Kepatuhan perpajakan (tax compliance) dapat
didefinisikan sebagai suatu sikap atau perilaku
WP yang melaksanakan semua kewajiban perpajakannya dan menikmati semua hak perpajakannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.
Ada dua macam kepatuhan perpajakan, yaitu
kepatuhan formal dan kepatuhan material (Nurmantu: 1992). Kepatuhan formal adalah suatu
keadaan dimana WP memenuhi kewajiban perpajakan dengan menitikberatkan pada nama dan
bentuk kewajiban saja, tanpa memperhatikan
hakekat kewajiban itu. Misalnya menyampaikan
Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
(SPT PPh) sebelum tanggal 31 Maret ke KPP,
dengan mengabaikan apakah isi SPT PPh tersebut
sudah benar atau belum, yang penting SPT PPh
sudah disampaikan sebelum tanggal 31 Maret.
Kepatuhan materiil adalah suatu keadaan di
mana WP selain memenuhi kewajiban yang berhubungan dengan nama dan bentuk kewajiban
perpajakan, juga terutama memenuhi hakekat
kewajiban perpajakannya. Di sini WP yang bersangkutan, selain memperhatikan tanggal penyampaian SPT PPh juga memperhatikan kebenaran
yang sesungguhnya dari isi dan hakekat SPT PPh
tersebut.
Hasil penelitian Lizha Evadiar (2009) menunjukkan bahwa tingkat kepatuhan WP OP di Kota
Batu Jawa Timur dalam memiliki NPWP cukup
baik di mana faktor kesadaran perpajakan dan
sikap rasional WP berpengaruh signifikan terhadap tingkat kepatuhan WP OP dalam memiliki
NPWP. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian
Riduan Darwin (2005) terhadap kepatuhan kepemilikan NPWP oleh pejabat eselon II dan III
Pemerintah Kota Metro Lampung yaitu didapat
hasil bahwa faktor pengetahuan WP, kesadaran
WP, dan penegakan hukum mempengaruhi secara
signifikan terhadap kepatuhan, sedangkan variabel instruksi atasan untuk mematuhi pajak tidak
mempengaruhi secara signifikan. Tetapi, hasil
penelitian Novitasari (2007) yang dilakukan di
Baliwerti membuktikan sebaliknya bahwa faktor
kesadaran perpajakan, sikap rasional WP, lingkungan WP berada, hukum pajak dan sikap fiskus
(petugas pajak) yang mempengaruhi kepatuhan
WP tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
kewajiban pajak.
Persepsi dalam arti umum adalah pandangan
seseorang terhadap sesuatu yang akan membuat
respon bagaimana dan dengan apa seseorang akan
bertindak. Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesankesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi
lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali
didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Kesan yang diterima individu sangat tergantung pada
seluruh pengalaman yang telah diperoleh melalui
proses berpikir dan belajar, serta dipengaruhi oleh
faktor yang berasal dari dalam diri individu.
Persepsi dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar, cakrawala, dan pengetahuan terhadap objek psikologis.
Persepsi ditentukan juga
oleh faktor fungsional dan struktural. Beberapa
faktor fungsional atau faktor yang bersifat personal antara lain kebutuhan individu, pengalaman, usia, masa lalu, kepribadian, jenis kelamin,
dan lain-lain yang bersifat subyektif. Faktor struktural atau faktor dari luar individu antara lain:
lingkungan keluarga, hukum yang berlaku, dan
nilai-nilai dalam masyarakat. Berdasarkan uraian
di atas, persepsi adalah suatu proses aktif timbulnya kesadaran dengan segera terhadap suatu
obyek yang merupakan faktor internal serta eksternal individu meliputi keberadaan objek, kejadian dan orang lain melalui pemberian nilai terhadap objek itu.
Rina Hakim Lewa (2009) meneliti faktorfaktor yang mempengaruhi kesadaran WP OP
memiliki NPWP yaitu persepsi WP terhadap manfaat pajak, persepsi WP terhadap kualitas pelayanan aparat perpajakan, dan pengetahuan teknis
perpajakan. Penelitian dilakukan di Kelurahan
Maricaya Selatan, Makassar. Hasil penelitian membuktikan bahwa persepsi WP terhadap manfaat
pajak, persepsi WP terhadap kualitas pelayanan
aparat perpajakan, dan pengetahuan teknis perpajakan mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap kesadaran WP OP memiliki NPWP.
Persepsi adalah sebuah proses saat individu
mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan
sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri. Faktor
persepsi WP dalam hal kepemilikan NPWP berkaitan dengan maksimalisasi manfaat pajak oleh
pemerintah, kualitas pelayanan aparat perpajakan. Persepsi WP dapat diartikan sebagai tingkat
kepercayaan terhadap kinerja DJP maupun nilai-nilai profesionalisme, dan integritas aparat perpajakan.
Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti memerlukan (Mahirjanto:54). Kebutuhan memiliki NPWP bagi WP OP dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana WP OP
tersebut sangat memerlukan NPWP dan faktor
kebutuhan bagi WP sendiri harus berkaitan
dengan manfaat dari memiliki NPWP. Victor H. Vroom mengajukan suatu teori yang
disebutnya sebagai “Teori Harapan”. Menurut
teori ini, motivasi merupakan akibat suatu hasil
dari yang ingin dicapai oleh seorang dan perkiraan
yang bersangkutan bahwa tindakannya akan
mengarah kepada hasil yang diinginkannya itu.
Artinya, apabila seseorang sangat menginginkan
sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk
memperolehnya, yang bersangkutan akan berupaya mendapatkannya.
Menurut teori harapan, jika seseorang menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh
sesuatu itu cukup besar, yang bersangkutan akan
sangat terdorong untuk memperoleh hal yang
diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang diinginkannya itu tipis, maka
motivasi untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya akan menjadi rendah.
Kebutuhan menurut kamus Bahasa Indonesia berarti mudah atau tidak sulit (Mahirjanto:
249). Kemudahan memiliki NPWP dapat diartikan
bahwa WP tidak mengalami kesulitan untuk
mendapatkan dan menghapus NPWP maupun
menjalankan hak serta kewajiban perpajakan
setelah memilikinya.
Terkait dengan kemudahan dan dalam
rangka meraih kepercayaan masyarakat, DJP
melakukan program modernisasi perpajakan
secara komprehensif yang meliputi modernisasi
Sistem Administrasi Perpajakan, modernisasi
Organisasi dan Sistem Informasi dan modernisasi
Kualitas Sumber Daya Manusia (The Indonesian
Tax in Brief:2006). Salah satu tujuan program
modernisasi adalah mendapatkan tingkat kepatuhan perpajakan yang tinggi dan kepercayaan
terhadap administrasi perpajakan. Oleh karena
itu, teknologi informasi terkini dalam pelayanan
perpajakan diterapkan seperti on-line payment, eSPT, e-Filling, e-Registration, sistem informasi
DJP dan SISMIOP (Sistem Manajemen Informasi
Objek Pajak) pada bidang Pajak Bumi dan
Bangunan.
Menurut kamus Bahasa Indonesia (Mahirjanto: 285), sanksi adalah hukuman, tindakan
paksaan atas pelanggaran. Dalam arti lainnya,
sanksi dikatakan sebagai imbalan negatif, berupa
pembebanan atau penderitaan yang ditentukan
dalam hukum. Faktor sanksi sesuai perundangundangan yang berlaku bagi WP yang berpenghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP) tetapi tidak memiliki NPWP adalah sudah
jelas yakni sanksi pidana dan/atau sanksi administrasi. Sanksi tersebut dapat diartikan sebagai
hukuman untuk memaksa WP OP menaati
ketentuan undang-undang perpajakan.
No comments:
Post a Comment