Saturday, February 14, 2015

AKUNTANSI PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntuntan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokrasi ini menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam pengelolaan pemerintah termasuk dibidang pengelolaan keuangan Negara. Dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pemerintah pusat dan daerah mendorong adanya desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Desentralisasi ini menunjukkan adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri secara otonom.
Adanya desentralisasi pengelolaan pemerintah daerah dan tuntutan masyarakat akan transparansi dan akuntabilitas, memaksa pemerintah baik pusat maupun daerah untuk menciptakan sistem pengelolaan keuangan yang lebih transparan dan akuntabel. Sistem ini diharapkan dapat mewujudkan pengelolaan keuangan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan keadilan, kepatuhan dan manfaat untuk masyarakat.
Agar terwujud otonomi daerah yang transparan dan bertanggung jawab, maka diperlukan adanya kewenangan dan kemampuan yang dimiliki oleh daerah dalam rangka menggali sumber keuangan sendiri yang didukung dengan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah. Untuk mencipatakan otonomi daerah yang lebih mantap, diperlukan usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan keuangan sendiri, yaitu pendapatan asli daerah, baik dengan meningkatkan pendapatan asli daerah yang sudah maupun dengan menggali sumber-sumber asli daerah yang baru, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada dan dengan memperhatikan kondisi serta potensi yang ada pada daerah tersebut. Selain hal tersebut, kemampuan daerah dalam mengelolah keuangannya dan mengatur setiap belanja dan pembiayaan juga memberikan pengaruh terhadap terciptannya otonomi daerah seperti yang diharapkan. Kemampuan daerah dalam optimalisasi pendapatan asli daerah, pemanfaatan dana perimbangan, serta pengelolaan pinjaman pemerintah yang baik, akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah.
Dengan ditetapkannya standar akuntansi pemerintahan melalui peraturan pemerintah Nomor 24 tahun 2005, maka pemerintah pusat dan daerah wajib menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah (SAP). SAP ini hanya berisi standar pokok tentang pelaksanaan akuntansi bagi pemerintah pusat dan daerah, sedangkan petunjuk pelaksanaan teknis untuk tiap daerah diatur lebih lanjut dalam peraturan daerah masing-masing.
Mengingat pentingnya pencatatan atas setiap transaksi yang terjadi di pemerintahan, maka kami menyusun makalah ini dengan judul “Akuntansi Pendapatan, Belanja dan Pembiayaan”.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini yaitu bagaimana perlakuan akuntansi atas pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah?

C.    Tujuan Penulisan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui perlakuan akuntansi atas pendapatan, belanja dan pembiayaan pemerintah.


BAB II
PEMBAHASAN
I.          Tinjauan Pustaka
A.    Definisi Pendapatan
Dalam PP No 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan,pendapatan didefinisikan sebagai berikut :
“Pendapatan adalah semua penerimaan Rekening Kas Umum Negara /Daerah yang menambah ekuitas dana lancar dalam periode tahunanggaran yang bersangkutan yang menjadi hak pemerintah, dan tidakperlu dibayar kembali.”
Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13 Tahun 2006, mendefinisikan pendapatan sebagai hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih.
Dari kedua definisi tersebut jelas terlihat bahwa pendapatan merupakan hak pemerintah yang menambah nilai ekuitas dana pemerintah. Kelompok pendapatan yang diterima oleh PPKD adalah sebagai berikut:
- Pendapatan Asli Daerah (PAD)
- Dana Perimbangan (pendapatan transfer)
- Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah

B.     Definisi Belanja
Definisi belanja menurut PP No. 24 Tahun 2005 adalah sebagai berikut:
“Belanja adalah semua pengeluaran dari Rekening Kas Umum Negara/Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar dalam periode tahun anggaran bersangkutan yang tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh pemerintah.”
Definisi lain dari belanja ini adalah seperti yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 sebagai berikut:
“Belanja adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih.”

Kedua definisi tersebut di atas menjelaskan bahwa transaksi belanja akan menurunkan ekuitas dana pemerintah daerah. Kedua peraturan yang mengatur penatusahaan belanja tersebut, mengklasifikasikan belanja dengan klasifikasi yang berbeda. Perbedaan dimaksud semata-mata karena ada hal lain yang ingin dicakup dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006. Sebagaimana diketahui Permendagri No. 13 Tahun 2006 merupakan pedoman pengelolaan keuangan daerah, yang mencakup mengenai perencanaan, penganggaran, penatausahaan, akuntansi dan pertanggungjawaban. Sebagai instrumen penganggaran, beberapa informasi diperlukan diantaranya informasi pengendalian.yang dikaitkan dengan konsep anggaran berbasis kinerja.
Konsep anggaran berbasis kinerja menghendaki adanya keterkaitan antara output/hasil dari suatu program/kegiatan dikaitkan dengan input yang digunakan. Dalam bahasa keuangan input tersebut tercermin dari belanja yang dikeluarkan untuk membiayai suatu program ataupun kegiatan. Oleh karena itu untuk tujuan dimaksud dalam Permendagri No. 13 Tahun 2006 terdapat pengelompokkan Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung.

C.     Definisi Pembiayaan
Pembiayaan (financing) adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menutup defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran. Penerimaan pembiayaan antara lain dapat berasal dari pinjaman dan hasil divestasi. Sementara, pengeluaran pembiayaan antara lain digunakan untuk pembayaran kembali pokok pinjaman, pemberian pinjaman kepada entitas lain, dan penyertaan modal oleh pemerintah.

II.       Analisis Masalah
A.    Akuntansi Pendapatan
Pendapatan diakui pada saat diterima pada kas umum daerah. Dengan demikian apabila terdapat perbedaan yang dipungut oleh/disetor kepada bendahara penerimaan/pemegang kas belum diakui sebagai pendapatan. Uang tersebut diperlakukan sebagai pendapatan yang ditangguhkan. Dokumen sumber untuk pengakuan pendapatan ini antara lain berupa surat tanda setoran, nota kredit, dan bukti penerimaan lainnya yang dianggap sah.
Berikut ini ilustrasi akuntansi untuk penerimaan pendapatan pajak :

Kas di Kas Daerah
xxx



          Pendapatan Pajak

xxx

         (Buku pembantu sesuai dengan jenis pajak)
Akuntansi pendapatan dilaksanakan berdasarkan azas bruto, yaitu dengan membukukan penerimaan bruto, dan tidak mencatat jumlah nettonya (setelah dikompensasikan dengan pengeluaran).
Contoh:
Pemda A memberikan kuasa kepada PT X melakukan pemungutan pajak bahan bakar dengan upah pungut sebesar 2% dari jumlah penerimaan. Bulan Mei 2006 jumlah penerimaan pajak bahan bakar Rp 100 jt, dengan upah pungut dipotong langsung sebesar Rp 2 jt .
Jurnal untuk contoh tersebut adalah
Kas di Kas Daerah
Rp 100 jt

     Pendapatan Pajak
     Rp 100 jt

(Buku pembantu: Pajak Bahan Bakar)
Belanja Barang    Rp 2 jt
  Kas di Kas daerah Rp 2 jt


(Untuk mencatat upah pungut)


            Terdapat pendapatan yang berasal dari penjualan asset tetap/lainnya perlu ada jurnal pendamping untuk mengakui penurunan asset yang bersangkutan. Jurnal pendamping ini sering disebut jurnal kololari.
Contoh :
Diterima hasil penjualan kendaraan bermotor sebesar Rp 10 jt. Harga perolehan kendaraan tersebut Rp 20 jt.
Kas di Kas Daerah   Rp 10 jt


Pendapatan lain2 PAD   Rp 10 jt


(Untuk mencatat hasil penjualan kendaraan)
Diinventasikan dlm aset tetap
     Peralatan & mesin  Rp 20 jt
Rp 20jt


(Untuk mencatat mesin yang dijual)

            Apabila terdapat pengembalian pendapatan, maka harus dianalisis terlebih dahulu sifat pengembalian tersebut. Pengembalian yang sifatnya normal dan berulang atas penerimaan pendapatan periode penerimaan maupun pada periode sebelumnya dibukukan sebagai pengurang pendapatan. Koreksi dan pengembalian yang sifatnya tidak berulang atas penerimaan pendapatan yang terjadi pada periode penerimaan pendapatan dibukukan sebagai pengurang pendapatan pada periode yang sama.
Pendapatan Pajak  Rp 200 jt


  Kas di kas daerah Rp 200 jt


(Buku pembantu pajak X)
Jurnal untuk pengembalian pendapatan pada tahun 2005 tersebut adalah:
Pendptn Retribusi Rp 200 jt


 Kas di kas daerah  Rp 200 jt



B.     Akuntansi Belanja
Dalam manajemen anggaran, pada prinsipnya belanja baru dapat dibayarkan setelah barang/jasa yang dibeli diterima pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara langsung (LS) atau melalui dana kas kecil yang diberikan kepada bendahara.
1.      Pembayaran langsung
Pembayaran yang diberikan langsung kepada yang berhak jika jumlah, peruntukan, dan penerimanya sudah pasti. Dokumen sumber untuk merekam pembayaran ini adalah SPM dan Surat Perintah Pencairan Dana Langsung (SP2DLS).
Contoh:
Pembayaran gaji pegawai bulan Agustus 2007 dengan SP2D LS sebesar Rp 100 jt. Dari jumlah tersebut terdapat potongan PPh, Akses, Taspen, dan Taperum sebesar Rp 6 jt.
  Jurnal untuk pembayaran gaji pegawai tersebut adalah:
Belanja Pegawai Rp 50 jt
     Kas di kas daerah  Rp 50 jt
(untuk mencatat belanja pegawai)


Kas di kas daerah   Rp 6 jt
     Penerimaan PFK    Rp 6 jt




          Apabila terdapat belanja untuk perolehan aset tetap atau aset lainnya, maka pada saat terjadi pembayaran tidak hanya dilakukan pencatatan belanja tetapi sekaligus perolehan assetnya. Pencatatan asset tetap yang diperoleh dapat dilakukan dengan mengunakan jurnal pendamping yang seringkali dikenal dengan jurnal kololari.
          Contoh :
Dibeli mesin fotokopi seharga Rp 25 jt dari PT Abadi dan sudah dibayar langsung dengan SP2D LS pada tanggal 2 Agustus 2007.
Jurnal untuk mencatat pemebelian fotokopi ersebut adalah
Belanja Modal-Peralatan & mesin  Kas di kas daerah         Rp 25 jt
(untuk mencatat belanja modal)
Rp 25 jt


Peralatan dan Mesin   Rp 25 jt
Diinventasikan dlm Aset Ttp Rp 25jt
(untuk mencatat perolehan mesin fotokopi)




2.      Pembayaran Melalui Dana Kas Kecil
Pada saat dana kas kecil diberikan kepada para Bendahara Pengeluaran/Pemegang kas, dipemerintahan disebut uang persediaan (UP), belum membebani belanja. 
Contoh :
Diberikan uang persediaan sebesar Rp 10 jt kepada Maisuri, bendahara pengeluaran. Jurnal untuk mencatat pemberian uang persediaan tersebut adalah:
Kas di kas bendahara pengeluaran
     Kas di kas daerah       Rp 10 jt
Rp 10 jt

(mencatat pemberian uang muka kerja)


Pada saat dibelanjakan oleh bendahara pengeluaran belum diakui sebagai belanja. Pada saat dipertanggungjawabkan barulah diakui sebagai belanja.
            Belanja Barang   Rp 9 jt                                                        
                        Kas di Kas Daerah   Rp 9 jt                                                      
            (untuk mencatat belanja barang & jasa)
            Kas di Kas Daerah                      Rp 9 jt                               
                  Kas di Bendahara Pengeluaran Rp 9 jt                                 
            (untuk mencatat setoran sisa UP)

3. Penerimaan Kembali Belanja
Walaupun pembayaran belanja telah dilakukan secara berhati-hati, namun kadang-kadang terjadi kesalahan/kelebihan sehingga ada koreksi atas penerimaan kembali belanja dikemudian hari yang dibukukan sebagai pengurang belanja pada periode yang sama dan apabila diterima pada periode berikutnya, korekksi atas pengeluaran belanja dibukukan dalam pendapatan lain-lain.
Contoh kasus dalam jurnal:
            Kas di Kas Daerah             Rp 2 Jt
                        Belanja Pegawai             Rp 2 Jt
(mencatat penerimaan belanja pegawai pada bulan Juni 2011 yang dikeluarkan pada bulan Maret 2011)
Kas di Kas Daerah              Rp 5 Jt
            Pendapatan Lain-Lain PAD  Rp 5 Jt
(mencatat penerimaan kembali belanja perjalanan dinas tahun lalu)
Akuntansi Surplus/Defisit
Selisih lebih/kurang antara pendapatan dan belanja selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos surplus/defisit.
Contoh kasus dalam jurnal:       
            Pendapatan .......       Rp 1.500 Jt
                        Belanja .......                    Rp 1.350 Jt
                        Surplus                            Rp 150 Jt
              (menutup pendapatan dan belanja)

C.     Akuntansi Pembiayaan
Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menuntut defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran.
1.      Akuntansi Penerimaan Pembiayaan
Setiap penerimaan pembiayaan dibuat dua jurnal. Pertama, untuk mengakui realisasi penerimaan anggaran. Kedua, jurnal korolari untuk mengakui akun neraca terkait yang dipengaruhi transaksi tersebut.
Contoh kasus dalam jurnal:
            Kas di Kas Daerah          Rp 500 Jt
                        Penerimaan Pinjaman         Rp 500 Jt
              (mencatat penerimaan pinjaman dari pemerintah pusat)
       Dana yg hrs disediakan utk pembyrn Rp 500 Jt
            utang jangka panjang
                        Utg kpd pemerintah pusat      Rp 500 Jt
              (mencatat utang jangka panjang dari pemerintah pusat)

2.      Akuntansi Pengeluaran Pembiayaan
Pengeluaran pembiayaan diakui pada saat dikelurkannya kas dari Kas Daerah.
Contoh kasus dalam jurnal:
      Pengeluaran Penyertaan Modal Pemda Rp 200 Jt
                Kas di Kas Daerah                          Rp 200 Jt
            (mencatat penyertaan modal)
            Penyertaan Modal Pemda                 Rp 200 Jt
             Diinvestasikan dlm Investasi Jk pjg Rp 200 Jt
            (mencatat penyertaan  modal pada PDAM)

3.      Akuntansi Pembiayaan Netto
Pembiayaan netto adalah selisih antara penerimaan pembiayaan setelah dikurangi pengeluaran pembiayaan dalam periode tahun anggaran tertentu. Selisih lebih/kurang antara penerimaan dan pengeluaran pembiayaan selama satu periode pelaporan dicatat dalam pos pembiayaan netto.
Contoh kasus dalam jurnal:                                                           
            Penerimaan Pinjaman             Rp 200 Jt
            Pembiayaan Netto                   Rp 50 Jt
                  Pengeluaran Penyertaan Modal Rp 250 Jt
            (menutup penerimaan dan pengeluaran pembiayaan)

4.      Akuntansi Sisa Lebih/Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA)
SiLPA/SiKPA adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran selama satu periode pelaporan yang diperoleh dari penutupan akun, surplus/defisit dan pembiayaan netto pada akhir tahun anggaran.
Contoh kasus dalam jurnal:
            Surplus/Defisit              Rp 100 Jt
                        Pembiayaan Netto                  Rp 50 Jt
                        SiLPA                                     Rp 50 Jt
            (menutup pendapatan dan belanja)
   
                                                               BAB III     
PENUTUP
I.     Kesimpulan
Pendapatan diakui pada saat diterima pada kas umum daerah. Dan apabila terdapat perbedaan yang dipungut oleh/disetor kepada bendahara penerimaan/pemegang kas belum diakui sebagai pendapatan. Prinsipnya belanja baru dapat dibayarkan setelah barang/jasa yang dibeli diterima pemerintah. Pembayaran belanja dapat dilakukan secara langsung (LS) atau melalui dana kas kecil yang diberikan kepada bendahara. Pembiayaan adalah seluruh transaksi keuangan pemerintah, baik penerimaan maupun pengeluaran, yang perlu dibayar atau akan diterima kembali, yang dalam penganggaran pemerintah terutama dimaksudkan untuk menuntut defisit dan/atau memanfaatkan surplus anggaran.

II.  Saran
Dalam melakukan pencatatan atas pendapatan, belanja dan pembiayaan, pemerintah seharusnya mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan sehingga kedepannya pemerintah dapat membuat laporan keuangan yang lebih baik.


            

No comments: