Zaenudin Ali membagi asas hukum Islam menjadi: (a) asas yang bersifat umum yang meliputi asas keadilan, asas kepastian hukum, asas kemanfaatan; (b) asas hukum pidana, yang meliputi asas legalitas, asas larangan memindahkan kesalahan kepada orang lain, asas praduga tak bersalah; (c) asas Hukum Perdata, yang meliputi asas kekeluargaan, asas kebolehan atau mubah, asas kebajikan, asas kemaslakhatan hidup,; dan (d) asas penerapan hukum Islam, yang meliputi asas tidak memberatkan, asas tidak memperbanyak beban, dan asas tadruji.
Beberapa asas hukum Islam yang relevan dengan penegakan hukum pidana, dikutipkan sebagai berikut.
a. Asas Keadilan
Asas keadilan merupakan asas yang penting dan mencakup semua asas dalam bidang hukum Islam. Allah menyebutkan kata adil dalam Alquran lebih dari 1.000 kali setelah kata Allah dan ilmu pengetahuan. Dalam Alquran asas ini antara lain terdapat dalam Alquran Surat Shad: 26 dan Surat An-Nisaa” 135
Berpedoman ada pada Alquran surat Shad:26 dan An-Nisaa” 135 dapat diketahui hal-hal berikut. Pertama, salah satu tugas khalifah dalam bidang penegakan hukum adalah memutuskan perkara dengan adil. Konsep adil dalam kontek ini adalah adil menurut pihak-pihak yang yang berperkara dan bukan adil menurut penguasa. Kedua, menegakan keadilan bukan hanya diamanatkan kepada para khalifah (penguasa), tetapi menjadi tugas setiap orang yang beriman. Di samping itu, setiap orang yang beriman juga berkewajiban memberikan kesaksian dengan benar bagi dirinya sendiri, kedua orang tua, dan kaum kerabat.
b. Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum adalah yang menyatakan bahwa tidak ada satu perbuatan yang dapat dihukum kecuali atas kekuatan perundang-undangan yang ada sebelum perbuatan itu dilakukan (Alquran, Al-Isra’: 15 Kalimat yang menunjukan adanya asas kepastian hukum pada ayat ini adalah: ’’Allah tidak akan menyiksa, seorang hamba, sebelum menurunkan Rasul’’. Alqur’an, Al-Isr ’: 15, di samping menyuratkan asas kepastian hukum juga asas hukum tidak boleh berlaku surut (nonretroaktif).
c. Asas Kemanfaatan
Asas kemanfaatan adalah asas yang menyertai asas keadilan dan kepastian hukum. Dalam melaksanakan asas kepastian hukum dan asas keadilan, seyogyanya dipertimbangkan asas kemanfaatan. Contoh konkret misalnya, dalam menerapkan ancaman pidana mati kepada seseorang yang telah melakukan pembunuhan, dapat mempertimbagkan kemanfaatan penjatuhan hukuman kepada terdakwa sendiri dan masyarakat. Kalau hukuman mati dianggap lebih bermanfaat bagi masyarakat, hukuman mati itulah yang dijatuhkan.
d. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Kepada Orang Lain.
Asas ini mengandung arti bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat akan mendapatkan imbalan yang setimpal. Asas ini terdapat dalam Alquran, antara lain Surat An-am: 164, Al-Fathir: 18, Az-Zumar:7, dan , Al-Muddatsir: 38.
Dengan mengacu pada ayat dia atas, beberapa uraian yang menunjukan adanya asas ini adalah berikut ini. (1) Seseorang yang berbuat dosa kemudharatanya akan kembali kepada dirinya sendiri. (2) Sesorang tidak dapat melimpahkan dosa kepada orang lain. (3) Seseorang yang mensucikan dirinya, ia menyucikan diri untuk kebaikan dirinya sendiri.
e. Asas Praduga Tidak Bersalah.
Asas ini menegaskan bahwa yang mendasari seseorang dituduh melakukan kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas kesalahanya.
Asas ini menegaskan bahwa pada hubungan perdata (termasuk hubungan pidana: penulis) disandarkan pada hormat menghormati, kasih mengasihi, serta tolong menolong dalam mencapai kebaikan. Asas ini dapat ditemukan, antara lain Al-Hujurat: 12. Dalam ayat ini ditegaskan, bahwa Allah SWT melarang manusia untuk saling mencari kesalahan dan berprasangka buruk. Allah akan mempersamakan para pelakunya, seperti yang tidak jijik memakan daging saudaranya yang telah meninggal dunia.
Makna dari keharusan menerapkan asas praduga tidak bersalah akan terkait dengan kewajiban setiap manusia untuk tetap berprasangka baik kepada orang lain. Kebalikan prasangka baik adalah prasangka buruk. Dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:’’Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka itu sebohong-bohong perkataan. Janganlah kalian mencari-cari tahu, janganlah kalian saling memata-matai, janganlah kalian saling bertengkar, janganlah kalian saling membenci, dan janganlah kalian saling memutus hubungan. Jadilah hamba Allah yang bersaudara (HR. Bukhari dan Muslim). Abu Abdurrahman Adil Syusyah mengartikan hadis tersebut sebagai perintah untuk menjauhi prasangka karena prasangka itu adalah sebohong-bohong perkataan. Hadis tersebut juga diartikan sebagai larangan untuk berprasangka buruk. Masih menurut Abdu Abdurrahman Adil Syusyah, mewujudkan dan membenarkan prasangka, bukan sekadar terlintas dalam hati karena yang demikian itu tidak dianggap prasangka’’. Artinya bahwasanya yang diharamkan dari prasangka adalah jika seseorang terus menerus berprasangka buruk dan menetap dalam hatinya, bukan sekadar terlintas dalam hati. Hal itu disebabkan itu tidak berdosa sebagaimana disebutkan dalam hadis:’’Allah mengampuni prasangka yang terjadi dalam umat selama mereka tidak membeberkanya atau sengaja.
f. Asas Tidak Memberatkan
Ajaran Islam tidak memberatkan manusia dalam pelaksanaannya. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang memungkinkan umat manusia melaksanakanya, terutama faktor kemampuan. Allah SWT menegaskan dalam Al-Qur’an Surat Al-Hajj: 78 dan Al-Baqarah: 185.
Kalimat ’’.......dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.....’’ Alquran, Al-Hajj: 78 dan kalimat: ’’....Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu....’’ Aquran, Al-Baqarah: 185), menunjukan karaktristik hukum Islam yang tidak dimiliki oleh hukum yang dibuat oleh manusia.
Hukum Islam bertujuan mewujudkan kemaslahatan kehidupan manusia. Perintah dan larangan sudah harus bebas dari kesan memberatkan manusia. Salah satu aspek kemaslahatan itu sendiri adalah mewujudkan berbagai kemudahan. Seandainya hukum Islam itu mengandung kesulitan-kesulitan, niscaya hukum Islam itu kehilangan misinya untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Allah SWT sebagai pencipta hukum Islam mempunyai sifat kasih sayang (rahman dan rahim). Begitu juga larangan-Nya adalah rakhmat bagi alam semesta, khususnya bagi manusia. Hukum Islam tidak akan pernah menyulitkan manusia.
g. Asas Tidak Memperbanyak Beban.
Hukum Islam datang demi kepentingan manusia, bukan untuk mengeksploitasi mereka. Tuntutan hukum Islam tidak lebih dari batas kewajaran yang menurut kadarnya akan memberi manfaat bagi kemaslahatan. Hukum Islam tidak akan memberi perintah dan larangan yang dapat merugikan atau membahayakan manusia.
h. Asas Tadruj
Asas Tadruj (bertahap) erat kaitanya dengan asas pertama dan kedua. Penerapan hukum Islam berlaku secara bertahap, tidak secara drastis dan tidak sekaligus. Alquran diturunkan secara bertahap. Hal ini dimaksudkan untuk mempermantap bacaan dan mempermudah hafalan Rasulullah dan sahabatnya. Selain itu, dimaksudkan agar kandungan Alquran mudah dihayati dan diamalkan oleh umat Islam secara bertahap pula sampai ke puncak kesempurnaannya.
Pemberlakuan hukum secara bertahap dapat disimak pada saat Allah mengharamkan minuman hamar, sebagaimana disebutkan dalam Firman Allah SWT.
Penahapan dalam pengharaman hamar, tercermin: (1) dalam judi dan hamar, pada keduanya terdapat dosa besar dan manfaat; (2) larangan melaksankan shalat bagi yang mabuk; (3) meminum hamar, berjudi dan menyembah berhala , mengundi nasib adalah berbuatan syaitan yang harus dijauhi agar mendapat keberuntungan.
No comments:
Post a Comment