PENDAHULUAN
2.1. KEBAIKAN
1. Tidak semua kebaikan merupakan kebaikan akhlak.
Suatu tembakan yang
“baik” dalam pembunuhan,
dapat merupakan perbuatan akhlak yang buruk. Secara umum
kebaikan adalah sesuatu
yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi
tujuan manusia. Tingkah
laku manusia adalah
baik dan benar,
jika tingkah laku
tersebut menuju kesempurnaan
manusia. Kebaikan disebut
nilai (value), apabila
kebaikan itu bagi seseorang menjadi yang konkrit.
2. Manusia menentukan
tingkah lakunya untuk
tujuan dan memilih
jalan yang ditempuh. Pertama
kali yang timbul
dalam jiwa adalah
tujuan itu, dalam
pelaksanaannya yang pertama
diperlukan adalah jalan-jalan
itu. Jalan yang
ditempuh mendapatkan nilai
dari tujuan akhir. Tujuan harus ada, supaya manusia dapat
menentukan tindakan pertama. Kalau tidak, manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi
bisa juga orang mengatakan hidup secara serampangan
menjadi tujuan hidupnya. Akan tetapi dengan begitu
manusia tidak akan sampai kepada
kesempurnaan kebaikan selaras
dengan derajat manusia. Manusia harus
mempunyai tujuan akhir untuk arah hidupnya.
3. Untuk tiap manusia, hanya terdapat satu tujuan akhir.
Seluruh manusia mempunyai
sifat serupa dalam
usaha hidupnya, yaitu
menuntut kesempurnaan. Tujuan akhir
selamnya merupakan kebaikan
tertinggi, baik manusia
itu mencarinya dengan
kesungguhan atau tidak.
Tingkah laku atau
perbuatan menjadi baik
dalam arti akhlak,
apabila membimbing manusia
ke arah tujuan akhir, yaitu dengan
melakukan perbuatan yang
membuatnya baik sebagai manusia. (Apakah itu ?)
4. Kesusilaan
a. Kebaikan atau keburukan perbuatan manusia
Objektif -
Keadaan perseorangan tidak dipandang
Subjektif - Keadaan
perseorangan diperhitungkan
Batiniah -
Berasal dari dalam
perbuatan sendiri (Kebatinan, Instrinsik)
Lahiriah - Berasal
dari perintah atau
larangan Hukum Positif (Ekstrintik).
Persoalannya: Apakah
seluruh kesusilaan bersifat
lahiriah dan menurut tata adab
saja ataukah ada
kesusilaan yang batiniah
yaitu yang terletak dalam
perbuatan sendiri.
b. Unsur-unsur
yang menentukan kesusilaan Ada 3 unsur:
1) Perbuatan itu sendiri,
yang dikehendaki pembuat
ditinjau dari sudut kesusilaan.
2) Alasan
(motif). Apa maksud
yang dikehendaki pembuat
dengan perbuatannya. Apa dorongan manusia melaksanakan perbuatannya.
3) Keadaan,
gejala tambahan yang
berhubungan dengan perbuatan
itu Seperti: Siapa, Di mana, Apabila,
Bagaimana, Dengan alat apa,
Apa, dan lain
sebagainya.
c. Penggunaan Praktis
1)
Perbuatan yang
dengan sendirinya jahat, tidak dapat menjadi baik atau netral karena alasan
atau keadaan. Biarpun
mungkin taraf keburukannya
dapat berubah
sedikit, orang tidak boleh berbuat jahat untuk mencapai kebaikan.
2) Perbuatan
yang baik, tumbuh dalam
kebaikannya, karena kebaikan alasan dan keadaannya. Suatu alasan atau keadaan yang jahat sekali, telah cukup untuk menjahatkan perbuatan. Kalau kejahatan itu sedikit, maka
kebaikan perbuatannya hanya
akan dikurangi.
3) Perbuatan
netral memperoleh kesusilaannya, karena
alasan dan keadaannya. Jika ada beberapa keadaan, baik dan jahat, sedang perbuatan netral, dipergunakan
“Asas Akibat Rangkap”,
yang tidak berlaku
bagi alasan atau maksud,
karna itu selamanya dikehendaki langsung.
d. Dalam
praktek, tidak mungkin
ada perbuatan kemanusiaan
netral, sebabnya perbuatan
itu setidak-tidaknya secara implisit mempunyai
tujuan. Kesusilaan
tidak semata-mata hanya
tergantung pada maksud
dan kemauan baik,
orang harus
menghendaki kebaikan. Perbuatan lahiriah,
yang diperintahkan kemauan
baik, didasari oleh kemauan perbuatan batiniah.
2.2. KEBAJIKAN
1. Kebiasaan
(habit) merupakan kualitas
kejiwaan, keadaan yang tetap, sehingga memudahkan
pelaksanaan perbuatan.
Kebiasaan disebut
“kodrat yang kedua”. Ulangan perbuatan memperkuat kebiasaan, sedangkan
meninggalkan suatu perbuatan
atau melakukan perbuatan yang bertentangan akan melenyapkan kebiasaan.
Kebiasaan dalam
pengertian yang sebenarnya
hanya ditemukan pada
manusia, karena
hanya manusia yang
dapat dengan sengaja,
bebas, mengarahkan kegiatannya.
2. Kebiasaan
yang dari sudut
kesusilaan baik dinamakan
kebajikan (virtue),
sedangkan yang jahat, buruk, dinamakan
kejahatan.
Kebajikan adalah
kebiasaan yang menyempurnakan manusia “Kebajikan adalah
pengetahuan, kejahatan ketidaktahuan. Tidak
ada orang berbuat jahat
dengan sukarela” (Socrates).
“Keinginan
manusia dapat menentang akal, dan akal tidak mempunyai kekuasaan mutlak
atas keinginan, kecuali kekuasaan tidak langsung. Keinginan harus dilatih untuk tunduk kepada budi”. (Aristoteles).
3. Kebajikan
budi menyempurnakan akal
menjadi alat yang
baik untuk menerima pengetahuan. Bagi
budi spekulatif kebajikan
disebut pengertian, pengetahuan.
Bagi budi praktis
disebut kepandaian, kebijaksanaan.
Kebajikan kesusilaan
menyempurnakan keinginan, yaitu dengan cara tengah
4. Kebajikan pokok, adalah
kebajikan susila yang terpenting, meliputi:
a) Menuntut keputusan
budi yang benar
guna memilih alat-alat
dengan tepat untuk tujuan
yang bernilai (kebijaksan aan).
b) Pengendalian
keinginan kepada kepuasan
badaniah (pertahanan/ pengendalian hawa
nafsu inderawi).
c) Tidak menyingkir
dari kesulitan (kekuatan).
d) Memberikan hak
kepada yang memilikinya (keadilan).
2.3.
KEBAHAGIAAN
1. Kebahagiaan Subjektif
a)
Manusia merasa kosong,
tidak puas, gelisah,
selama keinginannya tidak terpenuhi. Kepuasan yang
sadar, yang dirasakan
seseorang karena keinginannya memiliki kebaikan sudah
terlaksana, disebut kebahagiaan. Ini
merupakan perasaan khas
berakal budi. Kebahagiaan
sempurna terjadi, karena
kebaikan sempurna dimiliki
secara lengkap, sehingga memenuhi seluruh
keinginan kita, yang tidak
sempurna/berisi kekurangan
b) Seluruh
manusia mencari kebahagian,
karena tiap orang
berusaha memenuhi keinginannya.
Kebahagiaan merupakan dasar
alasan, seluruh perbuatan manusia. Tetapi terdapat perbedaan
tentang apa yang akan
menjadi hal yang memberikan
kebahagiaan. Biarpun seseorang memilih
kejahatan, tetapi secara
implisit ia memilihnya untuk mengurangi ketidakbahagiaan.
c)
Apakah kebahagiaan sempurna dapat dicapai?
Kaum Ateis, kalau
konsekuen, harus mengatakan
kebahagiaan sempurna itu tidak
ada. Karena mereka semata-semata membatasi kehidupan pada duniawi dan mengingkari hal yang bersifat supra-natural.
Beberapa jalan fikiran
yang perlu dipertimbangkan, yang
menganggap kebahagiaan sempurna itu dapat dicapai, adalah.
1) Manusia mempunyai
keinginan akan bahagia sempurna.
2) Keinginan tersebut
merupakan bawaan kodrat
manusia, yang merupakan dorongan pada
alam rohaniah yang bukan sekedat efek sampingan.
3) Keinginan tersebut
berasal dari sesuatu yang transenden.
4) Sifat bawaan
tersebut dimaksudkan untuk
mencapai kesempurnaan yang sesuai dengan harkat manusia.
d)
Pada manusia terdapat
pula keinginan yang
berasal dari nafsu-serakahnya Sehingga seringkali
menutup keinginan menutup
keinginan yang berasal
dari sanubarinya.
2. Kebahagiaan Objektif
a) Manusia berusaha
melaksanakan dalam dirinya
suasana kebahagiaan (sempurna) yang tetap.
Ini tujuan subjektif bagi manusia.
Pertanyaan: Apakah objek yang
dapat memberikan kepada
manusia suasana kebahagiaan
sempurna?. Apakah tujuan akhir manusia yang
bersifat lahiriah dan
objektif?
Terdapat berbagai
aliran:
1) Hedonisme, Kebahagiaan adalah
kepuasaan jasmani, yang
dirasa lebih insentif
dari kepuasan rohaniah.
2) Epikurisme, Suasana kebahagiaan,
ketentraman jiwa, ketenangan
batin, sebanyak mungkin menikmati,
sedikit mungkin menderita.
Oleh sebab itu
harus membatasi
keinginan, cita-cita yang baik adalah menghilangkan keinginan yang tak dapat dicapai.
3) Utilitarisme, Kebahagiaan
adalah faedah bagi diri sendiri maupun masyarakat. Jeremy Bentham (1748-1832). Bersifat utilitaris
kepada kependidikan umum,
tetapi karena masih mengingat kepentingan
individu sebagai anggota
masyarak at-ukurannya kuantitatif.
John Stuart Mill
(1806-1873): Utilitarisme telah mencapai
perkembangan sepenuhnya yang
bersifat altruistik.
Tiap orang harus
menolong untuk kebahagiaan
tertinggi, bagi manusia banyak-ukurannya kualitatif.
4) Stoisisme (Mazhab Cynika Antisthenes. Kebahagiaan adalah
melepaskan diri dari
tiap keinginan, kebutuhan, kebiasaan, atau
ikatan. Kebahagiaan tidak
terlepas pada hal
tersebut. Tidak
terletak dalam kepuasan,
tetapi pada “orang
merasa cukup dengan dirinya sendiri” (Sutarkeia) ini merupakan kebaikan dan kebajikan.
Terikat
pada pribadi sendiri
itu, adalah sifat
yang dihargai oleh
Stoa, intisari manusia
dianggap manifestasi Logos (budi).
Semangat ini pertama kali
berkembang tahun 300 Masehi di Athena
5)
Evolusionisme. Tujun
akhir manusia sebagai
evolusi ke arah puncak
tertinggi yang belum diketahui bentuknya. Evolusionisme merupakan
ajaran kemajuan, pertumbuhan,
yang selalu dilakukan
manusia, kendatipun tujuan terakhir tak dikenal.
Jhon Dewey
(1859-1952); Pemikiran hanyalah alat
untuk bertindak (Intrumentalism). Tujuan
adalah pragmatik (yang berguna).
b) Pandangan
tentang objek kebahagiaan
Apakah objek itu,
sejajar, lebih rendah, atau lebih tinggi dari manusia?
1) Apa yang lebih rendah dari
manusia, tergolong pada benda-benda yang tidak dapat memenuhi
seluruh kepuasan manusia. Berpengaruh pada sebagian kecil kehidupan manusia. Bahkan seringkali menimbulkan ketakutan dan kesusahan serta seluruhnya akan ditingkalkan, apabila kita mati.
Oleh
sebab itu kekayaan,
kekuasaan, tidak mungkin
dapat merupakan tujuan akhir manusia, ia hanya sebagai alat.
2) Kebutuhan hidup
jasmani, sebagai kesehatan;
kekuatan, keindahan, tergolong ketidaksempurnaan. Selain
itu jasmani merupakan
bagian manusia yang
merasakan banyak kekurangan, bahkan banyak binatang, melebihi manusia dalam sifat-sifat jasmaniahnya.
3) Kebutuhan jiwa
adalah pengetahuan untuk
kebajikan. Kebutuhan mulia itu
sangat diharuskan untuk
kebahagiaan. Tetapi pengetahuan
tidak merupakan tujuan
itu sendiri. Pengetahuan
itu dapat juga
dipergunakan untuk kejahatan.
Kebajikan itu semata-mata
hanya jalan yang lurus,
tepat ke arah kebaikan
tertinggi. Bukan tujuan
4) Apakah kebahagiaan
sempurna terletak pada
kepuasan seluruh orang jasmani dan rohani? Kepuasan,
kegembiraan, selalu merupakan kesukaan, kegembiraan tentang
sesuatu. Kesukaan adalah
gejala yang mengiringi perbuatan dan lebih
merupakan daya tarik
untuk menggerakkan ke
arah tujuan. Pencapaian tujuan akhir akan membawa kesukaan
tertinggi. Di dunia
ini, tidak semua
kesukaan dapat dicapai,
dan apa yang
kita capai, tidak
bersifat tetap dan
pada ujungnya berakhir
dengan maut. Perbuatan baikpun seringkali mendapat salah faham dan kurang terima kasih.
5) Pelaksanaan diri
tidak pula membawa
kebahagiaan sempurna, karena manusia yang berkembang selengkapnya
tidak juga seluruhn ya merasa puas pada
dirinya sendiri. Selain
itu, pelaksanaan diri
itu hanya terdiri
dari pengumpulan kebutuhan,
yang tersebut di
atas, dalam keadaan
tidak sempurna dan tidak
tetap
6) Kebahagiaan sempurna
harus dicari pada
sesuatu yang ada
di luar manusia. Oleh
sebab itu objek
satu-satunya yang dapat
memberi kebahagiaan sempurna
pada manusia dan dengan sendirinya
merupakan tujuan akhir
objektif manusia adalah Tuhan.
c) Di
atas merupakan pembuktian
dengan cara mengeliminasi
objek yang tidak lengkap. Bukti
secara positif, dengan
memperlihatkan bahwa hanya
Tuhan yang
dapat memenuhi seluruh keinginan
manusia, hanya Tuhan
yang dapat memberi
kebahagiaan yang sempurna. Jika tidak ada
Tuhan, kebah agiaan sempurna tidak mungkin, karena akal manusia menuju seluruh kebenaran, dan keinginan menuju
ke seluruh kebaikan. Untuk pelaksanaan bahagia sempurna, Tuhan saja
cukup, ia tidak terbatas, sehingga
meliputi seluruh kesempurnaan
dan lagi dalam taraf yang tertinggi.
d) Untuk pengertian yang benar orang harus memikirkan
1) Kebahagiaan sempurna
tidak berarti kebahagiaan
yang tidak terbatas objek tak terhingga tidak dimiliki
dengan cara yang tidak terhingga
2) Kodrat akal
manusia terbatas, kekuatannya
setiap saat juga
terbatas Tetapi datangnya kekuatan
akal selalu tidak terbatas,
dan tidak dapat terpenuhi dengan
baik. Hanya yang tidak
berhingga yang dapat memenuhinya. Dalam
hidup di dunia
ini pengetahuan kita
masih gelap dan
tidak tetap, sehingga
kebahagiaan yang sempurna
tidak tercapai. Pengetahuan
yang semakin sempurna
akan tumbuh persesuaian
dengan peraturan Tuhan.
3) Objek kebahagiaan yang
tarafnya rendah turut
serta mengalami kebahagiaan
dari yang bertaraf
lebih tinggi. Intisari
kebahagiaan terdiri dari kepuasaan
akal dan kepuasan
kehendak karena memiliki
Tuhan. Kepuasan lainnya hanya
merupakan cabang kebahagiaan yang menambah kebahagiaan pokok.
No comments:
Post a Comment