Pendahuluan
Analisis solvabilitas (solvency analysis) merupakan suatu
analisis terhadap kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya,
baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Analisis ini
mencakup dua analisis yaitu analisis struktur modal (capital structure) dan cakupan laba (earnings coverage). Kedua analisis ini menggambarkan tingkat risiko
finansial dan kemampuan perusahaan memenuhi pembayaran finansialnya atas
pendanaan yang telah dilakukan.
Analisis solvabilitas
digunakan untuk mengukur posisi keuangan perusahaan dalam jangka panjang. Aspek
solvabilitas termasuk masalah yang kritis bagi suatu perusahaan karena dapat
mengakibatkan mengalami kesulitan keuangan yang menyebabkan kebangkrutan. Dalam
hal ini mencakup analisis terhadap keseluruhan aktiva dan keseluruhan
kewajiban, dan ekuitas. Oleh karena itu, analisis solvabilitas berkaitan erat dengan
penilaian terhadap keputusan pendanaan secara keseluruhan yang dilakukan oleh
manajemen perusahaan.
Pada bagian ini akan
disajikan pendekatan-pendekatan analisis dalam menilai kemampuan perusahaan untuk
memenuhi seluruh kewajiban finansial. Selain itu, juga akan disajikan suatu cara
untuk memperbaiki solvabilitas perusahaan melalui pendekatan window-dressing. Sehingga dengan proses window-dressing ini akan dihasilkan
tingkat solvabilitas yang diinginkan.
Kerangka Pembahasan
Menganalisis Solvabilitas: Struktur
Modal Perusahaan
Struktur modal (capital structure) menunjukkan komposisi
sumber pendanaan bagi suatu perusahaan. Secara garis besar ada dua sumber
pendanaan bagi perusahaan yaitu pendanaan hutang (debt financing) dan pendanaan ekuitas (equity financing). Pendanaan hutang dapat bersumber dari: (1)
hutang jangka pendek, seperti hutang usaha, hutang bank, dan berbagai hutang
jangka pendek lainnya, serta (2) hutang jangka panjang, seperti hutang bank,
hutang obligasi, dan berbagai hutang jangka panjang lainnya.
Analisis struktur modal juga
terkait dengan leverage keuangan (financial leverage). Menurut Ross,
Westerfield, dan Jaffe (2010) bahwa leverage keuangan berkaitan dengan tingkat
dimana perusahaan mengandalkan pendanaan utang dari pada ekuitas. Selanjutnya, Ross, Westerfield, dan Jaffe
(2010) mengemukakan bahwa penggunaan pendanaan hutang memiliki kelemahan dan
keunggulan. Di satu sisi, kelemahan atas penggunaan pendanaan hutang adalah
kemungkinan perusahaan tidak mampu memenuhi kewajiban finansialnya sehingga
menyebabkan perusahaan tidak solvabel dan mengalami kesulitan keuangan. Di sisi lain, penggunaan pendanaan hutang
memberikan manfaat berupa penghematan pajak atas bunga hutang yang biasa
disebut tax deductable.
1.
Alat-alat Analisis Struktur Modal
Dalam melakukan analisis
terhadap struktur modal, terdapat beberapa alat analisis, seperti rasio
leverage keuangan, rasio
total hutang terhadap total modal, rasio total hutang terhadap ekuitas, rasio
hutang jangka panjang terhadap ekuitas, rasio hutang jangka pendek terhadap
total hutang, serta analisis common-size.
1. Rasio leverage keuangan
Rasio leverage keuangan (financial leverage ratio) menunjukkan
seberapa besar aktiva yang dimiliki oleh perusahaan dibiayai dari ekuitas.
Rasio ini juga disebut sebagai penggandaan ekuitas (equity multiplier). Nilai rasio leverage keuangan berbanding
terbalik dengan solvabilitas. Ini berarti bahwa semakin besar nilai rasio
leverage keuangan maka semakin rendah solvabilitas perusahaan. Demikian pula
sebaliknya, semakin kecil nilai rasio leverage keuangan maka semakin tinggi
solvabilitas perusahaan.
Rasio leverage keuangan (RLK) dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagaimana ditunjukkan pada Persamaan 5.1.
Sebagai ilustrasi digunakan
neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Rasio leverage keuangan (RLK)
Tahun
|
Total Aktiva (Rp)
|
Total Ekuitas Saham Biasa (Rp)
|
RLK
|
2008
|
22.847.721.000.000
|
11.131.607.000.000
|
2,05
|
2009
|
24.404.828.000.000
|
13.843.710.000.000
|
1,76
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Rasio leverage keuangan tersebut
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, setiap Rp 2,05 aktiva dibiayai dari ekuitas
sebesar Rp 1,00 dan sisanya Rp 1,05 dibiayai dari hutang. Ini menunjukkan bahwa
pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dalam posisi
keuangan yang relatif tidak solvabel karena hutang lebih besar dari ekuitas.
Pada tahun 2009, setiap Rp 1,76 aktiva dibiayai dari ekuitas sebesar Rp 1,00
dan sisanya Rp 0,76 dibiayai dari hutang. Ini menunjukkan bahwa pada tahun
2009, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dalam posisi keuangan yang
relatif solvabel karena hutang lebih kecil dari ekuitas.
2. Rasio Total Utang terhadap Total
Modal
Rasio total hutang
terhadap total modal (total debt to total capital ratio) atau biasa
disebut rasio total utang (total debt ratio) menunjukkan komposisi
antara pendanaan hutang dengan seluruh pendanaan. Total hutang meliputi
kewajiban lancar dan kewajiban tidak lancar, sedangkan total modal meliputi
modal pinjaman, ekuitas, dan pendanaan lainnya. Rasio total hutang terhadap
total modal (RTHTM) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 5.2.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2. Penghitungan rasio total hutang terhadap total modal (RTHTM)
Tahun
|
Total Hutang (Rp)
|
Total Modal (Rp)
|
RTHTM
|
2008
|
11.644.916.000.000
|
22.847.721.000.000
|
0,51
|
2009
|
10.453.748.000.000
|
24.404.828.000.000
|
0,43
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Berdasarkan Tabel 5.2 di
atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan menggunakan pendanaan hutang sebesar 51% dari seluruh pendanaannya.
Berarti pula, pendanaan ekuitas dan pendanaan lainnya sebesar 49%. Begitupun
pada tahun 2009, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menggunakan
pendanaan utang sebesar 43% dari seluruh pendanaannya. Berarti pula, pendanaan
ekuitas dan pendanaan lainnya sebesar 57%.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008, perusahaan ini cenderung tidak
solvabel karena pendanaan hutang lebih besar dari pendanaan ekuitas dan
pendanaan lainnya. Sementara pada tahun 2009, perusahaan ini cenderung solvabel
karena pendanaan hutang lebih kecil dari pendanaan ekuitas dan pendanaan
lainnya.
3. Rasio Total Hutang terhadap Ekuitas
Rasio total hutang
terhadap ekuitas (total debt to equity capital ratio) menunjukkan
komposisi antara pendaaan hutang dengan pendanaan ekuitas. Perbedaan antara
rasio total hutang terhadap ekuitas (RTHE) dengan rasio total hutang dengan
total modal (RTHTM) adalah pada RTHE hanya diperhitungkan pendanaan ekuitas,
sementara pada RTHTM yang diperhitungkan adalah seluruh pendanaan termasuk
pendanaan non ekuitas, seperti hak minoritas. Rasio total hutang terhadap
ekuitas (RTHE) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 5.3.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3. Penghitungan rasio total hutang terhadap ekuitas (RTHE)
Tahun
|
Total Hutang (Rp)
|
Total Ekuitas (Rp)
|
RTHE
|
2008
|
11.644.916.000.000
|
11.131.607.000.000
|
1,05
|
2009
|
10.453.748.000.000
|
13.843.710.000.000
|
0,76
|
Sumber: Neraca PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Berdasarkan Tabel 5.3 di
atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008, komposisi hutang dan ekuitas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan adalah 1,05. Ini menunjukkan bahwa setiap Rp
1,00 ekuitas berbanding Rp 1,05 hutang dan berarti bahwa terdapat margin of safety sebesar -5%. Demikian
juga pada tahun 2009, komposisi hutang dan ekuitas PT United Tractors Tbk dan
Anak Perusahaan adalah 0,76. Ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 ekuitas
berbanding Rp 0,76 hutang dan berarti masih terdapat margin of safety sebesar 24%. Jadi apabila perusahaan ini mengalami
likuidasi, masih terdapat kelebihan ekuitas atas utang yang harus ditutupi.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008, perusahaan ini cenderung tidak
solvabel karena pendanaan hutang lebih besar dari pendanaan ekuitas. Sementara
pada tahun 2009, perusahaan ini cenderung solvabel karena pendanaan hutang
lebih kecil dari pendanaan ekuitas.
4. Rasio hutang jangka panjang terhadap
ekuitas
Rasio hutang jangka
panjang terhadap ekuitas (long-term debt to equity capital ratio)
menunjukkan komposisi antara pendanaan hutang jangka panjang dengan pendanaan
ekuitas. Kedua pendanaan ini merupakan pendanaan jangka panjang. Rasio hutang
jangka panjang terhadap ekuitas (RHJPE) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan
5.4.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4. Penghitungan rasio hutang jangka
panjang terhadap ekuitas (RHJPE)
Tahun
|
Hutang Jangka Panjang (Rp)
|
Total Ekuitas (Rp)
|
RHJPE
|
2008
|
3.770.781.000.000
|
11.131.607.000.000
|
0,34
|
2009
|
3.227.782.000.000
|
13.843.710.000.000
|
0,23
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.4 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, komposisi hutang jangka panjang dan ekuitas
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebesar 0,34. Ini menunjukkan bahwa
setiap Rp 1,00 ekuitas berbanding Rp 0,34 hutang jangka panjang dan berarti
masih terdapat margin of safety
sebesar 66%. Sedangkan pada tahun 2009, komposisi hutang dan ekuitas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebesar 0,23. Ini menunjukkan bahwa setiap Rp
1,00 ekuitas berbanding Rp 0,23 hutang jangka panjang dan berarti bahwa masih
terdapat margin of safety sebesar 77%.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008, perusahaan ini cenderung
solvabel karena pendanaan hutang jangka panjang lebih kecil dari pendanaan
ekuitas. Demikian juga pada tahun 2009, perusahaan ini cenderung solvabel
karena pendanaan hutang lebih kecil dari pendanaan ekuitas.
5. Rasio Hutang Jangka Pendek terhadap
Total Hutang
Rasio hutang jangka
pendek terhadap total hutang (short-term debt to total debt ratio)
menunjukkan komposisi pendaaan utang. Rasio hutang jangka pendek terhadap total
hutang (RHJPTH) dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 5.5.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5. Penghitungan rasio hutang jangka pendek
terhadap total hutang (RHJPTH)
Tahun
|
Hutang Jangka Pendek (Rp)
|
Total Hutang (Rp)
|
RHJPTH
|
2008
|
7.874.135.000.000
|
11.644.916.000.000
|
0,68
|
2009
|
7.225.966.000.000
|
10.453.748.000.000
|
0,69
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.5 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, komposisi hutang jangka pendek terhadap
total hutang PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebesar 0,68. Ini
menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 total hutang terdapat Rp 0,68 hutang jangka
pendek atau dengan kata lain seluruh hutang yang dimiliki perusahaan, 68%
berupa hutang jangka pendek dan sisanya sebesar 32% berupa hutang jangka
panjang. Demikian juga pada tahun 2009, komposisi hutang jangka pendek terhadap
total hutang PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebesar 0,69. Ini
menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 total hutang terdapat Rp 0,69 hutang jangka
pendek atau dengan kata lain seluruh hutang yang dimiliki perusahaan, 69%
berupa hutang jangka pendek dan sisanya sebesar 31% berupa hutang jangka
panjang.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008, perusahaan ini cenderung
solvabel karena pendanaan hutang jangka panjang lebih kecil dari pendanaan hutang
jangka pendek. Demikian juga pada tahun 2009, perusahaan ini cenderung solvabel
karena pendanaan hutang jangka panjang lebih kecil dari pendanaan hutang jangka
pendek. Ini juga mengindikasikan bahwa kebijakan pendanaan yang ditempuh oleh
manajemen perusahaan lebih cenderung berimplikasi pada likuiditas perusahaan.
6.
Analisis Common-Size
Analisis struktur modal
dapat pula menggunakan pendekatan common-size
(ukuran yang sama). Analisis ini menunjukkan komposisi sumber-sumber pendanaan
yang digunakan oleh perusahaan pada periode tertentu. Pada analisis ini,
seluruh komponen pendanaan dibagi dengan total pendanaan. Sebagai ilustrasi digunakan
data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 5.6 dan diagram pada Gambar 5.1 dan Gambar 5.2.
Tabel 5.6. Analisis common-size
struktur modal
Sumber
Dana
|
2008
(Rp
juta)
|
2009
(Rp
juta)
|
Common-size
(%)
|
|
2008
|
2009
|
|||
Kewajiban Lancar
|
7.874.135
|
7.225.966
|
34
|
30
|
Kewajiban tidak lancar
|
3.770.781
|
3.227.782
|
17
|
13
|
Hak minoritas
|
71.198
|
107.370
|
0
|
0
|
Ekuitas
|
11.131.607
|
13.843.710
|
49
|
57
|
Total pendanaan
|
22.847.721
|
24.404.828
|
100
|
100
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT
United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Gambar
5.1. Analisis common-size struktur modal
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan tahun 2008
Gambar 5.2. Analisis common-size struktur modal PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan Tahun 2009
Tabel 5.6, Gambar 5.1, dan Gambar 5.2 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
menggunakan pendanaan jangka pendek berupa kewajiban lancar sebesar 34% dan pendanaan
jangka panjang sebesar 66% yang terdiri dari kewajiban tidak lancar sebesar
17%, dan ekuitas sebesar 49%. Di samping itu, ada juga hak minoritas tetapi tidak signifikan. Demikian
juga pada tahun 2009, PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan menggunakan pendanaan jangka pendek berupa kewajiban lancar sebesar
30% dan pendanaan jangka panjang sebesar 70% yang terdiri dari kewajiban tidak
lancar sebesar 13%, dan ekuitas sebesar 57%. Di samping itu, ada juga hak minoritas tetapi
tidak signifikan.
Analisis common-size tersebut mengindikasikan bahwa struktur modal PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan lebih didominasi oleh pendanaan jangka panjang
berupa ekuitas. Hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan ini menghadapi risiko
keuangan yang relatif rendah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa perusahaan ini memiliki tingkat
solvabilitas yang tinggi, baik pada tahun 2008 maupun tahun 2009.
2. Pendekatan Analisis Solvabilitas:
Modal Kerja
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1 bahwa ada empat pendekatan yang
dapat digunakan dalam melakukan analisis laporan keuangan perusahaan yaitu
pendekatan horizontal, pendekatan vertikal, pendekatan cross-section, serta pendekatan diskusi dan analisis manajemen.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ilustrasi tentang pendekatan analisis
solvabilitas perusahaan.
1.
Pendekatan horizontal
Pendekatan horizontal dalam analisis solvabilitas merupakan suatu
analisis perbandingan secara internal dimana penilaian atas solvabilitas
perusahaan didasarkan pada kecenderungan (tren) solvabilitas perusahaan yang
diukur berdasarkan rasio-rasio keuangan di atas selama beberapa periode.
Sebagai ilustrasi digunakan rasio-rasio ukuran struktur modal PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.7.
Tabel 5.7. Analisis horizontal berdasarkan rasio-rasio struktur modal PT
United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio
Struktur Modal
|
2008
|
2009
|
Analisis Tren
|
|
Jumlah
|
Persen
|
||||
1
|
Rasio
leverage keuangan (RLK)
|
2,05
|
1,76
|
-0,29
|
(14,15)
|
2
|
Rasio total hutang
terhadap total modal (RTHTM)
|
0,51
|
0,43
|
-0,08
|
(15,69)
|
No
|
Rasio-rasio
Struktur Modal
|
2008
|
2009
|
Analisis Tren
|
|
Jumlah
|
Persen
|
||||
3
|
Rasio total hutang
terhadap ekuitas (RTHE)
|
1,05
|
0,76
|
-0,29
|
(27,62)
|
4
|
Rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas (RHJPE)
|
0,34
|
0,23
|
-0,11
|
(32,35)
|
5
|
Rasio hutang jangka pendek terhadap total hutang (RHJPTH)
|
0,68
|
0,69
|
0,01
|
1,47
|
Tabel 5.7 di atas dapat diinterpretasi sebagai
berikut:
1) Rasio leverage keuangan mengalami penurunan pada
tahun 2009 sebesar 0,29 kali atau 14,15%. Berdasarkan neraca PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan rasio leverage keuangan
sebagai akibat dari peningkatan ekuitas sebesar 24,36% yang lebih tinggi dari peningkatan
total aktiva sebesar 6,82%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan
posisi keuangan jangka panjang perusahaan yang lebih baik.
2) Rasio total hutang terhadap total modal mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar
0,08 kali atau 15,69%. Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan rasio total hutang terhadap total modal
sebagai akibat dari penurunan total hutang sebesar 10,23% sementara total modal
meningkat sebesar 6,81%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi
keuangan jangka panjang perusahaan yang lebih baik.
3) Rasio total hutang terhadap ekuitas mengalami penurunan pada tahun 2009 sebesar
0,29 kali atau 27,62%. Berdasarkan neraca PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan rasio total hutang terhadap ekuitas sebagai
akibat dari penurunan total hutang sebesar 10,23%, sementara di sisi lain
ekuitas meningkat sebesar 24,36%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan
posisi keuangan jangka panjang perusahaan lebih baik.
4)
Rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas mengalami penurunan
pada tahun 2009 sebesar 0,11 kali atau 32,35%. Berdasarkan neraca dan laporan
arus kas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa penurunan
rasio hutang jangka panjang
terhadap ekuitas sebagai akibat dari penurunan hutang jangka panjang
sebesar 14,40%, sementara di sisi lain ekuitas meningkat sebesar 24,36%. Secara
horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka panjang perusahaan
yang lebih baik.
5) Rasio hutang jangka pendek terhadap total hutang mengalami peningkatan
pada tahun 2009 sebesar 0,01 kali atau 1,47%. Berdasarkan neraca dan laporan
arus kas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan menunjukkan bahwa
peningkatan rasio hutang
jangka pendek terhadap total hutang sebagai akibat dari penurunan hutang jangka
pendek sebesar 8,23%, diikuti penurunan total hutang yang lebih besar sebagai
akibat penurunan hutang jangka panjang sebesar 10,23%. Secara horizontal,
kondisi ini mengindikasikan posisi keuangan jangka panjang perusahaan yang
lebih baik.
Selain berdasarkan rasio-rasio struktur modal di atas, juga pendekatan
horizontal dapat dilakukan berdasarkan analisis common-size. Analisis ini bertujuan untuk mengetahui kecenderungan
perubahan struktur modal yang digunakan oleh perusahaan. Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 5.8.
Tabel 5.8. Analisis horizontal berdasarkan common-size struktur modal
Sumber
Dana
|
Common-size
(%)
|
Analisis
Tren
|
||
2008
|
2009
|
Jumlah
|
Persen
|
|
Kewajiban Lancar
|
34
|
30
|
-4
|
(11,76)
|
Kewajiban tidak lancar
|
17
|
13
|
-4
|
(23,53)
|
Hak minoritas
|
0
|
0
|
0
|
0
|
Ekuitas
|
49
|
57
|
8
|
16,33
|
Total pendanaan
|
100
|
100
|
-
|
-
|
Sumber: Lampiran 1. Neraca PT
United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.8 di atas menunjukkan bahwa komposisi kewajiban lancar atas
seluruh pendanaan yang digunakan oleh PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 11,76%. Demikian juga,
komposisi kewajiban tidak lancar atas seluruh pendanaan mengalami penurunan
sebesar 23,53%. Sementara proporsi penggunaan ekuitas mengalami peningkatan
sebesar 16,33%. Kondisi ini menunjukkan bahwa posisi keuangan jangka panjang
(solvabilitas) PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009 lebih
baik jika dibandingkan dengan tahun 2008.
2.
Pendekatan Vertikal
Pendekatan vertikal merupakan analisis perbandingan secara internal.
Pendekatan vertikal pada analisis solvabilitas perusahaan yang didasarkan pada
rasio-rasio struktur modal adalah menganalisis posisi keuangan pada satu
periode tertentu, misalnya tahun 2009. Pada pendekatan ini yang dijadikan
sebagai patokan atau standar penilaian adalah sesuai dengan standar yang
ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Misalnya, manajemen perusahaan menetapkan
standar rasio-rasio struktur modal PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.9.
Tabel 5.9. Analisis vertikal rasio-rasio struktur modal PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio
Struktur Modal
|
Standar*
|
Realisasi 2009
|
Penilaian
|
1
|
Rasio
leverage keuangan (RLK)
|
1,7 – 2,5
|
1,76
|
Solvabel
|
2
|
Rasio total hutang
terhadap total modal (RTHTM)
|
0,4 –
0,6
|
0,43
|
Solvabel
|
3
|
Rasio total hutang
terhadap ekuitas (RTHE)
|
0,5 –
1,5
|
0,76
|
Solvabel
|
4
|
Rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas (RHJPE)
|
0,2 –
0,5
|
0,23
|
Solvabel
|
*) Asumsi penulis
Tabel 5.9 di atas menunjukkan bahwa posisi keuangan jangka panjang PT
United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009 dalam kondisi solvabel.
Ini berarti bahwa perusahaan dianggap mampu memenuhi seluruh kewajibannya, baik
kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang.
3.
Pendekatan cross-section
Pendekatan cross-section
merupakan suatu analisis perbandingan secara eksternal. Pada pendekatan ini
dilakukan perbandingan antara posisi keuangan suatu perusahaan tertentu yang
dianalisis dengan posisi keuangan perusahaan lain dalam industri yang sama
(pesaing utama) atau posisi keuangan rata-rata industri. Oleh karena itu, pada
pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau standar adalah posisi
keuangan perusahaan lain atau rata-rata industri. Sebagai ilustrasi digunakan
ukuran rasio-rasio struktur
modal PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dan rasio PT Unilever Indonesia
Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.10.
Tabel 5.10. Perbandingan rasio-rasio struktur modal antara PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dengan PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak
Perusahaan tahun 2008
No
|
Rasio Struktur
Modal
|
PT United Tractors
|
PT Unilever
Indonesia
|
1
|
Rasio total hutang
terhadap total modal
|
0,51
|
0,60
|
2
|
Rasio total hutang
terhadap ekuitas
|
1,05
|
1,49
|
3
|
Rasio hutang jangka panjang terhadap ekuitas
|
0,34
|
0,09
|
4
|
Rasio hutang jangka pendek terhadap total hutang
|
0,68
|
0,94
|
4.
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen merupakan suatu analisis yang
tidak didasarkan pada data keuangan perusahaan melainkan faktor-faktor lain
yang dianggap dapat berpengaruh terhadap solvabilitas perusahaan. Faktor-faktor
yang dimaksud dapat berupa faktor-faktor internal, seperti kebijakan-kebijakan
manajemen sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Selain itu, dapat
juga berupa faktor-faktor eksternal, seperti kecenderungan kegiatan perekonomian
suatu Negara.
Menganalisis Solvabilitas: Cakupan
Laba Perusahaan
Keterbatasan penggunaan
struktur modal sebagai alat analisis adalah tidak dapat menggambarkan
ketersediaan arus kas untuk melayani hutang perusahaan, baik untuk membayar
bunga maupun pembayaran angsuran pokok pinjaman. Oleh karena itu, keberadaan analisis
cakupan laba (earnings coverage) dapat menutupi kelemahan tersebut.
Analisis ini dapat
memberikan gambaran sejauhmana kemampuan perusahaan untuk menutupi kewajiban
finansial kepada pemilik modal, seperti investor, kreditor, suplier, dll. Di
samping itu, juga hasil analisis ini dapat berguna untuk menentukan keputusan
tingkat penggunaan hutang. Pada analisis ini dapat digunakan beberapa alat atau
metode seperti rasio laba terhadap beban tetap (earnings to fixed charges
ratio), rasio kelipatan bunga (times interest earned ratio), dan
rasio arus kas terhadap beban tetap (cash flow to fixed charges ratio).
1. Rasio laba terhadap beban tetap
Rasio laba terhadap
beban tetap (earnings to fixed charges ratio) menunjukkan seberapa besar
laba yang dihasilkan tersedia untuk menutupi beban-beban tetap perusahaan. Laba
yang tersedia merupakan laba sebelum bunga dan pajak atau biasa juga disebut
laba operasi. Sedangkan beban tetap merupakan pengeluaran modal, pembayaran
hutang, dan pembayaran dividen. Untuk menghitung rasio laba terhadap beban
tetap (RLBT) dapat digunakan Persamaan 5.6.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.11.
Tabel 5.11. Penghitungan
rasio laba terhadap beban tetap (RLBT)
U r a i a n
|
2008
(Rp juta)
|
2009
(Rp juta)
|
Laba sebelum bunga dan
pajak:
·
Laba sebelum pajak
·
Beban bunga
Laba sebelum bunga dan pajak
|
3.851.947
283.117
4.135.064
|
5.444.238
188.467
5.632.705
|
Beban tetap:
·
Perolehan aktiva tetap
·
Perolehan properti pertambangan
·
Pembayaran pinjaman bank jangka pendek
·
Pembayaran hutang sewa pembiayaan
·
Pembayaran pinjaman bank jangka panjang
·
Pembayaran dividen
·
Pembayaran dividen kepada pemegang saham minoritas
Total beban tetap
|
3.505.146
1.525.335
0
633.305
4.701.606
760.456
6.956
11.132.804
|
3.148.232
4.500
434.351
362.732
1.784.529
1.165.300
9.989
6.909.633
|
Rasio
Laba terhadap Beban Tetap (RLBT)
|
0,37
|
0,81
|
Sumber:
Laporan Laba Rugi dan Laporan Arus Kas PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan
Tabel 5.11 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
hanya mampu menghasilkan kas dari aktivitas operasi sebesar 0,38 kali dari
beban tetap yang harus ditanggung. Ini juga menunjukkan bahwa arus kas operasi
hanya mampu menutupi 38% dari beban tetap yang harus ditanggung. Demikian juga
pada tahun 2009, perusahaan ini mampu menghasilkan kas dari aktivitas operasi
sebesar 0,74 kali dari beban tetap yang harus ditanggung. Ini juga menunjukkan
bahwa arus kas operasi hanya mampu menutupi 74% dari beban tetap yang harus
ditanggung.
2. Rasio kelipatan bunga
Rasio kelipatan bunga (times
interest earned ratio) atau biasa juga disebut rasio cakupan bunga (interest coverage ratio) menunjukkan
seberapa besar laba yang tersedia untuk menutupi beban bunga. Rasio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar beban bunga atas pendanaan
hutang yang digunakan. Laba yang tersedia merupakan laba sebelum bunga dan
pajak yang dihasilkan oleh perusahaan. Beban bunga merupakan beban bunga atas
pinjaman. Untuk menghitung rasio kelipatan bunga (RKB) ini digunakan Persamaan
5.7.
Sebagai ilustrasi digunakan
data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.12.
Tabel 5.12. Penghitungan rasio kelipatan bunga (RKB)
Tahun
|
Laba sebelum Pajak (Rp juta)
|
Beban bunga (Rp juta)
|
Laba sebelum Bunga dan Pajak
(Rp juta)
|
RKB
|
2008
|
3.851.947
|
283.117
|
4.135.064
|
14,61
|
2009
|
5.444.238
|
188.467
|
5.632.705
|
29,89
|
Sumber: Laporan Laba
Rugi PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.12 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
mampu menghasilkan laba 14,61 kali dari beban bunga yang harus ditanggung.
Demikian juga pada tahun 2009, perusahaan ini mampu menghasilkan laba 29,89
kali dari beban bunga yang harus ditanggung.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008 dan 2009, PT United Tractors Tbk
dan Anak Perusahaan sangat solvabel
karena mampu menghasilkan laba yang sangat memadai untuk menutupi beban banga
yang ditanggung. Dengan demikian perusahaan ini masih sangat memungkinkan untuk
menambah pendanaan hutangnya.
3. Rasio kas terhadap cakupan bunga
Rasio kas terhadap
cakupan bunga (cash interest coverage
ratio) merupakan suatu indikator yang menunjukkan kemampuan perusahaan
menyediakan kas untuk menutupi beban bunga. Secara spesifik, rasio ini mengukur
berapa kali beban bunga dapat ditutupi oleh arus kas dari operasi sebelum bunga
dan pajak. Untuk menghitung besarnya rasio kas terhadap cakupan bunga (RKCB)
dapat digunakan rumus yang ditunjukkan pada Persamaan 5.8.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.13.
Tabel 5.13. Penghitungan rasio kas terhadap cakupan bunga (RKCB)
Tahun
|
Arus Kas Bersih Operasi (Rp juta)
|
Beban bunga (Rp juta)
|
Beban Pajak
(Rp juta)
|
RKCB
|
2008
|
4.253.895
|
311.987
|
949.812
|
17,68
|
2009
|
5.101.022
|
197.635
|
1.783.261
|
35,83
|
Sumber:
Lampiran 1. Laporan Arus Kas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.13 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
mampu menghasilkan kas sebelum bunga dan pajak sebesar 17,68 kali dari beban
bunga yang harus ditanggung. Demikian juga pada tahun 2009, perusahaan ini
mampu menghasilkan kas sebelum bunga dan pajak sebesar 35,83 kali dari beban
bunga yang harus ditanggung.
Hasil perhitungan
tersebut mengindikasikan bahwa pada tahun 2008 dan 2009, PT United Tractors Tbk
dan Anak Perusahaan sangat solvabel
karena mampu menghasilkan kas yang sangat memadai untuk menutupi beban banga
yang ditanggung. Dengan demikian perusahaan ini masih sangat memungkinkan untuk
menambah pendanaan hutangnya.
4. Rasio arus kas terhadap beban tetap
Rasio arus kas terhadap
beban tetap (cash flow to fixed charges ratio) atau biasa disebut juga
rasio kecukupan arus kas (cash flow
adequacy ratio) menunjukkan seberapa besar arus kas dari operasi yang
tersedia untuk menutupi beban tetap. Arus kas dari operasi yang tersedia adalah
arus kas operasi bersih sedangkan beban tetap adalah berupa pengeluaran modal,
pembayaran kembali hutang, dan pembayaran dividen. Untuk menghitung rasio arus
kas terhadap beban tetap (RAKBT) digunakan Persamaan 5.9.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana
ditunjukkan pada Tabel 5.14.
Tabel 5.14. Penghitungan
rasio arus kas terhadap beban tetap (RAKBT)
2008
(Rp juta)
|
2009
(Rp juta)
|
|
Arus
kas operasi
|
4.253.895
|
5.101.022
|
Beban tetap:
·
Perolehan aktiva tetap
·
Perolehan properti pertambangan
·
Pembayaran pinjaman bank jangka pendek
·
Pembayaran hutang sewa pembiayaan
·
Pembayaran pinjaman bank jangka panjang
·
Pembayaran dividen
·
Pembayaran dividen kepada pemegang saham minoritas
Total beban tetap
|
3.505.146
1.525.335
0
633.305
4.701.606
760.456
6.956
11.132.804
|
3.148.232
4.500
434.351
362.732
1.784.529
1.165.300
9.989
6.909.633
|
Rasio
Arus Kas terhadap Beban Tetap (RAKBT)
|
0,38
|
0,74
|
Sumber:
Lampiran 1. Laporan Arus Kas PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
Tabel 5.14 di atas
menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
hanya mampu menghasilkan kas dari aktivitas operasi sebesar 0,38 kali dari
beban tetap yang harus ditanggung. Ini juga menunjukkan bahwa arus kas operasi
hanya mampu menutupi 38% dari beban tetap yang harus ditanggung. Demikian juga
pada tahun 2009, perusahaan ini mampu menghasilkan kas dari aktivitas operasi
sebesar 0,74 kali dari beban tetap yang harus ditanggung. Ini juga menunjukkan
bahwa arus kas operasi hanya mampu menutupi 74% dari beban tetap yang harus
ditanggung.
Pendekatan Analisis Solvabilitas: Cakupan
Laba
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 1 bahwa ada empat pendekatan yang
dapat digunakan dalam melakukan analisis laporan keuangan perusahaan yaitu
pendekatan horizontal, pendekatan vertikal, pendekatan cross-section, serta pendekatan diskusi dan analisis manajemen.
Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ilustrasi tentang pendekatan analisis
solvabilitas perusahaan.
1.
Pendekatan horizontal
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pendekatan horizontal dalam
analisis solvabilitas merupakan suatu analisis perbandingan secara internal. Oleh
karena itu, penilaian atas solvabilitas perusahaan dari cakupan laba ini didasarkan
pada kecenderungan (tren) rasio-rasio keuangan di atas selama beberapa periode.
Sebagai ilustrasi digunakan rasio-rasio ukuran cakupan laba PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.15.
Tabel 5.15. Analisis horizontal berdasarkan rasio-rasio cakupan laba PT
United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio Cakupan Laba
|
2008
|
2009
|
Analisis Tren
|
|
Jumlah
|
Persen
|
||||
1
|
Rasio
laba terhadap beban tetap
|
0,37
|
0,81
|
0,44
|
118,92
|
2
|
Rasio
kelipatan bunga
|
14,61
|
29,89
|
15,28
|
104,59
|
3
|
Rasio kas
terhadap cakupan bunga
|
17,68
|
35,83
|
18,15
|
102,69
|
4
|
Rasio arus
kas terhadap beban tetap
|
0,38
|
0,74
|
0,36
|
94,74
|
Tabel 5.15 di atas dapat diinterpretasi sebagai
berikut:
1) Rasio laba terhadap beban tetap mengalami peningkatan
pada tahun 2009 sebesar 0,44 kali atau 118,92%. Secara horizontal, kondisi ini
mengindikasikan posisi keuangan jangka panjang perusahaan yang lebih baik.
2) Rasio kelipatan bunga mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 15,28
kali atau 104,59%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi
keuangan jangka panjang perusahaan yang lebih baik.
3) Rasio kas terhadap cakupan bunga mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 18,15
kali atau 102,69%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi
keuangan jangka panjang perusahaan lebih baik.
4) Rasio arus kas terhadap beban tetap mengalami peningkatan pada tahun 2009 sebesar 0,36
kali atau 94,74%. Secara horizontal, kondisi ini mengindikasikan posisi
keuangan jangka panjang perusahaan yang lebih baik.
2.
Pendekatan Vertikal
Pendekatan vertikal merupakan analisis perbandingan secara internal.
Pendekatan vertikal pada analisis solvabilitas perusahaan yang didasarkan pada
rasio-rasio cakupan laba adalah menganalisis posisi keuangan pada satu periode
tertentu, misalnya tahun 2009. Pada pendekatan ini yang dijadikan sebagai
patokan atau standar penilaian adalah sesuai dengan standar yang ditetapkan
oleh manajemen perusahaan. Misalnya, manajemen perusahaan menetapkan standar rasio-rasio cakupan laba
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel
5.16.
Tabel 5.16. Analisis vertikal rasio-rasio cakupan laba PT United Tractors
Tbk dan Anak Perusahaan
No
|
Rasio-rasio Cakupan
Laba
|
Standar*
|
Realisasi 2009
|
Penilaian
|
1
|
Rasio
laba terhadap beban tetap
|
0,6 – 0,9
|
0,81
|
Solvabel
|
2
|
Rasio
kelipatan bunga
|
10 – 25
|
29,89
|
Kelebihan Solvabel
|
3
|
Rasio kas
terhadap cakupan bunga
|
15 – 30
|
35,83
|
Kelebihan Sovabel
|
4
|
Rasio arus
kas terhadap beban tetap
|
0,7 – 0,9
|
0,74
|
Tidak Solvabel
|
*) Asumsi penulis
Tabel 5.16 di atas menunjukkan bahwa secara umum, posisi keuangan jangka
panjang PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009 dalam kondisi
sangat solvabel. Ini berarti bahwa perusahaan dianggap mampu memenuhi seluruh
kewajibannya, baik kewajiban jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang.
Kecuali yang diindikasikan oleh rasio arus kas terhadap beban tetap tidak
memenuhi standard yang ditentukan.
3.
Pendekatan cross-section
Pendekatan cross-section
merupakan suatu analisis perbandingan secara eksternal. Pada pendekatan ini
dilakukan perbandingan antara posisi keuangan suatu perusahaan tertentu yang
dianalisis dengan posisi keuangan perusahaan lain dalam industri yang sama
(pesaing utama) atau posisi keuangan rata-rata industri. Oleh karena itu, pada
pendekatan ini yang dijadikan sebagai patokan atau standar adalah posisi
keuangan perusahaan lain atau rata-rata industri. Sebagai ilustrasi digunakan
ukuran rasio-rasio struktur
modal PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dan PT Unilever Indonesia Tbk
dan Anak Perusahaan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.17.
Tabel 5.17. Perbandingan rasio-rasio cakupan laba antara PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dengan PT Unilever Indonesia Tbk tahun 2008
No
|
Rasio Cakupan Laba
|
PT United Tractors
|
PT Unilever
Indonesia
|
1
|
Rasio
laba terhadap beban tetap
|
0,37
|
9,13
|
2
|
Rasio
kelipatan bunga
|
14,61
|
Tidak
terhingga (tidak ada beban bunga
|
3
|
Rasio kas terhadap
cakupan bunga
|
17,68
|
Tidak
terhingga (tidak ada beban bunga
|
4
|
Rasio arus
kas terhadap beban tetap
|
0,38
|
3,4
|
Sumber:
Lampiran 1 dan Lampiran 2
Berdasarkan Tabel 5.17 di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2008, PT
Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan memiliki rasio cakupan laba yang
lebih besar jika dibandingkan dengan PT United Tractors Tbk dan Anak
Perusahaan. Ini mengindikasikan bahwa posisi keuangan jangka panjang
(solvabilitas) PT Unilever Indonesia Tbk dan Anak Perusahaan lebih baik jika
dibandingkan dengan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan.
4.
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen
Pendekatan diskusi dan analisis manajemen merupakan suatu analisis yang
tidak didasarkan pada data keuangan perusahaan melainkan faktor-faktor lain
yang dianggap dapat berpengaruh terhadap solvabilitas perusahaan. Faktor-faktor
yang dimaksud dapat berupa faktor-faktor internal, seperti kebijakan-kebijakan
manajemen sehubungan dengan kegiatan bisnis yang dilakukan. Selain itu, dapat
juga berupa faktor-faktor eksternal, seperti kecenderungan kegiatan
perekonomian suatu Negara.
Window-Dressing untuk Mengoptimalkan Solvabilitas
Perusahaan
Apabila perusahaan dalam
keadaan tidak solvabel atau sangat solvabel pada akhir periode maka pihak
manajemen dapat mengubah kondisi perusahaan menjadi optimal yang biasa disebut
manajemen rasio. Upaya seperti ini dikenal dengan istilah window-dressing. Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab 4 bahwa
secara umum, window-dressing
merupakan rekayasa atau re-engineering
laporan keuangan. Dan Penulis telah berpendapat bahwa praktek window-dressing bukan merupakan tindakan
tidak etis sepanjang dilakukan secara benar. Artinya bahwa perubahan yang
dilakukan tidak hanya di atas kertas tetapi diwujudkan dalam tindakan nyata.
Misalnya, untuk meningkatkan solvabilitas diperlukan peningkatan pendanaan ekuitas
dan sebaliknya penurunan pendanaan hutang. Tindakan ini harus benar-benar
diwujudkan berupa penjualan saham baru yang akan digunakan untuk membayar
hutang, terutama hutang jangka panjang.
Sehubungan dengan
tindakan window-dressing untuk mengoptimalkan
posisi solvabilitas perusahaan melalui indikator rasio total hutang terhadap
ekuitas (total debt to equity ratio)
maka pihak manajemen memiliki tiga pilihan kebijakan yaitu: (1) mengubah ekuitas
tetapi total kewajiban tidak berubah atau (2) mengubah kewajiban tetapi ekuitas
tidak berubah atau (3) mengubah keduanya secara bersamaan.
Sebagai ilustrasi digunakan
posisi solvabilitas PT United TractorsTbk dan Anak Perusahaan pada tahun 2009.
Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa solvabilitas perusahaan ini dalam
keadaan belum terlalu optimal yang diindikasikan oleh rasio total hutang
terhadap ekuitas. Berdasarkan kondisi ini, pihak manajemen perusahaan bermaksud
meningkatkan rasio total hutang terhadap ekuitas tahun 2009 dari 0,76 menjadi 0,9 sehingga lebih
optimal. Hal ini sejalan dengan prospek perusahaan dalam menghasilkan laba yang
sangat baik.
Berdasarkan kebijakan di
atas dapat ditunjukkan proses window-dressing
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebagai berikut:
1. Mengurangi ekuitas
Pada kebijakan ini,
manajemen dapat menjual aktiva, terutama aktiva jangka panjang yang tidak
produktif, kemudian hasil penjualan aktiva ini digunakan untuk mengurangi atau membeli
saham yang telah beredar. Berapa besar aktiva yang perlu dijual? Hal ini dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 5.3 di atas dan proses perhitungannya
ditunjukkan sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio total hutang terhadap ekuitas
sebesar 0,9 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan ekuitas sebesar
Rp 11.615.275.560.000,00. Dengan demikian diperlukan pengurangan ekuitas
sebesar Rp 2.228.434.440.000,00 sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai
berikut:
Ekuitas tahun 2009 =
Rp 13.843.710.000.000,00
Ekuitas yang diperlukan =
Rp 11.615.275.560.000,00
Pengurangan ekuitas =
Rp 2.228.434.440.000,00
Berdasarkan hasil
perhitungan di atas menunjukkan bahwa aktiva yang perlu dilepas untuk mengurangi
ekuitas adalah senilai Rp 2.228.434.440.000,00. Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi solvabilitas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.18.
Tabel 5.18. Perbandingan neraca dan
posisi solvabilitas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menjual aktiva untuk mengurangi ekuitas)
U r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Jumlah
aktiva
|
Rp
24.404.828.000.000,00
|
Rp
22.176.393.560.000,00
|
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
11.615.275.560.000,00
22.176.393.560.000,00
|
Rasio total hutang terhadap ekuitas
|
0,76
|
0,90
|
Berdasarkan Tabel 5.18
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk mengoptimalkan posisi solvabilitas
perusahaan (rasio total hutang terhadap ekuitas) melalui penjualan aktiva yang
digunakan untuk mengurangi ekuitas memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Mengurangi jumlah aktiva sehingga
investasi menurun yang memungkinkan perusahaan menghadapi penurunan kapasitas
produksi atau operasi.
2) Mengubah struktur modal.
2. Menambah hutang jangka panjang
Pada kebijakan ini,
manajemen menambah hutang jangka panjang, kemudian hasil dana pinjaman ini
digunakan untuk menambah aktiva, terutama aktiva jangka panjang. Berapa besar
hutang jangka panjang yang perlu dipinjam? Hal ini dapat dihitung dengan
menggunakan Persamaan 5.3 di atas dan proses perhitungannya ditunjukkan sebagai
berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio total hutang terhadap ekuitas
sebesar 0,9 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan total hutang
sebesar Rp 12.459.339.000.000,00. Dengan demikian diperlukan penambahan hutang
sebesar Rp 2.005.591.000.000,00 sebagaimana ditunjukkan perhitungan sebagai
berikut:
Total hutang tahun 2009 =
Rp 10.453.748.000.000,00
Total hutang yang diperlukan =
Rp 12.459.339.000.000,00
Penambahan hutang =
Rp 2.005.591.000.000,00
Berdasarkan hasil
perhitungan di atas menunjukkan bahwa tambahan total hutang yang diperlukan
dalam rangka menambah aktiva adalah senilai Rp 2.005.591.000.000,00.
Berdasarkan hasil window-dressing
tersebut dapat ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi solvabilitas
PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan
pada Tabel 5.19.
Tabel 5.19. Perbandingan neraca dan
posisi solvabilitas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009 (Menambah
hutang untuk menambah aktiva)
U
r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Jumlah
aktiva
|
Rp
24.404.828.000.000,00
|
Rp
26.410.419.000.000,00
|
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
12.459.339.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
26.410.419.000.000,00
|
Rasio total hutang terhadap ekuitas
|
0,76
|
0,90
|
Berdasarkan Tabel 5.19
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk mengoptimalkan posisi solvabilitas
perusahaan (rasio total hutang terhadap ekuitas) melalui penambahan hutang yang
digunakan untuk menambah aktiva memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Menambah jumlah aktiva sehingga
investasi meningkat yang memungkinkan perusahaan menambah kapasitas produksi
atau operasi.
2) Mengubah struktur modal.
3. Kombinasi antara menambah hutang
sekaligus untuk mengurangi ekuitas
Kebijakan ini merupakan
upaya untuk mengalihkan struktur modal pada pendanaan hutang. Pada kebijakan
ini, manajemen perusahaan dapat menambah hutang atau melakukan pinjaman baru
terutama hutang jangka panjang, kemudian hasil pinjaman tersebut digunakan
untuk menarik atau membeli sahamnya yang telah beredar.
Sebagai ilustrasi
digunakan data keuangan PT United Tractors Tbk dan Anak Perusahaan dan dengan
menggunakan Persamaan 5.3 di atas proses perhitungannya ditunjukkan sebagai
berikut:
Misalnya, Total Hutang
disimbolkan oleh TH, Ekuitas disimbolkan oleh E, serta tambahan Hutang sama
dengan pengurangan Ekuitas disimbolkan oleh X, maka persamaannya menjadi:
Berdasarkan persamaan di
atas kemudian dimasukkan data sebagai berikut:
Hasil perhitungan di
atas menunjukkan bahwa untuk mencapai rasio total hutang terhadap ekuitas
sebesar 0,9 maka manajemen PT United Tractors Tbk membutuhkan tambahan hutang sekaligus
untuk pengurangan ekuitas sebesar Rp 1.055.574.211.000,00. Berdasarkan hasil window-dressing tersebut dapat
ditunjukkan perbandingan neraca singkat dan posisi solvabilitas PT United
Tractors Tbk dan Anak Perusahaan sebelum dan sesudah window-dressing sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5.20.
Tabel 5.20. Perbandingan neraca dan
posisi solvabilitas PT United Tractors Tbk & Anak Perusahaan sebelum dan
sesudah window-dressing tahun 2009
(Menambah hutang untuk mengurangi ekuitas)
U
r a i a n
|
Sebelum Window-dressing
|
Sesudah Window-dressing
|
Jumlah
aktiva
|
Rp
24.404.828.000.000,00
|
Rp
24.404.828.000.000,00
|
Jumlah
kewajiban
Hak
minoritas
Jumlah
ekuitas
Jumlah kewajiban dan ekuitas
|
Rp
10.453.748.000.000,00
107.370.000.000,00
13.843.710.000.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rp
11.509.322.211.000,00
107.370.000.000,00
12.788.135.789.000,00
24.404.828.000.000,00
|
Rasio total hutang terhadap ekuitas
|
0,76
|
0,90
|
Berdasarkan Tabel 5.20
di atas menunjukkan bahwa kebijakan untuk mengoptimalkan posisi solvabilitas
perusahaan (rasio total hutang terhadap ekuitas) melalui penambahan hutang yang
digunakan untuk mengurangi ekuitas memberikan implikasi sebagai berikut:
1) Tidak menambah jumlah aktiva
sehingga tidak mengubah investasi sehingga memungkinkan perusahaan untuk tidak
mengubah kapasitas produksi atau operasi.
2) Mengubah struktur modal dari
pendanaan ekuitas ke pendanaan hutang.
Analisis Solvabilitas dan Respon
Stakeholder Perusahaan
Pada dasarnya respon
stakeholder terhadap posisi keuangan jangka panjang (solvabilitas) perusahaan
adalah sama dengan respon terhadap posisi keuangan jangka panjang (likuiditas).
Hal ini beralasan apabila dipandang dari aspek risiko. Rasio solvabilitas yang
tinggi mengindikasikan tingkat keamanan yang tinggi atau tingkat risiko yang
rendah namun di lain pihak mengindikasikan profitabilitas yang rendah. Ini
didasarkan pada alasan bahwa ketika manajemen menetapkan rasio solvabilitas
yang tinggi berarti dana yang tersedia disiapkan untuk berjaga-jaga. Dengan
demikian, dana yang tersedia tidak digunakan untuk kegiatan yang produktif
sehingga dapat mengurangi produktivitas. Demikian pula sebaliknya, rasio solvabilitas
yang rendah mengindikasikan tingkat keamanan yang rendah atau tingkat risiko
yang tinggi namun tingkat profitabilitas yang tinggi.
Rasio solvabilitas memberikan
arti bagi para pemangku kepentingan (stakeholders)
sehingga mereka akan merespon secara berbeda. Bagaimana respon para stakeholder terhadap tingkat
solvabilitas perusahaan? Apabila tingkat solvabilitas tinggi berarti perusahaan
mampu memenuhi seluruh kewajibannya. Dengan demikian respon para stakeholders secara singkat digambarkan
sebagai berikut:
1) Investor yang memiliki tipe sebagai
pengambil risiko (risk taker)
cenderung merespon negatif sedangkan investor yang memiliki tipe sebagai
penghindar risiko (risk averter)
cenderung merespon positif.
2) Kreditor cenderung merespon positif
terutama kreditor jangka panjang.
3) Suplier cenderung merespon positif
4) Karyawan cenderung merespon positif
Beberapa hasil
penelitian yang dilaksanakan di Indonesia yang menjelaskan adanya hubungan atau
pengaruh solvabilitas perusahaan terhadap respon para stakeholder terutama
investor dikemukakan sebagai berikut:
1. Bahri (2003) menyimpulkan bahwa debt to equity ratio (rasio hutang
terhadap ekuitas) secara signifikan berpengaruh terhadap indeks harga saham
sektoral.
2. Hodijah (2005) menyimpulkan
bahwa hasil analisis rasio solvabilitas
menunjukkan bahwa Capital Adequacy Ratio dari ketiga bank syariah berada diatas
standar minimum dari Bank Indonesia. Ini menunjukkan permodalan dari ketiga
bank dapat dikatakan baik. Sedangkan secara umum hasil analisis
menggunakan Primary Ratio lebih banyak
mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan pengelolaan dan pemilikan modal dari
ketiga bank masih belum baik.
3. Dwi Martani, Mulyono, dan Rahfiani
khairurizka (2009) menyimpulkan bahwa: (1) rasio-rasio keuangan secara
bersama-sama mempengaruhi return pasar dan return tidak normal, dan (2)
pandangan investor tentang rasio-rasio keuangan adalah berguna dalam mengambil
keputusan atas investasi.
Ringkasan
Analisis solvabilitas perusahaan merupakan analisis untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya, baik kewajiban
lancarnya maupun kewajiban tidak lancar. Analisis solvabilitas meliputi
analisis terhadap struktur modal dan analisis terhadap cakupan laba. Pada
analisis solvabilitas struktur modal mengukur seberapa besar kemampuan
pendanaan yang berisiko rendah tersedia untuk menutupi kewajiban perusahaan.
Sedangkan pada analisis cakupan laba mengukur seberapa besar arus kas yang
tersedia untuk menutupi beban keuangan yang ditanggung perusahaan, baik beban
bunga maupun beban-beban tetap.
Alat-alat yang digunakan untuk mengukur solvabilitas struktur modal
meliputi rasio leverage
keuangan, rasio total hutang
terhadap total modal, rasio total hutang terhadap ekuitas, rasio hutang jangka
panjang terhadap ekuitas, serta rasio hutang jangka pendek terhadap total hutang
. Sedangkan pada analisis cakupan laba dapat digunakan alat-alat analisis
berupa rasio laba
terhadap beban tetap, rasio kelipatan bunga, rasio kas terhadap cakupan bunga,
serta rasio arus kas terhadap beban tetap. Di samping itu, terdapat berbegai pendekatan yang dapat digunakan dalam
menganalisis solvabilitas perusahaan, seperti analisis horizontal, analisis
vertikal, analisis cross-section,
serta diskusi dan analisis manajemen.
Analisis solvabilitas perusahaan berkaitan erat dengan respon para
stakeholder. Ini berarti bahwa tingkat solvabilitas yang dicapai oleh suatu perusahaan
akan mendapatkan respon yang berbeda dari para stakeholder. Dalam hal ini,
stakeholder dapat memberikan respon positif atau respon negatif bergantung
persepsi dari para stakeholder. Oleh karena itu, ketika manajemen perusahaan
merasa bahwa posisi solvabilitas yang dicapai perusahaan akan mendapatkan
respon negatif maka manajemen dapat melakukan window-dressing atas laporan keuangan perusahaannya.
No comments:
Post a Comment