Saturday, November 26, 2016

ANALISIS LIKUIDITAS PERUSAHAAN


Pendahuluan
Masalah likuiditas merupakan salah satu aspek keuangan yang perlu ditangani oleh setiap manajer keuangan perusahaan. Analisis ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya (short-term liabilities). Analisis likuiditas digunakan untuk mengukur posisi keuangan perusahaan dalam jangka pendek. Aspek likuiditas termasuk masalah yang kritis bagi suatu perusahaan karena dapat mengakibatkan perusahaan mengalami gangguan operasinya bahkan dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan yang pada akhirnya menyebabkan kebangkrutan. Dalam hal ini mencakup analisis terhadap aktiva lancar dan kewajiban lancar. Oleh karena itu, analisis likuiditas berkaitan dengan penilaian terhadap keputusan investasi jangka pendek (investasi pada modal kerja) dan keputusan pendanaan jangka pendek yang dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Pada bagian ini akan disajikan pendekatan-pendekatan analisis dalam menilai kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansialnya yang bersifat jangka pendek (likuiditas). Selain itu, juga akan disajikan suatu cara untuk mengoptimalkan likuiditas perusahaan melalui pendekatan window-dressing. Sehingga dengan proses window-dressing ini akan dihasilkan tingkat likuiditas yang diinginkan.

Kerangka Pembahasan



Likuiditas (liquidity) dapat diartikan sebagai ketersediaan sumber daya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek (Subramanyam dan Wild, 2009). Pada analisis likuiditas akan dibahas dua aspek yaitu modal kerja (working capital) dan likuiditas operasi (operating liquidity).

Analisis Likuiditas Modal Kerja
Likuiditas menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dengan demikian, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau untuk menghasilkan kas. Modal kerja secara luas digunakan untuk mengukur likuiditas dimana modal kerja didefinisikan sebagai kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar (modal kerja bersih). Hal ini penting sebagai ukuran aktiva likuid yang memberikan perlindungan kepada kreditor. Selain itu, juga penting dalam mengukur cadangan likuiditas yang tersedia untuk memenuhi ketidakpastian keseimbangan arus kas masuk (cash inflow) dan arus kas keluar (cash outflow).

1.      Alat-alat Analisis Likuiditas Modal Kerja Perusahaan
Alat yang dapat digunakan untuk menganalisis likuiditas perusahaan berdasarkan modal kerja meliputi:
1.      Rasio Lancar
Rasio lancar (current ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban lancarnya dengan aktiva lancar yang dimiliki. Berdasarkan ukuran rasio lancar maka pengukuran likuiditas perusahaan memperhitungkan seluruh komponen aktiva lancar sebagai alat likuiditas perusahaan. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio lancar atau current ratio sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 4.1.
                (4.1)


Aktiva lancar perusahaan meliputi: kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, biaya dibayar dimuka, dan berbagai aktiva jangka pendek lainnya. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan meliputi: hutang usaha, hutang bank, hutang pajak, dan berbagai kewajiban jangka pendek lainnya.

Sebagai ilustrasi digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan Tahun 2008 dan 2009 sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Berdasarkan neraca diperoleh data dan penghitungan rasio lancar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Aktiva lancar, kewajiban lancar, dan penghitungan rasio lancar
Tahun
Aktiva Lancar
(Rp juta)
Kewajiban Lancar
(Rp juta)
Rasio Lancar
2008
12.883.590
7.874.135
1,64
2009
11.969.001
7.225.966
1,66
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Data pada Tabel 4.1 di atas dapat diinterpretasi sebagai berikut:
1)     Rasio lancar sebesar 1,64 pada tahun 2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 1,64. Ini berarti terdapat marjin keamanan (margin of safety) sebesar Rp 0,64. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 1,66. Ini berarti terdapat marjin keamanan sebesar Rp 0,66.
2)    Standar normatif atas penilaian likuiditas perusahaan dengan menggunakan rasio lancar adalah 2,0. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar Rp 2,0 atau marjin keamanan sebesar Rp 1. Jadi berdasarkan data pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008 dan 2009, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dalam kondisi tidak likuid karena nilai rasio lancar kurang dari 2,0 atau marjin keamanan kurang dari Rp 1. Ini berarti bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban lancarnya dari aktiva lancar yang dimiliki. Walaupun mengalami peningkatan pada tahun 2009 tetapi tidak signifikan.

2.      Rasio Cepat
Rasio cepat atau quick ratio atau acid test ratio juga merupakan salah satu alat ukur likuiditas perusahaan. Rasio ini didasarkan pada asumsi bahwa persediaan (inventory) merupakan aktiva lancar yang kurang likuid karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengubah menjadi kas dan juga memiliki risiko yang sangat tinggi. Dengan asumsi tersebut maka dalam pengukuran likuiditas, unsur persediaan tidak diperhitungkan sebagai alat likuiditas perusahaan. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio cepat atau quick ratio ditunjukkan pada Persamaan 4.2.
       (4.2)


Sebagai ilustrasi digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun 2009 sebagaimana terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan neraca diperoleh data dan penghitungan rasio cepat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2.
  
Tabel 4.2. Aktiva lancar, persediaan, kewajiban lancar, dan penghitungan rasio cepat
Tahun
Aktiva Lancar (Rp juta)
Persediaan
((Rp juta)
Kewajiban Lancar (Rp juta)
Rasio Cepat
2008
12.883.590
5.246.343
7.874.135
0,97
2009
11.969.001
3.966.358
7.225.966
1,11
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Data pada Tabel 4.2 dapat dinterpretasi sebagai berikut:
1)      Rasio cepat PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebesar 0,97 pada tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 rupiah kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva lancar yang paling likuid sebesar Rp 0,97. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar yang paling likuid sebesar Rp 1,11.
2)      Standar normatif atas penilaian likuiditas perusahaan dengan menggunakan rasio cepat adalah 1,0. Artinya setiap Rp 1 dijamin oleh aktiva lancar yang paling likuid sebesar Rp 1. Jadi berdasarkan data pada Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2008 dalam kondisi tidak likuid sedangkan tahun 2009 dalam kondisi likuid. Di samping itu, rasio cepat mengalami peningkatan pada tahun 2009 jika dibandingkan dengan tahun 2008.

3.      Rasio Kas
Rasio kas atau cash ratio juga merupakan salah satu alat ukur likuiditas perusahaan. Rasio ini didasarkan pada asumsi bahwa komponen-komponen aktiva lancar selain komponen kas, setara kas, dan investasi surat-surat berharga jangka pendek merupakan aktiva lancar yang tidak likuid karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengubah menjadi kas dan juga memiliki risiko yang sangat tinggi. Dengan asumsi tersebut maka dalam pengukuran likuiditas, hanya menggunakan komponen kas, setara kas dan investasi surat berharga jangka pendek. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio kas atau cash ratio ditunjukkan pada Persamaan 4.3.
  (4.3)

Sebagai ilustrasi digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan 2009 sebagaimana terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan nercara diperoleh data dan penghitungan rasio kas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3.

Tabel 4.3. Kas, setara kas, investasi surat berharga jangka pendek dan penghitungan rasio kas
Tahun
Kas & Setara Kas (Rp juta)
Investasi Jangka Pendek (Rp juta)
Kewajiban Lancar (Rp juta)
Rasio Kas
2008
3.324.942
0
7.874.135
0,42
2009
2.769.187
0
7.225.966
0,38
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Data pada Tabel 4.3 di atas dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Rasio kas sebesar 0,42 pada tahun 2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 rupiah kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva yang sangat likuid sebesar Rp 0,42 atau setiap kewajiban lancar hanya dapat dijamin sebesar 42% dari aktiva yang sangat likuid. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar hanya dijamin oleh aktiva yang sangat likuid sebesar Rp 0,38 atau setiap kewajiban lancar hanya dapat dijamin sebesar 38% dari aktiva yang sangat likuid. Semakin tinggi rasio kas maka semakin likuid perusahaan.

4.      Rasio Likuiditas Arus Kas
Rasio likuiditas arus kas (cash flow liquidity ratio) juga merupakan salah satu alat ukur likuiditas perusahaan. Rasio ini menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menyediakan aktiva lancar yang benar-benar likuid seperti kas, setara kas dan investasi surat berharga jangka pendek, serta arus kas dari kegiatan operasi untuk menutupi kewajiban lancarnya. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio likuiditas arus kas (RLAK) atau cash flow liquidity ratio ditunjukkan pada Persamaan 4.4.
  (4.4)
Keterangan:
SSB adalah surat-surat berharga
AKO adalah arus kas dari kegiatan operasi

Sebagai ilustrasi digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan 2009 sebagaimana terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan nercara dan laporan arus kas diperoleh data dan penghitungan rasio likuiditas arus kas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4. Kas, setara kas, investasi surat berharga jangka pendek, arus kas dari kegiatan operasi dan penghitungan rasio likuiditas arus kas
Tahun
Kas & Setara Kas (Rp juta)
SSB Jangka Pendek
(Rp juta)
Arus Kas dari Kegiatan Operasi
(Rp juta)
Kewajiban Lancar
(Rp juta)
Rasio Likuiditas Arus Kas
2008
3.324.942
0
4.253.895
7.874.135
0,96
2009
2.769.187
0
5.101.022
7.225.966
1,09
Sumber: Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Data pada Tabel 4.4 di atas dapat diinterpretasi sebagai berikut:
Rasio likuiditas arus kas sebesar 0,96 pada tahun 2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 rupiah kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva yang benar-benar likuid sebesar Rp 0,96 atau setiap kewajiban lancar hanya dapat dijamin sebesar 96% dari aktiva yang benar-benar likuid. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar hanya dijamin oleh aktiva yang benar-benar likuid sebesar Rp 1,09 atau setiap kewajiban lancar dapat dijamin sebesar 109% dari aktiva yang benar-benar likuid. Semakin tinggi rasio likuiditas arus kas maka semakin likuid perusahaan.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dilakukan perbandingan keempat ukuran likuiditas modal kerja sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Perbandingan hasil penghitungan rasio-rasio likuiditas modal kerja PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tahun
Rasio Lancar
Rasio Cepat
Rasio Kas
Rasio Likuiditas Arus Kas
2008
1,64
0,97
0,42
0,96
2009
1,66
1,11
0,38
1,09

Berdasarkan keempat alat ukur likuiditas modal kerja di atas maka dapat menimbulkan pertanyaan. Jenis ukuran mana yang akan digunakan untuk mengukur likuiditas modal kerja perusahaan? Apakah keempat rasio tersebut digunakan secara simultan atau rasio-rasio tertentu yang akan digunakan? Dalam prakteknya, keempat ukuran rasio tersebut tidak harus digunakan secara simultan melainkan dapat digunakan salah satu dari keempatnya. Dari keempat ukuran likuiditas di atas yang paling banyak digunakan adalah rasio lancar (current ratio) dan rasio likuiditas arus kas (cash flow liquidity ratio) karena penggunaannya bersifat umum. Rasio tersebut relevan untuk semua jenis perusahaan.

Karakteristik penggunaan keempat ukuran rasio tersebut secara spesifik ditunjukkan pada Tabel 4.6.

Tabel 4.6. Karakteristik penggunaan rasio-rasio likuiditas modal kerja
No
Jenis Rasio
Asumsi Penggunaan
1
Rasio lancar (current ratio)
Seluruh komponen aktiva lancar tergolong aktiva yang likuid dan memiliki risiko rendah
2
Rasio cepat (quick ratio)
Komponen aktiva lancar berupa persediaan (inventory) tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko yang tinggi, sementara komponen aktiva lancar yang lain tergolong aktiva yang likuid dan memiliki risiko rendah
3
Rasio kas (cash ratio)
Komponen aktiva lancar non kas, seperti persediaan dan piutang,  tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko tinggi
4
Rasio likuiditas arus kas (cash flow liquidity ratio)
Komponen aktiva lancar non kas, seperti persediaan dan piutang,  tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko tinggi, serta menggunakan arus kas dari kegiatan operasi sebagai alat likuiditas

2.      Pendekatan Analisis Likuiditas Modal Kerja
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1 bahwa ada empat pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan analisis laporan keuangan perusahaan yaitu pendekatan horizontal, pendekatan vertical, pendekatan cross-section, serta pendekatan diskusi dan analisis manajemen. Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ilustrasi tentang pendekatan analisis likuiditas perusahaan.
1.      Pendekatan horizontal
Pendekatan horizontal dalam analisis likuiditas merupakan suatu analisis perbandingan secara internal dimana penilaian atas likuiditas perusahaan didasarkan pada kecenderungan (tren) likuiditas perusahaan selama beberapa periode. Sebagai ilustrasi digunakan rasio-rasio ukuran likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Analisis horizontal rasio-rasio likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
No
Rasio-rasio Likuiditas
2008
2009
Analisis Tren
Jumlah
Persen
1
Rasio lancer
1,64
1,66
0,02
1,22
2
Rasio cepat
0,97
1,11
0,14
14,43
3
Rasio kas
0,42
0,38
(0,04)
(9,52)
4
Rasio likuiditas arus kas
0,96
1,09
0,13
13,54

Tabel 4.7 di atas dapat diinterpretasi sebagai berikut:
1)     Rasio lancar mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 0,02 kali atau 1,22%, walaupun peningkatan ini tidak signifikan. Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa peningkatan rasio lancar sebagai akibat dari penurunan aktiva lancar sebesar 7,10% lebih rendah dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang lebih baik. Namun demikian, pencapaian atas peningkatan rasio lancar ini masih perlu dibandingkan dengan sasaran peningkatan yang diharapkan oleh manajemen perusahaan. Misalnya, manajemen PT United Tractors Tbk menginginkan peningkatan rasio lancar tahun 2009 sebesar 2%. Ini berarti bahwa sasaran yang diinginkan belum tercapai karena rasio lancar hanya meningkat sebesar 1,22% pada tahun 2009.
2) Rasio cepat mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 0,14 kali atau 14,43%, peningkatan ini cukup signifikan. Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa peningkatan rasio cepat sebagai akibat dari penurunan aktiva lancar sebesar 7,10% lebih rendah dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%; serta peningkatan piutang usaha pihak ketiga yang signifikan sebesar 30,23%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang lebih baik.
3)      Rasio kas mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar 0,04 kali atau 9,52%, penurunan ini tidak signifikan. Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan rasio kas sebagai akibat dari penurunan kas dan setara kas sebesar 16,71% lebih tinggi dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang kurang baik.
4)   Rasio likuiditas arus kas mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 0,13 kali atau 13,54%, peningkatan ini cukup signifikan. Berdasarkan neraca dan laporan arus kas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa peningkatan rasio likuiditas arus kas sebagai akibat dari penurunan kas dan setara kas sebesar 16,71% lebih tinggi dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%; namun diikuti dengan peningkatan arus kas dari kegiatan operasi yang signifikan sebesar 19,91%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang lebih baik.

2.      Pendekatan Vertikal
Pendekatan vertikal merupakan analisis perbandingan secara internal. Pendekatan vertikal pada analisis likuiditas perusahaan yang didasarkan pada rasio-rasio likuiditas adalah menganalisis posisi keuangan pada satu periode tertentu, misalnya tahun 2009. Pada pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau standar penilaian adalah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Misalnya, manajemen perusahaan menetapkan standar rasio lancar sebesar 2,85. Jadi walaupun posisi likuiditas yang dicapai di atas standar normatif yaitu rasio lancar sebesar 2,25, kondisi ini masih dianggap belum likuid. Sebagai ilustrasi digunakan rasio-rasio ukuran likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Analisis vertikal rasio-rasio likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
No
Rasio-rasio Likuiditas
Standar*
Realisasi 2009
Penilaian
1
Rasio lancer
2,00
1,66
Tidak likuid
2
Rasio cepat
1,25
1,11
Tidak likuid
3
Rasio kas
0,65
0,38
Tidak likuid
4
Rasio likuiditas arus kas
1,25
1,09
Tidak likuid
*) Asumsi penulis

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa posisi keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009 dalam kondisi tidak likuid. Ini berarti bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.

3.      Pendekatan cross-section
Pendekatan cross-section merupakan suatu analisis perbandingan secara eksternal. Pada pendekatan ini dilakukan perbandingan antara posisi keuangan suatu perusahaan tertentu yang dianalisis dengan posisi keuangan perusahaan lain dalam industri yang sama (pesaing utama) atau posisi keuangan rata-rata industri. Oleh karena itu, pada pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau standar adalah posisi keuangan perusahaan lain atau rata-rata industri. Sebagai ilustrasi digunakan ukuran rasio lancar PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dan rasio lancar PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Perbandingan rasio lancar antara PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008
No
Rasio-rasio Likuiditas Modal Kerja
PT United Tractors
PT Unilever Indonesia
1
Rasio lancar
1,64
0,99
2
Rasio cepat
0,97
0,66
3
Rasio kas
0,42
0,36
4
Rasio likuiditas arus kas
0,96
0,55
   Sumber: Lampiran 1 dan Lampiran 2

Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008, secara cross-sectional PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan memiliki rasio-rasio likuiditas modal kerja yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan. Ini mengindikasikan bahwa PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan memiliki posisi likuiditas modal kerja yang baik jika dibandingkan dengan PT Unilever Indonesia pada tahun 2008.

4.      Pendekatan diskusi dan analisis manajemen
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen merupakan suatu analisis yang tidak didasarkan pada data keuangan perusahaan melainkan faktor-faktor lain yang dianggap dapat berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan. Faktor-faktor yang dimaksud dapat berupa faktor-faktor internal, seperti kebijakan-kebijakan manajemen sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Selain itu, dapat juga berupa faktor-faktor eksternal, seperti kecenderungan kegiatan perekonomian suatu Negara.

Analisis Likuiditas Operasi
Analisis likuiditas operasi perusahaan mengukur sejauhmana efektivitas pengelolaan aktiva lancar (modal kerja) perusahaan. Pada analisis ini akan diuraikan tiga pengukuran aktivitas operasi, yaitu berdasarkan piutang usaha, persediaan, dan kewajiban lancar. Alat analisis yang digunakan pada analisis likuiditas operasi ini biasa dikenal sebagai rasio-rasio aktivitas (activity ratios).

1.      Analisis Piutang Usaha
Piutang usaha (account receivable) merupakan bagian dari modal kerja. Pengelolaan piutang usaha diukur dari dua aspek yaitu kualitas dan likuiditas piutang usaha yang keduanya dipengaruhi oleh tingkat perputarannya. Perbedaan antara kualitas dan likuiditas sebagai berikut:
1)   Kualitas pengelolaan piutang usaha ditunjukkan oleh kemungkinan penagihan piutang tanpa rugi. Hal ini dapat diukur dari syarat pembayaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Tingkat perputaran piutang merupakan indikator umur piutang. Indikator ini sangat berguna ketika dibandingkan dengan tingkat perputaran yang diharapkan yang dihitung dari termin kredit yang diinginkan.
2)      Likuiditas menunjukkan kecepatan dalam mengubah piutang usaha menjadi kas. Hal ini dapat diukur dengan tingkat perputaran piutang usaha (account receivable turnover ratio = ARTR) yang dihitung dengan rumus pada Persamaan 4.5.
  (4.5)

Dalam menghitung rasio perputaran piutang usaha (RPPU) biasanya ditemukan kendala mengenai nilai penjualan kredit bersih (PKB) suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena nilai PKB ini biasanya tidak tampak pada laporan laba rugi sehingga tidak dapat diketahui pasti nilainya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari para analis berkaitan dengan masalah ini. Sehubungan dengan masalah ini, ada dua kebijakan yang dapat digunakan yaitu: (1) mengasumsikan bahwa seluruh nilai penjualan yang tampak pada laporan laba rugi merupakan penjualan kredit. Kebijakan ini ditempuh apabila nilai penjualan kredit sangat dominan jika dibandingkan dengan penjualan tunai, dan (2) mengasumsikan proporsi penjualan kredit yang didasarkan pada kebijakan penjualan kredit perusahaan. Misalnya diasumsikan penjualan kredit sebesar 60%.

Rata-rata piutang usaha merupakan hasil penjumlahan nilai piutang usaha pada dua periode neraca (neraca awal dan neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila hanya tersedia satu periode neraca maka nilai rata-rata piutang usaha digunakan nilai piutang usaha satu periode saja.

Rasio perputaran piutang usaha dalam hari (ARTR in days) atau rata-rata periode pengumpulan piutang (average collection period) dapat dihitung dengan rumus pada Persamaan 4.6.
 (4.6)

Sebagai ilustrasi digunakan laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun 2009. Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.10.

Tabel 4.10. Perhitungan rasio perputaran piutang usaha (RPPU)
Uraian
Nilai
(Rp juta)
Rasio Perputaran Piutang Usaha Tahun 2009

Pendapatan bersih
Penjualan kredit bersih tahun 2009 (asumsi 80% dari penjualan bersih
29.241.883
23.393.506,4
Piutang Usaha bersih:
-          Tahun 2008
-          Tahun 2009

3.470.549
4.462.606
Sumber: Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Berdasarkan hasil perhitungan rasio perputaran piutang usaha tersebut dapat dihitung rasio perputaran piutang usaha dalam hari atau rata-rata periode pengumpulan piutang usaha dengan menggunakan Persamaan 4.6 sebagai berikut:
Rata-rata periode pengumpulan piutang selama 60 hari artinya bahwa rata-rata penagihan piutang usaha membutuhkan waktu 60 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan termin penjualan kredit yang ditetapkan oleh perusahaan maka dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Hasil interpretasi analisis piutang usaha PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang
Asumsi Kebijakan Termin Kredit
Interpretasi
60 hari
Termin > n/60
Kualitas pengelolaan piutang usaha kurang baik atau tidak efektif karena mengindikasikan adanya penunggakan pembayaran piutang
60 hari
Termin = n/60
Kualitas pengelolaan piutang usaha sudah baik atau efektif karena adanya kesesuaian antara kebijakan dengan realisasi
60 hari
Termin < n/60
Kualitas pengelolaan piutang usaha sangat baik atau sangat efektif karena mengindikasikan adanya percepatan pembayaran piutang

2.      Analisis Persediaan
Persediaan (invenory) merupakan bagian aktiva lancar yang sangat penting. Persediaan merupakan investasi yang dibuat untuk tujuan mendapatkan suatu pengembalian melalui penjualan kepada pelanggan. Analisis terhadap likuiditas jangka pendek dan modal kerja yang melibatkan persediaan meliputi evaluasi terhadap kualitas dan likuiditas persediaan. Alat analisis yang paling baik digunakan adalah perputaran persediaan (inventory turnover) yang meliputi rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio) maupun rasio perputaran persediaan dalam hari (inventory turnover ratio in days) atau rasio rata-rata penyimpanan persediaan.
Rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio) mengukur tingkat kecepatan rata-rata pergerakan persediaan ke dalam dan keluar perusahaan. Perputaran persediaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada Persamaan 4.7.
……. (4.7)

Nilai harga pokok penjualan diperoleh dari laporan laba rugi untuk jenis perusahaan manufaktur dan perusahaan dagang. Sedangkan nilai rata-rata persediaan diperoleh dari neraca dengan cara menjumlahkan nilai persediaan awal (neraca awal) dan nilai persediaan akhir (neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila yang tersedia hanya neraca satu periode maka nilai rata-rata persediaan diperoleh dari nilai persediaan satu periode.

Sedangkan untuk menghitung rasio perputaran persediaan dalam hari atau rata-rata periode penyimpanan persediaan dapat digunakan Persamaan 4.8.
     (4.8)

Nilai jumlah hari dalam satu tahun adalah 360 hari apabila yang digunakan adalah neraca tahunan. Apabila menggunakan neraca kwartalan atau triwulan maka jumlah hari adalah 90 hari. Demikian juga apabila yang digunakan adalah neraca semesteran maka jumlah hari adalah 180 hari.

Sebagai ilustrasi digunakan Laporan Keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun 2009. Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.12.
   
Tabel 4.12. Perhitungan rasio perputaran persediaan (RPP)





Uraian
Nilai
( Rp juta)
Rasio Perputaran Persediaan Tahun 2009


Harga Pokok Penjualan Tahun 2009
22.570.824
Persediaan bersih:
-          Tahun 2008
-          Tahun 2009

5.246.343
3.966.358
Sumber: Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Berdasarkan hasil perhitungan rasio perputaran persediaan tersebut dapat dihitung rasio perputaran persediaan dalam hari atau rata-rata periode penyimpanan persediaan dengan menggunakan Persamaan 4.8 sebagai berikut:
Rata-rata periode penyimpanan persediaan selama 72 hari artinya bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk menahan persediaan adalah 72 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan syarat waktu penyimpanan yang ditetapkan oleh perusahaan atau daya tahan persediaan maka dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.13.

Tabel 4.13. Hasil interpretasi analisis persediaan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode Penyimpanan Persediaan
Asumsi Kebijakan Penyimpanan Persediaan atau daya tahan persediaan
Interpretasi
72 hari
Syarat (daya tahan persediaan) > 72 hari
Kualitas pengelolaan persediaan kurang baik atau tidak efektif karena mengindikasikan adanya penyimpanan persediaan lebih lama dari yang diharapkan. Selain itu, juga mengindikasikan adanya persediaan yang rusak (kadaluwarsa)

Rata-rata Periode Penyimpanan Persediaan
Asumsi Kebijakan Penyimpanan Persediaan atau daya tahan persediaan
Interpretasi
72 hari
Syarat (daya tahan persediaan) = 72 hari
Kualitas pengelolaan persediaan sudah baik atau efektif karena adanya kesesuaian antara kebijakan dengan realisasi
72 hari
Syarat (daya tahan persediaan) < 72 hari
Kualitas pengelolaan persediaan sangat baik atau sangat efektif karena mengindikasikan adanya masa penyimpanan persediaan relatif lebih pendek  

3.      Analisis Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar (current liabilities) merupakan klaim pihak lain terhadap perusahaan, seperti karyawan, suplier, kreditor, pemerintah, dll yang bersifat jangka pendek. Analisis terhadap kewajiban lancar penting dilakukan karena kewajiban lancar digunakan dalam menentukan margin of safety (kelebihan aktiva lancar atas kewajiban lancar). Salah satu komponen utama dalam kewajiban lancar adalah hutang usaha (account payable) yang merupakan kewajiban perusahaan kepada suplier atas pembelian secara kredit.

Alat yang dapat digunakan dalam menganalisis hutang usaha adalah rasio perputaran hutang usaha (account payable turnover ratio) dan rasio umur hutang usaha (days’ purchases in accounts payable ratio). Rasio perputaran hutang usaha menunjukkan berapa kali perputaran atau siklus hutang usaha yang terjadi dalam satu periode waktu tertentu, misalnya dalam periode waktu satu tahun. Sedangkan rasio umur hutang usaha menunjukkan berapa lama interval waktu yang diperlukan dalam pembayaran hutang usaha kepada suplier. Untuk menghitung kedua rasio tersebut dapat digunakan rumus sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 4.9 dan Persamaan 4.10.

Dalam menghitung rasio perputaran hutang usaha (RPHU) biasanya ditemukan kendala mengenai nilai pembelian kredit bersih (PKB) suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena nilai PKB ini biasanya tidak tampak pada laporan laba rugi sehingga tidak dapat diketahui pasti nilainya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari para analis berkaitan dengan masalah ini. Sehubungan dengan masalah ini, ada dua kebijakan yang dapat digunakan yaitu: (1) mengasumsikan bahwa seluruh nilai pembelian yang tampak pada catatan atas laporan keuangan merupakan pembelian kredit. Kebijakan ini ditempuh apabila nilai pembelian kredit sangat dominan jika dibandingkan dengan pembelian tunai, dan (2) mengasumsikan proporsi pembelian kredit yang didasarkan pada kebijakan pembelian kredit perusahaan. Misalnya diasumsikan pembelian kredit sebesar 50%.

Rata-rata hutang usaha merupakan hasil penjumlahan nilai hutang usaha pada dua periode neraca (neraca awal dan neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila hanya tersedia satu periode neraca maka nilai rata-rata hutang usaha digunakan nilai hutang usaha satu periode saja.

Sebagai ilustrasi digunakan laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun 2009. Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.14.

Tabel 4.14. Perhitungan rasio perputaran hutang usaha (RPHU)
Uraian
Nilai
(Rp juta)
Rasio Perputaran Hutang Usaha Tahun 2009

Pembelian bersih tahun 2009
Pembelian kredit bersih (asumsi pembelian kredit 90% dari pembelian bersih)
5.956.206

5.360.585,4
Hutang Usaha bersih:
-          Tahun 2008
-          Tahun 2009

4.366.722
4.164.316
Sumber: Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan

Berdasarkan hasil perhitungan rasio perputaran hutang usaha tersebut dapat dihitung rasio perputaran hutang usaha dalam hari atau rata-rata periode pembayaran hutang usaha dengan menggunakan Persamaan 4.10 sebagai berikut:
Rata-rata periode pembayaran hutang usaha selama 300 hari artinya bahwa rata-rata pembayaran hutang usaha membutuhkan waktu 300 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan termin pembelian kredit yang ditetapkan oleh suplier maka dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.15.

Tabel 4.15. Hasil interpretasi analisis hutang usaha PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode Pembayaran Hutang Usaha
Asumsi Kebijakan Termin Pembelian Kredit
Interpretasi
300 hari
Termin > n/300
Kualitas pengelolaan hutang usaha kurang baik atau tidak efektif karena mengindikasikan adanya penunggakan pembayaran hutang usaha
300 hari
Termin = n/300
Kualitas pengelolaan hutang usaha sudah baik atau efektif karena adanya kesesuaian antara kebijakan dengan realisasi
300 hari
Termin < n/300
Kualitas pengelolaan hutang usaha sangat baik atau sangat efektif karena mengindikasikan adanya percepatan pembayaran hutang usaha
  
Window-Dressing untuk Mengoptimalkan Likuiditas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam keadaan tidak likuid pada akhir periode maka pihak manajemen dapat mengubah kondisi perusahaan menjadi likuid yang biasa disebut manajemen rasio. Upaya seperti ini dikenal dengan istilah window- dressing. Secara umum, window-dressing merupakan rekayasa atau re-engineering laporan keuangan. Mengapa manajemen perlu melakukan window-dressing? Apakah window-dressing merupakan praktek yang melanggar aspek etika? Window-dressing dilakukan sebagai upaya mempercantik laporan keuangan sehingga diharapkan akan direspon secara positif oleh para pemangku kepentingan (stakeholders) perusahaan, terutama investor dan kreditor. Penulis berpendapat bahwa praktek window-dressing bukan merupakan tindakan tidak etis sepanjang dilakukan secara benar. Artinya bahwa perubahan yang dilakukan tidak hanya di atas kertas tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata. Misalnya, untuk meningkatkan likuiditas diperlukan peningkatan aktiva lancar berupa kas melalui penjualan aktiva tetap. Tindakan ini harus benar-benar diwujudkan berupa penjualan aktiva tetap.

Sehubungan dengan tindakan window-dressing untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan melalui indikator rasio lancar (current ratio) maka pihak manajemen memiliki tiga pilihan kebijakan yaitu: (1) menambah aktiva lancar tetapi kewajiban lancar tidak berubah atau (2) mengurangi kewajiban lancar tetapi aktiva lancar tidak berubah atau (3) mengubah keduanya secara bersamaan. Untuk merealisasikan kebijakan tersebut, pihak manajemen memiliki beberapa pilihan antara lain sebagai berikut:
1)      Menjual atau melepas aktiva jangka panjang
Keputusan ini memungkinkan dilakukan apabila terdapat aktiva jangka panjang yang menganggur, misalnya aktiva tetap. Konsekuensi yang dihadapi atas keputusan ini antara lain tingkat produksi akan menurun apabila aktiva tetap yang dilepas merupakan aktiva yang produktif.
2)      Menambah utang jangka panjang
Keputusan ini memungkinkan dilakukan apabila tingkat solvabilitas perusahaan masih tinggi atau tingkat leverage keuangan perusahaan masih rendah. Konsekuensi yang dihadapi atas keputusan ini antara lain tingkat solvabilitas perusahaan menurun sehingga risiko finansial meningkat.
3)      Menambah ekuitas
Keputusan ini memungkinkan dilakukan apabila jumlah ekuitas masih rendah sehingga earning per share (EPS) masih tinggi. Konsekuensi yang dihadapi atas keputusan ini antara lain EPS cenderung menurun sehingga risiko dividen meningkat.
4)      Kombinasi ketiga pilihan di atas
Ketiga pilihan keputusan di atas bersifat ekstrim sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kombinasi ketiganya. Misalnya, aktiva tetap yang akan dijual mengganggu kapasitas operasi perusahaan atau penambahan hutang jangka panjang mengganggu solvabilitas perusahaan atau penambahan ekuitas mengganggu dividen bagi pemegang saham. Dalam kondisi seperti yang digambarkan di atas membutuhkan keputusan yang lebih moderat.

Sebagai ilustrasi digunakan posisi likuiditas PT United TractorsTbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009. Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa perusahaan ini dalam keadaan tidak likuid yang diindikasikan oleh rasio lancar, rasio cepat, rasio kas, maupun rasio likuiditas arus kas. Berdasarkan kondisi ini, pihak manajemen perusahaan bermaksud meningkatkan rasio lancar tahun 2009 dari 1,66 menjadi 2,5.

Berdasarkan kebijakan di atas dapat ditunjukkan proses window-dressing PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagai berikut:

Kebijakan 1. Menambah aktiva lancar
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa untuk menambah aktiva lancar, manajemen dapat melakukan melalui empat cara yaitu: (1) Menjual atau melepas aktiva jangka panjang, (2) Menambah hutang jangka panjang, (3) Menambah ekuitas, dan (4) kombinasi ketiga cara tersebut.

1.      Menjual atau melepas aktiva jangka panjang
Pada kebijakan ini, manajemen menjual aktiva jangka panjang terutama aktiva yang tidak produktif, kemudian hasil penjualan aktiva ini digunakan untuk menambah aktiva lancar, terutama kas. Berapa besar aktiva tetap yang perlu dijual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00 sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa aktiva tetap yang perlu dilepas untuk menambah aktiva lancar adalah senilai Rp 6.095.914.000.000,00.

Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.16.

Tabel 4.16. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menjual aktiva tidak tetap untuk menambah aktiva lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 18.064.915.000.000,00
6.339.913.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.16 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penjualan aktiva tidak lancar yang digunakan untuk menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Tidak menambah jumlah aktiva melainkan hanya mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Tidak mengubah struktur kewajiban dan ekuitas (struktur modal).

2.      Menambah hutang jangka panjang
Pada kebijakan ini, manajemen menambah hutang jangka panjang, kemudian hasil dana pinjaman ini digunakan untuk menambah aktiva lancar, terutama kas. Berapa besar hutang jangka panjang yang perlu dipinjam? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00 sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa hutang jangka panjang yang perlu dipinjam untuk menambah aktiva lancar adalah senilai Rp 6.095.914.000.000,00.

Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menambah hutang jangka panjang untuk menambah aktiva lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 18.064.915.000.000,00
12.435.827.000.000,00
30.500.742.000.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 7.225.966.000.000,00
9.323.696.000.000,00
16.549.662.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
30.500.742.000.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.17 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan hutang jangka panjang yang digunakan untuk menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Menambah jumlah aktiva dan mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban dan struktur modal.

3.      Menambah ekuitas
Pada kebijakan ini, manajemen menambah ekuitas melalui penjualan saham baru, kemudian hasil penjualan saham ini digunakan untuk menambah aktiva lancar, terutama kas. Berapa besar saham yang perlu jual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00 sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa ekuitas yang perlu ditambah untuk menambah aktiva lancar adalah senilai Rp 6.095.914.000.000,00.

Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.18.

Tabel 4.18. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menambah ekuitas untuk menambah aktiva lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 18.064.915.000.000,00
12.435.827.000.000,00
30.500.742.000.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
19.939.624.000.000,00
30.500.742.000.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.18 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan ekuitas yang digunakan untuk menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Menambah jumlah aktiva dan mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Tidak mengubah struktur kewajiban melainkan hanya mengubah struktur modal.

4. Kombinasi antara menjual aktiva jangka panjang, menambah hutang jangka panjang, dan menambah ekuitas

Berdasarkan ilustrasi di atas diketahui bahwa untuk mencapai rasio lancar sebesar 2,5 diperlukan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00. Penambahan aktiva lancar tersebut melalui kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.19.

Tabel 4.19. Kombinasi pendanaan atas tambahan aktiva lancar
No
Sumber Pendanaan Aktiva Lancar
Proporsi (%)
Nilai
(Rp juta)
1
Penjualan aktiva tidak lancar
25
1.523.978,5
2
Penambahan hutang jangka panjang
60
3.657.548,4
3
Penambahan ekuitas
15
914.387,1
Jumlah
100
6.095.914,0

Berdasarkan Tabel 4.19 di atas ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.20.

Tabel 4.20. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Kombinasi)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 18.064.915.000.000,00
10.911.848.500.000,00
28.976.763.500.000,00

U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Kewajiban lancer
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 7.225.966.000.000,00
6.885.330.400.000,00
14.111.296.400.000,00
107.370.000.000,00
14.758.097.100.000,00
28.976.763.500.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.20 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui kombinasi yang digunakan untuk menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Menambah jumlah aktiva dan mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban serta mengubah struktur modal.

Kebijakan 2. Mengurangi kewajiban lancar
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa untuk mengurangi kewajiban lancar, manajemen dapat melakukan melalui tiga cara yaitu: (1) Menjual atau melepas aktiva jangka panjang, (2) Menambah hutang jangka panjang, dan (3) Menambah ekuitas.
1.      Menjual atau melepas aktiva jangka panjang
Pada kebijakan ini, manajemen menjual aktiva jangka panjang terutama aktiva yang tidak produktif, kemudian hasil penjualan aktiva ini digunakan untuk membayar hutang lancar. Berapa besar aktiva tetap yang perlu dijual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp 4.787.600.400.000,00. Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00 sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan sebagai berikut:
            Kewajiban lancar tahun 2009                         = Rp 7.225.966.000.000,00
            Kewajiban lancar yang diharapkan                 =       4.787.600.400.000,00
            Pengurangan kewajiban lancar                        = Rp 2.438.365.600.000,00

Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa aktiva tetap yang perlu dilepas untuk mengurangi atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp 2.438.365.600.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.21.

Tabel 4.21. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menjual aktiva tidak tetap untuk mengurangi kewajiban lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 11.969.001.000.000,00
9.997.461.400.000,00
21.966.462.400.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 4.787.600.400.000,00
3.227.782.000.000,00
8.015.382.400.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
21.966.462.400.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.21 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penjualan aktiva tidak lancar yang digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Mengurangi jumlah aktiva dan mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban dan ekuitas (struktur modal).

2.      Menambah hutang jangka panjang
Pada kebijakan ini, manajemen menambah hutang jangka panjang, kemudian hasil dana pinjaman ini digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar. Berapa besar hutang jangka panjang yang perlu dipinjam? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp 4.787.600.400.000,00. Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00 sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan sebagai berikut:
            Kewajiban lancar tahun 2009                         = Rp 7.225.966.000.000,00
            Kewajiban lancar yang diharapkan                 =       4.787.600.400.000,00
            Pengurangan kewajiban lancar                        = Rp 2.438.365.600.000,00

Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa penambahan hutang jangka panjang untuk mengurangi atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp 2.438.365.600.000,00.

Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.22.

Tabel 4.22. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menambah hutang jangka panjang untuk mengurangi kewajiban lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 4.787.600.400.000,00
5.666.147.600.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.22 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan hutang jangka panjang yang digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Tidak mengubah jumlah aktiva dan tidak mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban dan ekuitas tetapi tidak mengubah struktur modal.

3.      Menambah ekuitas
Pada kebijakan ini, manajemen menambah ekuitas melalui penjualan saham baru, kemudian hasil penjualan saham ini digunakan untuk mengurangi hutang lancar. Berapa besar saham yang perlu jual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp 4.787.600.400.000,00. Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00 sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan sebagai berikut:
            Kewajiban lancar tahun 2009                         = Rp 7.225.966.000.000,00
            Kewajiban lancar yang diharapkan                 =       4.787.600.400.000,00
            Pengurangan kewajiban lancar                        = Rp 2.438.365.600.000,00

Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa penambahan ekuitas melalui penjualan saham baru untuk mengurangi atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp 2.438.365.600.000,00.

Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.23.

Tabel 4.23. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Menambah ekuitas untuk mengurangi kewajiban lancar)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00

U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 4.787.600.400.000,00
3.227.782.000.000,00
8.015.382.400.000,00
107.370.000.000,00
16.282.075.600.000,00
24.404.828.000.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.23 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan ekuitas yang digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Tidak mengubah jumlah aktiva dan tidak mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban dan ekuitas dan mengubah struktur modal.

4.  Kombinasi antara menjual aktiva jangka panjang, menambah hutang jangka panjang, dan menambah ekuitas

Berdasarkan ilustrasi di atas diketahui bahwa untuk mencapai rasio lancar sebesar 2,5 diperlukan pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00.
 Pengurangan kewajiban lancar tersebut melalui kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.24.

Tabel 4.24. Kombinasi pendanaan atas pengurangan kewajiban lancar
No
Sumber Pendanaan Aktiva Lancar
Proporsi (%)
Nilai
(jutaan rupiah)
1
Penjualan aktiva tidak lancar
25
609.591,40
2
Penambahan hutang jangka panjang
60
1.463.019,36
3
Penambahan ekuitas
15
365.754,84
Jumlah
100
2.438.365,60

Berdasarkan Tabel 4.24 di atas ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.25.

Tabel 4.25. Perbandingan neraca dan posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing tahun 2009
                    (Kombinasi)
U r a i a n
Sebelum Window-dressing
Sesudah Window-dressing
Aktiva lancar
Aktiva tidak lancar
Jumlah aktiva
Rp 11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp11.969.001.000.000,00
11.826.235.600.000,00
23.795.236.600.000,00
Kewajiban lancar
Kewajiban tidak lancar
Jumlah kewajiban
Hak minoritas
Jumlah ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
Rp 7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
Rp 4.787.600.400.000,00
4.690.801.360.000,00
9.478.401.760.000,00
107.370.000.000,00
14.209.464.840.000,00
23.795.236.600.000,00
Rasio lancar
1,66
2,5

Berdasarkan Tabel 4.25 di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan (rasio lancar) melalui kombinasi yang digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1)      Mengurangi jumlah aktiva dan mengubah struktur aktiva perusahaan.
2)      Mengubah struktur kewajiban serta mengubah struktur modal.

Kebijakan 3. Menambah aktiva lancar secara bersamaan mengurangi kewajiban lancar
Kebijakan 1 dan Kebijakan 2 yang telah diuraikan di atas merupakan kebijakan yang bersifat ekstrim sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan Kebijakan 3 yang lebih moderat.

Analisis Likuiditas dan Respon Stakeholder Perusahaan
Rasio lancar yang tinggi mengindikasikan tingkat keamanan yang tinggi atau tingkat risiko yang rendah namun di lain pihak mengindikasikan profitabilitas yang rendah. Ini didasarkan pada alasan bahwa ketika manajemen menetapkan rasio lancar yang tinggi berarti dana yang tersedia disiapkan untuk berjaga-jaga. Dengan demikian, dana yang tersedia tidak digunakan untuk kegiatan yang produktif sehingga dapat mengurangi produktivitas. Demikian pula sebaliknya, rasio lancar yang rendah mengindikasikan tingkat keamanan yang rendah atau tingkat risiko yang tinggi namun tingkat profitabilitas yang tinggi.

Rasio lancar  memberikan arti bagi para pemangku kepentingan (stakeholders) sehingga mereka akan merespon secara berbeda. Bagaimana respon para stakeholder terhadap rasio lancar? Apabila rasio lancar tinggi maka respon para stakeholders secara singkat digambarkan sebagai berikut:
1)      Investor yang memiliki tipe sebagai pengambil risiko (risk taker) cenderung merespon negatif sedangkan investor yang memiliki tipe sebagai penghindar risiko (risk averter) cenderung merespon positif.
2)      Kreditor cenderung merespon positif terutama kreditor jangka pendek.
3)      Suplier cenderung merespon positif
4)      Karyawan cenderung merespon positif

Beberapa hasil penelitian yang dilaksanakan di Indonesia yang menjelaskan adanya hubungan atau pengaruh likuiditas perusahaan terhadap respon para stakeholder terutama investor dikemukakan sebagai berikut:
1.   Bahri (2003) menyimpulkan bahwa current ratio (rasio lancar) dan asset turnover ratio (rasio perputaran aktiva) secara signifikan berpengaruh terhadap indeks harga saham sektoral.
2.   Hodijah (2005) menyimpulkan bahwa hasil analisis pada rasio likuiditas memperlihatkan quick ratio (rasio cepat) dari ketiga bank syariah mengalami pergerakan naik turun dengan hasil akhir peningkatan rasio pada Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri. Hal ini menunjukkan kemampuan
bank dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya membaik, sedangkan pada Bank Syariah Mega Indonesia rasio ini menurun sehingga kinerja keuangannya belum baik. Sedangkan hasil analisis Loan to Deposit Ratio pada ketiga bank  syariah masih berada di bawah standar yang ditoleransi oleh Bank Indonesia, sehingga dapat dikatakan ketiga bank syariah tersebut cukup likuid. 
3.    Dwi Martani, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka (2009) menyimpulkan bahwa: (1) rasio-rasio keuangan, seperti total assets turnover (perputaran total aktiva) secara bersama-sama mempengaruhi return pasar dan return tidak normal, dan (2) pandangan investor tentang rasio-rasio keuangan adalah berguna dalam mengambil keputusan atas investasi.

Ringkasan
Analisis likuiditas perusahaan merupakan analisis untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Analisis likuiditas meliputi analisis terhadap likuiditas modal kerja dan analisis terhadap likuiditas operasi. Pada analisis likuiditas modal kerja mengukur seberapa besar alat-alat likuiditas perusahaan yang tersedia untuk menutupi kewajiban lancar perusahaan. Sedangkan pada analisis likuiditas operasi mengukur sejauhmana efektivitas penggunaan aktiva lancar atau modal kerja.
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur likuiditas modal kerja meliputi rasio lancar, rasio cepat, rasio kas, dan rasio likuiditas arus kas. Sedangkan pada analisis likuuiditas operasi dapat digunakan alat-alat analisis berupa rasio perputaran piutang usaha, rasio perputaran persediaan, dan rasio perputaran hutang usaha. Di samping itu, terdapat berbegai pendekatan yang dapat digunakan dalam menganalisis likuiditas perusahaan, seperti analisis horizontal, analisis vertikal, analisis cross-section, serta diskusi dan analisis manajemen.
Analisis likuiditas perusahaan berkaitan erat dengan respon para stakeholder. Ini berarti bahwa tingkat likuiditas yang dicapai oleh suatu perusahaan akan mendapatkan respon yang berbeda dari para stakeholder. Dalam hal ini, stakeholder dapat memberikan respon positif atau respon negatif bergantung persepsi dari para stakeholder. Oleh karena itu, ketika manajemen perusahaan merasa bahwa posisi likuiditas yang dicapai perusahaan akan mendapatkan respon negatif maka manajemen dapat melakukan window-dressing atas laporan keuangan perusahaannya.

No comments: