1.1.
LATAR BELAKANG
Sebagian
besar pekerjaan auditor independen dalam rangka memberikan atas laporan
keuangan terdiri dari usaha untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti audit.
Ukuran keabsahan (validity) bukti tersebut untuk tujuan audit tergantung pada
pertimbangan auditor independen. Dalam hal ini bukti audit (audit evidence)
berbeda dengan bukti hokum(legal evidence) yang diatur secara tegas oleh
peraturan yang ketat. Bukti audit sangat bervariasi pengaruhnya terhadap
kesimpulan yang ditarik oleh auditor independen dalam rangka memberikan pendpat
atas laporan keuangan yang diauditnya. Relevansi, obyektivitas, ketepatan waktu
dan keberadaan bukti audit, lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya
berpengaruh terhadap kompetensi bukti.
Adapun
standar pekerjaan lapangan yang berbunyi:
Bukti audit kompeten yang cukup
harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, pengajuan pertanyaan dan
komfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan
keuangan yang diaudit.
Dalam
menentukan kebenaran penyajian laporan keuangan, auditor menggunakan tiga
bentuk tes, tes transaksi, prosedur penelaahan analitis (analytical review
procedures), dan tes langsung terhadap saldo perkiraan, namun pada pembahasan
ini bentuk tes yang akan dibahas adalah test transaksi. Tujuan dari pengujian
transaksi adalah untuk menentukan apakah sistem akuntansi klien telah berfungsi
sebagaimana mestinya, suatu system dapat dikatakan berfungsi sebagaimana
mestinya apabila setiap transaksi mendapatkan orientasi yang jelas, dicatat dan
diperinci didalam setiap buku harian yang benar serta dibukukan didalam buku
besar tambahan dan buku besar dengan benar pula.
Tes
transaksi menekankan pada penentuan apakah jumlah-jumlah yang bersangkutan adalah
benar karena adanya pengedalian yang berfungsi sebagaimana mestinya (pengujian
ketaatan), karena prosedur akuntansi telah diterapkan sebagaimana mestinya
(pengujian substantive) atau keduanya.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud sifat bukti
audit?
2.
Ada berapa test yang digunakan untuk membuktikan efektif tidaknya
pengendalian intern di suatu perusahaan?
3.
Bagaimana
cara memilih sample?
1.3.
TUJUAN
PENULISAN
1.
Untuk mengetahui sifat bukti audit
berserta pembagiannya.
2.
Untuk mengetahui berapa test yang digunakan untuk membuktikan efektif
tidaknya pengendalian intern di suatu perusahaan.
PEMBAHASAN
2.1.
Audit Evidence
Bukti audit (Audit Evidence) berbeda dengan bukti
hukum (legal evidence) dan bukti ilmiah. Bukti audit adalah segala
informasi yang mendukung angka-angka atau informasi lain yang disajikan dalam
laporan keuangan yang dapat digunakan oleh auditor sebagai dasar yang layak
untuk menyatakan pendapatnya.
Standar Pekerjaan Lapangan Ketiga (IAI) menyatakan bahwa:
“Bukti audit
kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan,
pengajuan pertanyaan dan konfirmasi sebagai dasar yang memadai untuk menyatakan
pendapat atas laporan keuangan yang diaudit”
A.
Kompetensi Bukti Audit
Kompetensi bukti audit berhubungan dengan kualitas
atau keandalan data akuntansi dan informasi penguat.
a)
Kompetensi Data Akuntansi
Keandalan catatan akuntansi dipengaruhi secara
langsung oleh efektivitas pengendalian intern.Terdiri dari : Jurnal, Buku Besar
dan Buku Pembantu, Buku Pedoman Akuntansi yang berkaitan, lembar kerja dan
spread sheet).
b)
Kompetensi Informasi
Penguat
Informasi tertulis maupun elektronik (cek, catatan
eketronik fund system, faktur, surat kontrak, notulen rapat, konfirmasi
dan representasi tertulis dari pihak yang mengetahui, informasi melalui
permintaan keterangan, pengamatan, inspeksi dan pemeriksaan phisik, serta
informasi lain yang dikembangkan oleh dan atau tersedia bagi auditor.
Syarat kompetensi bukti audit (merupakan
pertimbangan auditor) :
a) Relevansi
b) Objektivitas
c) Ketepatan waktu
d) Keberadaan bukti audit lain
e) Sah
f) Sumber
g) Cara perolehan bukti
Menurut Konrath
(2002:114 & 115) ada enam tipe bukti audit (lihat Exhibit 5-1) :
1.
Physical
evidence
(Bukti fisik)
2.
Evidence obtain
through confirmation
3.
Documentary
evidence
4.
Mathematical
evidence
5.
Analytical
evidence
6.
Hearsay evidence
1.
Physical Evidence
Segala sesuatu yang bisa dihitung, dipelihara,
diobservasi atau diinspeksi dan terutama untuk mendukung tujuan eksistensi atau
keberadaan.Contoh : bukti phisik yang diperoleh dari kas opname, observasi dari
perhitungan phisik persediaan, pemeriksaan phisik surat berharga dan
inventarisasi aktiva tetap.
2.
Confirmation Evidence
Adalah bukti yang diperolehnya mengenai eksistensi,
kepemilikan atau penilaian langsung dari pihak ketiga diluar klien . Contoh : jawaban konfirmasi piutang,
utang, barang konsinyasi, surat berharga yang disimpan Biro Administrasi Efek,
konfirmasi dari penasehat hukum klien.
3.
Documentary Evidence
Terdiri dari catatan akuntansi dan seluruh dokumen
pendukung transaksi. Berkaitan dengan asersi manajemen
mengenai completeness dan eksistensi, audit trail yang
memungkinkan auditor melakukan tracer dan vouching atas transaksi
dan kejadian dari dokumen ke buku besar, dan sebaliknya. Contoh: faktur
pembelian, copy faktur penjualan, journal voucher, general ledger dan sub ledger.
4.
Mathematical Evidence
Merupakan Perhitungan, perhitungan kembali (misalnya
footing, cross footing dan extension dari rincian
persediaan, perhitungan dan alokasi beban penyusutan, perhitungan beban bunga,
laba/rugi penarikan aktiva tetap, PPh dan accruals) dan rekonsiliasi
(pemeriksaan rekonsiliasi bank, rekonsiliasi saldo piutang usaha dan hutang
menurut buku besar dan sub buku besar, rekonsiliasi inter company account)
5.
Analytical Evidence
Bukti yang diperoleh melalui penelaahan analitis
terhadap informasi keuangan klien. Dilakukan pada waktu membuat perencanaan
audit, sebelum melakukan substantive test dan pada akhir pekerjaan
lapangan (audit field work).
Prosedur
analitis bisa dilakukan dalam bentuk:
a)
Trend
(horizontal) Analysis. membandingkan angka laporan keuangan tahun berjalan
dengan tahun sebelumnya dan menyelidiki kenaikan/penurunan yang signifikan baik
dalam jumlah rupiah maupun persentase
b)
Common Size
(Vertical) Analysis
c)
Ratio Analysis,
misalnya menghitung rasio likuiditas, rasio profitabilitas, rasio leverage dan
rasio manajemen aset.
6.
Hearsay (Oral) Evidence
Bukti dalam bentuk jawaban lisan dari klien atas
pertanyaan yang diajukan auditor. Contoh : pertanyaan auditor mengenai
pengendalian intern, ada tidaknya contingent liabilities, persediaan yang
bergerak lambat atau rusak, kejadian penting sesudah tanggal neraca.
2.2.
Compliance Test dan Subtantive Test
Compliance test (Test Ketaatan) atau test of recorded
transaction adalah Test terhadap bukti pembukuan untuk mengetahui apakah
setiap transaksi yang terjadi sudah diproses dan dicatat sesuai dengan sistem
dan prosedur yang ditetapkan manajemen. Jika terjadi
penyimpangan dalam pemrosesan dan pencatatan transaksi, walaupun jumlah
(rupiahnya) tidak material, auditor memperhitungkan pengaruh dan penyimpangan
terhadap efektifitas pengendalian intern. Juga harus dipertimbangkan apakah
kelemahan dalam salah satu aspek pengendalian intern bisa diatasi dengan “compensating
control”.
Dalam melaksanakan compliance
test, auditor harus memperhatikan :
a)
Kelengkapan
bukti pendukung (supporting schedule)
b)
Kebenaran
perhitungan matematis (footing, cross footing, extension),
c)
Otorisasi dari
pejabat perusahaan yang berwenang,
d)
Kebenaran nomor
perkiraan yang di Debit / Kredit,
e)
Kebenaran
posting ke buku besar dan sub buku besar
Substantive test, adalah Test terhadap kewajaran saldo perkiraan
laporan keuangan (Neraca dan Laporan Laba Rugi)
Jenis Kertas Kerja yang
dibuat:
a)
Working Balance
Sheet (WBS)
b)
Working Profit
and Loss (WPL)
c)
Top Schedule
(TS)
d)
Supporting
Schedule (SS)
Prosedur pemeriksaan
dalam substantive test :
a)
Inventarisasi
aktiva tetap
b)
Observasi atas
stock opname
c)
Konfirmasi
piutang, utang dan bank
d)
Subsequent
collection dan subsequent payment
e)
Kas opname
f)
Pemeriksaan
rekonsiliasi bank dll
Kesalahan yang ditemukan à
pertimbangkan tingkat materialitas
a.
Material à auditor usulkan audit adjusment, jika klien
tidak setuju, auditor tidak boleh memberikan Unqualified
b.
Tidak material (immaterial)
à auditor tidak
perlu memaksakan usulan adjustment, karena tidak mempengaruhi opini akuntan
public.
2.3.
Cara Pemilihan Sample
Dalam melakukan pemeriksaannya Akuntan Publik tidak
memeriksa keseluruhan transaksi dan bukti (terkait dengan waktu dan biaya).
Karena itu, Pemeriksaan transaksi dan bukti dilakukan secara test basis
atau sampling, selanjutnya ditarik kesimpulan mengenai universe
secara keseluruhan.
Sampling adalah mengambil beberapa sample dari
keseluruhan universe untuk ditest
Cara pemilihan sample tidak boleh seenaknya, karena
sample tersebut haruslah mewakili universe
secara tepat, karena jika sample yang dipilih tidak tepat akan sangat
mempengaruhi kesimpulan yang ditarik
PSA No. 26, sampling audit:
“Penerapan
prosedur audit terhadap unsur-unsur suatu saldo akun atau kelompok transaksi
yang kurang dari seratus persen dengan tujuan untuk menilai beberapa
karakteristik saldo akun atau kelompok transaksi tersebut”
“Ada dua
pendekatan umum dalam sampling audit : non statistik dan statistik. Kedua
pendekatan tersebut mengharuskan auditor menggunakan pertimbangan
profesionalitasnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan penilaian sampel, serta
dalam menghubungkan bukti audit yang dihasilkan dari sampel dengan bukti audit
lain dalam penarikan kesimpulan atas saldo akun kelompok transaksi yang
berkaitan”
“Kedua
pendekatan sampling audit diatas, jika diterapkan dengan semestinya dapat
menghasilkan bukti audit yang cukup”
Metode sampling apapun yang dipakai, auditor dianjurkan untuk terlebih dahulu menyusun sampling plan
Cara pemilihan sampling
yang sering digunakan :
a)
Random/Judgment
Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara random dengan
menggunakan judgment akuntan publik .
Kelemahan : sangat tergantung dengan judgment
auditor, jika auditor kurang pengalaman, sampel yang dipilih akan kurang representative
Kelebihan : semakin banyak pengalaman auditor,
semakin baik hasil sampel yang dipilih
Cara: menentukan
jumlah tertentu dari suatu transaksi, menggunakan random sampling table/komputer
b)
Block Sampling
Auditor memilih transaksi dibulan-bulan tertentu,
misalnya bulan Januari, Juni dan Desember
Keberhasilan kedua cara diatas walaupun paling
mudah, tetapi sangat tergantung pada judgement si auditor, semakin banyak
pengalaman auditor, semakin baik hasilnya, dalam arti sample yang dipilih
betul-betul representative. Tetapi jika auditor kurang pengalaman, sample yang
dipilih akan kurang representative.
c)
Statistical
Sampling
Pemilihan sampel dilakukan secara ilmiah, sehingga
walaupun lebih sulit namun sampel yang terpilih representative. Lebih
banyak digunakan dalam audit di perusahaan yang besar dan mempunyai internal
control yang baik.
No comments:
Post a Comment