Sunday, January 6, 2019

Kepatuhan Pajak


Kepatuhan perpajakan (tax compliance) dapat didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku WP yang melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. 

Ada dua macam kepatuhan perpajakan, yaitu kepatuhan formal dan kepatuhan material (Nurmantu: 1992). Kepatuhan formal adalah suatu keadaan dimana WP memenuhi kewajiban perpajakan dengan menitikberatkan pada nama dan bentuk kewajiban saja, tanpa memperhatikan hakekat kewajiban itu. Misalnya menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan (SPT PPh) sebelum tanggal 31 Maret ke KPP, dengan mengabaikan apakah isi SPT PPh tersebut sudah benar atau belum, yang penting SPT PPh sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret. Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan di mana WP selain memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat kewajiban perpajakannya. Di sini WP yang bersangkutan, selain memperhatikan tanggal penyampaian SPT PPh juga memperhatikan kebenaran yang sesungguhnya dari isi dan hakekat SPT PPh tersebut. 

Hasil penelitian Lizha Evadiar (2009) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan WP OP di Kota Batu Jawa Timur dalam memiliki NPWP cukup baik di mana faktor kesadaran perpajakan dan sikap rasional WP berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan WP OP dalam memiliki NPWP. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Riduan Darwin (2005) terhadap kepatuhan kepemilikan NPWP oleh pejabat eselon II dan III Pemerintah Kota Metro Lampung yaitu didapat hasil bahwa faktor pengetahuan WP, kesadaran WP, dan penegakan hukum mempengaruhi secara signifikan terhadap kepatuhan, sedangkan variabel instruksi atasan untuk mematuhi pajak tidak mempengaruhi secara signifikan. Tetapi, hasil penelitian Novitasari (2007) yang dilakukan di Baliwerti membuktikan sebaliknya bahwa faktor kesadaran perpajakan, sikap rasional WP, lingkungan WP berada, hukum pajak dan sikap fiskus (petugas pajak) yang mempengaruhi kepatuhan WP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap kewajiban pajak.

Persepsi dalam arti umum adalah pandangan seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan bertindak. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesankesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri individu. Persepsi dipengaruhi oleh faktor pengalaman, proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis. 

Persepsi ditentukan juga oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara lain kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin, dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain: lingkungan keluarga, hukum yang berlaku, dan nilai-nilai dalam masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, persepsi adalah suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek itu. Rina Hakim Lewa (2009) meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi kesadaran WP OP memiliki NPWP yaitu persepsi WP terhadap manfaat pajak, persepsi WP terhadap kualitas pelayanan aparat perpajakan, dan pengetahuan teknis perpajakan. Penelitian dilakukan di Kelurahan Maricaya Selatan, Makassar. Hasil penelitian membuktikan bahwa persepsi WP terhadap manfaat pajak, persepsi WP terhadap kualitas pelayanan aparat perpajakan, dan pengetahuan teknis perpajakan mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kesadaran WP OP memiliki NPWP. 

Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor persepsi WP dalam hal kepemilikan NPWP berkaitan dengan maksimalisasi manfaat pajak oleh pemerintah, kualitas pelayanan aparat perpajakan. Persepsi WP dapat diartikan sebagai tingkat kepercayaan terhadap kinerja DJP maupun nilai-nilai profesionalisme, dan integritas aparat perpajakan.

Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti memerlukan (Mahirjanto:54). Kebutuhan memiliki NPWP bagi WP OP dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana WP OP tersebut sangat memerlukan NPWP dan faktor kebutuhan bagi WP sendiri harus berkaitan dengan manfaat dari memiliki NPWP. Victor H. Vroom mengajukan suatu teori yang disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan yang bersangkutan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu. Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya. Menurut teori harapan, jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, maka motivasi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya akan menjadi rendah.

Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti mudah atau tidak sulit (Mahirjanto: 249). Kemudahan memiliki NPWP dapat diartikan bahwa WP tidak mengalami kesulitan untuk mendapatkan dan menghapus NPWP maupun menjalankan hak serta kewajiban perpajakan setelah memilikinya. Terkait dengan kemudahan dan dalam rangka meraih kepercayaan masyarakat, DJP melakukan program modernisasi perpajakan secara komprehensif yang meliputi modernisasi Sistem Administrasi Perpajakan, modernisasi Organisasi dan Sistem Informasi dan modernisasi Kualitas Sumber Daya Manusia (The Indonesian Tax in Brief:2006). Salah satu tujuan program modernisasi adalah mendapatkan tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi dan kepercayaan terhadap administrasi perpajakan. Oleh karena itu, teknologi informasi terkini dalam pelayanan perpajakan diterapkan seperti on-line payment, eSPT, e-Filling, e-Registration, sistem informasi DJP dan SISMIOP (Sistem Manajemen Informasi Objek Pajak) pada bidang Pajak Bumi dan Bangunan.

Menurut kamus Bahasa Indonesia (Mahirjanto: 285), sanksi adalah hukuman, tindakan paksaan atas pelanggaran. Dalam arti lainnya, sanksi dikatakan sebagai imbalan negatif, berupa pembebanan atau penderitaan yang ditentukan dalam hukum. Faktor sanksi sesuai perundangundangan yang berlaku bagi WP yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tetapi tidak memiliki NPWP adalah sudah jelas yakni sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi. Sanksi tersebut dapat diartikan sebagai hukuman untuk memaksa WP OP menaati ketentuan undang-undang perpajakan.

No comments: