Monday, November 28, 2016

KEBAIKAN, KEBAJIKAN DAN KEBAHAGIAAN


PENDAHULUAN 
2.1.  KEBAIKAN
1.  Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak. Suatu  tembakan  yang  “baik”  dalam  pembunuhan,  dapat  merupakan  perbuatan akhlak  yang buruk. Secara  umum  kebaikan  adalah  sesuatu  yang  diinginkan, yang diusahakan  dan menjadi  tujuan  manusia. Tingkah  laku  manusia  adalah  baik  dan  benar,  jika tingkah  laku  tersebut  menuju  kesempurnaan  manusia.    Kebaikan  disebut  nilai (value), apabila kebaikan itu bagi seseorang menjadi yang konkrit.
2.   Manusia  menentukan  tingkah  lakunya  untuk  tujuan  dan  memilih  jalan  yang ditempuh. Pertama  kali  yang  timbul  dalam  jiwa  adalah  tujuan  itu, dalam  pelaksanaannya yang  pertama  diperlukan  adalah  jalan-jalan  itu. Jalan  yang  ditempuh mendapatkan nilai dari tujuan akhir. Tujuan  harus  ada, supaya  manusia  dapat  menentukan  tindakan  pertama. Kalau tidak, manusia  akan hidup secara serampangan. Tetapi  bisa  juga  orang mengatakan  hidup  secara  serampangan  menjadi  tujuan  hidupnya. Akan  tetapi dengan begitu  manusia tidak  akan  sampai kepada  kesempurnaan  kebaikan selaras dengan derajat manusia. Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3.     Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir. Seluruh  manusia  mempunyai  sifat  serupa  dalam  usaha  hidupnya,  yaitu  menuntut kesempurnaan. Tujuan  akhir  selamnya  merupakan  kebaikan  tertinggi,  baik  manusia  itu mencarinya  dengan  kesungguhan  atau  tidak.    Tingkah  laku  atau  perbuatan menjadi  baik  dalam  arti  akhlak,  apabila  membimbing  manusia  ke  arah  tujuan akhir,  yaitu  dengan  melakukan  perbuatan  yang  membuatnya  baik  sebagai manusia. (Apakah itu ?)
4.  Kesusilaan
a.  Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif     -  Keadaan perseorangan tidak dipandang
Subjektif   -  Keadaan perseorangan diperhitungkan
Batiniah     - Berasal  dari  dalam  perbuatan  sendiri  (Kebatinan, Instrinsik)
Lahiriah    -  Berasal  dari  perintah  atau  larangan  Hukum  Positif (Ekstrintik).
Persoalannya: Apakah  seluruh  kesusilaan  bersifat  lahiriah  dan  menurut  tata  adab  saja  ataukah  ada  kesusilaan  yang  batiniah  yaitu  yang terletak dalam perbuatan sendiri.

b.  Unsur-unsur  yang menentukan kesusilaan Ada 3 unsur:
1)        Perbuatan  itu  sendiri,  yang  dikehendaki  pembuat  ditinjau  dari  sudut kesusilaan.
2)   Alasan  (motif). Apa  maksud  yang  dikehendaki  pembuat  dengan perbuatannya. Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
3)      Keadaan,  gejala  tambahan  yang  berhubungan   dengan  perbuatan  itu Seperti: Siapa, Di mana,  Apabila,  Bagaimana, Dengan alat  apa, Apa,  dan lain sebagainya.

c.  Penggunaan Praktis
1)      Perbuatan  yang dengan sendirinya jahat, tidak dapat menjadi baik atau netral karena  alasan  atau  keadaan. Biarpun  mungkin  taraf  keburukannya  dapat  berubah sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
2)   Perbuatan  yang  baik, tumbuh  dalam  kebaikannya, karena  kebaikan  alasan dan keadaannya.   Suatu  alasan atau keadaan  yang jahat sekali, telah  cukup untuk menjahatkan perbuatan.  Kalau kejahatan itu sedikit,  maka  kebaikan perbuatannya hanya akan dikurangi.
3)  Perbuatan  netral  memperoleh  kesusilaannya,  karena  alasan  dan keadaannya.   Jika ada beberapa keadaan,  baik  dan jahat, sedang  perbuatan netral,  dipergunakan  “Asas  Akibat  Rangkap”,  yang  tidak  berlaku  bagi alasan atau maksud, karna itu selamanya dikehendaki langsung.

d.   Dalam  praktek,  tidak  mungkin  ada  perbuatan  kemanusiaan  netral,  sebabnya perbuatan itu  setidak-tidaknya  secara implisit  mempunyai  tujuan.   Kesusilaan tidak  semata-mata  hanya  tergantung  pada  maksud  dan  kemauan  baik,  orang harus  menghendaki  kebaikan.    Perbuatan  lahiriah,  yang  diperintahkan kemauan baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.

2.2.  KEBAJIKAN 
1.  Kebiasaan  (habit)  merupakan  kualitas  kejiwaan, keadaan yang tetap,  sehingga memudahkan pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan  disebut  “kodrat  yang  kedua”. Ulangan  perbuatan  memperkuat kebiasaan,  sedangkan  meninggalkan  suatu  perbuatan  atau  melakukan  perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan  dalam  pengertian  yang  sebenarnya  hanya  ditemukan  pada  manusia, karena  hanya  manusia  yang  dapat  dengan  sengaja,  bebas,  mengarahkan kegiatannya.
2.      Kebiasaan  yang  dari  sudut  kesusilaan  baik  dinamakan  kebajikan  (virtue), sedangkan  yang jahat, buruk, dinamakan kejahatan.
Kebajikan adalah kebiasaan yang menyempurnakan manusia “Kebajikan adalah  pengetahuan,  kejahatan  ketidaktahuan. Tidak  ada  orang berbuat jahat dengan sukarela” (Socrates).
“Keinginan manusia  dapat menentang akal, dan  akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung.  Keinginan harus dilatih untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
3.  Kebajikan  budi  menyempurnakan  akal  menjadi  alat  yang  baik  untuk  menerima pengetahuan. Bagi  budi  spekulatif  kebajikan  disebut  pengertian,  pengetahuan.
Bagi budi praktis disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah
4.      Kebajikan pokok, adalah  kebajikan susila yang terpenting, meliputi:
a)       Menuntut  keputusan  budi  yang  benar  guna  memilih  alat-alat  dengan  tepat untuk tujuan yang bernilai (kebijaksan aan).
b)       Pengendalian keinginan  kepada  kepuasan  badaniah  (pertahanan/ pengendalian hawa nafsu inderawi).
c)       Tidak menyingkir dari kesulitan (kekuatan).
d)       Memberikan hak kepada yang memilikinya (keadilan).


2.3.            KEBAHAGIAAN 
1.  Kebahagiaan Subjektif
a)   Manusia  merasa  kosong,  tidak  puas,   gelisah,  selama  keinginannya  tidak terpenuhi. Kepuasan  yang  sadar,  yang  dirasakan  seseorang  karena  keinginannya memiliki  kebaikan  sudah  terlaksana,  disebut  kebahagiaan.    Ini  merupakan perasaan  khas  berakal  budi.    Kebahagiaan  sempurna  terjadi,  karena  kebaikan sempurna dimiliki secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh  keinginan kita, yang tidak sempurna/berisi kekurangan
b) Seluruh  manusia  mencari  kebahagian,  karena  tiap  orang  berusaha  memenuhi keinginannya. Kebahagiaan  merupakan  dasar   alasan,  seluruh  perbuatan manusia. Tetapi terdapat  perbedaan  tentang  apa  yang akan  menjadi  hal  yang memberikan kebahagiaan. Biarpun  seseorang  memilih  kejahatan,  tetapi  secara  implisit  ia  memilihnya untuk mengurangi ketidakbahagiaan.
c)   Apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai?
Kaum  Ateis,  kalau  konsekuen,  harus  mengatakan  kebahagiaan  sempurna  itu tidak  ada. Karena mereka  semata-semata membatasi kehidupan pada duniawi dan mengingkari hal yang bersifat supra-natural.

Beberapa  jalan   fikiran  yang  perlu  dipertimbangkan,  yang  menganggap kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah.
1)   Manusia mempunyai keinginan akan bahagia sempurna.
2)   Keinginan  tersebut  merupakan  bawaan  kodrat  manusia,  yang  merupakan dorongan pada alam rohaniah yang bukan sekedat efek sampingan.
3)   Keinginan tersebut berasal dari sesuatu yang transenden.
4)   Sifat  bawaan  tersebut  dimaksudkan  untuk  mencapai  kesempurnaan  yang sesuai dengan harkat manusia.

d)   Pada  manusia  terdapat  pula  keinginan  yang  berasal  dari  nafsu-serakahnya Sehingga  seringkali  menutup  keinginan  menutup  keinginan  yang  berasal  dari sanubarinya.

2.  Kebahagiaan Objektif
a)  Manusia  berusaha  melaksanakan  dalam  dirinya  suasana  kebahagiaan (sempurna)  yang tetap.  Ini tujuan subjektif bagi manusia.
Pertanyaan: Apakah  objek  yang  dapat  memberikan  kepada  manusia  suasana kebahagiaan sempurna?. Apakah  tujuan akhir manusia  yang  bersifat lahiriah dan objektif?

Terdapat berbagai aliran:
1)    Hedonisme, Kebahagiaan  adalah  kepuasaan  jasmani,  yang  dirasa  lebih  insentif  dari kepuasan rohaniah.
2)   Epikurisme, Suasana  kebahagiaan,  ketentraman   jiwa,  ketenangan  batin,  sebanyak mungkin  menikmati,  sedikit  mungkin  menderita.    Oleh  sebab  itu  harus membatasi keinginan,  cita-cita  yang baik adalah menghilangkan  keinginan yang tak dapat dicapai.
3)    Utilitarisme, Kebahagiaan adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat. Jeremy Bentham (1748-1832). Bersifat  utilitaris  kepada  kependidikan  umum,  tetapi  karena  masih mengingat  kepentingan  individu  sebagai  anggota  masyarak at-ukurannya kuantitatif.
John Stuart Mill (1806-1873): Utilitarisme  telah  mencapai  perkembangan  sepenuhnya  yang  bersifat altruistik.    Tiap  orang  harus  menolong  untuk  kebahagiaan  tertinggi,  bagi manusia banyak-ukurannya kualitatif.
4)   Stoisisme (Mazhab Cynika Antisthenes. Kebahagiaan  adalah  melepaskan  diri  dari  tiap  keinginan,  kebutuhan, kebiasaan,  atau  ikatan.    Kebahagiaan  tidak  terlepas  pada  hal  tersebut. Tidak  terletak  dalam  kepuasan,  tetapi  pada  “orang  merasa  cukup  dengan dirinya sendiri” (Sutarkeia) ini merupakan kebaikan dan kebajikan. Terikat  pada  pribadi  sendiri  itu,  adalah  sifat  yang  dihargai  oleh  Stoa, intisari manusia dianggap manifestasi Logos (budi).  Semangat ini pertama kali berkembang tahun 300 Masehi di Athena
5)      Evolusionisme. Tujun  akhir manusia  sebagai evolusi  ke arah  puncak  tertinggi  yang  belum diketahui bentuknya. Evolusionisme  merupakan  ajaran  kemajuan,  pertumbuhan,  yang  selalu dilakukan manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Jhon Dewey (1859-1952); Pemikiran  hanyalah alat untuk bertindak (Intrumentalism).  Tujuan  adalah pragmatik (yang berguna).

b)   Pandangan tentang objek kebahagiaan
Apakah objek itu, sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia?
1)  Apa yang lebih rendah dari manusia, tergolong pada benda-benda yang tidak dapat  memenuhi  seluruh  kepuasan  manusia. Berpengaruh  pada  sebagian kecil  kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan  ketakutan dan kesusahan serta seluruhnya akan ditingkalkan, apabila kita mati. Oleh  sebab  itu  kekayaan,  kekuasaan, tidak  mungkin  dapat  merupakan tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
2)  Kebutuhan  hidup  jasmani,  sebagai  kesehatan;  kekuatan,  keindahan, tergolong  ketidaksempurnaan. Selain  itu  jasmani  merupakan  bagian manusia  yang  merasakan  banyak  kekurangan, bahkan  banyak  binatang, melebihi manusia dalam sifat-sifat jasmaniahnya.
3)  Kebutuhan  jiwa  adalah  pengetahuan  untuk  kebajikan. Kebutuhan  mulia itu  sangat  diharuskan  untuk  kebahagiaan. Tetapi  pengetahuan  tidak merupakan  tujuan  itu  sendiri. Pengetahuan  itu  dapat  juga  dipergunakan untuk  kejahatan.   Kebajikan  itu  semata-mata  hanya jalan  yang  lurus,  tepat ke arah kebaikan tertinggi.  Bukan tujuan
4)  Apakah  kebahagiaan  sempurna  terletak  pada  kepuasan  seluruh  orang jasmani dan rohani? Kepuasan, kegembiraan,  selalu merupakan kesukaan, kegembiraan  tentang  sesuatu. Kesukaan  adalah  gejala  yang  mengiringi perbuatan  dan  lebih  merupakan  daya  tarik  untuk  menggerakkan  ke  arah tujuan.  Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan tertinggi. Di  dunia  ini,  tidak  semua  kesukaan  dapat  dicapai,  dan  apa  yang  kita  capai, tidak  bersifat  tetap  dan  pada  ujungnya  berakhir  dengan  maut. Perbuatan baikpun seringkali mendapat salah faham dan kurang terima kasih.
5)  Pelaksanaan  diri  tidak  pula  membawa  kebahagiaan  sempurna,  karena manusia yang berkembang  selengkapnya  tidak  juga seluruhn ya merasa  puas pada  dirinya  sendiri.    Selain  itu,  pelaksanaan  diri  itu  hanya  terdiri  dari pengumpulan  kebutuhan,  yang  tersebut  di  atas,  dalam  keadaan  tidak sempurna dan tidak tetap
6)  Kebahagiaan  sempurna  harus  dicari  pada  sesuatu  yang  ada  di  luar manusia.    Oleh  sebab  itu  objek  satu-satunya  yang  dapat  memberi kebahagiaan  sempurna  pada  manusia  dan  dengan  sendirinya  merupakan tujuan akhir objektif manusia adalah Tuhan.

c)  Di  atas  merupakan  pembuktian  dengan  cara  mengeliminasi  objek  yang  tidak lengkap.    Bukti  secara  positif,  dengan  memperlihatkan  bahwa  hanya  Tuhan yang  dapat  memenuhi  seluruh  keinginan  manusia,  hanya  Tuhan  yang  dapat memberi  kebahagiaan  yang  sempurna. Jika  tidak  ada  Tuhan, kebah agiaan sempurna  tidak mungkin,  karena akal manusia menuju  seluruh kebenaran,  dan keinginan  menuju  ke  seluruh  kebaikan.  Untuk  pelaksanaan  bahagia sempurna,  Tuhan  saja  cukup,  ia  tidak  terbatas,  sehingga  meliputi  seluruh kesempurnaan dan lagi dalam taraf yang tertinggi.

d)  Untuk pengertian  yang benar orang harus memikirkan
1)  Kebahagiaan  sempurna  tidak  berarti  kebahagiaan  yang  tidak  terbatas objek tak terhingga tidak dimiliki dengan cara yang tidak terhingga
2)  Kodrat  akal  manusia  terbatas,  kekuatannya  setiap  saat  juga  terbatas Tetapi  datangnya  kekuatan  akal  selalu  tidak  terbatas,  dan  tidak  dapat terpenuhi  dengan  baik.    Hanya  yang  tidak  berhingga  yang  dapat memenuhinya.    Dalam  hidup  di  dunia  ini  pengetahuan  kita  masih  gelap dan  tidak  tetap,  sehingga  kebahagiaan  yang  sempurna  tidak  tercapai. Pengetahuan  yang  semakin  sempurna  akan  tumbuh  persesuaian  dengan peraturan Tuhan.
3)   Objek  kebahagiaan  yang  tarafnya  rendah  turut  serta  mengalami kebahagiaan  dari  yang  bertaraf  lebih  tinggi.    Intisari  kebahagiaan  terdiri dari  kepuasaan  akal  dan  kepuasan  kehendak  karena  memiliki  Tuhan. Kepuasan lainnya hanya merupakan  cabang  kebahagiaan yang menambah kebahagiaan pokok.







No comments: