Sunday, October 23, 2016

Konvergensi IFRS

BAB I
PENDAHULUAN
1.1.      Latar Belakang
IFRS merupakan Standar Internasional dan rerangka kerja dalam rangka penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang diadopsi oleh IASB (International Accounting Standart Board). Sebelumnya IFRS ini lebih dikenal dengan nama IAS (International Accounting Standart).
Sejumlah standar yang dibentuk sebagai bagian dari IFRS dikenal dengan nama terdahulu Internasional Accounting Standards (IAS). IAS dikeluarkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh Badan Komite Standar Akuntansi Internasional (Internasional Accounting Standards Committee (IASC)). Pada tanggal 1 April 2001, IASB baru mengambil alih tanggung jawab guna menyusun Standar Akuntansi Internasional dari IASC. Selama pertemuan pertamanya, Badan baru ini mengadaptasi IAS dan SIC yang telah ada. IASB terus mengembangkan standar dan menamai standar-standar barunya dengan nama IFRS.
International Financial Reporting Standard (IFRS) adalah satu set standar akuntansi yang dikembangkan oleh independen, non-profit organisasi bernama International Accounting Standards Board (IASB). Tujuan IASB adalah untuk mengembangkan standar akuntansi global yang berkualitas, untuk mempromosikan penggunaan aplikasi ketat standar tersebut dan berkoordinasi dengan organisasi akuntansi nasional dan peraturan untuk menyelaraskan standar akuntansi yang ada dengan IFRS.
Struktur Standar Pelaporan Keuangan Internasional terdiri dari:
1.         Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS), standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001.
2.         Standar Akuntansi Internasional (IAS), standar yang dikeluarkan sebelum 2001.
3.         Interpretasi berasal dari International Financial Reporting Komite Interpretasi (IFRIC), yang dikeluarkan setelah tahun 2001.
4.         Komisi Interpretasi (SIC), yang diterbitkan sebelum 2001.
5.         Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan.

Akhir-akhir ini, IFRS menjadi hot issue bagi akuntansi, top manajemen perusahaan-perusahaan yang sudah Go Public dan para akademisi serta para auditor yang melakukan auditing terhadap laporan keuangan perusahaan-perusahaan yang sudah menerapkan IFRS tersebut dalam pelaporan keuangannya.
Di Indonesia sendiri standar akuntansi yang berlaku dan berterima umum adalah PSAK (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan). Standar akuntansi yang ada di Indonesia saat ini belum mengadopsi penuh standar akuntansi international (IFRS). Standar akuntansi yang digunakan di Indonesia masih mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard), namun dalam beberapa pasal sudah dilakukan harmonisasi terhadap IFRS.
Seiring dengan perkembangan kegiatan ekonomi dan globalisasi menuntut adanya suatau standard akuntansi internasional yang dapat diterima dan dapat dipahami secara internasional, oleh karena itu muncullah suatu standard internasional yaitu IFRS. Dimana tujuan dari konvergensi ini adalah agar informasi keuangan yang dihasilkan dapat diperbandingkan, mempermudah dalam melakukan analisis kompetitif dan hubungan baik dengan pelanggan, supplier, investor dan kreditor. Indonesia sebagai negara yang terus berkembang dan banyaknya transaksi internasional yang dilakukan mengharuskan Indonesia untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS. 
Dengan dibuatnya satu standar akuntansi yang sama dan digunakan oleh seluruh negara akan semakin mendorong investor untuk masuk dalam pasar modal seluruh dunia, hal ini dikarenakan mutu dari laporan keuangan yang dihasilkan memiliki kredibilitas tinggi, pengungkapan yang lebih luas, informasi keuangan yang relevan dan akurat  serta dapat diperbandingkan dan satu lagi yang sangat penting adalah dapat berterima secara internasional dan mudah untuk dipahami.
Namun dalam prosesnya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi dalam melakukan konvergensi ke IFRS ini. Mulai dari perbedaan budaya tiap negara, perbedaaan sistem pemerintahan, perbedaan kepentingan antara perusahaan serta tingginya biaya yang dibutuhkan untuk melakukan perubahan prinsip akuntansi.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah:
1.      Bagaimana proses konvergensi IFRS di Indonesia?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan IFRS di Indonesia?
3.      Bagaimana sifat adopsi dan karakteristik IFRS di Indonesia?
4.      Apa saja manfaat adopsi IFRS?
5.      Apakah sudah ada perusahaan di Indonesia yang telah menerapkan IFRS?
6.      Apa saja kendala konvergensi PSAK ke dalam IFRS?
7.      Apa saja dampak dari adopsi IFRS?
     
1.3.      Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Keuangan, penulis juga ingin manambah wawasan tentang Convergence of International Financial Reporting Standards and Practices khususnya, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya, serta untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar  kita terkait pembahasan ini .



BAB II
PEMBAHASAN
2.1.      Konvergensi IFRS
Konvergensi IFRS mengandung pengertian bahwa standar Akuntansi yang berlaku di Indonesia akan sesuai dengan Standar Akuntansi Internasional (IFRS). Indonesia melakukan konvergensi IFRS, karena Indonesia sudah memiliki kesepakatan dengan negara-negara G-20.
Ikatan Akuntan Indonesia pada tahun 2008 mengeluarkan sebuah keputusan untuk melakukan Adopsi penuh IFRS yang akan diberlakukan secara efektif pada tahun 2012. Adopsi penuh IFRS bukan berarti Indonesia tidak memiliki standar sendiri dan menggunakan secara langsung IFRS melainkan Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) tetap melakukan proses penerjemahan IFRS ke dalam Bahasa Indonesia. Selain diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, DSAK juga menganalisis apakah IFRS dapat diterapkan di Indonesia dan sesuai dengan kondisi hukum dan bisnis yang ada (Martani et al., 2012) Pada tahun 2007, DSAK melakukan konvergensi semua standar dengan IFRS.
Proses konvergensi pada tahun 2008 lebih ketat karena standar yang diberikan mengacu pada semua aturan yang ada di dalam IFRS. Proses konvergensi mengharuskan DSAK melakukan proses pengembangan dengan tiga kategori sebagai berikut:
1.      Merevisi standar akuntansi yang telah ada untuk dapat disesuaikan dengan peraturan IFRS terbaru. Dalam proses revisi ini, nomor standar tidak berubah namun judul standar ada beberapa yang berubah untuk disesuaikan dengan nama IFRS.
Contoh: PSAK 16 Aktiva tetap diubah nama menjadi Aset tetap (revisi 2007), PSAK 22 Penggabungan Usaha diubah nama menjadi Kombinasi Usaha (revisi 2009), PSAK 4 Laporan Konsolidasian diubah menjadi Laporan Konsolidasian dan Laporan Tersendiri (Revisi 2009).
2.      Menambahkan standar baru yang sebelumnya belum diatur di dalam PSAK. Standar baru yang diterbitkan ada yang menggunakan nomor baru namun ada juga yang menggunakan nomor PSAK lain yang sejenis dan tahun revisi akan mempengaruhi isi dalam standar.
Contoh: PSAK 13 Investasi diubah menjadi PSAK 13 Properti Investasi , dan isi dalam kedua standar tersebut sangat berbeda. PSAK 50 Akuntansi Efek (revisi 1999) direvisi menjadi PSAK 50 Instrumen Keuangan : Penyajian dan Pengungkapan (revisi 2006), kemudian diganti lagi dengan PSAK 50 Instrumen Keuangan : Penyajian (revisi 2010)
3.      Mencabut PSAK yang tidak ada standarnya dalam IFRS. Pencabutan PSAK dilakukan dengan menerbitkan PSAK baru yang secara tidak langsung menghapuskan PSAK lama atau dengan menerbitkan Pernyataan Pencabutan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK).
Contoh: PSAK 9 Penyajian Aktiva lancar dan Kewajiban jangka pendek tidak berlaku setelah diberlakukan PSAK 1 Penyajian Laporan Keuangan (revisi 2009). PSAK 17 Penyusutan tidak berlaku setelah diterbitkan PSAK 16 Aset tetap (revisi 2007). PPSAK 1 berisikan pencabutan PSAK 32 Akuntansi Kehutanan, PSAK 35 Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi dan PSAK 37 Akuntansi Penyelenggaraan Jalan Tol.

Tujuan dari konvergensi IFRS adalah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaporan keuangan. Secara umum, strategi adopsi yang dapat digunakan dalam konvergensi ada 2 macam yaitu:
1.      Big Bang strategy adalah mengadopsi penuh IFRS tanpa melalui tahapan-tahapan tertentu biasanya dilakukan oleh negara-negar maju
2.      Gradual strategy adalah mengadopsi IFRS secara bertahap yang biasa dilakukan oleh negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Menurut IASB, Manfaat dari penerapan IFRS secara umum adalah:
1.      Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara Internasional.
2.      Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
3.      Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund rising melalui pasar modal secara global.
4.      Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
5.      Meningkatkan kualitas laporan keuangan dengan cara mengurangi kesempatan untuk melakukan earnings management.

2.2.      Sejarah Perkembangan IFRS di Indonesia
Pada periode 1973-1984, Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) telah membentuk Komite Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia untuk menetapkan standar-standar akuntansi, yang kemudian dikenal dengan Prinsip-prinsip Akuntansi Indonesia (PAI).
Pada periode 1984-1994, komite PAI melakukan revisi secara mendasar PAI 1973 dan kemudian menerbitkan Prinsip Akuntansi Indonesia 1984 (PAI 1984). Menjelang akhir 1994, Komite standar akuntansi memulai suatu revisi besar atas prinsip-prinsip akuntansi Indonesia dengan mengumumkan pernyataan-pernyataan standar akuntansi tambahan dan menerbitkan interpretasi atas standar tersebut. Revisi tersebut menghasilkan 35 pernyataan standar akuntansi keuangan, yang sebagian besar harmonis dengan IAS yang dikeluarkan oleh IASB
Pada periode 1994-2004, ada perubahan Kiblat dari US GAAP ke IFRS, hal ini ditunjukkan Sejak tahun 1994, telah menjadi kebijakan dari Komite Standar Akuntansi Keuangan untuk menggunakan International Accounting Standards sebagai dasar untuk membangun standar akuntansi keuangan Indonesia. Dan pada tahun 1995, IAI melakukan revisi besar untuk menerapkan standar-standar akuntansi baru, yang kebanyakan konsisten dengan IAS. Beberapa standar diadopsi dari US GAAP dan lainnya dibuat sendiri.
Pada periode 2006-2008, merupakan konvergensi IFRS Tahap 1, Sejak tahun 1995 sampai tahun 2010, buku Standar Akuntansi Keuangan (SAK) terus direvisi secara berkesinambungan, baik berupa penyempurnaan maupun penambahan standar baru. Proses revisi dilakukan sebanyak enam kali yakni pada tanggal 1 Oktober 1995, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004, 1 Juni 2006, 1 September 2007, dan versi 1 Juli 2009.
Pada tahun 2006 dalam kongres IAI X di Jakarta ditetapkan bahwa konvergensi penuh IFRS akan diselesaikan pada tahun 2008. Target ketika itu adalah taat penuh dengan semua standar IFRS pada tahun 2008. Namun dalam perjalanannya ternyata tidak mudah. Sampai akhir tahun 2008 jumlah IFRS yang diadopsi baru mencapai 10 standar IFRS dari total 33 standar.
Terdapat 3 tahapan dalam melakukan konvergensi IFRS di Indonesia, yaitu:
1.         Tahap Adopsi (2008–2011), meliputi aktivitas dimana seluruh IFRS diadopsi ke PSAK, persiapan infrastruktur yang diperlukan, dan evaluasi terhadap PSAK yang berlaku.
2.         Tahap Persiapan Akhir (2011), dalam tahap ini dilakukan penyelesaian terhadap persiapan infrastruktur yang diperlukan. Selanjutnya, dilakukan penerapan secara bertahap beberapa PSAK berbasis IFRS.
3.         Tahap Implementasi (2012), berhubungan dengan aktivitas penerapan PSAK IFRS secara bertahap. Kemudian dilakukan evaluasi terhadap dampak penerapan PSAK secara komprehensif.

Update Konvergensi IFRS 13 Maret 2014 (Ikatan Akuntan Indonesia)
Pada tanggal 12 Juli 2013, DSAK IAI telah mengesahkan:
1.      ISAK 27: Pengalihan Aset dari Pelanggan.
2.      ISAK 28: Pengakhiran Liabilitas Keuangan dengan Instrumen Ekuitas.
3.      ISAK 29: Biaya Pengupasan Lapisan Tanah Tahap Produksi pada Tambang Terbuka.
4.      PPSAK 12: Pencabutan PSAK 33.
         Berlaku efektif 1 Januari 2014.
         Penerapan dini diperkenankan.
Pada tanggal 19 Desember 2013, DSAK IAI telah mengesahkan:
1.      PSAK 1 (2013): Penyajian Laporan Keuangan.
2.      PSAK 4 (2013): Laporan Keuangan Tersendiri.
3.      PSAK 15 (2013): Investasi pada Entitas Asosiasi dan Ventura Bersama.
4.      PSAK 24 (2013): Imbalan Kerja.
5.      PSAK 65: Laporan Keuangan Konsolidasian.
6.      PSAK 66: Pengaturan Bersama.
7.      PSAK 67: Pengungkapan Kepentingan dalam Entitas Lain.
8.      PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
         Berlaku efektif 1 Januari 2015.
Pada tanggal 19 Desember 2013 telah mengesahkan:
1.      ED PSAK 46 (2013): Pajak Penghasilan.
2.      ED PSAK 48 (2013): Penurunan Nilai Aset.
3.      ED PSAK 50 (2013): Instrumen Keuangan: Penyajian.
4.      ED PSAK 55 (2013): Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran.
5.      ED ISAK 60 (2013): Instrumen Keuangan: Pengungkapan.
6.      ED ISAK 26 (2013): Penilaian Ulang Derivatif Melekat
         Berlaku efektif 1 Januari 2015.
          Tanggapan atas ED paling lambat tanggal 12 Februari 2014.


2.3.     Sifat Adopsi dan Karakteristik IFRS di Indonesia
Pengadopsian/penerapan IFRS pada standar akuntansi di Indonesia pada saat ini belum menyeluruh (Full adoption), melainkan baru sebagian saja (Harmonisasi). Hal tersebut terlihat dari standar akuntansi di Indonesia yang saat ini masih mengacu pada US GAAP (United Stated Generally Accepted Accounting Standard). Namun, Indonesia pada saat ini masih dalam proses menuju penerapan IFRS secara menyeluruh melalui proses konvergensi PSAK ke IFRS.
Menurut Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK), tingkat pengadopsian IFRS dapat dibedakan menjadi 5 tingkat:
1.            Full Adoption; Suatu negara mengadopsi seluruh standar IFRS dan menerjemahkan IFRS sama persis ke dalam bahasa yang negara tersebut gunakan.
2.            Adopted; Program konvergensi PSAK ke IFRS telah dicanangkan IAI pada Desember 2008. Adopted maksudnya adalah mengadopsi IFRS namun disesuaikan dengan kondisi di negara tersebut.
3.            Piecemeal; Suatu negara hanya mengadopsi sebagian besar nomor IFRS yaitu nomor standar tertentu dan memilih paragraf tertentu saja.
4.            Referenced (konvergence); Sebagai referensi, standar yang diterapkan hanya mengacu pada IFRS tertentu dengan bahasa dan paragraf yang disusun sendiri oleh badan pembuat standar.
5.            Not adopted at all; Suatu negara sama sekali tidak mengadopsi IFRS.

Karakteristik IFRS tersebut dapat diuraikan dalam 5 pendekatan dasar sebagai berikut.
1.      Pendekatan basis prinsip (principle-based approach) adalah pendekatan yang menempatkan  penekanan lebih besar pada penafsiran dan penerapan prinsip-prinsip, dengan fokus khusus pada semangat prinsip yang diterapkan. Pendekatan ini menetapkan/mengatur IFRS hanya pada prinsip prinsip utamanya sehingga tidak memiliki standar-standar yang spesifik untuk industri. Kalaupun terdapat standar mengenai kontrak asuransi (IFRS 4 Insurance contract), standar tersebut tidak mengatur entitas asuransi, tapi entitas apapun yang memiliki kontrak asuransi. US-GAAP dan SAK kita sebelumnya yang berbasis pengaturan (rule based) lebih detail dan kompleks juga memiliki standar-standar berbasis industry, misalnya adalah standar mengenai pengakuan pendapatan. Di IFRS, pengakuan pendapatan hanya diatur pada 2 standar, yaitu IAS 18 Revenue dan IAS 11 Construction Contracts. Sementara itu, standar akuntansi di US, misalnya memiliki sekitar 100 standar yang di dalamnya berisi pengakuan pendapatan yang berbeda-beda pada tiap industri. Jadi, dimungkinkan hasil yang berbeda untuk substansi ekonomi yang sama dalam industri yang berbeda (IASB, 2009).
2.      Pendekatan standar yang memerlukan penilaian substansi transaksi dan evaluasi, apakah presentasi akuntansi mencerminkan realitas ekonomi. Karakteristik ini menekankan substansi dari transaksi dan evaluasi yang mencerminkan realitas ekonomi, contohnya di dalam IAS 38, juga PSAK 19 (revisi 2010) disebutkan bahwa aset tidak berwujud tidak lagi memiliki maksimum umur manfaat. Perusahaan harus menilai berapa umur eknomis aset tidak berwujud. Bahkan, apabila perusahaan tidak bisa melihat batas akhir kapan manfaat ekonomis aset tidak berwujud tersebut berakhir, perusahaan dapat membuatnya menjadi aset tidak berwujud dengan umur manfaat tak terbatas. Aset tidak berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas diperlakukan sama seperti goodwill, yakni dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dan tidak diamortisasi.
3.      Pendekatan yang berfokus pada kebutuhan untuk penilaian profesional dalam hal penyelesaian berwujud dengan umur manfaat tidak terbatas diperlakukan sama seperti goodwill, yakni dikenai uji penurunan nilai setiap tahun dan tidak diamortisasi. Karakteristik ini menunjukkan bahwa penilaian profesional merupakan hal yang terpenting dalam penyelesaian masalah akuntansi. Hal ini dikaitkan dengan penentuan umur ekonomis suatu aset tidak berwujud, yang berdasarkan kriteria dan faktor yang diterima secara umum.
4.      Pendekatan pada penggunan yang lebih besar nilai wajar (fair value) sebagai dasar pengukuran penekanan 2 arah untuk memperoleh pengukuran yang dapat diandalkan. Kriteria ini berlawanan dengan PSAK yang dianut sebelumnya, di mana penilaian aset haruslah berdasarkan harga perolehan (historical cost).
5.      Pendekatan persyaratan pengungkapan yang lebih ektensif. Karakteristik ini menuntut pengungkapan yang lebih ekstensif dibandingkan dengan PSAK terdahulu. Fokus kepada penyiapan laporan keuangan tidak lagi cukup, dalam era IFRS di samping laporan keuangan, pengungkapan atas hal-hal yang mendasari perlu disampaikan dalam catatan atas laporan keuangan (CALK).

2.4.     Manfaat Adopsi IFRS
Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:
a.       Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
b.      Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.
c.       Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.
d.      Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.
e.       Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management.
         Reklasifikasi antar kelompok surat berharga (securities) dibatasi cenderung dilarang.
         Reklasifikasi dari dan ke FVTPL, dilarang.
         Reklasifikasi dari L&R ke AFS, dilarang.
         Tidak ada lagi extraordinary items.
2.5.     Perusahaan di Indonesia yang telah Menerapkan IFRS

Profil Perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Perusahaan Perseroan (Persero) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (“Telkom”, ”Perseroan”, “Perusahaan”, atau “Kami”) merupakan BUMN yang bergerak di bidang jasa layanan telekomunikasi dan jaringan di wilayah Indonesia dan karenanya tunduk pada hukum dan peraturan yang berlaku di negara ini.
Dengan statusnya sebagai perusahaan milik negara yang sahamnya diperdagangkan di bursa saham, pemegang saham mayoritas Perusahaan adalah Pemerintah Republik Indonesia sedangkan sisanya dikuasai oleh publik. Saham Perusahaan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (“BEI”), New York Stock Exchange (“NYSE”), London Stock Exchange (“LSE”) dan Public Offering Without Listing (“POWL“) di Jepang.

Penerapan IFRS PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.
Perubahan yang cukup besar terkait pelaporan keuangan tahun 2011 adalah berkaitan dengan penerapan standar pelaporan keuangan International Financial Reporting Standard (“IFRS”).
Mengingat pelaporan keuangan di Telkom telah menerapkan pengendalian internal sebagaimana ketentuan SOX Section 404, maka rancangan dan penerapan pengendalian internal atas pelaporan keuangan perlu mengalami penyesuaian yang cukup besar agar sesuai dengan ketentuan standar akuntansi yang berlaku. Hal tersebut meliputi kebijakan akuntansi, organisasi dan aplikasi TI, termasuk perubahan rancangan dan penerapan pengendalian internal atas pelaporan keuangan yang diikuti dengan pengembangan kompetensi pengetahuan IFRS kepada karyawan yang terlibat.
Komitmen untuk menerapkan IFRS merupakan keputusan manajemen, bahwa Telkom akan melakukan adopsi lebih awal dari roadmap DSAK IAI atas Standar Pelaporan Keuangan IFRS. Untuk itu sejak tahun 2010 dibentuk tim khusus disebut dengan Gugus Tugas IFRS yang bertanggung jawab mempersiapkan implementasi IFRS mulai dari fase penilaian, desain, implementasi sampai tahap kestabilan yang direncanakan akan tercapai pada tahun 2012.
  
Bagi Telkom, implementasi IFRS memiliki tantangan tersendiri, selain harus menyampaikan Laporan Keuangan dalam standar IFRS ke US SEC, Telkom pun harus menyampaikan Laporan Keuangannya dengan SAK Indonesia ke Bapepam-LK dengan tetap memperhatikan norma-norma pengendalian internal.
Terkait dengan penerapan IFRS, Telkom juga berperan aktif mendukung implementasi IFRS di BUMN lainnya dan terlibat sebagai narasumber, berikut beberapa kegiatan yang telah dilakukan:
         Telkom terlibat aktif menjadi Tim Kerja Koordinasi BUMN untuk Antisipasi Penerapan IFRS ke dalam SAK Indonesia, salah satu wujudnya adalah menjadi narasumber dan pengajar untuk workshop penerapan SAK Indonesia Baru (IFRS) untuk BUMN;
         Telkom memberikan jasa pendampingan konvergensi SAK Indonesia-IFRS kepada salah satu BUMN di Indonesia dan ini merupakan langkah awal untuk membantu proses konvergensi di BUMN-BUMN lainnya;
         Telkom menjadi pembicara utama dalam Seminar IFRS untuk Auditor dengan tema ”Internal Auditors Need to Know IFRS Conversion” pada tanggal 11-13 April 2011 di Bandung; dan secara rutin melakukan sosialisasi dan workshop atas implementasi IFRS ke Anak Perusahaan Telkom.
Sejak 2008, diperkirakan sekitar 80 negara mengharuskan perusahaan yang telah terdaftar dalam bursa efek global menerapkan IFRS dalam mempersiapkan dan mempresentasikan laporan keuangannya.

Laporan keuangan menurut IFRS:

Catatan laporan keuangan harus disajikan dengan urutan sebagai berikut:
·         Pernyataan kepatuhan dengan IFRS.
·         Ringkasan kebijakan akuntansi organisasi yang signifikan.
·         Informasi pendukung untuk perkiraan dalam laporan keuangan, dengan urutan dimana berbagai laporan disajikan.
·         Pengungkapan lain, seperti informasi non-keuangan.


Informasi berikut harus dimasukkan dalam catatan laporan keuangan:
·         Asumsi. Informasi tentang asumsi pokok yang berkaitan dengan masa depan.
·         Dasar penyusunan. Dasar pengukuran yang digunakan untuk menyusun laporan (contoh: biaya historis, biaya kini, nilai realisasi bersih, nilai wajar, atau jumlah yang dapat dipulihkan), dan penggunaan kebijakan akuntansi lain yang terkait untuk memahami laporan.
·         Manajemen modal. Penjelasan modal yang entitas kelola, bagaimana memenuhi tujuan manajemen modal, sifat dari setiap kebutuhan modal eksternal yang ditentukan, dan ringkasan tentang apa yang dikelola entitas sebagai modal, dan bagaimana tingkat modal telah berubah selama periode berjalan.
·         Dividen. Jumlah dividen yang tidak diakui untuk dibagikan, tetapi diusulkan atau dideklarasikan sebelum laporan keuangan telah disetujui untuk penerbitan.
·         Domisili. Kedudukan entitas, negara pendiriannya dan alamat kantor terdaftar.
·         Estimasi ketidakpastian. Sumber utama estimasi ketidakpastian yang dapat mengakibatkan penyesuaian yang signifikan dari nilai tercatat dalam aktiva dan kewajiban entitas dalam tahun fiskal berikutnya.
·         Badan hukum. Badan hukum entitas.
·         Umur. Jika entitas memiliki umur terbatas, buat catatan umur organisasi/perusahaan.
·         Manajemen penilaian. Manajemen telah membuat penilaian ketika menerapkan kebijakan akuntansi, dan yang memiliki dampak yang signifikan terhadap hasil keuangan.
·         Nama. Nama dari entitas induk dan dari induk kelompok.
·         Operasional. Kegiatan utama entitas.
·         Informasi lain. Informasi lain yang tidak disajikan dalam lapoaan keuangan, tetapi berkaitan.


 2.6.    Kendala Konvergensi PSAK ke dalam IFRS
a.       Dewan standar akuntansi yang kurang sumberdaya.
b.      IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika masih dalam proses adopsi satu standar IFRS dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.
c.       Kendala bahasa, karena stiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan seringkali ini tidaklah mudah.
d.      Infrastruktur profesi akuntansi yang belum siap.
e.       Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti acuan ke IFRS.
f.       Support pemerintah terhadap issue konvergensi.

2.7.     Dampak dari Adopsi IFRS
a.       Dampak pada sistem akuntansi
1.      Peningkatan penggunaan nilai wajar (fair value), terutama untuk properti investasi, beberapa aset tak berwujud, aset keuangan dan aset biologis.
2.      Penggunaan “Judgment” karena karakteristik IFRS yang lebih berbasis prinsip (principle based).
3.      Persyaratan pengungkapan yang lebih banyak baik kualitatif maupun kuantitatif, sejalan dengan data/informasi yang digunakan untuk pengambilan keputusan perusahaan.
b.      Dampak pada sistem informasi perusahaan
Perubahan sistem akuntansi tentu akan berdampak pada perubahan sistem informasi di perusahaan karena perbedaan standar yang signifikan antara IFRS dan standar yang berlaku sebelumnya.
c.       Dampak pada sumber daya manusia
Standar IFRS yang menganut prinsip dan bukan rule based sehingga para pemakai harus lebih banyak menggunakan judgment. Dibutuhkan sumber daya profesional yang memiliki kemampuan untuk melakukan judgment tersebut dalam menggunakan standar ini. Selain itu tidak hanya SDM yang terkait akuntansi, namun SDM lain yang terkait juga harus memahami konsep standar IFRS.
d.      Dampak pada sistem organisasi
Perusahaan Penggunaan standar IFRS tidak hanya merubah cara organisasi membuat laporan keuangan, namun juga merubah bagaimana perusahaan menjalankan bisnisnya. Perlunya pengendalian internal, khususnya yang terkait dengan pelaporan keuangan agar perusahaan dapat memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan IFRS.
e.       Dampak IFRS pada perbankan
Perbankan dalam perhitungan aset dan kewajibannya pada tahap awal pergantian standar akan mengalami turunnya laba. Namun demikian, penerapan IFRS yang konsisten akan menguntungkan bank dalam jangka panjang. Penerapan IFRS akan membawa dampak pada laporan keuangan perbankan karena penggunaan fair value pada instrumen keuangan perbankan di sisi aset neraca dan liabilitasnya, hal ini kana mempengaruhi volatilitas laba. Penerapan IFRS akan memaksa bank menggunakan data statistik untuk proses penghitungan penyisihan aktiva produktif yang sebelumnya hanya berdasarkan kolektibilitas. Selain itu perubahan sistem informasi akuntansi di bank, memerlukan biaya yang mahal dan kesiapan sumber daya manusia dalam memahami dan mengimplementasikan IFRS di bidang perbankan.
f.       Pada pendidikan akuntansi
Penggunaan IFRS dalam praktik akuntansi perusahaan berdampak pada perguruan tinggi khususnya pendidikan akuntansi sebagai penyedia tenaga akuntan. Sebagai calon akuntan dan calon manajer yang akan bekerja dan menjadi bagian dari proses konvergensi IFRS, perlu memahami dengan baik IFRS dan praktik yang berkaitan. Calon akuntan diharapkan meningkatkan kompetensinya baik melalui jalur formal (kuliah) maupun secara aktif mempelajari melalui berbagai program pelatihan dan mengunduh banyak materi dari berbagai sumber, utamanya dari CPA societies. AICPA telah menawarkan banyak kursus dan seminar tentang IFRS demikian juga di Indonesia, IAI sering mengadakan seminar maupun pelatihan tentang IFRS. Sementara itu, program studi akuntansi sebagai penyedia calon akuntan perlu memasukkan IFRS dalam mata kuliah Akuntansi Keuangan, serta meningkatkan kemampuan pengajar dengan mengikutkan mereka pada berbagai pelatihan yang diselenggarakan oleh IAI. Dengan demikian materi kuliah yang diajarkan tidak lagi berbasis US GAAP namun sudah berbasis IFRS.
g.      Bagi lembaga profesi akuntan
Bagi lembaga profesi akuntan, perlu disiapkan suatu standar adopsian IFRS dan dapat mulai diperkenalkan kepada akuntan publik maupun akuntan pendidik dan akuntan manajemen. Kantor Akuntan Publik big four sudah menyiapkan berbagai materi IFRS di website mereka dan perlu sering meningkatkan kompetensi akuntannya melalui berbagai workshop dan seminar.

Menurut IAI (2009), dampak implementasi IFRS di Indonesia diantaranya adalah:
1.      Akses ke Pendanaan Internasional akan lebih terbuka karena laporan keuanagn akan lebih mudah dikomunikasikan ke investor global.
2.      Relevansi laporan keuangan akan meningkat karena lebih banyak menggunakan nilai wajar.
3.      Kinerja keuangan (Laba rugi) akan lebih fluktuatif apabila harga-harga fluktuatif.
4.      Income smoothing menjadi lebih sulit dilakukan karena adanya pendekatan balance sheet dan fair value.
5.      Principle based standart menyebabkan keterbandingan laporan sedikit menurun yakni bila penggunaan profesional judgment ditumpangi dengan kepentingan mengatur laba (earnings management).

Adanya Implementasi IFRS memberikan dampak yang positif maupun negatif bagi dunia bisnis di Indonesia. Hal ini menjadi poin penting mengenai pengaruh penerapan konvergensi IFRS terhadap praktik manajemen laba di Indonesia khususnya dalam Industri Real Estate dan Properti. Mengadopsi standar yang berkualitas tinggi tidak selalu menghasillkan kualitas informasi yang tinggi pula. Adopsi IFRS belum tentu dapat mengakomodasi karakteristik khusus suatu Negara. Hal ini terjadi karena IASB sebagai standard setter dari IFRS memiliki anggota yang sebagian besar adalah negara maju.



BAB III
PENUTUP
3.1.      Kesimpulan
Konvergensi IFRS diselenggarakan dalam rangka meningkatkan komparabilitas laporan keuangan antar negara di dunia sehingga diharapkan dapat menyediakan informasi yang dibutuhkan para pengguna laporan keuangan. Peralihan kepada konvergensi IFRS diharapkan akan membawa dampak positif diantaranya adalah dari sisi pelaporan keuangan. Dengan adanya konvergensi IFRS maka akan tercipta suatu pelaporan yang seragam, sehingga memudahkan para pengguna laporan keuangan untuk melakukan kebijakan-kebijakan yang terkait dengan performa laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini akan memudahkan investor lintas Negara untuk melakukan kebijakan investasinya.
Konvergensi IFRS bertujuan untuk menghasilkan suatu laporan keuangan yang relevan dan reliable sehingga akan tercipta suatu laporan yang lebih berkualitas baik untuk aset, kewajiban, modal, pendapatan dan beban. Standar IFRS berbasis prinsip akan lebih condong pada pengunaan nilai wajar dan pengungkapan yang lebih banyak dan rinci diharapkan dapat mengurangi adanya praktik manajemen laba.




DAFTAR PUSTAKA
Akhiruddin. 2011. Konvergensi IFRS di Indonesia (Online). Jurnal. http://20207082.student.gunadarma.ac.id/ diakses, 17 Oktober 2016.

Anjasmoro, Mega. 2010.  Adopsi  International Financial Repot Standard: “Kebutuhan atau Paksaan?” Studi Kasus Pada PT Garuda Airlines Indonesia. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Bragg, Steven M. 2011. Panduan IFRS. Jakarta: Indeks.

Gamayuni, Rindu Rika. 2009. Perkembangan Standar Akuntansi Keuangan Indonesia Menuju International Financial Reporting Standards. Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 14, No. 2, Hal. 153-166.

Lestari, Yona O. 2013. Konvergensi International Financial Reporting  Standards (IFRS) dan Manajemen Laba di Indonesia (Online). Jurnal. http://ejournal.uin-malang.ac.id/ diakses, 17 Oktober 2016.

Novianto, Rian A. 2014. Pengaruh Konvergensi IFRS terhadap Asimetri Informasi (Study Kasus Pada Perusahaan Real Estate Di Indonesia). Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Nurhayati, Ida. 2014. Dampak Konvergensi Standar Akuntansi Keuangan terhadap International Financial Reporting Standards (IFRS) pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Perusahaan Manufaktur) (Online). Jurnal. http://download.portalgaruda.org/ diakses, 17 Oktober 2016.

Papeke, Intan B. 2015. Analisis terhadap Hubungan antara Konvergensi International Financial Reporting Standar (IFRS), Manajemen Laba dan Kualitas Audit. Skripsi. Semarang: Universitas Diponegoro.

Rohaeni, Dian. 2012. Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Income Smoothing dengan Kualitas Audit Sebagai Variabel Moderasi. (Online). Jurnal. http://sna.akuntansi.unikal.ac.id/ diakses, 17 Oktober 2016.

Sukendar, Heri. 2009. Konvergensi Standar Laporan Keuangan ke Standar Pelaporan Keuangan Internasional. Jakarta: Journal The WINNERS, Vol. 10 No. 1, Edisi Maret 2009, Hal. 10-21.

Suprihatin, Siti. 2013. Dampak Konvergensi International Financial Reporting Standards Terhadap Nilai Relevan Informasi Akuntansi Jakarta. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol. 10, No. 2, Edisi Desember 2013, Hal 171- 183.
Zamzami, Faiz. 2013. Perkembangan Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) di Indonesia. Jurnal Ekonomi.




No comments: