Pendahuluan
Masalah likuiditas
merupakan salah satu aspek keuangan yang perlu ditangani oleh setiap manajer
keuangan perusahaan. Analisis ini berkaitan dengan kemampuan perusahaan untuk
dapat memenuhi kewajiban jangka pendeknya (short-term
liabilities). Analisis likuiditas digunakan untuk mengukur posisi keuangan
perusahaan dalam jangka pendek. Aspek likuiditas termasuk masalah yang kritis
bagi suatu perusahaan karena dapat mengakibatkan perusahaan mengalami gangguan
operasinya bahkan dapat mengakibatkan perusahaan mengalami kesulitan keuangan
yang pada akhirnya menyebabkan kebangkrutan. Dalam hal ini mencakup analisis
terhadap aktiva lancar dan kewajiban lancar. Oleh karena itu, analisis
likuiditas berkaitan dengan penilaian terhadap keputusan investasi jangka pendek
(investasi pada modal kerja) dan keputusan pendanaan jangka pendek yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan.
Pada bagian ini akan disajikan
pendekatan-pendekatan analisis dalam menilai kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban finansialnya yang bersifat jangka pendek (likuiditas). Selain
itu, juga akan disajikan suatu cara untuk mengoptimalkan likuiditas perusahaan
melalui pendekatan window-dressing.
Sehingga dengan proses window-dressing
ini akan dihasilkan tingkat likuiditas yang diinginkan.
Kerangka Pembahasan
Likuiditas (liquidity) dapat diartikan sebagai
ketersediaan sumber daya perusahaan dalam memenuhi kebutuhan kas jangka pendek (Subramanyam
dan Wild, 2009). Pada analisis likuiditas akan dibahas dua aspek yaitu modal
kerja (working capital) dan
likuiditas operasi (operating liquidity).
Analisis Likuiditas Modal Kerja
Likuiditas menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendeknya. Dengan
demikian, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah aktiva menjadi kas atau
untuk menghasilkan kas. Modal kerja secara luas digunakan untuk mengukur
likuiditas dimana modal kerja didefinisikan sebagai kelebihan aktiva lancar
atas kewajiban lancar (modal kerja bersih). Hal ini penting sebagai ukuran
aktiva likuid yang memberikan perlindungan kepada kreditor. Selain itu, juga
penting dalam mengukur cadangan likuiditas yang tersedia untuk memenuhi ketidakpastian
keseimbangan arus kas masuk (cash inflow)
dan arus kas keluar (cash outflow).
1.
Alat-alat Analisis Likuiditas Modal Kerja
Perusahaan
Alat yang dapat digunakan
untuk menganalisis likuiditas perusahaan berdasarkan modal kerja meliputi:
1. Rasio Lancar
Rasio lancar (current
ratio) menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban lancarnya
dengan aktiva lancar yang dimiliki. Berdasarkan ukuran rasio lancar maka pengukuran likuiditas perusahaan
memperhitungkan seluruh komponen aktiva lancar sebagai alat likuiditas
perusahaan. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio lancar atau current ratio sebagaimana ditunjukkan
pada Persamaan 4.1.
Aktiva lancar perusahaan
meliputi: kas dan setara kas, piutang usaha, persediaan, biaya dibayar dimuka,
dan berbagai aktiva jangka pendek lainnya. Sedangkan kewajiban lancar perusahaan
meliputi: hutang usaha, hutang bank, hutang pajak, dan berbagai kewajiban
jangka pendek lainnya.
Sebagai ilustrasi
digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan Tahun 2008 dan 2009
sebagaimana terlampir pada Lampiran 1. Berdasarkan neraca diperoleh data dan
penghitungan rasio lancar sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Aktiva lancar, kewajiban lancar, dan penghitungan
rasio lancar
Tahun
|
Aktiva Lancar
(Rp juta)
|
Kewajiban Lancar
(Rp juta)
|
Rasio Lancar
|
2008
|
12.883.590
|
7.874.135
|
1,64
|
2009
|
11.969.001
|
7.225.966
|
1,66
|
Sumber: Lampiran
1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Data pada Tabel 4.1 di atas dapat diinterpretasi
sebagai berikut:
1) Rasio lancar sebesar 1,64 pada tahun
2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar tersedia atau dijamin
oleh aktiva lancar sebesar Rp 1,64. Ini berarti terdapat marjin keamanan (margin of safety) sebesar Rp 0,64.
Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh
aktiva lancar sebesar Rp 1,66. Ini berarti terdapat marjin keamanan sebesar Rp
0,66.
2) Standar normatif atas penilaian likuiditas
perusahaan dengan menggunakan rasio lancar adalah 2,0. Artinya setiap Rp 1 kewajiban lancar dijamin oleh
aktiva lancar sebesar Rp 2,0 atau marjin keamanan sebesar Rp 1. Jadi
berdasarkan data pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008 dan
2009, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dalam kondisi tidak likuid
karena nilai rasio lancar kurang dari 2,0 atau marjin keamanan kurang dari Rp 1.
Ini berarti bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban lancarnya dari
aktiva lancar yang dimiliki. Walaupun mengalami peningkatan pada tahun 2009
tetapi tidak signifikan.
2. Rasio Cepat
Rasio cepat atau quick ratio atau acid test ratio juga merupakan salah satu alat ukur likuiditas
perusahaan. Rasio ini didasarkan pada asumsi bahwa persediaan (inventory) merupakan aktiva lancar yang kurang
likuid karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengubah menjadi kas
dan juga memiliki risiko yang sangat tinggi. Dengan asumsi tersebut maka dalam
pengukuran likuiditas, unsur persediaan tidak diperhitungkan sebagai alat
likuiditas perusahaan. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio cepat
atau quick ratio ditunjukkan pada
Persamaan 4.2.
Sebagai ilustrasi
digunakan Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun
2009 sebagaimana terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan neraca diperoleh data
dan penghitungan rasio cepat sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Aktiva lancar, persediaan, kewajiban
lancar, dan penghitungan rasio cepat
Tahun
|
Aktiva Lancar (Rp juta)
|
Persediaan
((Rp juta)
|
Kewajiban Lancar (Rp juta)
|
Rasio Cepat
|
2008
|
12.883.590
|
5.246.343
|
7.874.135
|
0,97
|
2009
|
11.969.001
|
3.966.358
|
7.225.966
|
1,11
|
Sumber:
Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Data pada Tabel 4.2 dapat dinterpretasi sebagai
berikut:
1) Rasio cepat PT United Tractors Tbk
dan Anak Perusahaan sebesar 0,97 pada tahun 2008. Ini menunjukkan bahwa untuk
setiap Rp 1 rupiah kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva lancar yang
paling likuid sebesar Rp 0,97. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1
kewajiban lancar dijamin oleh aktiva lancar yang paling likuid sebesar Rp 1,11.
