Sunday, August 8, 2021

PROFESI AKUNTAN DI ERA BIG DATA

 

Saat ini setiap hari di seluruh dunia dihasilkan 2,5 quintillion byte data terstruktur maupun tidak terstruktur sehingga faktor kunci keberhasilan perusahaan adalah ketersediaan informasi yang relevan pada waktu yang tepat agar perusahaan mampu mengimbangi peningkatan volume data, serta kompleksitas bisnis dan peraturan (EY, 2014). Saat ini dapat dikatakan bahwa kita telah memasuki era big data karena semakin banyak bidang yang melibatkan big data, mulai dari ekonomi global, administrasi masyarakat, penelitian ilmiah hingga keamanan nasional (Chen dan Zhang, 2014).

Sebenarnya Big Data adalah istilah umum yang tidak tepat yang mengacu pada penggunaan sebuah set data dalam jumlah besar dalam ilmu data dan analisis prediktif (Tene dan Polonetsky, 2013). Menurut Kitchin (2013), Big Data adalah data yang volumenya besar dalam volume, berkecepatan tinggi bahkan mendekati real-time, dalam format yang beragam (terstruktur dan tidak terstruktur), dan berupa keseluruhan populasi dalam sistem. Sejalan dengan Kitchin (2013), Yang (2013) berpendapat bahwa definisi big data tidak ada hubungannya dengan data itu sendiri namun merujuk pada munculnya teknologi yang dapat memproses beraneka jenis data dengan karakteristik volume data besar, kecepatan data tinggi, ketidakpastian dan abnormalitas data tinggi, format data sangat beragam, data membutuhkan verifikasi lebih lanjut, dan data memiliki nilai bagi proses bisnis.

Big data mengumpulkan konten dari beragam interaksi dan infrastruktur pengguna sensor online, mulai dari transaksi online, permintaan pencarian, catatan kesehatan, jaringan komunikasi, jaringan listrik, dan telepon seluler (Crawford dan Schultz, 2014). Lembaga McKinsey melaporkan potensi transformatif big data dalam pertumbuhan ekonomi dunia dengan meningkatkan produktivitas dan daya saing perusahaan, dan juga administrasi publik(Manyika et al, 2012).Basu (2013) mengamati bahwa kebanyakan bisnis saat ini menggunakan data terstruktur (angka dan kategori) meskipun 80% dari data yang dihasilkan organisasi bersifat tidak terstruktur, dan dalam beragam format seperti teks, video, audio, diagram, gambar, dan kombinasi dari dua atau lebih format yang tersimpan dalam gudang data perusahaan (data warehouse).

Big data dapat menjadi sebuah keunggulan kompetitif perusahaan dan menjadi penentu kesuksesan suatu perusahaan apabila digunakan secara tepat (Joachim, 2018).Volume data bisnis secara global berlipat ganda setiap 1,2 tahun (Manyikaet al, 2012), sehingga hampir semua perusahaan mengalami permasalahan big data, terutama perusahaan multinasional sebab memiliki jumlah konsumen yang sangat besar yang tersebar di seluruh penjuru dunia sehingga volume data transaksi sangat besar dan kecepatan data transaksi juga sangat cepat.

Akuntan adalah salah satu profesi yang paling terpengaruh oleh era big data sebab bidang pekerjaan mereka mengalami kemajuan luar biasa berkat pertumbuhan teknologi informasi di era big data (Rom dan Rodhe, 2007).Semakin banyak sistem informasi akuntansi terkomputerisasi yang mampu mengotomatisasi pembuatan laporan keuangan secara real time sehingga memangkas biaya dan waktu sekaligus meningkatkan keakuratan laporan keuangan, mewujudkan paperless office,jejak audit secara otomatis terekam oleh sistem, pengumpulan data secara otomatis dan real time, dan menjamin keamanan data dengan sistem otorisasi(Lobo, Tilt, dan Forsaith, 2004; Ghasemi, Shafeiepour, Aslani, danBarvayeh, 2011). Oleh karena itu, banyak pihak mengkhawatirkan profesi akuntan tidak lagi dibutuhkan oleh dunia bisnisdi era big data karena digantikan oleh berbagai software akuntansi yang lebih murah, lebih cepat dan lebih akurat dalam mencatat transaksi keuangan.

