1.
KONSEP-KONSEP
HARGA TRANSFER INTERNASIONAL
Harga
transfer (transfer pricing) digunakan dalam penjualan persediaan baik oleh
kantor pusat ke cabang-cabang maupun oleh afiliasi ke afiliasi lain dalam suatu
perusahaan induk (multinasional). Disebut harga transfer internasional bila
penjualan terjadi dinatra unit perusahaan dengan domisili negara berbeda. Harga
transfer atas persediaan yang dikirimkan kantor pusat ke cabang dilakukan dengan
mark up yang berarti ada inventory
loading. Tujuannya mengalokasikan penghasilan yang wajar pada unit-unit
perusahaan, efisiensi penetapan harga persediaan dan menyembunyikan marjin laba
pada personil cabang. Dalam penetapan harga transfer internasional ada sejumlah
variabel pengaruh yang dapat dipertimbangkan. Variabel-variabel itu dapat
berupa pajak, tarif,persaingan, tingkat inflasi, nilai mata uang, pembatasan
pemindahan, risiko politik, dan kepentingan sekutu joint-venture.
1.1.METODOLOGI
HARGA TRANSFER
Dipasar
persaingan sempurna, menetapkan harga transfer atas penyerahan produki dan jasa
intra perusahaan tidak masalah. Harga transfer dapat didasarkan pada biaya
incremental atau harga pasar. Sayang, jarang terjadi pasar kompetitif eksternal
(= diluar pasar kompetitif) untuk produk yang dikirimkan diantara entitas yang
mempunyai hubungan istimewa. Pengaruh lingkungan pada harga transfer juga
menimbulkan pertanyaan mengenai metodologi penetapan harga.
1.2
HARGA PASAR
Penggunaan harga transfer dengan orientasi pasar
menawarkan beberapa kebaikan. Harga pasar menunjukkan biaya kesempatan
(opportunity cost) pada entitas yang mentransfer agar tidak menjual pada pasar
eksternal. Dengan demikian penggunaannnya akan mendorong edisiensi
sumber-sumber perusahaan yang terbatas (the firm’s scare resources). Selain
dari itu, juga konsisten dengan orientasi pusat laba yang didesentralisasikan.
Harga pasar membantu membedakan operasi yang menguntungkan dengan yang tidak
menguntungkan dan lebih mudah untuk dipertahankan terhadap fiskus sebagai harga
bersaing.
System harga transfer berdasarkan pasar mengatasi banyak
keterbatasan. Menggunakan harga pasar tidak memberi peluang bagi sesuatu
perusahaan untuk menyesuaikan harga-harga dengan tujuan persaingan. Masalah yang
lebih fundamental sering tidak ada pasar perantara (intermediate market) bagi
produk atau jasa yang diperdagangkan. Multinasional terikat dalam transaksi
yang perusahaan independen tidak melakukannya seperti memindahkan teknologi
berharga yang dimiliki ke afiliasi. Hubungan transaksi di antara afiliasi
dibawah pengendalian umum sering berbeda dalam cara yang fundamental dan
penting dari transaksi potensial yang dapat diperbandingkan di antara
pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa.
1.3
PRINSIP ARM’S LENGTH
Operasi
yang terintegrasi merupakan cirri khas multinasional. Anak-anaknya berada
dibawah pengawasan yang memperoleh pembagian sumber dan target. Kewajiban
megumumkan penghasilan kena pajak di berbagai Negara mengharuskan multinasional
mengalokasikan pendapatan dan beban diantara anak-anak perusahaan dan membentuk
harga transfer untuk transaksi intra perusahaan.
Otoritas
pajak di dunia telah mengembangkan harga transfer yang rumit (complicated) dan
peraturan alokasi penghasilan sebagai bagian system pajak penghasilan nasional.
Sebagian besar didasarkan pada prinsip arm’s length yang member harga pada
transfer intra perusahaan seakan-akan terjadi di antara pihak tanpa hubungan
istimewa di pasar persaingan. OECD mengidentifikasikan sejumlah metode yang
luas untuk menemukan harga arm’s length. Section Undang-undang.
Pendapatan
Internal AS memerinci metode tersebut yang meliputi;
1.
Metode Harga Bebas Yang Dapat
Dibandingkan
Dalam
pendekatan ini, harga transfer dibentuk dengan petunjuk harga-harga yang
digunkan dalam harga di pasar bebas yang dapat dibandingkan antara perusahaan
yang independen atau diantara perusahaan dan pihak ketiga yang tanpa hubungan
istimewa. Ia sesuai bila harga barang-barang yang bersangkutan cukup lazim
(suffiently common) dapat dibandingkan dengan
harga penjualan di pasar bebas. Produk barang-barang komoditi
menggunakan metode ini untuk transaksi internal.
2.
Metode Harga Transaksi Bebas Yang Dapat
Dibandingkan
Metode
ini digunakan untuk mentransfer asset tak berwuju. Ia mengidentifikasi suatu
ukuran tingkat royalty dengan menunjuk pada transaksi bebas yang didalamnya
intangibles ditransfer. Seperti metode comparable uncontrolled price, metode
ini tergantung pada harga pasar yang dapat diperbandingkan.
3.
Metode Harga Jual Kembali
Metode
ini menghitung harga arm’s length dengan memulai dari harga barang yang
bersangkutan yang dapat dijual kepada pembeli bebas. Marjin yang pantas untuk
menutup harga pokok (expenses) dan laba normal yang kemudian dikurangkan dari
harga ini untuk memperoleh harga transfer intra perusahaan. Menetapkan margin
yang pantas sangat sulis bila afiliasi pembeli menambahkan nilai substansial
pada barang yang ditransfer.
4.
Metode Penetapan Harga Cost Plus
Metode
ini bermanfaat jika yang dikirmkan diantara afiliasi luar negeri adalah barang
setengah selesai atau suatu entitas sebagai subkontraktor pada yang lain.markup
ditetapkan dari (1) biaya kesalahan pembiayaan sehubungan dengan persediaan
yang diekspor, piutang dan asset yang digunakan dan (2) persentase biaya
pembuatan, distribusi, penyimpanan, biaya pengiriman internal dan biaya lain
sehubungan dengan operasi ekspor.
5.
Metode Laba yang Dapat Diperbandingkan
Menurut
pengertian umum bahwa pembayar pajak yang sama keadaannya mendapatkan
pengembalian yang sama dalam jangka waktu layak. Jadi, laba intra perusahaan
pada transaksi hubungan istimewa harus dapat dibandingkan dengan laba transaksi
tanpa sehubungan istimewa yang terlibat dalam bisnis yang sama dengan keadaan
yang sama. Pengembalian atas modal yang digunakan (return on capital employed,
disingkat ROCE) adalah indicator tingkat laba utama. Berdasarkan metode ini,
rasio penghasilan operasi terhadap rata-rata modal yang digunakan pada entitas
standar dibandingkan dengan ROCE yang bersaangkutan
Penggunaan metode ini memerlukan
penyesuaian atas perbedaan di antara yang diperbandingkan. Factor yang
memerlukan penyesuaian demikian termasuk penjualan dengan kondisi yang berbeda,
perbedaan biaya modal, risiko pertukaran dan perbedaan dalam prakter pengukuran
akuntansi.
6.
Metode Pembelahan Laba
Metode ini digunakan bila tidak ada standar produk
atau standar pasar. Pada hakikatnya pembelahan laba didasarkan atas laba yang
dikumpulkan dalam transaksi hubungan istimewa diantara perusahaan afiliasi
dengan model arm’s length. Suatu variansi pendekatan ini adalah metode
pembelahan laba yang dapat diperbandinhkan dengan membagi laba yang dikumpulkan
dari transaksi hubungan istimewa dengan menggunakan persentase alokasi atas
laba gabungan perusahaan yang tak terkontrol dengan tipe dan aktivitas operasi
yang sama.
7.
Metode lain penetapan Harga Transfer
Metodologi
penetapan harga tidak harus selalu mencerminkan keadaan yang sangat mendasar,
metodologi tambahan dibenarkan jika hasilnya merupakan ukuran yang lebih akurat
dari harga arm’s length. Mengutip OECD dalam Choi, 2008::493):
Tidak
selamanya mungkin mengevaluasi harga arm’s length yang persis dan akurat. Oleh
karena itu mendokumentasikan tiap harga transfer yang digunakan dan alasan
utamanya adalh penting. Ini perlu tanpa menghiraukan penguasa penetapan pajak
(tax juridism) dan metode penetapan harga transfer yang mungkin dipilih.
Langkah-langkah yang dapat dipertimbangkan dalam menetapkan harga transfer:
1) Menganalisis
risiko yang diasumsikan, fungsi yang dilaksanakan oleh perusahaan afiliasi dan
penentu ekonomik dan hokum yang mempenagruhi penetapan harga transfer
2) Mengidentifikasi
dan menganalisis perusahaan standar (benchmark companies) dan transaksi. Dokumentasikan
alasan untuk setiap penyusuanan yang dibuat
3) Bandingkan
akibat keuangan perusahaan yang diperbandingkan pada pembayar pajak
4) Jika
transaksi yang diperbandingkan tersedia, catat kesamaan dan perbedaannya dengan
transaksi pembayar pajak
5) Dokumentasikan
mengapa metode penetapan harga yang dipilih sebagai yang paling tepat dan
mengapa metode lain tidak
6) Mutakhirkan
informasi sebelum mengajukan SPT
1.4 Kesepakatan Penetapan Harga
Transfer
Karena
menyadari bahawa perusahaan mulinasional menggunakan harga transfer untuk
memindahkan penghasilan dan khawatir mengenai konsekuensi ekonomik dan social
maka pemerintah meningkatkan pemeriksaan operasimultinasional. Pada saat yang
sama ketidakjelasan dam kekompleksan peraturan penetapan harga transfer
menyebabkan transaksi intra perusahaan menjadi target audit pajak.
Multinasional menganggap penetapan harga transfer sebagai masalah pajak yang
paling penting dan menghadapi audit atas penetapan harga taransfer didunia ini
adalah kepastian yang sudah mendekat.
Untuk mengatasi kekhawatiran bersama
tersebut maka diAS pada tahun 1991 antara multinasional dengan otoritas pajak
dicapi kesepakatan. Kesepakatan ini diperkenalkan sebagai Advance Pricing
Agreements (APAs) ini adalah mekanisme untuk merundingkan suatu metodologi
penetapan harga transfer yang mengikat bagi kedua belah pihak; di AS 3 tahun.
Persetujuan ini mengurangi atau menghilangkan risiko audit penentapan harga
transfer, menghemat waktu dan uang bagi multinasional dan otoritas pajak. Kini
model APA telah diadopsi secara luas di Negara-negara lain.
1.5 Variable pengaruh
1. Sudut
Pandang Perpajakan
Di negara dengan
pemerintah yang jeli, tujuan kebijakan harga transfer untuk merendahkan pajak
penghasilan perseroan tidak tercapai. Pemerintah dapat mengeluarkan peraturan
untuk mencegahnya seperti di AS ada bagian 482 Undang-undang Pendapatan
Internal. Disini dipersyaratkan keharusan transfer transfer antar perusahaan
afiliasi didasarkan pada harga persaingan (arm’s length price). Indonesia yang
menerima banyak investor terutama dibidang manufaktur yang memerlukan bahan
baku/penolong dari luar sudah sepantasnya mempunyai kejelian mengenai ini.
2. Sudut
Pandang Tarif
Tarif barang-barang
yang diiimpor mempengaruhi kebijakan harga transfer perusahaan multinasional.
Misalnya suatu perusahaan mengekspor barang-barang ke anak perusahaan yang
berdomisili di negara dengan traif pajak yang tinggi dapat menurunkan hitungan
tarif dengan merendahkan harga barang yang dikirimkan ke sana.
Tambahan dalam
pengidentifikasian pilihan, perusahaan multinasional harus mempertimbangkan
tambahan biaya dan keuntungan baik eksternal maupun internal. Eksternal bahawa
suatu MNC akan melayani tiga ototritas perpajakan: pegawai bea cukai pada
negara pengimpor dan administrator PPh. Negara pengekspor dan pengimpor. Tarif
tinggi yang dibayar oleh importir akan mengakibatkan basis pajak rendah untuk
pajak penghasilan. Internal, perusahaan harus mengevaluasi keuntungan pajak
penghasilan yang lebih rendah atau lebih tinggi di negara pengimpor terhadap
bea impor lebih tinggi atau lebih rendah; juga pajak penghasilan yang potensial
lebih tinggi atau lebih rendah yang dibayar oleh perusahaan di negara
pengekspor.
3. Faktor
Persaingan
Persaingan merupakan
gejala umum yang harus dilakukan dan dihadapi dalam pengelolaan bisnis. Induk
yang ingin mendirikan anak perusahaan di luar negeri harus mengantisipasi hal
ini dengan baik. Jika tidak maka anak perusahaan yang baru didirikan tidak
menghasiolkan apa yang menguntungkan dan mungkin diakhiri dengan penutupannya.
Oleh karena itu, melalui harga transfer, induk dapat memfasilitasi anak
perusahaan dengan barang yang difaktur pada harga yang sangat rendah harga
transfer yang lebih rendah dapat digunakan untuk untuk melindungi operasi yang
sedang berlangsung dari efek peningkatan persaingan asing dipasar lokal atau
pasar lain. Ia merupakan subsidi yang diberikan supaya anak perusahaan dapat
bertahan terhadap persaingan. Dengan kata lain, laba yang diperoleh dari suatu
negara dapat digunakan induk mensubsidi penetrasi ke pasar lain. Subsidi harga
ini ditinjau dan dihentikan bertahap sesuai dengan kemampuan anak perusahaan
tersebuut dalam memperkuat posisinya dipasar luar negeri.
Kadang-kadang harga
transfer digunakan sebagai alat persaingan tak langsung untuk memperlemah
pesaingan anak perusahaan. Pengaruhnya meungkin memperbaiki akses anak
perusahaan luar negeri pada pasar modal lokal, membentuk harga transfer yang
rendah atas inputnya dan harga transfer yang tinggi pada outputnya. Ini dapat
meningkatkan penghasilan yang dilaporkan dan memperbaiki posisi keuangan.
Namun, persaingan yang demikian harus diimbangi terhadap banyak offsetting yang
tak menguntungkan di lingkungan. Harga-harga transfer dengan alasan persaingan
dapat mengundang aksi antitrust oleh pemerintah tuan rumah atau kegiatan
pemulihan oleh pesaing lokal. Ke dalam, subsidi harga berperan kecil dalam
menanamkan mode berfikir yang bersaing pada menajer perusahaan yang memperoleh
keuntungan dari subsidi. Apa yang dimulai sebagai bantuan sementara dapat
menajdi penopang tetap manajemen.
4. Faktor
Inflasi
Karena pertimbangan
persaingan mungkin kantor pusat MNC memilih ahrga transfer yang rendah pada
anak perusahaan di luar negeri akan tetapi risiko kenaikan harag karena inflasi
mungkin mengundang hal yang sebaliknya. Inflasi mengikis daya beli uang. Harga
transfer yang tinggi pada barang dan jasa yang diberikan pada anak perusahaan
yang menghadapi inflasi yang tinggi dapat menghilangkan kas anak perusahaan
sebanyak mungkin.
5. Faktor
Evaluasi Kinerja
Kebijakan harga
transfer juga dipengaruhi oleh pengembangan terhadap perilaku manajerial yang
sering menjadi penentu utama kinerja perusahaan. Misalnya jika suatu misi
afiliasi untuk mencukupkan persediaan bagi pemenuhan sistem perusahaan, harga
transfer yang tepat adalah yang memungkinkan manajemen perusahaan mengatur arus
laba afiliasi yang digunakan dalam
perbandingan kinerja. Namun demikian, adalah sulit bagi perusahaan yang
disentralisasi untuk membentuk harga transfer intra perusahaan yang dapat (1)
memotivasi manajer mengambil keputusan yang memaksimumkan laba kesatuannya
setai sesuai dengan tujuan perusahaan secara kesekluruhan dan (2) menyediakan
dasar yang sama untuk menilai pelaksanaan pekerja manajer dan unit perusahaan.
Jika anak perusahaan bebas merundingkan harga transfer, manajer mereka tidak
dapat menyelesaikan konflik mengenai apa yang terbaik untuk anak perusahaandan
apa yang terbaik untuk perusahaan secara keseluruhan.
6. Kontribusi
Akuntansi
Akuntan manajemen dapat
memerankan peran penting dalam mengkuantifikasikan trade off strategi harga
transfer. Tantangan adalah mempertahankan pandangan global ketika memetakan
keuntungan dan biaya sehubungan dengan harga transfer. Efek keputusan itu
terhadap sistem perusahaan secara keseluruhanharus didahulukan.
Mengkuantifikasi jumlah
trade off sulit karena pengaruh lingkungan dipertimbangkan sebagai kelompok
bukan perorangan. Bandingkan misalnya kesulitan dalam mengukur pilihan yang
mengelilingi kebijakan harga transfer untuk anak perusahaan yang terletak
dinegara dengan pajak pengahsilan tinggi, tarif pajak impor yang tinggi,
pengawasan harga, pasar modal yang kecil, inflasi kronis yang tinggi,
pengawasan pertukaran luar negeri dan pemerintahan yang tidak stabil. Seperti
yang telah disebutkan sebelumnya bahawa harga transfer yang tinggi diatas
barang-barang dan jasa yang disediakan untuk anak perusahaan akan merendahkan
pajak penghasilan anak perusahaan dan memindahkan kas ke induk perusahaan.
Meskipun demikian, harga transfer yang tinggi dapat juga berakibat pada bea
impor yang tinggi, mengurangi posisi persaingan anak perusahaan, memperburuk
tingkat inflasi, menimbulkan biaya modal anak perusahaan dan bahkan menyebabkan
retaliasi oleh pemerintah tuan rumah untuk melindungi posisi neraca pembayaran.
2.1 Konsep-konsep perpajakan
internasional
2.1
Pajak Internasional
Definisi
Pajak Internasional dalam Undang-undang Pajak Penghasilan sampai detik ini
belum ada. Penulis bersama dengan Bapak Sriadi Kepala Seksi Perjanjian
Perpajakan Eropa, Kantor Pusat Direktorat Jendral Pajak, memberanikan diri
untuk mendefinisikan tentang pengertian Pajak Internasional berdasarkan uraian
sebelumnya.
“Pajak
Internasional adalah kesepakatan perpajakan yang berlaku di antara negara yang
mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dan pelaksanaanya
dilakukan dengan niat baik sesuai dengan Konvensi Wina (Pacta Sunservanda).”
Dengan
demikian peraturan perpajakan yang berlaku di Negara Indonesia terhadap badan
atau orang asing menjadi tidak berlaku bilamana terdapat perjanjian bilateral
(dua negara) tentang Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda dengan negara asal
atau penduduk asing tersebut.
Secara umum, ketentuan
pajak internasional suatu negara meliputi 2 (dua) dimensi luas yaitu:
1.
Pemajakan terhadap wajib pajak dalam negeri (WPDN) atas penghasilan dari luar
negri, dan
2.
Pemajakan terhadap wajib pajak luar negri (WPLN) atas penghasilan dari dalam
negeri(domestik).
Dimensi
pertama merujuk pada permajakan atas penghasilan luar negeri atau transaksi
(ke) luar batas negara (outward, outbound transaction) karena umumnya
melibatkan eksportasi modal ke manca negara sedangkan dimensi kedua menunjuk
pada pemajakan ataspenghasilan domestik atau transaksi (ke) dalam batas negara
(inward, inbound transaction) karena umumnya melibatkan importasi modal dari
manca negara. Dalam aplikasinya pemajakan penghasilan luar negeri dilakukan
oleh negara domisili (residence country), sedangkan pemajakan penghasilan
domestik dilakukan oleh negara sumber (source country).
2.2
Tujuan Kebijakan Perpajakan
Internasional
Setiap
kebijakan tentu mempunyai tujuan khusus yang ingin dicapai, begitu juga dengan
kebijakan perpajakan internasional juga mempunyai tujuan yang ingin dicapai
yaitu memajukan perdagangan antar negara, mendorong laju investasi di
masing-masing negara, pemerintah berusaha untuk meminimalkan pajak yang
menghambat perdagangan dan investasi tersebut. Salah upaya untuk meminimalkan
beban tersebut adalah dengan melakukan penghindaraan pajak berganda
internasional.
2.3 Prinsip-prinsip yang harus dipahami
dalam pemajakan internasional
Doernberg
(1989) menyebut 3 unsur netraliats yang harus dipenuhi dalam kebijakan
pemajakan internasional:
1.
Capital Export Neutrality (Netralitas
Pasar Domestik): Kemanapun kita berinvestasi, beban pajak yang dibayar haruslah
sama. Sehingga tidak ada bedanya bila kita berinvestasi di dalam atau luar
negeri. Maka jangan sampai bila berinvestasi di luar negeri, beban pajaknya
lebih besar karena menanggung pajak dari dua negara. Hal ini akan melandasi UU
PPh Psl 24 yang mengatur kredit pajak luar negeri.
2.
Capital Import Neutrality (Netralitas
Pasar Internasional): Darimanapun investasi berasal, dikenakan pajak yang sama.
Sehingga baik investor dari dalam negeri atau luar negeri akan dikenakan tarif
pajak yang sama bila berinvestasi di suatu negara. Hal ini melandasi hak
pemajakan yang sama denagn Wajib Pajak Dalam Negeri (WPDN) terhadap permanent
establishment (PE) atau Badan Uasah Tetap (BUT) yang dapat berupa cabang
perusahaan ataupun kegiatan jasa yang melewati time-test dari peraturan yang
berlaku.
3.
National Neutrality: Setiap negara,
mempunyai bagian pajak atas penghasilan yang sama. Sehingga bila ada pajak luar
negeri yang tidak bisa dikreditkan boleh dikurangkan sebagai biaya pengurang
laba.
2.4
Hukum Pajak internasional
Ottmar
buhler membagi Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit dan hukum pajak
internasional dalam arti luas. Hukum Pajak Internasional dalam arti sempit
adalah (Agus Setiawan, 2006):
“Kaedah-kaedah
norma hukum perselisihan yang didasarkan pada hukum antar bangsa (hukum
internasional),”
Sedangkan
hukum pajak dalam arti luas ialah:
“Kaedah-kaedah
hukum antar bangsa ini ditambah peraturan nasional yang mempunyai obyek hukum
perselisihan, khususnya tentang perpajakan.”
Teicher memberikan
kesimpulan bahwa dalam hukum pajak internasional dalam arti luas termasuk
sebagai berikut:
a)
Hukum Pajak Internasional dan Nasional
b)
Hukum yang mengatur perjanjian pajak
untuk mencegah pajak ganda dan lain-lain perjanjian internasional;
c)
Bagian dari hukum antar bangsa, yaitu :
I.
Peraturan hukum yang mengandung
soal-soal pajak dalam hukum internasional/antar bangsa yang diakui secara umum;
II.
Keputusan Pengadilan Internasional Den
Haag yang memuat soal-soal perpajakan;
III.
Apa yang telah berkembang sebagai hukum
pajak pada masyarakat internasional (tertentu) seperti supranationales
steuerrecht.
Menurut
Rosendorff, “Hukum Pajak Internasional sebagai keseluruhan Hukum Pajak Nasional
dari semua negara yang ada di Dunia.”
Menurut
PJA Adriani, “Hukum Pajak Internasional ialah keseluruhan peraturan yang
mengatur tata tertib hukum dan yang mengatur soal penyedotan daya beli itu di
masing-masing negara.”
Pengertian
Hukum Pajak Internasional itu merupakan suatu pengertian yang lebih luas dari
pada pengertian Pajak Ganda dan Hukum Pajak Nasional itu termasuk di dalam
Hukum Pajak Internasional. Hukum Pajak Internasional merupakan suatu kesatuan
hukum yang mengupas suatu persoalan yang diatur dalam Undang-undang nasional
mengenai:
a. Pengenaan
pajak terhadap orang-orang luar negeri;
b. Peraturan-peraturan
nasional untuk menghindari pajak ganda;
c. Traktat-traktat.
Menurut Negara-negara
Anglo Saxon, hukum Pajak Internasional dibagi sebagai berikut:
1.
Hukum Pajak Nasional mengatur Hukum
Pajak Luar Negeri (National External Tax Law);
2.
Hukum Pajak Luar Negeri (Foreign Tax
law);
3.
Hukum Pajak Internsional (Internasioanal
Tax Law).
2.5
National External Tax Law
National
External Tax Law merupakan bagian dari hukum pajak nasional yang memuat ketentuan-ketentuan
mengenai pengenaan pajak yang mempunyai daya kerja sampai di luar batas-batas
negara karena terdapat unsur-unsur asing, baik mengenai obyeknya (sumber ada di
luar negeri) maupun mengenai subyeknya (subyek ada di Luar Negeri).
2.6
Internasional Tax Law
Internasional
Tax Law dibedakan dalam arti sempit dan arti luas. Hukum Pajak Internasional
dalam arti sempit merupakan keseluruhan kaedah pajak yang berdasarkan
prinsip-prinsip hukum pajak yang telah lazim diterima baik oleh Negara-negara di
Dunia, mempunyai tujuan mengatur soal perpajakan antara negara yang saling
mempunyai kepentingan.
Sedangkan
Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah keseluruhan kaedah baik yang
berdasarkan traktat-traktat, konvensi-konvensi, dan prinsip hukum pajak yang
diterima baik oleh negara-negara di Dunia,maupun kaedah-kaedah nasional yang
mempunyai sebagai obyeknya pangenaan pajak dalam mana dapat ditunjukan adanya
unsur-unsur asing, hal mana mungkin dapat menimbulkan bentrokan antara dua
negara atau lebih.
Dari beberapa pendapat
tersebut, dapat diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:
i. Hukum
Pajak Internasional adalah merupakan hukum yang lebih luas baik ruang lingkup,
kewenangan, dan kedudukannya;
ii. Hukum ini
mengatur perjanjian seluruh negara yang terkait satu sama lain dengan negara
domisili;
iii. Hukum
Pajak Nasional adalah merupakan bagian dari Hukum Pajak Internasional yang
digunakan;
iv. Hukum
Pajak Internasional merupakan keseluruhan hukum pajak nasional di berbagai
negara, dimana hukum tersebut juga diberlakukan pada Hukum Pajak Nasional;
v. Hukum Pajak Internasional dalalam arti sempit
adalah Hukum Pajak Internasional yang mengatur kedua negara yang saling
berkepentingan, sedangkan Hukum Pajak Internasional dalam arti luas adalah
Hukum Pajak Internasional yang berlaku bagi seluruh negara.
2.6
Sumber-sumber Hukum Pajak Intenasional
Sumber-sumber
Hukum Pajak Intenasional terlalu luas jika ingin kita kaji, sehingga
dipersempit hanya terkait dengan Negara Indonesia, sumber-sumber hukum terebut
antara lain:
A.
Kaedah Hukum Pajak Nasional/Inilaateral yang mengandung unsur asing, antara
lain:
a.
Peraturan Perpajakan Nasional yang
mengatur P3B (Pasal 32 A UU PPh) tentang “Pemerintah berwenang untuk melakukan
perjanjian dengan negara lain dalam rangka penghindaran pajak berganda dan
pencegahan pengelakan pajak.”;
b.
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2
UU PPh) tentang : Subjek Pajak Luar Negeri dan Bentunk Usaha Tetap (BUT);
c.
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 2
UU PPh) tentang: Tidak Termasuk Subyek Pajak;
d.
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 5
ayat (2) UU PPh) tentang: Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang: Tidak Termasuk
Subyek Pajak Bentuk Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 3 UU PPh) tentang:
Tidak Termasuk Subjek Pajak Usaha Tetap;
e.
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 18
UU PPh) tentang: Hubungan Istimewa, Billamana Terdapat Ketidakwajaran dalam
Perpajakan;
f.
Peraturan Perpajakan Nasional (Pasal 24
UU PPh) tentang: Kredit Pajak Luar Negeri;
g.
Peraturan Perpajakan Nasianal (Pasal 26
UU PPh) tentang: Pemotongan Pajak atas Subjek Pajak Luar Negeri yang memperoleh
penghasilan dari Indonesia.
B.
Kaedah-kaedah yang berasal dari traktat:
a. Perjanjian
bilateral;
b. Perjanjanjian
ini diwujudkan dengan adanya Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).
c. Perjanjian
multirateral, Perjanjian ini seperti Konvensi Wina.
C. Keputusan Hakim
Nasional atau Komisi Internasional tentang pajak-pajak Internasional.
Hal
ini dapat diwujudkan dengan adanya putusan pengadilan pajak yang menyangkut
tentang perpajakan Internasional, atau Keputusan Pengadilan internasional Den
Haag yang memuat soal-soal perpajakan.
Berdasarkan
Pasal 32 A Undang-undng Pajak Penghasilan, pemerintah berwenang untuk melakukan
perjanjian dengan pemerintah negara lain dalam rangka penghindaran Pajak
Berganda dan pencegahan Pengelakan Pajak. Dalam penjelasannya, perjanjian ini
dimaksudkan dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan
negara lain diperlukan suatu perangkat hukum yang berlaku khusus
(lex-spesialis) yang mengatur hak-hak pengenaan pajak dari masing-masing negara
guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda
serta pengelakan pajak. Adapun bentuk dan meterinya mengacu pada Konvensi
Internasional dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional
masing-masing negara. Atas dasar tersebut maka Negara Indonesia mengakui
Konvensi Wina tahun 1961 (CD) dan 1963 (CC), dan tax treaty berbagai negara.
Menurut
Rochmat Soemitro, dalam Hukum Pajak Internasional mencakup juga perjanjian
bilateral perpajakan yang disebut dengan istilah “Traktat antar negara utuk
mengatur soal-soal perpajakan dan dalam mana dapat ditunjukan adanya
unsur-unsur asing, baik mengenai subyeknya maupun mengenai obyeknya.
Kekuasaan
Negara itu tidak hanya menciptakan UU Pasal 23 ayat 2 UUD 1945, namun kekuasaan
ini juga tercemin dalam mana negara mempertahankan kedaulatan negara dimana
tidak ada Hukum Internasional mana atau oleh siapa yang dapat membatasi wewneng
ini.
Apabila
negara kita tidak tunduk dan patuh terhadap hukum internasional, maka negara
kita akan diberikan sanksi secara bersama oleh negara yang mengikuti konvensi
tersebut, dalam hal demikian Indonesia akan dikucilkan dalam dunia
internasional dan berdampak terhadapperekonomian negara Indonesia secara
keseluruhan, sehingga mau tidak mau Indonesia harus turut serta menjalankan
konvensi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Gunadi. 2013.
Pajak Internasional. [Internet]. Available from: http://1man1a.wordpress.com/2013/01/02/pajak-internasional/ (accessed 2 Desember 2013)
Ririnkali Sophia. 2013.
Konsep Dasar Pajak Internasional. [Internet]. Available from: http://sophiaririnkali.blogspot.com/2013/05/konsep-dasar-pajak-internasional.html (accessed 2 Desember 2013)
Zebua. 2008,
Akuntansi Internasional, Jakarta: MitraWacana Media jilid 1
No comments:
Post a Comment