2) Standar normatif atas penilaian likuiditas
perusahaan dengan menggunakan rasio cepat adalah 1,0. Artinya setiap Rp 1 dijamin oleh aktiva lancar
yang paling likuid sebesar Rp 1. Jadi berdasarkan data pada Tabel 4.2 di atas
menunjukkan bahwa likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada
tahun 2008 dalam kondisi tidak likuid sedangkan tahun 2009 dalam kondisi
likuid. Di samping itu, rasio cepat mengalami peningkatan pada tahun 2009 jika
dibandingkan dengan tahun 2008.
3. Rasio Kas
Rasio kas atau cash ratio juga merupakan salah satu
alat ukur likuiditas perusahaan. Rasio ini didasarkan pada asumsi bahwa
komponen-komponen aktiva lancar selain komponen kas, setara kas, dan investasi
surat-surat berharga jangka pendek merupakan aktiva lancar yang tidak likuid
karena membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengubah menjadi kas dan juga
memiliki risiko yang sangat tinggi. Dengan asumsi tersebut maka dalam
pengukuran likuiditas, hanya menggunakan komponen kas, setara kas dan investasi
surat berharga jangka pendek. Rumus yang dapat digunakan untuk menghitung rasio
kas atau cash ratio ditunjukkan pada
Persamaan 4.3.
Sebagai ilustrasi digunakan Neraca
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan 2009 sebagaimana
terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan nercara diperoleh data dan penghitungan rasio
kas sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Kas, setara kas,
investasi surat berharga jangka pendek dan penghitungan rasio kas
Tahun
|
Kas & Setara Kas (Rp juta)
|
Investasi Jangka Pendek (Rp juta)
|
Kewajiban Lancar (Rp juta)
|
Rasio Kas
|
2008
|
3.324.942
|
0
|
7.874.135
|
0,42
|
2009
|
2.769.187
|
0
|
7.225.966
|
0,38
|
Sumber:
Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Data pada Tabel 4.3 di atas dapat diinterpretasi
sebagai berikut:
Rasio kas sebesar 0,42
pada tahun 2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 rupiah kewajiban lancar
tersedia atau dijamin oleh aktiva yang sangat likuid sebesar Rp 0,42 atau
setiap kewajiban lancar hanya dapat dijamin sebesar 42% dari aktiva yang sangat
likuid. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban lancar hanya
dijamin oleh aktiva yang sangat likuid sebesar Rp 0,38 atau setiap kewajiban lancar
hanya dapat dijamin sebesar 38% dari aktiva yang sangat likuid. Semakin tinggi rasio
kas maka semakin likuid perusahaan.
4. Rasio Likuiditas Arus Kas
Rasio likuiditas arus
kas (cash flow liquidity ratio) juga
merupakan salah satu alat ukur likuiditas perusahaan. Rasio ini menunjukkan
seberapa besar kemampuan perusahaan menyediakan aktiva lancar yang benar-benar
likuid seperti kas, setara kas dan investasi surat berharga jangka pendek,
serta arus kas dari kegiatan operasi untuk menutupi kewajiban lancarnya. Rumus
yang dapat digunakan untuk menghitung rasio likuiditas arus kas (RLAK) atau cash flow liquidity ratio ditunjukkan
pada Persamaan 4.4.
Keterangan:
SSB adalah surat-surat berharga
AKO adalah arus kas dari kegiatan
operasi
Sebagai ilustrasi digunakan Neraca
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan 2009 sebagaimana
terlampir pada Lampiran 2. Berdasarkan nercara dan laporan arus kas diperoleh
data dan penghitungan rasio likuiditas arus kas sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 4.4.
Tabel 4.4. Kas, setara kas,
investasi surat berharga jangka pendek, arus kas dari kegiatan operasi dan penghitungan
rasio likuiditas arus kas
Tahun
|
Kas & Setara Kas (Rp
juta)
|
SSB Jangka Pendek
(Rp juta)
|
Arus Kas dari Kegiatan
Operasi
(Rp juta)
|
Kewajiban Lancar
(Rp juta)
|
Rasio Likuiditas Arus Kas
|
2008
|
3.324.942
|
0
|
4.253.895
|
7.874.135
|
0,96
|
2009
|
2.769.187
|
0
|
5.101.022
|
7.225.966
|
1,09
|
Sumber: Lampiran 1.
Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Data pada Tabel 4.4 di atas dapat diinterpretasi
sebagai berikut:
Rasio likuiditas arus kas
sebesar 0,96 pada tahun 2008 menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1 rupiah
kewajiban lancar tersedia atau dijamin oleh aktiva yang benar-benar likuid sebesar
Rp 0,96 atau setiap kewajiban lancar hanya dapat dijamin sebesar 96% dari aktiva
yang benar-benar likuid. Sedangkan pada tahun 2009, untuk setiap Rp 1 kewajiban
lancar hanya dijamin oleh aktiva yang benar-benar likuid sebesar Rp 1,09 atau
setiap kewajiban lancar dapat dijamin sebesar 109% dari aktiva yang benar-benar
likuid. Semakin tinggi rasio likuiditas arus kas maka semakin likuid perusahaan.
Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat
dilakukan perbandingan keempat ukuran likuiditas modal kerja sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.5.
Tabel 4.5.
Perbandingan hasil penghitungan rasio-rasio likuiditas modal kerja PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tahun
|
Rasio Lancar
|
Rasio Cepat
|
Rasio Kas
|
Rasio Likuiditas Arus Kas
|
2008
|
1,64
|
0,97
|
0,42
|
0,96
|
2009
|
1,66
|
1,11
|
0,38
|
1,09
|
Berdasarkan keempat alat
ukur likuiditas modal kerja di atas maka dapat menimbulkan pertanyaan. Jenis
ukuran mana yang akan digunakan untuk mengukur likuiditas modal kerja
perusahaan? Apakah keempat rasio tersebut digunakan secara simultan atau
rasio-rasio tertentu yang akan digunakan? Dalam prakteknya, keempat ukuran
rasio tersebut tidak harus digunakan secara simultan melainkan dapat digunakan
salah satu dari keempatnya. Dari keempat ukuran likuiditas di atas yang paling
banyak digunakan adalah rasio lancar (current
ratio) dan rasio likuiditas arus kas (cash
flow liquidity ratio) karena penggunaannya bersifat umum. Rasio tersebut relevan
untuk semua jenis perusahaan.
Karakteristik penggunaan
keempat ukuran rasio tersebut secara spesifik ditunjukkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6. Karakteristik penggunaan
rasio-rasio likuiditas modal kerja
No
|
Jenis Rasio
|
Asumsi Penggunaan
|
1
|
Rasio lancar (current ratio)
|
Seluruh komponen aktiva lancar
tergolong aktiva yang likuid dan memiliki risiko rendah
|
2
|
Rasio cepat (quick ratio)
|
Komponen aktiva lancar berupa
persediaan (inventory) tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko
yang tinggi, sementara komponen aktiva lancar yang lain tergolong aktiva yang
likuid dan memiliki risiko rendah
|
3
|
Rasio kas (cash ratio)
|
Komponen aktiva lancar non kas,
seperti persediaan dan piutang,
tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko tinggi
|
4
|
Rasio likuiditas arus kas (cash flow liquidity ratio)
|
Komponen aktiva lancar non kas,
seperti persediaan dan piutang,
tergolong aktiva yang tidak likuid dan memiliki risiko tinggi, serta
menggunakan arus kas dari kegiatan operasi sebagai alat likuiditas
|
2. Pendekatan Analisis Likuiditas Modal
Kerja
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1 bahwa ada empat pendekatan yang
dapat digunakan dalam melakukan analisis laporan keuangan perusahaan yaitu
pendekatan horizontal, pendekatan vertical, pendekatan cross-section, serta pendekatan diskusi dan analisis manajemen.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ilustrasi tentang pendekatan analisis
likuiditas perusahaan.
1.
Pendekatan horizontal
Pendekatan horizontal dalam analisis likuiditas merupakan suatu analisis perbandingan
secara internal dimana penilaian atas likuiditas perusahaan didasarkan pada kecenderungan
(tren) likuiditas perusahaan selama beberapa periode. Sebagai ilustrasi
digunakan rasio-rasio ukuran likuiditas PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7. Analisis horizontal rasio-rasio likuiditas PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio
Likuiditas
|
2008
|
2009
|
Analisis
Tren
|
|
Jumlah
|
Persen
|
||||
1
|
Rasio lancer
|
1,64
|
1,66
|
0,02
|
1,22
|
2
|
Rasio cepat
|
0,97
|
1,11
|
0,14
|
14,43
|
3
|
Rasio
kas
|
0,42
|
0,38
|
(0,04)
|
(9,52)
|
4
|
Rasio
likuiditas arus kas
|
0,96
|
1,09
|
0,13
|
13,54
|
Tabel 4.7 di atas dapat diinterpretasi sebagai
berikut:
1) Rasio lancar mengalami peningkatan pada tahun 2009
sebesar 0,02 kali atau 1,22%, walaupun peningkatan ini tidak signifikan.
Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa
peningkatan rasio lancar sebagai akibat dari penurunan aktiva lancar sebesar
7,10% lebih rendah dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%. Secara
horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek
perusahaan yang lebih baik. Namun demikian, pencapaian atas peningkatan rasio
lancar ini masih perlu dibandingkan dengan sasaran peningkatan yang diharapkan
oleh manajemen perusahaan. Misalnya, manajemen PT United Tractors Tbk
menginginkan peningkatan rasio lancar tahun 2009 sebesar 2%. Ini berarti bahwa
sasaran yang diinginkan belum tercapai karena rasio lancar hanya meningkat
sebesar 1,22% pada tahun 2009.
2) Rasio cepat mengalami peningkatan pada tahun 2009
sebesar 0,14 kali atau 14,43%, peningkatan ini cukup signifikan. Berdasarkan
neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa peningkatan
rasio cepat sebagai akibat dari penurunan aktiva lancar sebesar 7,10% lebih
rendah dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%; serta peningkatan piutang
usaha pihak ketiga yang signifikan sebesar 30,23%. Secara horizontal, kondisi
ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang lebih baik.
3)
Rasio kas mengalami penurunan pada tahun 2009
sebesar 0,04 kali atau 9,52%, penurunan ini tidak signifikan. Berdasarkan
neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan
rasio kas sebagai akibat dari penurunan kas dan setara kas sebesar 16,71% lebih
tinggi dari penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%. Secara horizontal, kondisi
ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang kurang baik.
4) Rasio likuiditas arus kas mengalami peningkatan pada
tahun 2009 sebesar 0,13 kali atau 13,54%, peningkatan ini cukup signifikan.
Berdasarkan neraca dan laporan arus kas PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan menunjukkan bahwa peningkatan rasio likuiditas arus kas sebagai
akibat dari penurunan kas dan setara kas sebesar 16,71% lebih tinggi dari
penuruan kewajiban lancar sebesar 8,23%; namun diikuti dengan peningkatan arus
kas dari kegiatan operasi yang signifikan sebesar 19,91%. Secara horizontal,
kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka pendek perusahaan yang lebih
baik.
2.
Pendekatan Vertikal
Pendekatan vertikal merupakan analisis perbandingan secara internal. Pendekatan
vertikal pada analisis likuiditas perusahaan yang didasarkan pada rasio-rasio
likuiditas adalah menganalisis posisi keuangan pada satu periode tertentu,
misalnya tahun 2009. Pada pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau
standar penilaian adalah sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh manajemen
perusahaan. Misalnya, manajemen perusahaan menetapkan standar rasio lancar
sebesar 2,85. Jadi walaupun posisi likuiditas yang dicapai di atas standar
normatif yaitu rasio lancar sebesar 2,25, kondisi ini masih dianggap belum
likuid. Sebagai ilustrasi digunakan rasio-rasio ukuran likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.8.
Tabel 4.8. Analisis vertikal rasio-rasio likuiditas PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio
Likuiditas
|
Standar*
|
Realisasi 2009
|
Penilaian
|
1
|
Rasio lancer
|
2,00
|
1,66
|
Tidak likuid
|
2
|
Rasio
cepat
|
1,25
|
1,11
|
Tidak likuid
|
3
|
Rasio
kas
|
0,65
|
0,38
|
Tidak likuid
|
4
|
Rasio
likuiditas arus kas
|
1,25
|
1,09
|
Tidak likuid
|
*) Asumsi penulis
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa posisi keuangan PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009 dalam kondisi tidak likuid. Ini berarti
bahwa perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya.
3.
Pendekatan cross-section
Pendekatan cross-section
merupakan suatu analisis perbandingan secara eksternal. Pada pendekatan ini
dilakukan perbandingan antara posisi keuangan suatu perusahaan tertentu yang
dianalisis dengan posisi keuangan perusahaan lain dalam industri yang sama
(pesaing utama) atau posisi keuangan rata-rata industri. Oleh karena itu, pada
pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau standar adalah posisi
keuangan perusahaan lain atau rata-rata industri. Sebagai ilustrasi digunakan
ukuran rasio lancar PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dan rasio lancar
PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Perbandingan rasio lancar antara PT United Tractors Tbk dan
Anak Perusahaan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008
No
|
Rasio-rasio
Likuiditas Modal Kerja
|
PT
United Tractors
|
PT
Unilever Indonesia
|
1
|
Rasio
lancar
|
1,64
|
0,99
|
2
|
Rasio
cepat
|
0,97
|
0,66
|
3
|
Rasio
kas
|
0,42
|
0,36
|
4
|
Rasio likuiditas
arus kas
|
0,96
|
0,55
|
Sumber:
Lampiran 1 dan Lampiran 2
Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008, secara cross-sectional PT United Tractors Tbk
dan Anak Perusahaan memiliki rasio-rasio likuiditas modal kerja yang lebih
tinggi jika dibandingkan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan.
Ini mengindikasikan bahwa PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan memiliki
posisi likuiditas modal kerja yang baik jika dibandingkan dengan PT Unilever
Indonesia pada tahun 2008.
4.
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen merupakan suatu analisis yang
tidak didasarkan pada data keuangan perusahaan melainkan faktor-faktor lain
yang dianggap dapat berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan. Faktor-faktor
yang dimaksud dapat berupa faktor-faktor internal, seperti kebijakan-kebijakan
manajemen sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Selain itu, dapat
juga berupa faktor-faktor eksternal, seperti kecenderungan kegiatan
perekonomian suatu Negara.
Analisis
Likuiditas Operasi
Analisis likuiditas operasi
perusahaan mengukur sejauhmana efektivitas pengelolaan aktiva lancar (modal
kerja) perusahaan. Pada analisis ini akan diuraikan tiga pengukuran aktivitas
operasi, yaitu berdasarkan piutang usaha, persediaan, dan kewajiban lancar.
Alat analisis yang digunakan pada analisis likuiditas operasi ini biasa dikenal
sebagai rasio-rasio aktivitas (activity
ratios).
1. Analisis Piutang Usaha
Piutang usaha (account receivable) merupakan bagian
dari modal kerja. Pengelolaan piutang usaha diukur dari dua aspek yaitu
kualitas dan likuiditas piutang usaha yang keduanya dipengaruhi oleh tingkat
perputarannya. Perbedaan antara kualitas dan likuiditas sebagai berikut:
1) Kualitas pengelolaan piutang usaha
ditunjukkan oleh kemungkinan penagihan piutang tanpa rugi. Hal ini dapat diukur
dari syarat pembayaran yang ditetapkan oleh perusahaan. Tingkat perputaran
piutang merupakan indikator umur piutang. Indikator ini sangat berguna ketika
dibandingkan dengan tingkat perputaran yang diharapkan yang dihitung dari
termin kredit yang diinginkan.
2) Likuiditas menunjukkan kecepatan
dalam mengubah piutang usaha menjadi kas. Hal ini dapat diukur dengan tingkat
perputaran piutang usaha (account receivable turnover ratio = ARTR) yang
dihitung dengan rumus pada Persamaan 4.5.
Dalam menghitung rasio perputaran
piutang usaha (RPPU) biasanya ditemukan kendala mengenai nilai penjualan kredit
bersih (PKB) suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena nilai PKB ini
biasanya tidak tampak pada laporan laba rugi sehingga tidak dapat diketahui
pasti nilainya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari para analis
berkaitan dengan masalah ini. Sehubungan dengan masalah ini, ada dua kebijakan
yang dapat digunakan yaitu: (1) mengasumsikan bahwa seluruh nilai penjualan
yang tampak pada laporan laba rugi merupakan penjualan kredit. Kebijakan ini
ditempuh apabila nilai penjualan kredit sangat dominan jika dibandingkan dengan
penjualan tunai, dan (2) mengasumsikan proporsi penjualan kredit yang
didasarkan pada kebijakan penjualan kredit perusahaan. Misalnya diasumsikan
penjualan kredit sebesar 60%.
Rata-rata piutang usaha merupakan
hasil penjumlahan nilai piutang usaha pada dua periode neraca (neraca awal dan
neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila hanya tersedia satu periode neraca
maka nilai rata-rata piutang usaha digunakan nilai piutang usaha satu periode
saja.
Rasio perputaran piutang usaha dalam
hari (ARTR in days) atau rata-rata periode pengumpulan piutang (average
collection period) dapat dihitung dengan rumus pada Persamaan 4.6.
Sebagai ilustrasi digunakan laporan
keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun 2009.
Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Perhitungan rasio perputaran
piutang usaha (RPPU)
Uraian
|
Nilai
(Rp juta)
|
Rasio Perputaran Piutang Usaha Tahun 2009
|
Pendapatan bersih
Penjualan kredit bersih tahun 2009 (asumsi 80% dari penjualan bersih
|
29.241.883
23.393.506,4
|
|
Piutang Usaha bersih:
-
Tahun 2008
-
Tahun 2009
|
3.470.549
4.462.606
|
Sumber:
Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Berdasarkan hasil perhitungan rasio
perputaran piutang usaha tersebut dapat dihitung rasio perputaran piutang usaha
dalam hari atau rata-rata periode pengumpulan piutang usaha dengan menggunakan
Persamaan 4.6 sebagai berikut:
Rata-rata periode pengumpulan
piutang selama 60 hari artinya bahwa rata-rata penagihan piutang usaha
membutuhkan waktu 60 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan termin penjualan kredit
yang ditetapkan oleh perusahaan maka dapat menimbulkan interpretasi yang
berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.11.
Tabel 4.11. Hasil
interpretasi analisis piutang usaha PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode Pengumpulan Piutang
|
Asumsi Kebijakan Termin Kredit
|
Interpretasi
|
60 hari
|
Termin > n/60
|
Kualitas pengelolaan piutang usaha kurang
baik atau tidak efektif karena mengindikasikan adanya penunggakan pembayaran
piutang
|
60 hari
|
Termin = n/60
|
Kualitas pengelolaan piutang usaha sudah baik
atau efektif karena adanya kesesuaian antara kebijakan dengan realisasi
|
60 hari
|
Termin < n/60
|
Kualitas pengelolaan piutang usaha sangat
baik atau sangat efektif karena mengindikasikan adanya percepatan pembayaran
piutang
|
2. Analisis Persediaan
Persediaan (invenory) merupakan bagian aktiva lancar
yang sangat penting. Persediaan merupakan investasi yang dibuat untuk tujuan
mendapatkan suatu pengembalian melalui penjualan kepada pelanggan. Analisis
terhadap likuiditas jangka pendek dan modal kerja yang melibatkan persediaan
meliputi evaluasi terhadap kualitas dan likuiditas persediaan. Alat analisis
yang paling baik digunakan adalah perputaran persediaan (inventory turnover)
yang meliputi rasio perputaran persediaan (inventory
turnover ratio) maupun rasio perputaran persediaan dalam hari (inventory turnover ratio in days) atau
rasio rata-rata penyimpanan persediaan.
Rasio perputaran persediaan
(inventory turnover ratio) mengukur
tingkat kecepatan rata-rata pergerakan persediaan ke dalam dan keluar
perusahaan. Perputaran persediaan dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada
Persamaan 4.7.
Nilai harga pokok
penjualan diperoleh dari laporan laba rugi untuk jenis perusahaan manufaktur
dan perusahaan dagang. Sedangkan nilai rata-rata persediaan diperoleh dari
neraca dengan cara menjumlahkan nilai persediaan awal (neraca awal) dan nilai
persediaan akhir (neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila yang tersedia
hanya neraca satu periode maka nilai rata-rata persediaan diperoleh dari nilai
persediaan satu periode.
Sedangkan untuk
menghitung rasio perputaran persediaan dalam hari atau rata-rata periode
penyimpanan persediaan dapat digunakan Persamaan 4.8.
Nilai jumlah hari dalam
satu tahun adalah 360 hari apabila yang digunakan adalah neraca tahunan.
Apabila menggunakan neraca kwartalan atau triwulan maka jumlah hari adalah 90
hari. Demikian juga apabila yang digunakan adalah neraca semesteran maka jumlah
hari adalah 180 hari.
Sebagai ilustrasi digunakan
Laporan Keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan tahun
2009. Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 4.12.
Tabel 4.12. Perhitungan rasio
perputaran persediaan (RPP)
Uraian
|
Nilai
( Rp juta)
|
Rasio Perputaran Persediaan Tahun 2009
|
Harga
Pokok Penjualan Tahun 2009
|
22.570.824
|
|
Persediaan bersih:
-
Tahun 2008
-
Tahun 2009
|
5.246.343
3.966.358
|
Sumber:
Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Berdasarkan hasil perhitungan
rasio perputaran persediaan tersebut dapat dihitung rasio perputaran persediaan
dalam hari atau rata-rata periode penyimpanan persediaan dengan menggunakan
Persamaan 4.8 sebagai berikut:
Rata-rata periode penyimpanan
persediaan selama 72 hari artinya bahwa rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk
menahan persediaan adalah 72 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan syarat waktu penyimpanan
yang ditetapkan oleh perusahaan atau daya tahan persediaan maka dapat
menimbulkan interpretasi yang berbeda sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.13.
Tabel 4.13. Hasil interpretasi
analisis persediaan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode
Penyimpanan Persediaan
|
Asumsi Kebijakan Penyimpanan
Persediaan atau daya tahan persediaan
|
Interpretasi
|
72
hari
|
Syarat
(daya tahan persediaan) > 72 hari
|
Kualitas
pengelolaan persediaan kurang baik atau tidak efektif karena mengindikasikan
adanya penyimpanan persediaan lebih lama dari yang diharapkan. Selain itu,
juga mengindikasikan adanya persediaan yang rusak (kadaluwarsa)
|
Rata-rata
Periode Penyimpanan Persediaan
|
Asumsi
Kebijakan Penyimpanan Persediaan atau daya tahan persediaan
|
Interpretasi
|
72 hari
|
Syarat (daya tahan persediaan) =
72 hari
|
Kualitas pengelolaan persediaan sudah baik atau
efektif karena adanya kesesuaian antara kebijakan dengan realisasi
|
72 hari
|
Syarat (daya tahan persediaan) < 72 hari
|
Kualitas pengelolaan persediaan sangat baik atau
sangat efektif karena mengindikasikan adanya masa penyimpanan persediaan
relatif lebih pendek
|
3. Analisis Kewajiban Lancar
Kewajiban lancar (current
liabilities) merupakan klaim pihak lain terhadap perusahaan, seperti karyawan,
suplier, kreditor, pemerintah, dll yang bersifat jangka pendek. Analisis
terhadap kewajiban lancar penting dilakukan karena kewajiban lancar digunakan
dalam menentukan margin of safety (kelebihan
aktiva lancar atas kewajiban lancar). Salah satu komponen utama dalam kewajiban
lancar adalah hutang usaha (account payable) yang merupakan kewajiban
perusahaan kepada suplier atas pembelian secara kredit.
Alat yang dapat
digunakan dalam menganalisis hutang usaha adalah rasio perputaran hutang usaha
(account payable turnover ratio) dan rasio umur hutang usaha (days’
purchases in accounts payable ratio). Rasio perputaran hutang usaha
menunjukkan berapa kali perputaran atau siklus hutang usaha yang terjadi dalam
satu periode waktu tertentu, misalnya dalam periode waktu satu tahun. Sedangkan
rasio umur hutang usaha menunjukkan berapa lama interval waktu yang diperlukan
dalam pembayaran hutang usaha kepada suplier. Untuk menghitung kedua rasio
tersebut dapat digunakan rumus sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 4.9 dan Persamaan
4.10.
Dalam menghitung rasio
perputaran hutang usaha (RPHU) biasanya ditemukan kendala mengenai nilai
pembelian kredit bersih (PKB) suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh karena
nilai PKB ini biasanya tidak tampak pada laporan laba rugi sehingga tidak dapat
diketahui pasti nilainya. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan dari para
analis berkaitan dengan masalah ini. Sehubungan dengan masalah ini, ada dua
kebijakan yang dapat digunakan yaitu: (1) mengasumsikan bahwa seluruh nilai pembelian
yang tampak pada catatan atas laporan keuangan merupakan pembelian kredit.
Kebijakan ini ditempuh apabila nilai pembelian kredit sangat dominan jika
dibandingkan dengan pembelian tunai, dan (2) mengasumsikan proporsi pembelian
kredit yang didasarkan pada kebijakan pembelian kredit perusahaan. Misalnya
diasumsikan pembelian kredit sebesar 50%.
Rata-rata hutang usaha
merupakan hasil penjumlahan nilai hutang usaha pada dua periode neraca (neraca
awal dan neraca akhir) kemudian dibagi dua. Apabila hanya tersedia satu periode
neraca maka nilai rata-rata hutang usaha digunakan nilai hutang usaha satu
periode saja.
Sebagai ilustrasi digunakan
laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008 dan
tahun 2009. Berdasarkan neraca dan laporan laba rugi diketahui data keuangan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.14.
Tabel 4.14. Perhitungan rasio perputaran
hutang usaha (RPHU)
Uraian
|
Nilai
(Rp juta)
|
Rasio Perputaran Hutang
Usaha Tahun 2009
|
Pembelian bersih tahun 2009
Pembelian kredit bersih (asumsi pembelian kredit 90% dari pembelian
bersih)
|
5.956.206
5.360.585,4
|
|
Hutang Usaha bersih:
-
Tahun 2008
-
Tahun 2009
|
4.366.722
4.164.316
|
Sumber:
Lampiran 1. Laporan keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Berdasarkan hasil perhitungan rasio
perputaran hutang usaha tersebut dapat dihitung rasio perputaran hutang usaha
dalam hari atau rata-rata periode pembayaran hutang usaha dengan menggunakan
Persamaan 4.10 sebagai berikut:
Rata-rata periode pembayaran hutang usaha
selama 300 hari artinya bahwa rata-rata pembayaran hutang usaha membutuhkan
waktu 300 hari. Jadi apabila dikaitkan dengan termin pembelian kredit yang
ditetapkan oleh suplier maka dapat menimbulkan interpretasi yang berbeda
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.15. Hasil
interpretasi analisis hutang usaha PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rata-rata Periode Pembayaran
Hutang Usaha
|
Asumsi Kebijakan Termin Pembelian
Kredit
|
Interpretasi
|
300
hari
|
Termin > n/300
|
Kualitas
pengelolaan hutang usaha kurang baik atau tidak efektif karena
mengindikasikan adanya penunggakan pembayaran hutang usaha
|
300
hari
|
Termin
= n/300
|
Kualitas
pengelolaan hutang usaha sudah baik atau efektif karena adanya kesesuaian
antara kebijakan dengan realisasi
|
300
hari
|
Termin < n/300
|
Kualitas
pengelolaan hutang usaha sangat baik atau sangat efektif karena
mengindikasikan adanya percepatan pembayaran hutang usaha
|
Window-Dressing untuk Mengoptimalkan
Likuiditas Perusahaan
Apabila perusahaan dalam
keadaan tidak likuid pada akhir periode maka pihak manajemen dapat mengubah
kondisi perusahaan menjadi likuid yang biasa disebut manajemen rasio. Upaya
seperti ini dikenal dengan istilah window-
dressing. Secara umum, window-dressing
merupakan rekayasa atau re-engineering
laporan keuangan. Mengapa manajemen perlu melakukan window-dressing? Apakah window-dressing
merupakan praktek yang melanggar aspek etika? Window-dressing dilakukan sebagai upaya mempercantik laporan
keuangan sehingga diharapkan akan direspon secara positif oleh para pemangku
kepentingan (stakeholders)
perusahaan, terutama investor dan kreditor. Penulis berpendapat bahwa praktek window-dressing bukan merupakan tindakan
tidak etis sepanjang dilakukan secara benar. Artinya bahwa perubahan yang
dilakukan tidak hanya di atas kertas tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata.
Misalnya, untuk meningkatkan likuiditas diperlukan peningkatan aktiva lancar
berupa kas melalui penjualan aktiva tetap. Tindakan ini harus benar-benar
diwujudkan berupa penjualan aktiva tetap.
Sehubungan dengan
tindakan window-dressing untuk
meningkatkan posisi likuiditas perusahaan melalui indikator rasio lancar (current ratio) maka pihak manajemen memiliki
tiga pilihan kebijakan yaitu: (1) menambah aktiva lancar tetapi kewajiban
lancar tidak berubah atau (2) mengurangi kewajiban lancar tetapi aktiva lancar
tidak berubah atau (3) mengubah keduanya secara bersamaan. Untuk merealisasikan
kebijakan tersebut, pihak manajemen memiliki beberapa pilihan antara lain
sebagai berikut:
1) Menjual atau melepas aktiva jangka
panjang
Keputusan ini
memungkinkan dilakukan apabila terdapat aktiva jangka panjang yang menganggur,
misalnya aktiva tetap. Konsekuensi yang dihadapi atas keputusan ini antara lain
tingkat produksi akan menurun apabila aktiva tetap yang dilepas merupakan
aktiva yang produktif.
2) Menambah utang jangka panjang
Keputusan ini
memungkinkan dilakukan apabila tingkat solvabilitas perusahaan masih tinggi
atau tingkat leverage keuangan perusahaan masih rendah. Konsekuensi yang
dihadapi atas keputusan ini antara lain tingkat solvabilitas perusahaan menurun
sehingga risiko finansial meningkat.
3) Menambah ekuitas
Keputusan ini
memungkinkan dilakukan apabila jumlah ekuitas masih rendah sehingga earning per share (EPS) masih tinggi.
Konsekuensi yang dihadapi atas keputusan ini antara lain EPS cenderung menurun
sehingga risiko dividen meningkat.
4) Kombinasi ketiga pilihan di atas
Ketiga pilihan keputusan
di atas bersifat ekstrim sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi
keuangan perusahaan. Oleh karena itu, diperlukan suatu kombinasi ketiganya. Misalnya,
aktiva tetap yang akan dijual mengganggu kapasitas operasi perusahaan atau
penambahan hutang jangka panjang mengganggu solvabilitas perusahaan atau
penambahan ekuitas mengganggu dividen bagi pemegang saham. Dalam kondisi
seperti yang digambarkan di atas membutuhkan keputusan yang lebih moderat.
Sebagai ilustrasi digunakan
posisi likuiditas PT United TractorsTbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa perusahaan ini dalam keadaan
tidak likuid yang diindikasikan oleh rasio lancar, rasio cepat, rasio kas,
maupun rasio likuiditas arus kas. Berdasarkan kondisi ini, pihak manajemen perusahaan
bermaksud meningkatkan rasio lancar tahun 2009 dari 1,66 menjadi 2,5.
Berdasarkan kebijakan di
atas dapat ditunjukkan proses window-dressing PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan sebagai berikut:
Kebijakan 1. Menambah aktiva lancar
Sebagaimana dikemukakan di atas
bahwa untuk menambah aktiva lancar, manajemen dapat melakukan melalui empat
cara yaitu: (1) Menjual atau melepas aktiva jangka panjang, (2) Menambah hutang
jangka panjang, (3) Menambah ekuitas, dan (4) kombinasi ketiga cara tersebut.
1. Menjual atau melepas aktiva jangka
panjang
Pada kebijakan ini,
manajemen menjual aktiva jangka panjang terutama aktiva yang tidak produktif,
kemudian hasil penjualan aktiva ini digunakan untuk menambah aktiva lancar,
terutama kas. Berapa besar aktiva tetap yang perlu dijual? Hal ini dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya
ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan
demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00 sebagaimana
ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa
aktiva tetap yang perlu dilepas untuk menambah aktiva lancar adalah senilai Rp
6.095.914.000.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.16.
Tabel 4.16. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menjual
aktiva tidak tetap untuk menambah aktiva lancar)
U
r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
18.064.915.000.000,00
6.339.913.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.16
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas perusahaan
(rasio lancar) melalui penjualan aktiva tidak lancar yang digunakan untuk
menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Tidak menambah jumlah aktiva
melainkan hanya mengubah struktur aktiva perusahaan.
2) Tidak mengubah struktur kewajiban
dan ekuitas (struktur modal).
2. Menambah hutang jangka panjang
Pada kebijakan ini,
manajemen menambah hutang jangka panjang, kemudian hasil dana pinjaman ini
digunakan untuk menambah aktiva lancar, terutama kas. Berapa besar hutang
jangka panjang yang perlu dipinjam? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan
demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00
sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa hutang
jangka panjang yang perlu dipinjam untuk menambah aktiva lancar adalah senilai
Rp 6.095.914.000.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.17.
Tabel 4.17. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menambah
hutang jangka panjang untuk menambah aktiva lancar)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
18.064.915.000.000,00
12.435.827.000.000,00
30.500.742.000.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
7.225.966.000.000,00
9.323.696.000.000,00
16.549.662.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
30.500.742.000.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.17
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan hutang jangka panjang yang
digunakan untuk menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Menambah jumlah aktiva dan mengubah
struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban dan struktur
modal.
3. Menambah ekuitas
Pada kebijakan ini,
manajemen menambah ekuitas melalui penjualan saham baru, kemudian hasil
penjualan saham ini digunakan untuk menambah aktiva lancar, terutama kas. Berapa
besar saham yang perlu jual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk membutuhkan aktiva lancar sebesar Rp 18.064.915.000.000,00. Dengan
demikian membutuhkan tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00
sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai berikut:
Berdasarkan hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa ekuitas
yang perlu ditambah untuk menambah aktiva lancar adalah senilai Rp
6.095.914.000.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.18.
Tabel 4.18. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menambah
ekuitas untuk menambah aktiva lancar)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva tidak
lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
18.064.915.000.000,00
12.435.827.000.000,00
30.500.742.000.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
19.939.624.000.000,00
30.500.742.000.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.18
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan ekuitas yang digunakan untuk
menambah aktiva lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Menambah jumlah aktiva dan mengubah
struktur aktiva perusahaan.
2) Tidak mengubah struktur kewajiban melainkan
hanya mengubah struktur modal.
4. Kombinasi antara menjual aktiva
jangka panjang, menambah hutang jangka panjang, dan menambah ekuitas
Berdasarkan ilustrasi di
atas diketahui bahwa untuk mencapai rasio lancar sebesar 2,5 diperlukan
tambahan aktiva lancar sebesar Rp 6.095.914.000.000,00. Penambahan aktiva
lancar tersebut melalui kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.19.
Tabel 4.19. Kombinasi pendanaan atas
tambahan aktiva lancar
No
|
Sumber Pendanaan Aktiva Lancar
|
Proporsi (%)
|
Nilai
(Rp juta)
|
1
|
Penjualan aktiva tidak lancar
|
25
|
1.523.978,5
|
2
|
Penambahan hutang jangka panjang
|
60
|
3.657.548,4
|
3
|
Penambahan ekuitas
|
15
|
914.387,1
|
Jumlah
|
100
|
6.095.914,0
|
Berdasarkan Tabel 4.19
di atas ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.20.
Tabel 4.20. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Kombinasi)
U
r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
18.064.915.000.000,00
10.911.848.500.000,00
28.976.763.500.000,00
|
U
r a i a n
|
Sebelum
Window-dressing
|
Sesudah
Window-dressing
|
Kewajiban lancer
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
7.225.966.000.000,00
6.885.330.400.000,00
14.111.296.400.000,00
107.370.000.000,00
14.758.097.100.000,00
28.976.763.500.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.20
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui kombinasi yang digunakan untuk menambah aktiva
lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Menambah jumlah aktiva dan mengubah
struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban serta
mengubah struktur modal.
Kebijakan 2. Mengurangi kewajiban
lancar
Sebagaimana dikemukakan di atas
bahwa untuk mengurangi kewajiban lancar, manajemen dapat melakukan melalui tiga
cara yaitu: (1) Menjual atau melepas aktiva jangka panjang, (2) Menambah hutang
jangka panjang, dan (3) Menambah ekuitas.
1. Menjual atau melepas aktiva jangka
panjang
Pada kebijakan ini,
manajemen menjual aktiva jangka panjang terutama aktiva yang tidak produktif,
kemudian hasil penjualan aktiva ini digunakan untuk membayar hutang lancar. Berapa
besar aktiva tetap yang perlu dijual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan
Persamaan 4.1 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp 4.787.600.400.000,00.
Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00
sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan sebagai berikut:
Kewajiban
lancar tahun 2009 =
Rp 7.225.966.000.000,00
Kewajiban
lancar yang diharapkan = 4.787.600.400.000,00
Pengurangan
kewajiban lancar = Rp
2.438.365.600.000,00
Berdasarkan hasil
perhitungan di atas menunjukkan bahwa aktiva tetap yang perlu dilepas untuk mengurangi
atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp 2.438.365.600.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.21.
Tabel 4.21. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menjual
aktiva tidak tetap untuk mengurangi kewajiban lancar)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
11.969.001.000.000,00
9.997.461.400.000,00
21.966.462.400.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
4.787.600.400.000,00
3.227.782.000.000,00
8.015.382.400.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
21.966.462.400.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.21
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui penjualan aktiva tidak lancar yang digunakan
untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Mengurangi jumlah aktiva dan
mengubah struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban dan
ekuitas (struktur modal).
2. Menambah hutang jangka panjang
Pada kebijakan ini,
manajemen menambah hutang jangka panjang, kemudian hasil dana pinjaman ini
digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar. Berapa besar hutang jangka panjang
yang perlu dipinjam? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di
atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp
4.787.600.400.000,00. Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar
sebesar Rp 2.438.365.600.000,00 sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan
sebagai berikut:
Kewajiban
lancar tahun 2009 =
Rp 7.225.966.000.000,00
Kewajiban
lancar yang diharapkan = 4.787.600.400.000,00
Pengurangan
kewajiban lancar = Rp
2.438.365.600.000,00
Berdasarkan hasil
perhitungan di atas menunjukkan bahwa penambahan hutang jangka panjang untuk
mengurangi atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp
2.438.365.600.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.22.
Tabel 4.22. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menambah
hutang jangka panjang untuk mengurangi kewajiban lancar)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
4.787.600.400.000,00
5.666.147.600.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.22
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan hutang jangka panjang yang
digunakan untuk mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai
berikut:
1) Tidak mengubah jumlah aktiva dan
tidak mengubah struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban dan
ekuitas tetapi tidak mengubah struktur modal.
3. Menambah ekuitas
Pada kebijakan ini,
manajemen menambah ekuitas melalui penjualan saham baru, kemudian hasil
penjualan saham ini digunakan untuk mengurangi hutang lancar. Berapa besar saham
yang perlu jual? Hal ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1 di
atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio lancar 2,5 maka manajemen PT United
Tractors Tbk hanya diperbolehkan memiliki kewajiban lancar sebesar Rp
4.787.600.400.000,00. Dengan demikian membutuhkan pengurangan kewajiban lancar
sebesar Rp 2.438.365.600.000,00 sebagaimana ditunjukkan pada perhitungan
sebagai berikut:
Kewajiban
lancar tahun 2009 =
Rp 7.225.966.000.000,00
Kewajiban
lancar yang diharapkan = 4.787.600.400.000,00
Pengurangan
kewajiban lancar = Rp
2.438.365.600.000,00
Berdasarkan hasil
perhitungan di atas menunjukkan bahwa penambahan ekuitas melalui penjualan
saham baru untuk mengurangi atau membayar kewajiban lancar adalah senilai Rp
2.438.365.600.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.23.
Tabel 4.23. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menambah
ekuitas untuk mengurangi kewajiban lancar)
U
r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
U
r a i a n
|
Sebelum
Window-dressing
|
Sesudah
Window-dressing
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
4.787.600.400.000,00
3.227.782.000.000,00
8.015.382.400.000,00
107.370.000.000,00
16.282.075.600.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.23
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui penambahan ekuitas yang digunakan untuk
mengurangi kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Tidak mengubah jumlah aktiva dan
tidak mengubah struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban dan
ekuitas dan mengubah struktur modal.
4. Kombinasi antara menjual aktiva
jangka panjang, menambah hutang jangka panjang, dan menambah ekuitas
Berdasarkan ilustrasi di
atas diketahui bahwa untuk mencapai rasio lancar sebesar 2,5 diperlukan
pengurangan kewajiban lancar sebesar Rp 2.438.365.600.000,00.
Pengurangan kewajiban lancar tersebut melalui
kombinasi sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.24.
Tabel 4.24. Kombinasi pendanaan atas
pengurangan kewajiban lancar
No
|
Sumber Pendanaan Aktiva Lancar
|
Proporsi (%)
|
Nilai
(jutaan rupiah)
|
1
|
Penjualan aktiva tidak lancar
|
25
|
609.591,40
|
2
|
Penambahan hutang jangka panjang
|
60
|
1.463.019,36
|
3
|
Penambahan ekuitas
|
15
|
365.754,84
|
Jumlah
|
100
|
2.438.365,60
|
Berdasarkan Tabel 4.24
di atas ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi likuiditas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.25.
Tabel 4.25. Perbandingan neraca dan
posisi likuiditas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Kombinasi)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Aktiva
lancar
Aktiva
tidak lancar
Jumlah
aktiva
|
Rp
11.969.001.000.000,00
12.435.827.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp11.969.001.000.000,00
11.826.235.600.000,00
23.795.236.600.000,00
|
Kewajiban
lancar
Kewajiban
tidak lancar
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
7.225.966.000.000,00
3.227.782.000.000,00
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
4.787.600.400.000,00
4.690.801.360.000,00
9.478.401.760.000,00
107.370.000.000,00
14.209.464.840.000,00
23.795.236.600.000,00
|
Rasio
lancar
|
1,66
|
2,5
|
Berdasarkan Tabel 4.25
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan posisi likuiditas
perusahaan (rasio lancar) melalui kombinasi yang digunakan untuk mengurangi
kewajiban lancar memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Mengurangi jumlah aktiva dan
mengubah struktur aktiva perusahaan.
2) Mengubah struktur kewajiban serta
mengubah struktur modal.
Kebijakan
3. Menambah aktiva lancar secara bersamaan mengurangi kewajiban lancar
Kebijakan 1 dan
Kebijakan 2 yang telah diuraikan di atas merupakan kebijakan yang bersifat
ekstrim sehingga kadang-kadang tidak sesuai dengan kondisi keuangan perusahaan.
Oleh karena itu, diperlukan Kebijakan 3 yang lebih moderat.
Analisis Likuiditas dan Respon
Stakeholder Perusahaan
Rasio lancar yang tinggi
mengindikasikan tingkat keamanan yang tinggi atau tingkat risiko yang rendah
namun di lain pihak mengindikasikan profitabilitas yang rendah. Ini didasarkan
pada alasan bahwa ketika manajemen menetapkan rasio lancar yang tinggi berarti
dana yang tersedia disiapkan untuk berjaga-jaga. Dengan demikian, dana yang
tersedia tidak digunakan untuk kegiatan yang produktif sehingga dapat
mengurangi produktivitas. Demikian pula sebaliknya, rasio lancar yang rendah
mengindikasikan tingkat keamanan yang rendah atau tingkat risiko yang tinggi
namun tingkat profitabilitas yang tinggi.
Rasio lancar memberikan arti bagi para pemangku kepentingan
(stakeholders) sehingga mereka akan
merespon secara berbeda. Bagaimana respon para stakeholder terhadap rasio lancar? Apabila rasio lancar tinggi maka
respon para stakeholders secara
singkat digambarkan sebagai berikut:
1) Investor yang memiliki tipe sebagai
pengambil risiko (risk taker)
cenderung merespon negatif sedangkan investor yang memiliki tipe sebagai
penghindar risiko (risk averter)
cenderung merespon positif.
2) Kreditor cenderung merespon positif
terutama kreditor jangka pendek.
3) Suplier cenderung merespon positif
4) Karyawan cenderung merespon positif
Beberapa hasil penelitian
yang dilaksanakan di Indonesia yang menjelaskan adanya hubungan atau pengaruh
likuiditas perusahaan terhadap respon para stakeholder terutama investor
dikemukakan sebagai berikut:
1. Bahri (2003) menyimpulkan bahwa current ratio (rasio lancar) dan asset turnover ratio (rasio perputaran
aktiva) secara signifikan berpengaruh terhadap indeks harga saham sektoral.
2. Hodijah (2005) menyimpulkan bahwa hasil
analisis pada rasio likuiditas memperlihatkan quick ratio (rasio cepat) dari ketiga bank syariah mengalami
pergerakan naik turun dengan hasil akhir peningkatan rasio pada Bank Muamalat
dan Bank Syariah Mandiri. Hal ini menunjukkan kemampuan
bank dalam melunasi
kewajiban jangka pendeknya membaik, sedangkan pada Bank Syariah Mega Indonesia
rasio ini menurun sehingga kinerja keuangannya belum baik. Sedangkan hasil
analisis Loan to Deposit Ratio pada ketiga bank
syariah masih berada di bawah standar yang ditoleransi oleh Bank
Indonesia, sehingga dapat dikatakan ketiga bank syariah tersebut cukup
likuid.
3. Dwi Martani, Mulyono, dan Rahfiani Khairurizka
(2009) menyimpulkan bahwa: (1) rasio-rasio keuangan, seperti total assets turnover (perputaran total
aktiva) secara bersama-sama mempengaruhi return pasar dan return tidak normal,
dan (2) pandangan investor tentang rasio-rasio keuangan adalah berguna dalam
mengambil keputusan atas investasi.
Ringkasan
Analisis likuiditas perusahaan merupakan analisis untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban lancarnya. Analisis likuiditas
meliputi analisis terhadap likuiditas modal kerja dan analisis terhadap
likuiditas operasi. Pada analisis likuiditas modal kerja mengukur seberapa
besar alat-alat likuiditas perusahaan yang tersedia untuk menutupi kewajiban
lancar perusahaan. Sedangkan pada analisis likuiditas operasi mengukur
sejauhmana efektivitas penggunaan aktiva lancar atau modal kerja.
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur likuiditas modal kerja meliputi
rasio lancar, rasio cepat, rasio kas, dan rasio likuiditas arus kas. Sedangkan
pada analisis likuuiditas operasi dapat digunakan alat-alat analisis berupa
rasio perputaran piutang usaha, rasio perputaran persediaan, dan rasio
perputaran hutang usaha. Di samping itu, terdapat berbegai pendekatan yang dapat
digunakan dalam menganalisis likuiditas perusahaan, seperti analisis
horizontal, analisis vertikal, analisis cross-section,
serta diskusi dan analisis manajemen.
Analisis likuiditas perusahaan berkaitan erat dengan respon para
stakeholder. Ini berarti bahwa tingkat likuiditas yang dicapai oleh suatu
perusahaan akan mendapatkan respon yang berbeda dari para stakeholder. Dalam
hal ini, stakeholder dapat memberikan respon positif atau respon negatif
bergantung persepsi dari para stakeholder. Oleh karena itu, ketika manajemen
perusahaan merasa bahwa posisi likuiditas yang dicapai perusahaan akan
mendapatkan respon negatif maka manajemen dapat melakukan window-dressing atas laporan keuangan perusahaannya.
No comments:
Post a Comment