Profesi akuntan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan ekonomi setiap negara (Dauda, Ombugadu, dan Aku, 2015). Peran penting profesi akuntan ini tidak lain karena profesi akuntan mampu melakukan pengukuran dan pelaporan sistem informasi yang terkait dengan aspek ekonomi mikro maupun ekonomimakro (Okolie dan Amos, 2014).

Kini di era big data, software akuntansi telah mampu melakukan beragam tugas rumit yang di masa lalu hanya bisa dilakukan oleh profesi akuntan. Penggunaan sistem informasi akuntansi terkomputerisasi telah memberikan peluang bagi perusahaan untuk melakukan fungsi akuntansi dengan lebih efektif dan efisien sebagai akibat penghematan waktu dan biaya yang signifikan, bahkan dapat mewujudkan paperless office.

Contohnya aritmatika penambahan debet dan kolom kredit dilakukan secara otomatis dan dengan akurasi total oleh komputer, jejak audit secara otomatis terekam oleh sistem, pengecekan pemenuhan ketaatan terhadap regulasi dan hokum secara otomatis, memfasilitasi pelaporan keuangan realtime, rekonsiliasi penerimaan berupa pengubahan penerimaan menjadi data yang dapat baca oleh mesin kemudian merekonsiliasikannya dengan data transaksi, memfasilitasi pendeteksian dan prediksi fraud, dan analisis tren berupa analisis prediktif menggunakan data yang dimiliki perusahaan, meningkatkan keamanan data dengan sistem kata sandi software akuntansi (Ghasemi, Shafeiepour, Aslani,dan Barvayeh, 2011; Marr, 2016).

Hal inilah yang memicu kekhawatiran tidak diperlukannya lagi profesi akuntan oleh dunia bisnis. Paradox big data timbul karena di satu sisi profesi akuntan menghadapi risiko peran mereka dalam fungsi keuangan menghilang namun di sisi lain mendapatkan peluang strategis dalam membantu proses pengambilan keputusan manajemen dengan cara mengidentifikasi pilihan yang tersedia bagi pihak pengambil keputusan dengan menggunakan analisis big data (IMA dan ACCA, 2015), di masa lalu maupun di era big data, profesi akuntan akan tetap memegang peran penting dalam sistem informasi pengukuran dan pelaporan yang terdiri dari akuntansi bisnis, akuntansi pemerintah, akuntansi sosial, audit dan perpajakan karena sesungguhnya profesi akuntan muncul sebagai tindaklanjut keinginan manusia untuk menggunakan sumber daya yang langka secara bijaksana, mengumpulkan kekayaan dan menghasilkan barang dan jasa berkualitas tinggi dalam persaingan ekonomi yang kompetitif.

Era big data memberikan dampak signifikan terhadap profesi akuntan, antara lain:

1) Profesi akuntan harus meningkatkan kompetensi di bidang teknologi digital agar dapat mengoptimalkan penggunaan aset big data yang dimiliki perusahaan;

2) Profesi akuntan dituntut memiliki kompetensi dan keterampilan dalam teknologi digital terutama dalam bidang manajemen keuangan;

3) Permintaan akan jasa profesi akuntan di bidang teknis akan berkurang karena telah banyak tersedia software akuntansi yang murah dan mudah digunakan oleh orang awam sekalipun;

4) Pemeriksaan bukti audit dilaksanakan secara otomatis terhadap keseluruhan transaksi dan keseluruhan bukti transaksi.

Big data mengumpulkan banyak dataset yang berbeda bersama-sama dalam satu gudang data untuk memungkinkan analisis data yang berbeda untuk menemukan pola-pola baru, hubungan, dan korelasi dalam data (Alles danGray, 2015). Big data dapat dimanfaatkan oleh akuntan untuk meningkatkan efektivitas perusahaan melalui beberapa cara berikut ini (Whithouse, 2014;Austin, 2015; Smith, 2016):

1) Analisis deskriptif big data, untuk membantu memahami apa yang telah terjadi dan apa yang saat ini sedang terjadi di dalam perusahaan;

2) Analisis diagnostik, untuk membantu menilai mengapa suatu kejadian dan hasil tertentu terjadi;

3) Analisis prediktif, untuk membantu menentukan apa yang kemungkinan besar akan terjadi berdasarkan serangkaian variabel;

4) Analisis preskriptif, untuk membantu menentukan pilihan terbaik yang bisa diambil dalam menanggapi serangkaian kejadian; dan

5) Forensic Data Analytics (FDA), yaitu analisis terhadap 100% data transaksi yang mendasari laporan keuangan untuk kemudian digunakan auditor dalam memprediksi fraud, profitabilitas dan going concern perusahaan;

6) Memudahkan pengelolaan dan pengamanan data;

7) Memudahkan penyelarasan sumber daya perusahaan dengan strategi perusahaan.

Ada tiga tahap yang diperlukan untuk mendapatkan nilai manfaat dari Big Data (Daniel, 2014) yaitu:

1) Pengumpulan big data, melibatkan proses identifikasi, pemilahan data berdasarkan relevansi data dan penyimpanan data dalam gudang data;

2) Analisis big data, berguna untuk memahami informasi yang terkandung dalam big data;

3) Visualisasi dan aplikasi, pada tahap terakhir ini data telah ditafsirkan dan diintegrasikan dalam proses bisnis yang ada sehingga dapat digunakan sebagai panduan dalam pembuatan keputusan.

Setelah mengetahui tahap yang diperlukan untuk mendapatkan nilai manfaat big data, maka kita perlu mengetahui langkah-langkah analisis big data berikut ini (Labrinididan Jagadish, 2015):

1) Akuisisi big data, yaitu pengumpulan dan penyaringan data mentah dari berbagai sumber informasi;

2) Ekstraksi informasi big data, yaitumenarik keluar informasi yang diperlukan lalu mengungkapkannya dalam bentuk terstruktur yang dapatdianalisis;

3) Analisis big data, yang menjadi tantangan dalam tahap ini adalah kurangnya koordinasi antara sistem basis data (sistem yang menghosting data dan menyediakan kueri SQL) dengan paket analisis yang melakukan berbagai bentuk pemrosesan non-SQL (seperti misalnya penambangan data dan analisis statistik);

4) Penafsiran hasil analisis big data oleh para pembuat keputusan.

Meskipun big data berpotensi menjadi sumber daya yang sangat berharga bagi perusahaan namun anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar dan masih memerlukan analisis lebih lanjut sebab big data sebenarnya hanyalah alat untuk mencapai tujuan dan seberapa baik hasil kerja big data tergantung pada pilihan yang dibuat oleh analis tentang data apa yang dimasukkan dan bagaimana data tersebut dianalisis (Alles dan Gray, 2015).

Berikut ini adalah beberapa permasalahan terkait big data:

1. Pengumpulan dan analisis data pribadi dengan atau tanpa konsumen sadari, serta tidak adanya transparansi tujuan pemanfaatan data pribadi yang dikumpulkan oleh big data menyebabkan hilangnya kendaliindividu atas privasi mereka sendiri (Ess, 2002;Boyd &Marwick, 2011;Tene dan Polonetsky, 2012; Richards dan King, 2013; Pew Research Center, 2014);

2. Terjadi kesenjangan digital baru dimana big data menciptakan sebuah kesenjangan baru yaitu big data rich dan big data poor yang disebabkan oleh perbedaan kemampuan dalam mengakses big data antara satu perusahaan dengan perusahaan lainnya(Boyd dan Crawford, 2011; Richards dan King, 2013; Joachim, 2018).

3. Tidak semua big data ekuivalen sebab meskipun dataset dapat dimodelkan dengan cara yang sama,bukan berarti setara atau dapat dianalisis dengan cara yang sama karena konteks data sangat penting pada saat proses interpretasi data, bahkan tanpa konteks yang tepat maka data dapat kehilangan makna dan nilai (Boyd dan Crawford, 2011; Brown-Liburd, Issa, dan Lombardi, 2015).

4. Big data bersifat subjektif dan meskipun dapat dikuantifikasi tidak berarti selalu mendekati kebenaran. Data tidak bisa berbicara sendiri, tidak bebas dari bias atau framing manusia, terutama apabila terkait dengan konten yang ada dalam media sosial (Boyd dan Crawford, 2011; Ribes dan Jackson, 2013;Montjoye, Hidalgo, Verleysen, and Blondel, 2013; Kitchin, 2014).

Berikut ini adalah beberapa faktor yang mempengaruhi pengembangan profesi akuntandi era big data:

1. Faktor Ekonomi

Apabila tingkat pertumbuhan ekonomi suatu negara tinggi maka tingkat pelaporan dan pengungkapan akan tinggi sehingga peran profesi akuntan semakin diperlukan, begitu pula sebaliknya (Doupnik and Salter, 1995; Zeghal dan Mhedhbi, 2006).

2. Faktor politik

Kondisi politik yang stabil mendorong orientasi keuntungan jangka panjang dan mengurangi insentif untuk memperoleh keuntungan ilegal secara instan, begitu pula sebaliknya sehingga kondisi politik yang tidak stabil dapat membatasi perkembangan profesi akuntan (Habib dan Zurawicki, 2000;).

3. Faktor asosiasi profesi akuntan dan masyarakat

Kebijakan asosiasi profesiakan yang mempengaruhi status profesi di mata masyarakat, jenis orang yang masuk dalam asosiasi profesi, dan kredibilitas profesi di mata masyarakat (Dauda, Ombugadu, dan Aku, 2015). Pengembangan profesi akuntansi berkaitan dengan kegiatan dalam masyarakat(Hines, 1988; Wyatt, 2004).

4. Faktor institusi pendidikan

Profesi akuntan membutuhkan pendidikan akuntansi yang memadai agar memiliki kompetensi akuntansi dan keahlian lain yang diperlukan dalam dunia bisnis yang semakin kompleks sedangkan perguruan tinggiyang telah mengembangkan kurikulum bagi mahasiswa akuntansi yang selaras dengan tantangan era big data masih sangat terbatas jumlahnya (Islam, 2017). Seyogyanya perguruan tinggiberkolaborasi dengan asosiasi profesi akuntan dalam mengembangkan kurikulum baru yang mampu menjawab kebutuhan profesi akuntan di masa depan, secara simultan memberikan pelatihan analisis big data dan integrated reporting bagi civitas akademika, sekaligus mengadakan berbagai forum diskusi untuk mencari solusi permasalahan profesi akuntan di era big data(Dauda, Ombugadu, dan Aku, 2015; Islam, 2017).

5. Faktor pasar modal

Perdagangan bursa saham yang aktif dan tingkat kepemilikan saham publik yang tinggi dalam pasar modal meningkatkan peran penting profesi akuntan terutama dalam kegiatan pelaporan dan pengungkapan informasi keuangan(Gray et al, 1984; Dauda, Ombugadu, dan Aku, 2015).

6. Faktor hukum

Kepastian hukum di suatu negara akan memudahkan proses akuntabilitas publik sehingga dapat mendukung perkembangan profesi akuntan (Cooper dan Robson, 2006; Emenyonu, 2007;).

7. Perbedaan standar akuntansi

Mayoritas negara di dunia telah mengadopsi IFRS namun Amerika Serikat masih bertahan menggunakan GAAP sedangkan beberapa negara lain masih menggunakan GAAP lokal mereka sendiri (Dauda, Ombugadu, dan Aku, 2015).

Di era big data, profesi akuntan dapat memanfaatkan berbagai teknologi informasi di bawah ini sehingga menciptakan berbagai peluang dan tantangan sebagai berikut (ACCA, 2013):

1. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan teknologi seluler untuk menghasilkan peningkatan produktivitas dan efisiensi, mendekatkan bisnis dalam jangkauan klien, dan senantiasa terhubung melintasi batas geografis tradisional. Peluang yang muncul akibat penggunaan teknologi seluler oleh akuntan yaitu komunikasi yang lebih mudah dan lebih cepat dengan rekan sejawat dan klien di seluruh penjuru dunia, peningkatan produktivitas dan efisiensi perusahaan, dan peningkatan kualitas pelayanan kepada klien. Tantangan yang muncul akibat penggunaan teknologi seluler oleh akuntan yaitu adanya potensi pencurian informasi, pemilihan teknologi seluler yang tepat, dan perubahan pola kerja akuntan dengan meluasnyapenggunaan internet.

2. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan infrastruktur berbasis cloud computingsecara online yang dapat memberikan akses ke sumber daya tak terbatas tanpa perlu menyediakan dana investasi di muka, pemeliharaan, atau keahlian teknologi informasi. Peluang yang muncul akibat penggunaan cloud computing oleh akuntan yaitu peningkatan skalabilitas, kemudahan akses dan berbagi data, dan mengurangi biaya pemeliharaan sistem. Tantangan yang muncul akibat penggunaan cloud computingoleh akuntan yaitu kesulitan dalam menganalisis biaya infrastruktur teknologi informasi, tidak memadainya pendekatan tradisional untuk analisis biaya/manfaat teknologi informasi,dan ekspektasi berlebihan terhadap sistem teknologi informasi yang tersedia online 24 jam 7 hari seminggu.

3. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan crowdsourcing untuk mempercepat pengembangan produk dan layanan profesi akuntan, sekaligus untuk menyelesaikan penugasan keuangan di dalam dan di luar perusahaan. Peluang yang muncul akibat penggunaan crowdsourcing oleh akuntan yaitu menghilangkan hambatan komunikasi, mempercepat proses rekapitulasi transaksi keuangan akhir bulan, memudahkan pengambilan keputusan oleh stakeholder perusahaan, meningkatkan produktivitas perusahaan. Tantangan yang muncul akibat penggunaan crowdsourcing oleh akuntan yaitu meningkatkan risiko keamanan data rahasia perusahaan, memposisikan keuangan sebagai hal yang penting secara strategis, dan menilai implikasi keuangan dari perkembangan bisnis terkini.

4. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan electronic banking, mobile banking, mata uang virtual dan situs peminjaman peer-to-peer (P2P) sebagai alternatif sistem pembayaran elektronik. Peluang yang muncul dengan adanya sistem pembayaran elektronik yaitu peningkatan transparansi transaksi dapat mengubah peran akuntan dalam bidang keuangan, dapat mengatasi kegagalan pembiayaan bisnis, proses rekonsiliasi yang sederhana dapat menghemat waktu dan uang, dan otomatisasi transaksi. Tantangan yang muncul dengan adanya sistem pembayaran elektronik yaitu belum adanya regulasi mengenai sistem pembayaran elektronik dari pemerintah maupun badan terkait, meningkatnya risiko fraud, sulitnya sinkronisasi antar sistem, tidak lakunya sistem pembayaran konvensional yang telah ada sebelumnya, dan pergeseran konsep uang tradisional ke uang virtual.

5. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan cyber security untuk melindungi data perusahaan dari serangan hacker dan cracker, juga dari risiko kehilangan data secara tidak disengaja. Peluang yang muncul dengan adanya cyber security yaitu meningkatnya peran akuntan dalam mengidentifikasi risiko, dapat mengurangi risiko dan biaya akibat kejahatan cyber, dan penggunaan cyber security dalam audit internal dapat memberikan jaminan terhadap keamanan data. Tantangan yang muncul dengan adanya cyber security yaitu Chief Financial Officer (CFO) dan fungsi keuangan perlu bertindak sebagai penjaga data, dan hilangnya privasi sebab berbagai perangkat elektronik mengumpulkan serta mengirimkan data tanpa disadari penggunanya.

6. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan robo-advisor yang dirancang dan digunakan untuk mengerjakan tugas yang membutuhkan tingkat keakuratan dan konsistensi tinggi yang sulit dipenuhi kebanyakan orang, antara lain menawarkan saran tentang rencana keuangan, rencana pensiun, dan rencana asuransi. Peluang yang muncul dengan adanya robo-advisor yaitu memudahkan pekerjaan teknis akuntan. Tantangan yang muncul dengan adanya robo-advisor yaitu kecerdasan robo-advisor tidak mungkin melebihi desain rancangan programer, dan dikhawatirkan robo-advisor dapat menggeser peran akuntan.

7. Akuntan dan para pelaku bisnis semakin banyak memanfaatkan perangkat lunak kecerdasan buatan (artificial intelligence) untuk mengotomatiskan bagian dari proses audit, dan memeriksa kepatuhan pelaporan keuangan hingga pajak internasional. Peluang yang muncul dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence) yaitu mengotomatisasi pengerjaan tugas rutin yang biasanya dilakukan manusia dengan entitas berbasis perangkat lunak, meningkatkan kepatuhan dan pengambilan keputusan, meningkatkan efisiensi dan efektivitas layanan. Tantangan yang muncul dengan adanya kecerdasan buatan (artificial intelligence) yaitu kesulitan dalam menentukan kapan menggunakan penilaian profesional atau mengandalkan perangkat lunak kecerdasan buatan (artificial intelligence), de-skilling yang progresif dari profesi akuntansi, dan perangkat lunak kecerdasan buatan (artificial intelligence) yang mampu belajar secara mandiri dapat lebih efektif menjawab persoalan bisnis dibandingkan dengan akuntan.


No comments: