Wednesday, August 1, 2018

Corporate Governance


1. Definisi Corporate Governance
Menurut Nuryaman (2008) Corporate Governance merupakan salah satu elemen kunci untuk meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, pemegang saham, stakeholders lainnya.

Corporate governance merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan bisa berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan (Herawaty, 2008).

Sedangkan Corporate Governance adalah konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi dan monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan (Nasution, 2007).

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI, 2004) corporate governance merupakan seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola ) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.
Corporate governance merupakan salah satu elemen kunci untuk meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi serangkaian hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, pemegang saham, dan stakeholders lainnya. Corporate governance juga memberikan suatu struktur yang memfasilitasi penentuan sasaran-sasaran dari suatu perusahaan, dan sebagai sarana untuk menentukan teknik monitoring kinerja (Ujiyanto, 2007).

Sedangkan Bank Dunia (World Bank) mendefinisikan good corporate governance sebagai kumpulan hukum, peraturan dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi, yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan untuk berfungsi secara efisien guna menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan (Effendy, 2009).

Corporate governance merupakan suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan yang diharapkan dapat memberikan dan meningkatkan nilai perusahaan kepada para pemegang saham (Siallagan, 2006).

Dalam penelitian ini mekanisme corporate governance dilihat dari, kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris.

a. Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institutional adalah saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga (perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan institusi lain) (Midiastuty dan Machfoedz, 2003).

Terdapat dua pendapat yang bertentangan menyangkut kepemilikan institusional pendapat pertama, yaitu berdasar pada pandangan bahwa kepemilikan institusional adalah pemilik sementara yang biasa terfokus pada current earning sehingga manajer terpaksa melakukan tindakan meningkatkan laba. Pendapat kedua yaitu kepemilikan institusional adalah shophisiticated sehingga dapat melakukan fungsi monitoring secara lebih efektif dan tidak mudah di perdaya atau percaya dengan tindakan manipulasi oleh manajer.

Kepemilikan institusional memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses monitoring secara efektif sehingga mengurangi tindakan manajemen melakukan manajemen laba (Ujiyanto, 2007). Melalui mekanisme kepemilikan institusional, efektivitas pengelolaan sumber daya perusahaan oleh manajemen dapat diketahui dari informasi yang dihasilkan melalui reaksi pasar atas pengumuman laba.

Prosentase saham tertentu yang dimiliki oleh institusi dapat mempengaruhi proses penyusunan laporan keuangan yang tidak menutup kemungkinan berpengaruh terhadap akrualisasi sesuai kepentingan pihak manajemen ( Buediono, 2005).

b. Kepemilikan Manajerial
Konflik keagenan disebabkan oleh adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian dalam perusahaan. Dinyatakan bahwa semakin terkonsentrasi kepemilikan perusahaan pada satu orang maka kendali akan menjadi semakin kuat dan cenderung menekan konflik keagenan.

Kepemilikan manajerial merupakan isu penting dalam teori keagenan sejak dipublikasikan oleh Jensen dan Meckling (1976) yang menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen dalam suatu perusahaan maka manajemen akan berupaya lebih giat untuk memenuhi kepentingan pemegang saham yang juga adalah dirinya sendiri.

Pemahaman terhadap kepemilikan perusahaan sangat penting karena berkaitan dengan pengendalian operasional perusahaan. Dari sudut pandang teori akuntansi, manajemen laba sangat ditentukan oleh motivasi manajer perusahaan. Motivasi yang berbeda akan menghasilkan besaran manajemen laba yang berbeda, seperti antara manajer yang juga sekaligus sebagai pemegang saham dan manajer yang tidak sebagai pemegang saham. Hal ini sesuai dengan sistem pengelolaan perusahaan dalam dua kriteria:
a) Perusahaan dipimpin oleh manajer dan pemilik (owner-manager)
b) Perusahaan yang dipimpin oleh manajer dan non pemilik (non owners-manager).

Dua kriteria ini akan mempengaruhi manajemen laba, sebab kepemilikan seorang manajer akan ikut menentukan kebijakan dan pengambilan keputusan terhadap metode akuntansi yang diterapkan pada perusahaan yang mereka kelola. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba. Kepemilikan manajerial memiliki kemampuan untuk mengurangi insentif para manajer yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat pengawasan yang intens (Boediono, 2005).

c. Proporsi Dewan Komisaris Independen
Komposisi dewan komisaris adalah susunan keanggotaan yang terdiri dari komisaris dari luar perusahaan (komisaris independen) dan komisaris dari dalam perusahaan. Proporsi dewan komisaris dapat memberikan kontribusi yang efektif terhadap hasil dari proses penyusunan laporan keuangan yang berkualitas atau kemungkinan terhindar dari kecurangan laporan keuangan.

Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi oleh pihak manajemen, anggota dewan komisaris lainnya, pemegang saham pengendali, serta bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk bertindak independen demi kepentingan perusahaan (KNKG, 2006).

Non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance (Ujianto, 2007).

Dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001). Selain mensupervisi dan memberi nasihat pada dewan direksi sesuai dengan UU No. 1 tahun 1995, fungsi dewan komisaris yang lain sesuai dengan yang dinyatakan dalam National Code for Good Corporate Governance 2001 adalah memastikan bahwa perusahaan telah melakukan tanggung jawab sosial dan mempertimbangkan kepentingan berbagai stakeholder perusahaan sebaik memonitor efektifitas pelaksanaan good corporate governance (Sefiana, 2009).

Menurut FCGI (2001) kriteria komisaris independen adalah sebagai berikut:
1) Komisaris independen bukan merupakan anggota manajemen.
2) Komisaris independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau secara tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan.
3) Komisaris independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan dalam satu kelompok usaha dan tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi tersebut.
4) Komisaris independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut.
5) Komisaris independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan dalam satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak secara langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut.
6) Komisaris tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan dalam satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut.
7) Komisaris independen harus bebas dari kepentingan atau urusan bisnis apapun yang dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan perusahaan.

d. Ukuran Dewan Komisaris

Ukuran dewan komisaris merupakan jumlah anggota dewan komisaris perusahaan baik berasal dari internal perusahaaan maupun eksternal perusahaan (Ujiyanto, 2007). Semakin banyaknya personil yang menjadi dewan komisaris dapat berakibat pada makin buruknya kinerja yang dimiliki perusahaan.

Hal tersebut dapat di jelaskan dalam agency problem (masalah keagenan) yaitu dengan makin banyaknya anggota dewan komisaris semakin sulit dalam menjalankan perannya, diantaranya kesulitan dalam berkomunikasi dan mengkoordinir kerja dari masing masing anggota dewan itu sendiri, kesulitan yang dialami adalah sulitnya menjalankan tugas pengawasan terhadap manajemen perusahaan yang nantinya berdampak pula terhadap kinerja perusahaan yang semakin menurun (Ujiyanto, 2007).

2. Prinsip-Prinsip Corporate Governance

FCGI (2004) memuat uraian dalam Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) bahwa terdapat empat unsur penting dalam corporate governance, yaitu:
a. Keadilan (Fairness)

Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.

b. Transparansi (Transparancy)

Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas dan dapat dibandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.

c. Akuntabilitas (Accountability)
Menjelaskan peran dan tanggungjawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham sebagaimana yang diawasi Dewan Komisaris.

d. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. 

Sedangkan prinsip-prinsip corporate governance yang dikembangkan oleh OECD (Effendi, 2009) mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham
Hak-hak pemegang saham adalah pemberian informasi yang benar, tepat, & tepat waktu mengenai perusahaan yang berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan yang mendasar dalam perusahaan dan memperoleh bagian dari keuntungan perusahaaan.

b) Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham
Perlakuan yang sama terhadap pemegang saham terutama pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing dalam hal keterbukaan informasi.

c) Peranan semua hak yang berkepentingan (stakeholder) dalam corporate governance
Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerjasama yang aktif antara perusahaan dan pemegang kepentingan dalam mencapai tujuan perusahaan.

d) Keterbukaan dan transparansi
Pengungkapan yang akurat dan tepat waktu serta transparansi mengenai semua hal yang berkaitan dengan kinerja perusahaan, kepemilikan serta para pemegang kepentingan.

e) Akuntabilitas dewan komisaris
Kerangka yang dibangun dalam corporate governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris, dan pertanggungjawaban dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham.

3. Mekanisme Corporate Governance
Mekanisme merupakan cara kerja sesuatu yang tersistem untuk mempengaruhi persyaratan tertentu. Mekanisme corporate governance merupakan suatu prosedur dan hubungan yang jelas antara pihak yang mengambil keputusan dengan pihak yang melakukan kontrol/ pengawasan terhadap keputusan.

Penelitian mengenai Corporate governance menghasilkan berbagai mekanisme yang bertujuan untuk meyakinkan bahwa tindakan manajemen selaras dengan kepentingan stakeholder. Mekanisme Corporate Governance ada 2 kelompok (Herawaty, 2007):
a. Mekanisme Internal (Internal Mechanisme) adalah cara untuk mengendalikan perusahaan dengan menggunakan struktur dan proses internal, seperti komposisi dewan direksi atau komisaris, kepemilikan manajerial dan kompensasi eksekutif.
b. Mekanisme eksternal (External mechanisme) adalah cara mempengaruhi perusahaan selain dengan menggunakan mekanisme internal seperti pengendalian oleh pasar dan level debt financing, peraturan hukum, investor, akuntan publik.

4. Tujuan Corporate Governance

Menurut Wardani (2008) penerapan prinsip Good Corporate Governance secara konkret, memiliki tujuan terhadap perusahaan sebagai berikut:
a. Memudahkan akses terhadap investasi domestik maupun asing;
b. Mendapatkan cost of capital yang lebih murah;
c. Memberikan keputusan yang lebih baik dalam meningkatkan kinerja ekonomi perusahaan;
d. Meningkatkan keyakinan dan kepercayaan dari stakeholders terhadap perusahaan;
e. Melindungi direksi dan komisaris dari tuntutan hukum.
Sedangkan menurut FCGI tujuan corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan. Corporate governance dimaksudkan untuk:
1) Mengatur hubungan-hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi.
2) Mencegah terjadinya kesalahan-kesalahan yang signifikan dalam strategi korporasi. Korporasi adalah mekanisme yang dibangun agar berbagai pihak dapat memberikan kontribusi berupa modal, keahlian (expertise), dan tenaga, demi manfaat bersama.
3) Memastikan bahwa kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat diperbaiki segera. Industri pasar modal telah berkembang. Secara teoritis, pratik good corporate governance dapat meningkatkan nilai (valuation) perusahaan dengan meningkatkan kinerja keuangan mereka, mengurangi risiko yang mungkin dilakukan oleh dewan dengan keputusan-keputusan yang menguntungkan diri sendiri, dan umumnya corporate governance dapat meningkatkan kepercayaan investor.

No comments: