BAB
I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
IFRS merupakan Standar Internasional dan rerangka
kerja dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang diadopsi oleh
IASB (International Accounting Standart Board). Sebelumnya IFRS ini
lebih dikenal dengan nama IAS (International Accounting Standart).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari
IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS).
IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi
Internasional (Internasional Accounting Standards Committee (IASC)).
Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab guna
menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan
pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus
mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.
International Financial Reporting Standard (IFRS)
adalah satu set standar akuntansi yang dikembangkan oleh independen, non-profit
organisasi bernama International Accounting Standards Board (IASB). Tujuan IASB
adalah untuk mengembangkan standar akuntansi global yang berkualitas, untuk
mempromosikan penggunaan aplikasi ketat standar tersebut dan berkoordinasi
dengan organisasi akuntansi nasional dan peraturan untuk menyelaraskan standar
akuntansi yang ada dengan IFRS.
Struktur Standar Pelaporan Keuangan Internasional
terdiri dari:
1.
Standar Pelaporan
Keuangan Internasional (IFRS), standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001.
2.
Standar Akuntansi
Internasional (IAS), standar yang dikeluarkan sebelum 2001.
3.
Interpretasi
berasal dari International Financial Reporting Komite Interpretasi (IFRIC),
yang dikeluarkan setelah tahun 2001.
4.
Komisi
Interpretasi (SIC), yang diterbitkan sebelum 2001.
5.
Kerangka Dasar
Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.
Akhir-akhir ini, IFRS menjadi hot issue bagi
akuntansi, top manajemen perusahaan-perusahaan yang sudah Go
Public dan para akademisi serta para auditor yang melakukan auditing
terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS
tersebut dalam pelaporan keuangannya.
Di Indonesia sendiri standar akuntansi yang berlaku dan berterima umum
adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Standar akuntansi yang ada
di Indonesia saat ini belum mengadopsi penuh standar akuntansi international
(IFRS). Standar akuntansi yang digunakan di Indonesia masih mengacu pada US
GAAP (United Stated Generally Accepted
Accounting Standard), namun dalam beberapa pasal sudah dilakukan
harmonisasi terhadap IFRS.
Seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan globalisasi menuntut
adanya suatau standard akuntansi internasional yang dapat diterima
dan dapat dipahami secara internasional, oleh karena itu muncullah suatu
standard internasional yaitu IFRS. Dimana tujuan dari konvergensi ini adalah
agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan, mempermudah
dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan,
supplier, investor dan kreditor. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang
dan banyaknya transaksi internasional yang dilakukan mengharuskan Indonesia
untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS.
Dengan dibuatnya satu standar akuntansi
yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor
untuk masuk dalam pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari
laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan
yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat serta dapat
diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara
internasional dan mudah untuk dipahami.
Namun dalam prosesnya, terdapat beberapa
kendala yang dihadapi dalam melakukan konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya
tiap negara, perbedaaan sistem pemerintahan, perbedaan kepentingan antara
perusahaan serta tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan
prinsip akuntansi.
1.2.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana proses konvergensi IFRS di Indonesia?
2.
Bagaimana sejarah
perkembangan IFRS di Indonesia?
3.
Bagaimana sifat adopsi dan karakteristik
IFRS di Indonesia?
4.
Apa saja manfaat adopsi
IFRS?
5.
Apakah sudah ada perusahaan
di Indonesia yang telah menerapkan
IFRS?
6.
Apa saja
kendala konvergensi PSAK ke dalam IFRS?
7. Apa saja dampak dari adopsi IFRS?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas
dari mata kuliah Akuntansi Keuangan, penulis juga ingin manambah wawasan tentang Convergence of
International Financial Reporting Standards and
Practices
khususnya, dan sebagai pengingat di
kala lupa bagi pembaca pada umumnya, serta untuk mengatasi masalah-masalah yang
terjadi disekitar kita terkait pembahasan ini .
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Konvergensi IFRS
Konvergensi IFRS mengandung pengertian bahwa standar
Akuntansi yang berlaku di Indonesia akan sesuai dengan Standar Akuntansi
Internasional (IFRS). Indonesia melakukan konvergensi IFRS, karena Indonesia
sudah memiliki kesepakatan dengan negara-negara G-20.
Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 2008 mengeluarkan
sebuah keputusan untuk melakukan Adopsi penuh IFRS yang akan diberlakukan
secara efektif pada tahun 2012. Adopsi penuh IFRS bukan berarti Indonesia tidak
memiliki standar sendiri dan menggunakan secara langsung IFRS melainkan Dewan
Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tetap melakukan proses penerjemahan IFRS ke
dalam Bahasa Indonesia. Selain diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, DSAK
juga menganalisis apakah IFRS dapat diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan
kondisi hukum dan bisnis yang ada (Martani et al., 2012) Pada tahun 2007, DSAK
melakukan konvergensi semua standar dengan IFRS.
Proses konvergensi pada tahun 2008 lebih ketat karena
standar yang diberikan mengacu pada semua aturan yang ada di dalam IFRS. Proses
konvergensi mengharuskan DSAK melakukan proses pengembangan dengan tiga
kategori sebagai berikut:
1.
Merevisi standar
akuntansi yang telah ada untuk dapat disesuaikan dengan peraturan IFRS terbaru.
Dalam proses revisi ini, nomor standar tidak berubah namun judul standar ada
beberapa yang berubah untuk disesuaikan dengan nama IFRS.
Contoh: PSAK 16 Aktiva tetap diubah nama menjadi Aset
tetap (revisi 2007), PSAK 22 Penggabungan Usaha diubah nama menjadi Kombinasi
Usaha (revisi 2009), PSAK 4 Laporan Konsolidasian diubah menjadi Laporan
Konsolidasian dan Laporan Tersendiri (Revisi 2009).
2.
Menambahkan
standar baru yang sebelumnya belum diatur di dalam PSAK. Standar baru yang
diterbitkan ada yang menggunakan nomor baru namun ada juga yang menggunakan
nomor PSAK lain yang sejenis dan tahun revisi akan mempengaruhi isi dalam
standar.
Contoh: PSAK 13 Investasi diubah menjadi PSAK 13
Properti Investasi , dan isi dalam kedua standar tersebut sangat berbeda. PSAK
50 Akuntansi Efek (revisi 1999) direvisi menjadi PSAK 50 Instrumen Keuangan :
Penyajian dan Pengungkapan (revisi 2006), kemudian diganti lagi dengan PSAK 50
Instrumen Keuangan : Penyajian (revisi 2010)
3.
Mencabut PSAK
yang tidak ada standarnya dalam IFRS. Pencabutan PSAK dilakukan dengan
menerbitkan PSAK baru yang secara tidak langsung menghapuskan PSAK lama atau
dengan menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).
Contoh: PSAK 9 Penyajian Aktiva lancar dan Kewajiban
jangka pendek tidak berlaku setelah diberlakukan PSAK 1 Penyajian Laporan
Keuangan (revisi 2009). PSAK 17 Penyusutan tidak berlaku setelah diterbitkan
PSAK 16 Aset tetap (revisi 2007). PPSAK 1 berisikan pencabutan PSAK 32
Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi dan PSAK
37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol.
Tujuan dari konvergensi IFRS adalah untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Secara umum, strategi
adopsi yang dapat digunakan dalam konvergensi ada 2 macam yaitu:
1.
Big Bang
strategy adalah mengadopsi penuh IFRS
tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu biasanya dilakukan oleh negara-negar
maju
2.
Gradual
strategy adalah mengadopsi IFRS
secara bertahap yang biasa dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti
Indonesia.
Menurut IASB, Manfaat dari penerapan IFRS secara umum
adalah:
1.
Memudahkan
pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan
yang dikenal secara Internasional.
2.
Meningkatkan arus
investasi global melalui transparansi.
3.
Menurunkan biaya
modal dengan membuka peluang fund rising melalui pasar modal secara
global.
4.
Menciptakan
efisiensi penyusunan laporan keuangan.
5.
Meningkatkan
kualitas laporan keuangan dengan cara mengurangi kesempatan untuk melakukan earnings
management.
2.2. Sejarah Perkembangan IFRS di Indonesia
Pada periode 1973-1984, Ikatan
Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi
Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal
dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada
periode 1984-1994, komite
PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip
Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar
akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia
dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan
menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35
pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS
yang dikeluarkan oleh IASB
Pada
periode 1994-2004, ada
perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994,
telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk
menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun
standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi
besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan
konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat
sendiri.
Pada
periode 2006-2008, merupakan
konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi
Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa
penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak
enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1
Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009.
Pada tahun 2006 dalam kongres IAI X
di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun
2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun
2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008
jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di
Indonesia, yaitu:
1.
Tahap Adopsi
(2008–2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan
infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
2.
Tahap Persiapan
Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan
infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap
beberapa PSAK berbasis IFRS.
3.
Tahap
Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara
bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara
komprehensif.
Update
Konvergensi IFRS 13 Maret 2014 (Ikatan Akuntan Indonesia)
Pada tanggal 12 Juli 2013, DSAK IAI telah
mengesahkan:
1.
ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan.
2.
ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen
Ekuitas.
3.
ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah Tahap Produksi pada
Tambang Terbuka.
4.
PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33.
•
Berlaku efektif 1 Januari 2014.
•
Penerapan dini diperkenankan.
Pada tanggal 19 Desember 2013, DSAK IAI telah
mengesahkan:
1.
PSAK 1 (2013): Penyajian Laporan Keuangan.
2.
PSAK 4 (2013): Laporan Keuangan Tersendiri.
3.
PSAK 15 (2013): Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura
Bersama.
4.
PSAK 24 (2013): Imbalan Kerja.
5.
PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian.
6.
PSAK 66: Pengaturan Bersama.
7.
PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain.
8.
PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
•
Berlaku efektif 1 Januari 2015.
Pada tanggal 19 Desember 2013 telah mengesahkan:
1.
ED PSAK 46 (2013): Pajak Penghasilan.
2.
ED PSAK 48 (2013): Penurunan Nilai Aset.
3.
ED PSAK 50 (2013): Instrumen Keuangan: Penyajian.
4.
ED PSAK 55 (2013): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan
Pengukuran.
5.
ED ISAK 60 (2013): Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
6.
ED ISAK 26 (2013): Penilaian Ulang Derivatif Melekat
•
Berlaku efektif 1 Januari 2015.
2.3. Sifat Adopsi dan Karakteristik IFRS di Indonesia
Pengadopsian/penerapan IFRS pada
standar akuntansi di Indonesia pada saat ini belum menyeluruh (Full adoption), melainkan baru sebagian
saja (Harmonisasi). Hal tersebut terlihat dari standar akuntansi di Indonesia
yang saat ini masih mengacu pada US GAAP (United
Stated Generally Accepted Accounting Standard). Namun, Indonesia pada saat
ini masih dalam proses menuju penerapan IFRS secara menyeluruh melalui proses
konvergensi PSAK ke IFRS.
Menurut
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat
dibedakan menjadi 5 tingkat:
1.
Full Adoption;
Suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan IFRS sama persis
ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
2.
Adopted;
Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2008. Adopted
maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara
tersebut.
3.
Piecemeal;
Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu
dan memilih paragraf tertentu saja.
4.
Referenced
(konvergence); Sebagai referensi, standar yang
diterapkan hanya mengacu
pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat
standar.
5.
Not adopted at all;
Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.
Karakteristik IFRS tersebut dapat diuraikan dalam 5
pendekatan dasar sebagai berikut.
1. Pendekatan basis prinsip
(principle-based approach) adalah pendekatan yang menempatkan penekanan lebih besar pada penafsiran dan
penerapan prinsip-prinsip, dengan fokus khusus pada semangat prinsip yang
diterapkan. Pendekatan ini menetapkan/mengatur IFRS hanya pada prinsip prinsip
utamanya sehingga tidak memiliki standar-standar yang spesifik untuk industri.
Kalaupun terdapat standar mengenai kontrak asuransi (IFRS 4 Insurance
contract), standar tersebut tidak mengatur entitas asuransi, tapi entitas
apapun yang memiliki kontrak asuransi. US-GAAP dan SAK kita sebelumnya yang
berbasis pengaturan (rule based) lebih detail dan kompleks juga memiliki
standar-standar berbasis industry, misalnya adalah standar mengenai pengakuan
pendapatan. Di IFRS, pengakuan pendapatan hanya diatur pada 2 standar, yaitu
IAS 18 Revenue dan IAS 11 Construction Contracts. Sementara itu, standar
akuntansi di US, misalnya memiliki sekitar 100 standar yang di dalamnya berisi
pengakuan pendapatan yang berbeda-beda pada tiap industri. Jadi, dimungkinkan hasil yang berbeda
untuk substansi ekonomi yang sama dalam industri yang berbeda (IASB, 2009).
2. Pendekatan standar yang
memerlukan penilaian substansi transaksi dan evaluasi, apakah presentasi
akuntansi mencerminkan realitas ekonomi. Karakteristik ini menekankan substansi
dari transaksi dan evaluasi yang mencerminkan realitas ekonomi, contohnya di
dalam IAS 38, juga PSAK 19 (revisi 2010) disebutkan bahwa aset tidak berwujud
tidak lagi memiliki maksimum umur manfaat. Perusahaan harus menilai berapa umur
eknomis aset tidak berwujud. Bahkan, apabila perusahaan tidak bisa melihat
batas akhir kapan manfaat ekonomis aset tidak berwujud tersebut berakhir,
perusahaan dapat membuatnya menjadi aset tidak berwujud dengan umur manfaat tak
terbatas. Aset tidak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas diperlakukan
sama seperti goodwill,
yakni
dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dan tidak diamortisasi.
3. Pendekatan yang berfokus
pada kebutuhan untuk penilaian profesional dalam hal penyelesaian berwujud
dengan umur manfaat tidak terbatas diperlakukan sama seperti goodwill,
yakni dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dan tidak diamortisasi.
Karakteristik ini menunjukkan bahwa penilaian profesional merupakan hal yang
terpenting dalam penyelesaian masalah akuntansi. Hal ini dikaitkan dengan
penentuan umur ekonomis suatu aset tidak berwujud, yang berdasarkan kriteria
dan faktor yang diterima secara umum.
4. Pendekatan pada
penggunan yang lebih besar nilai wajar (fair value) sebagai dasar
pengukuran penekanan 2 arah untuk memperoleh pengukuran yang dapat diandalkan.
Kriteria ini berlawanan dengan PSAK yang dianut sebelumnya, di mana penilaian
aset haruslah berdasarkan harga perolehan (historical cost).
5. Pendekatan
persyaratan pengungkapan yang lebih ektensif. Karakteristik ini menuntut
pengungkapan yang lebih ekstensif dibandingkan dengan PSAK terdahulu. Fokus
kepada penyiapan laporan keuangan tidak lagi cukup, dalam era IFRS di samping
laporan keuangan, pengungkapan atas hal-hal yang mendasari perlu disampaikan
dalam catatan atas laporan keuangan (CALK).
2.4. Manfaat Adopsi IFRS
Manfaat Konvergensi IFRS secara umum
adalah:
a.
Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan
Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b.
Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c.
Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising
melalui pasar modal secara global.
d.
Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e.
Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain,
mengurangi kesempatan untuk melakukan earning
management.
•
Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi
cenderung dilarang.
•
Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, dilarang.
•
Reklasifikasi dari L&R ke AFS, dilarang.
•
Tidak ada lagi extraordinary
items.
Profil Perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (“Telkom”, ”Perseroan”, “Perusahaan”, atau
“Kami”) merupakan BUMN yang bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan
jaringan di wilayah Indonesia dan karenanya tunduk pada hukum dan peraturan
yang berlaku di negara ini.
Dengan statusnya sebagai perusahaan
milik negara yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham, pemegang saham
mayoritas Perusahaan adalah Pemerintah Republik Indonesia sedangkan sisanya
dikuasai oleh publik. Saham Perusahaan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia
(“BEI”), New York Stock Exchange (“NYSE”),
London Stock Exchange (“LSE”) dan Public Offering Without Listing (“POWL“)
di Jepang.
Penerapan IFRS PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Perubahan yang cukup besar terkait
pelaporan keuangan tahun 2011 adalah berkaitan dengan penerapan standar
pelaporan keuangan International Financial Reporting Standard (“IFRS”).
Mengingat pelaporan keuangan di
Telkom telah menerapkan pengendalian internal sebagaimana ketentuan SOX Section
404, maka rancangan dan penerapan pengendalian internal atas pelaporan keuangan
perlu mengalami penyesuaian yang cukup besar agar sesuai dengan ketentuan
standar akuntansi yang berlaku. Hal tersebut meliputi kebijakan akuntansi,
organisasi dan aplikasi TI, termasuk perubahan rancangan dan penerapan
pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang diikuti dengan pengembangan
kompetensi pengetahuan IFRS kepada karyawan yang terlibat.
Komitmen untuk menerapkan IFRS
merupakan keputusan manajemen, bahwa Telkom akan melakukan adopsi lebih awal
dari roadmap DSAK IAI atas Standar Pelaporan Keuangan IFRS. Untuk itu sejak
tahun 2010 dibentuk tim khusus disebut dengan Gugus Tugas IFRS yang bertanggung
jawab mempersiapkan implementasi IFRS mulai dari fase penilaian, desain,
implementasi sampai tahap kestabilan yang direncanakan akan tercapai pada tahun
2012.
Bagi Telkom, implementasi IFRS
memiliki tantangan tersendiri, selain harus menyampaikan Laporan Keuangan dalam
standar IFRS ke US SEC, Telkom pun harus menyampaikan Laporan Keuangannya
dengan SAK Indonesia ke Bapepam-LK dengan tetap memperhatikan norma-norma
pengendalian internal.
Terkait dengan penerapan IFRS,
Telkom juga berperan aktif mendukung implementasi IFRS di BUMN lainnya dan
terlibat sebagai narasumber, berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan:
•
Telkom terlibat aktif menjadi Tim Kerja Koordinasi BUMN
untuk Antisipasi Penerapan IFRS ke dalam SAK Indonesia, salah satu wujudnya
adalah menjadi narasumber dan pengajar untuk workshop penerapan SAK Indonesia
Baru (IFRS) untuk BUMN;
•
Telkom memberikan jasa pendampingan konvergensi SAK
Indonesia-IFRS kepada salah satu BUMN di Indonesia dan ini merupakan langkah
awal untuk membantu proses konvergensi di BUMN-BUMN lainnya;
•
Telkom menjadi pembicara utama dalam Seminar IFRS untuk
Auditor dengan tema ”Internal Auditors Need to Know IFRS Conversion” pada
tanggal 11-13 April 2011 di Bandung; dan secara rutin melakukan sosialisasi
dan workshop atas implementasi IFRS
ke Anak Perusahaan Telkom.
Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80
negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan
IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya.
Laporan keuangan menurut IFRS:
Catatan laporan keuangan harus
disajikan dengan urutan sebagai berikut:
·
Pernyataan kepatuhan dengan IFRS.
·
Ringkasan kebijakan akuntansi organisasi
yang signifikan.
·
Informasi pendukung untuk perkiraan
dalam laporan keuangan, dengan urutan dimana berbagai laporan disajikan.
·
Pengungkapan lain, seperti informasi
non-keuangan.
Informasi
berikut harus dimasukkan dalam catatan laporan keuangan:
·
Asumsi.
Informasi tentang asumsi pokok yang berkaitan dengan masa depan.
·
Dasar penyusunan.
Dasar pengukuran yang digunakan untuk menyusun laporan (contoh: biaya historis,
biaya kini, nilai realisasi bersih, nilai wajar, atau jumlah yang dapat
dipulihkan), dan penggunaan kebijakan akuntansi lain yang terkait untuk
memahami laporan.
·
Manajemen modal. Penjelasan
modal yang entitas kelola, bagaimana memenuhi tujuan manajemen modal, sifat
dari setiap kebutuhan modal eksternal yang ditentukan, dan ringkasan tentang
apa yang dikelola entitas sebagai modal, dan bagaimana tingkat modal telah
berubah selama periode berjalan.
·
Dividen.
Jumlah dividen yang tidak diakui untuk dibagikan, tetapi diusulkan atau
dideklarasikan sebelum laporan keuangan telah disetujui untuk penerbitan.
·
Domisili.
Kedudukan entitas, negara pendiriannya dan alamat kantor terdaftar.
·
Estimasi
ketidakpastian. Sumber utama estimasi ketidakpastian yang dapat
mengakibatkan penyesuaian yang signifikan dari nilai tercatat dalam aktiva dan
kewajiban entitas dalam tahun fiskal berikutnya.
·
Badan hukum.
Badan hukum entitas.
·
Umur. Jika
entitas memiliki umur terbatas, buat catatan umur organisasi/perusahaan.
·
Manajemen penilaian.
Manajemen telah membuat penilaian ketika menerapkan kebijakan akuntansi, dan
yang memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil keuangan.
·
Nama. Nama
dari entitas induk dan dari induk kelompok.
·
Operasional.
Kegiatan utama entitas.
·
Informasi lain.
Informasi lain yang tidak disajikan dalam lapoaan keuangan, tetapi berkaitan.
2.6. Kendala Konvergensi PSAK ke dalam IFRS
a. Dewan standar akuntansi yang kurang sumberdaya.
b. IFRS berganti
terlalu cepat sehingga ketika masih dalam proses adopsi satu standar IFRS
dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
c. Kendala bahasa,
karena stiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan
seringkali ini tidaklah mudah.
d. Infrastruktur
profesi akuntansi yang belum siap.
e. Kesiapan
perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti acuan ke IFRS.
f. Support
pemerintah terhadap issue konvergensi.
2.7. Dampak dari Adopsi IFRS
a. Dampak
pada sistem akuntansi
1. Peningkatan
penggunaan nilai wajar (fair value), terutama untuk properti investasi,
beberapa aset tak berwujud, aset keuangan dan aset biologis.
2. Penggunaan
“Judgment” karena karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip (principle
based).
3. Persyaratan
pengungkapan yang lebih banyak baik kualitatif maupun kuantitatif, sejalan
dengan data/informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan perusahaan.
b. Dampak
pada sistem informasi perusahaan
Perubahan sistem akuntansi tentu
akan berdampak pada perubahan sistem informasi di perusahaan karena perbedaan
standar yang signifikan antara IFRS dan standar yang berlaku sebelumnya.
c. Dampak
pada sumber daya manusia
Standar IFRS yang menganut prinsip
dan bukan rule based sehingga para pemakai harus lebih banyak
menggunakan judgment. Dibutuhkan sumber daya profesional yang memiliki
kemampuan untuk melakukan judgment tersebut dalam menggunakan standar
ini. Selain itu tidak hanya SDM yang terkait akuntansi, namun SDM lain yang
terkait juga harus memahami konsep standar IFRS.
d. Dampak
pada sistem organisasi
Perusahaan Penggunaan standar IFRS
tidak hanya merubah cara organisasi membuat laporan keuangan, namun juga
merubah bagaimana perusahaan menjalankan bisnisnya. Perlunya pengendalian
internal, khususnya yang terkait dengan pelaporan keuangan agar perusahaan dapat
memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan IFRS.
e. Dampak
IFRS pada perbankan
Perbankan
dalam perhitungan aset dan kewajibannya pada tahap awal pergantian standar akan
mengalami turunnya laba. Namun demikian, penerapan IFRS yang konsisten akan
menguntungkan bank dalam jangka panjang. Penerapan IFRS akan membawa dampak pada
laporan keuangan perbankan karena penggunaan fair value pada instrumen
keuangan perbankan di sisi aset neraca dan liabilitasnya, hal ini kana
mempengaruhi volatilitas laba. Penerapan IFRS akan memaksa bank menggunakan
data statistik untuk proses penghitungan penyisihan aktiva produktif yang
sebelumnya hanya berdasarkan kolektibilitas. Selain itu perubahan sistem
informasi akuntansi di bank, memerlukan biaya yang mahal dan kesiapan sumber
daya manusia dalam memahami dan mengimplementasikan IFRS di bidang perbankan.
f. Pada
pendidikan akuntansi
Penggunaan IFRS dalam praktik
akuntansi perusahaan berdampak pada perguruan tinggi khususnya pendidikan
akuntansi sebagai penyedia tenaga akuntan. Sebagai calon akuntan dan calon
manajer yang akan bekerja dan menjadi bagian dari proses konvergensi IFRS,
perlu memahami dengan baik IFRS dan praktik yang berkaitan. Calon akuntan
diharapkan meningkatkan kompetensinya baik melalui jalur formal (kuliah) maupun
secara aktif mempelajari melalui berbagai program pelatihan dan mengunduh
banyak materi dari berbagai sumber, utamanya dari CPA societies. AICPA
telah menawarkan banyak kursus dan seminar tentang IFRS demikian juga di
Indonesia, IAI sering mengadakan seminar maupun pelatihan tentang IFRS.
Sementara itu, program studi akuntansi sebagai penyedia calon akuntan perlu
memasukkan IFRS dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan, serta meningkatkan
kemampuan pengajar dengan mengikutkan mereka pada berbagai pelatihan yang
diselenggarakan oleh IAI. Dengan demikian materi kuliah yang diajarkan tidak
lagi berbasis US GAAP namun sudah berbasis IFRS.
g. Bagi
lembaga profesi akuntan
Bagi lembaga profesi akuntan, perlu
disiapkan suatu standar adopsian IFRS dan dapat mulai diperkenalkan kepada
akuntan publik maupun akuntan pendidik dan akuntan manajemen. Kantor Akuntan
Publik big four sudah menyiapkan berbagai materi IFRS di website mereka
dan perlu sering meningkatkan kompetensi akuntannya melalui berbagai workshop
dan seminar.
Menurut IAI (2009), dampak implementasi IFRS di
Indonesia diantaranya adalah:
1.
Akses ke
Pendanaan Internasional akan lebih terbuka karena laporan keuanagn akan lebih
mudah dikomunikasikan ke investor global.
2.
Relevansi laporan
keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3.
Kinerja keuangan
(Laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
4.
Income smoothing
menjadi lebih sulit dilakukan karena adanya pendekatan balance sheet dan
fair value.
5.
Principle
based standart menyebabkan
keterbandingan laporan sedikit menurun yakni bila penggunaan profesional
judgment ditumpangi dengan kepentingan mengatur laba (earnings management).
Adanya Implementasi
IFRS memberikan dampak yang positif maupun negatif bagi dunia bisnis di
Indonesia. Hal ini menjadi poin penting mengenai pengaruh penerapan konvergensi
IFRS terhadap praktik manajemen laba di Indonesia khususnya dalam Industri Real
Estate dan Properti. Mengadopsi standar yang berkualitas tinggi tidak selalu
menghasillkan kualitas informasi yang tinggi pula. Adopsi IFRS belum tentu
dapat mengakomodasi karakteristik khusus suatu Negara. Hal ini terjadi karena
IASB sebagai standard setter dari IFRS memiliki anggota yang sebagian
besar adalah negara maju.
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Konvergensi IFRS diselenggarakan
dalam rangka meningkatkan komparabilitas laporan keuangan antar negara di dunia
sehingga diharapkan dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan para pengguna
laporan keuangan. Peralihan kepada konvergensi IFRS diharapkan akan
membawa dampak positif diantaranya adalah dari sisi pelaporan keuangan. Dengan
adanya konvergensi IFRS maka akan tercipta suatu pelaporan yang seragam,
sehingga memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk melakukan kebijakan-kebijakan
yang terkait dengan performa laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini akan
memudahkan investor lintas Negara untuk melakukan kebijakan investasinya.
Konvergensi
IFRS bertujuan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang relevan dan
reliable sehingga akan tercipta suatu laporan yang lebih berkualitas baik untuk
aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban. Standar IFRS berbasis prinsip
akan lebih condong pada pengunaan nilai wajar dan pengungkapan yang lebih
banyak dan rinci diharapkan dapat mengurangi adanya praktik manajemen laba.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhiruddin. 2011. Konvergensi
IFRS di Indonesia (Online). Jurnal. http://20207082.student.gunadarma.ac.id/
diakses, 17 Oktober 2016.
Anjasmoro,
Mega. 2010. Adopsi
International Financial Repot Standard: “Kebutuhan atau Paksaan?” Studi Kasus
Pada PT Garuda Airlines Indonesia. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Bragg, Steven M. 2011. Panduan IFRS. Jakarta:
Indeks.
Gamayuni,
Rindu Rika. 2009. Perkembangan Standar
Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju International Financial Reporting Standards.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol.
14, No. 2, Hal. 153-166.
Lestari, Yona O. 2013. Konvergensi International
Financial Reporting Standards (IFRS)
dan Manajemen Laba di Indonesia (Online). Jurnal. http://ejournal.uin-malang.ac.id/ diakses,
17 Oktober 2016.
Novianto, Rian
A. 2014. Pengaruh Konvergensi IFRS terhadap Asimetri Informasi (Study Kasus Pada
Perusahaan Real Estate Di Indonesia). Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Nurhayati, Ida. 2014. Dampak
Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) pada
Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Perusahaan
Manufaktur) (Online). Jurnal. http://download.portalgaruda.org/
diakses, 17 Oktober 2016.
Papeke, Intan B. 2015. Analisis
terhadap Hubungan antara Konvergensi International Financial Reporting Standar
(IFRS), Manajemen Laba dan Kualitas Audit. Skripsi. Semarang: Universitas
Diponegoro.
Rohaeni, Dian.
2012. Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Income
Smoothing dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderasi. (Online). Jurnal. http://sna.akuntansi.unikal.ac.id/ diakses, 17 Oktober 2016.
Sukendar, Heri. 2009. Konvergensi
Standar Laporan Keuangan ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional.
Jakarta: Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1,
Edisi Maret 2009, Hal. 10-21.
Suprihatin,
Siti. 2013. Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards Terhadap
Nilai Relevan Informasi Akuntansi Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia,
Vol. 10, No. 2, Edisi Desember 2013, Hal 171- 183.
Zamzami, Faiz. 2013.
Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS)
di Indonesia. Jurnal Ekonomi.
No comments:
Post a Comment