anggaran, memungkinkan pemerintah secara jelas dapat menetapkan kebijakan fiskal, dan memungkinkan legislatif dan masyarakat dapat memonitor implementasi kebijakan pemerintah, sehingga pada akhirnya membuat pemerintah akan akuntabel secara politik dan keuangan.
 
Pentingnya perumusan kebijakan. Anggaran merupakan instrumen ekonomi dan manajemen keuangan dan secara implisit merupakan pernyataan kebijakan, sebagaimana tercermin dalam penetapan tingkat pengeluaran yang relatif untuk program dan kegiatan yang berbeda. Perumusan kebijakan tentunya merupakan hal yang komplek dan melibatkan berbagai aktor baik di dalam maupun di luar pemerintah. Hal ini merupakan gambaran teknokratik untuk menjabarkan semua rumusan kebijakan ke dalam proses penganggaran. Oleh karena itu, harus ada artikulasi koheren antara agenda kebijakan (yang harus sesuai dengan realitas ekonomi dan fiskal) dengan anggaran (yang harus mencerminkan prioritas kebijakan pemerintah).
 
Proses penganggaran dilakukan setelah kebijakan dirumuskan dan harus menjadi instrumen utama untuk mengoperasionalkan kebijakan tersebut. Merumuskan kebijakan yang berbarengan dengan penganggaran akan menyebabkan fokus kepada isu jangka pendek dan akhirnya perumusan kebijakan menjadi kurang baik, karena perundingan masalah kebijakan akan sangat dipengaruhi dengan pertimbangan keuangan jangka pendek. Oleh karena itu, perencanaan pembangungan jangka menengah dimaksudkan sebagai instrumen untuk menyiapkan strategi pemerintah.
 
Sasaran jangka menengah pembangunan ekonomi nasional Indonesia yang ditetapkan melalui RPJM antara lain: (a) Mewujudkan Indonesia yang aman dan damai, (b) Mewujudkan Indonesia yang adil dan demokratis, dan (c) Mewujudkan Indonesia yang sejahtera. Untuk tahun 2008, sasaran tiap tahun yang ditetapkan melalui tema pembangunan adalah Percepatan Pertumbuhan Ekonomi yang Mengurangi Kemiskinan dan Pengangguran.
 
Bila pemerintah pusat selalu memperhatikan asumsi-asumsi indikator ekonomi makro dalam tiap kali penyusunan RAPBN, maka demikian pula halnya dengan pemerintah daerah dalam penyusunan RAPBD-nya. Perubahan-perubahan dalam penetapan asumsi indikator ekonomi makro di tingkat pusat tentu saja akan berdampak pada pemerintah daerah. Dampak yang paling mungkin terlihat adalah pada dana transfer yang dilakukan pemerintah pusat kepada daerah dalam bentuk dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Umum (DAU) yang menganut money follow funtions. Pemerintah pusat menetapkan pengalokasian DAU kepada daerah dengan memperhatikan kesenjangan (gap) antara Kebutuhan Fiskal Daerah dengan Kapasitas Fiskal Daerah. Oleh karena itu, perubahan asumsi indikator ekonomi makro yang dilakukan oleh pemerintah pusat sudah sebaiknya ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dalam penyusunan RAPBD maupun RAPBD-Perubahan.

No comments: