Monday, November 28, 2016

PROFESIONALISME KERJA


PENDAHULUAN 
Profesionalisme  merupakan  suatu  tingkah  laku,  suatu  tujuan  atau  suatu  rangkaian kwalitas  yang  menandai  atau melukiskan  coraknya suatu “profesi”. Profesionalisme mengandung  pula  pengertian  menjalankan  suatu  profesi  untuk  keuntungan  atau sebagai sumber penghidupan.

Disamping  istilah  profesionalisme,  ada  istilah  yaitu  profesi.    Profesi  sering  kita artikan dengan  “pekerjaan” atau  “job”  kita sehari-hari.   Tetapi dalam kata  profession yang  berasal  dari  perbendaharaan  Angglo  Saxon  tidak  hanya  terkandung  pengertian “pekerjaan”  saja.    Profesi  mengharuskan  tidak  hanya  pengetahuan  dan  keahlian khusus  melalui  persiapan  dan  latihan,  tetapi  dalam  arti  “profession”  terpaku  juga suatu “panggilan”.

Dengan  begitu,  maka  arti  “profession”  mengandung  dua  unsur.    Pertama  unsure keahlian  dan  kedua  unsur  panggilan.    Sehingga  seorang  “profesional”  harus memadukan  dalam  diri  pribadinya  kecakapan  teknik  yang  diperlukan  untuk menjalankan  pekerjaannya,  dan  juga  kematangan  etik.    Penguasaan  teknik saja  tidak membuat seseorang menjadi “profesional”.  Kedua-duanya harus menyatu.

Berkaitan  dengan  profesionalisme  ini  ada  dua  pokok  yang  menarik  perhatian  dari keterangan  Encyclopedia-Nya  Prof,  Talcott  Parsons  mengenai profesi dan profesionalisme itu.
Pertama  ialah  bahwa  manusia-manusia  profesional  tidak  dapat  digolongkan sebagai  kelompok  “kapitalis”  atau  kelompok  “kaum  buruh ”. Juga  tidak  dapat dimasukkan sebagai kelompok “administrator” atau “birokrat”.

Kedua  ialah:  bahwa  manusia-manusia  profesional  merupakan  suatu  kelompok tersendiri,  yang  bertugas  memutarkan  roda  perusahaan,  dengan  suatu  leadership status. Jelasnya  mereka  merupakan  lapisan  kepemimpinan  dalam  memutarkan  roda perusahaan  itu. Kepemimpinan  disegala  tingkat,  mulai  dari  atasan,  melalui  yang menengah sampai ke bawah.

Profesionalisme  merupakan  suatu  proses  yang  tidak  dapat  di  tahan-tahan  dalam perkembangan  dunia  perusahaan  modern  dewasa  ini.    Parsons  tidak  tahu  arah lanjut  proses  profesionalisasi  itu  nantinya,  tapi  menurutnya,  bahwa  keseluruhan kompleks  profesionalisme  itu  tidak  hanya  tampil  kedepan  sebagai  sesuatu  yang terkemuka, melainkan juga sudah mulai mendominasi situasi sekarang.

Dalam  perkembangannya  perlu  diingat,  bahwa  profesionalisme  mengandung  dua unsur,  yaitu  unsur  keahlian  dan  unsur  panggilan,  unsur  kecakapan  teknik  dan kematangan  etik,  unsur  akal  dan  unsur  moral.    Dan  kedua-duanya  itulah  merupakan kebulatan  unsur  kepemimpinan. Dengan  demikian,  jika  berbicara  tentang profesionalisme  tidak  dapat  kita  lepaskan  dari  masalah  kepemimpinan  dalam  arti yang luas.

Menurut  Soegito  Reksodiharjo  (1989),  arti  yang  diberikan  kepada  kata “profesi”  adalah  suatu  bidang  kegiatan  yang  dijalankan  oleh  seseorang  dan merupakan sumber nafkah bagi dirinya.  Meskipun lazimnya profesi dikaitkan dengan tarap  lulusan  akademi  /  universitas,  suatu  profesi  tidak  mutlak  harus  dijalankan  oleh seorang  sarjana.    Didalam  masyarakat  Indonesiapun  kita  telah  mengenal  berbagai profesi  non-akademik,  seperti  misalnya,  profesi  bidan,  pemain  sepak  bola,  atau petinju “profesional”, dan bahkan “profesi tertua di dunia”.

Walaupun  obyek  yang  ditangani  dapat  berupa  orang  atau  benda  fisik,  yang  menjadi penilaian  orang tentang  suatu profesi  ialah hasilnya,  yaitu  tentang mutu jasa atau baik buruk  penanganan  fungsinya.  Dalam  situasi  yang  penuh  tantangan  dan  persaingan ketat  seperti  sekarang  ini,  kunci  keberhasilan  profesi  terletak  pada  Taraf Kemahiran  Orang  Yang  Menjalankan.  Taraf  kemahiran  demikian hanya  dapat  diperoleh  melalui  proses  belajar  dan  berlatih  sampai  tingkat kesempurnaan yang  dipersyaratkan  untuk  itu  tercapai.  Dalam  proses  ini tidak terapat jalan pintas.

Bagi  seseorang  yang  berbakat  dan  terampil,  proses  itu  mungkin  dapat  terlaksana secara  lebih  baik  atau  lebih  cepat  dari  pada  orang  lain  yang  kurang  atau  tidak memiliki kemampuan itu.  Bagi  golongan terakhir  ini,   apabila  mereka tidak  bersedia untuk  bersusah-payah  melebihi  ukuran  biasa  untuk  menguasai  sesuatu  kejujuran, untuk  bersusah-payah  melebihi  ukuran  biasa  untuk  menguasai  sesuatu  kejujuran, pilihan  terbaik  ialah  untuk  mencari  profesi  lain  yang  lebih  sesuai  dengan  bakat mereka.

Dalam  lapangan  kerja,  atasan  seharusnya  menilai  kemampuan  orang  bukan  semata- mata  atas  dasar  diploma  atau  gelarnya,  tetapi  atas  dasar  kesanggupannya  untuk mewujudkan  prestasi  berupa  kemajuannyata  dengan  modal  pengetahuan  yang  ada padanya. Dalam  praktek,  kita  jumpai  bahwa  tidak  semua  orang  mampu mendayagunakan  pengetahuannya  dalam  pekerjaan.  Tidak  jarang  kita  jumpai seorang  sarjana  yang  mampu  bekerja  secara  rutin. Sebaliknya  seorang  non-sarjana yang  kreatif  ternyata  mampu  memberi  bukti  kesanggupan  berkembang  dan menambah  aneka  bentuk  faedah  baru  dengan  dasar  pengetahuannya  yang  relatif masih terbatas itu.

Diploma  dan  gelar  bukan  jaminan  prestasi  seseorang. Prestasi  harus  diukur  di  satu pihak dengan hasil yang diperoleh  dari  seseorang dan  di  lain pihak dengan  tolak ukur yang  dikaitkan  dengan  kemampuan  yang  semestinya  ada  pada  orang  itu.    Diploma hanya  memberi  harapan  tentang  adanya  kemampuam  itu,  tetapi  kemampuannyata harus  dibuktikan  melalui hasil penerapan pengetahuan  yang ditandai dengan  diploma tadi dalam pekerjaannya.

Untuk memperoleh kemampuan demikian, pengamalan merup akan guru yang terbaik. Tanpa  kesanggupan  untuk  menarik  pelajaran  dari  pengalamannya,  seseorang  tidak akan  mengalami  proses  kemajuan  dan  pematangan  dalam  pekerjaan. Orang  yang sudah  puas dengan perolehan  tanda lulus  atau gelar saja dan  tidak meneruskan proses belajarnya  dari  praktek  bekerja,  akan  mengalami  kemunduran  dalam  dunia  yang dinamis ini dan akan tertinggal dari yang lain.

ANGGAPAN BAHWA  PROFESIONALISME DAPAT DIHARAPKAN MUNCUL  SEKEDAR  DENGAN  ANJURAN,  TIDAKLAH  BENAR 
Di bawah ini dikemukakan beberapa ciri profesionalisme:
1.     Profesionalisme menghendaki  sifat  mengejar  kesempurnaan  hasil (perfect result), sehingga kita di tuntut untuk selalu mencari peningkatan mutu.
2.        Profesionalisme  memerlukan kesungguhan  dan  ketelitian  kerja  yang  hanya  dapat diperoleh melalui pengalaman dan kebiasaan.
3.        Profesionalisme menuntut ketekunan  dan ketabahan,  yaitu sifat tidak  mudah  puas atau putus asa sampai hasil tercapai.
4.   Profesionalisme  memerlukan  integritas  tinggi  yang  tidak  tergoyahkan  oleh “keadaan terpaksa” atau godaan iman seperti harta dan kenikmatan hidup.
5.    Profesionalisme  memerlukan  adanya  kebulatan  fikiran  dan  perbuatan,  sehingga terjaga efektivitas kerja yang tinggi.

Ciri  di  atas  menunjukkan  bahwa  tidaklah  mudah  menjadi  seorang  pelaksana  profesi yang profesional,  harus  ada kriteria-kriteria tertentu  yang  mendasarinya. Lebih  jelas lagi  di  kemukakan  oleh  Tjerk  Hooghiemstra  bahwa  seorang  yang  dikatakan profesional  adalah  mereka  yang  sangat  kompeten  atau  memiliki  kompetensi- kompetensi tertentu  yang mendasari kinerjanya. Kompetensi adalah  karakteristik  pokok  seseorang  yang  berhubungan  dengan  unjuk  kerja  yang efektif atau superior pada jabatan tertentu.

Selanjutnya  diuraikan  bahwa  perlu  dibedakan  antara  unjuk  kerja  superior  dengan rata-rata.  Kompetensi  dapat  berupa  motiv,  sifat,  konsep  diri  pribadi,  attitude  atau nilai-nilai, pengetahuan yang dimiliki, keterampilan dan berbagai sifat-sifat  seseorang yang  dapat  diukur  dan  dapat  menunjukkan  perbedaan  antara  rata-rata  dengan superior.

Apa  yang  dikemukakan  oleh  Lyle M. Spencer dalam bukunya  berjudul  “Competence at  Work”  tidak  jauh  berbeda  dengan  yang  dikemukakan  Tjerk  Hooghiemstra sebelumnya;  Kompetensi  adalah  karakteristik  pokok  seseorang  yang  berhubungan dengan  atau  menghasilkan  unjuk  kerja  yang  efektif  dan  atau  superior  pada  jabatan tertentu atau situasi tertentu sesuai kriteria yang telah ditetapkan.

Karakteristik  pokok  mempunyai  arti  kompetensi  yang  sangat  mendalam  dan merupakan  bagian  melekat  pada  pribadi  seseorang  dan   dapat  menyesuaikan  sikap pada  berbagai  kondisi  atau  berbagai  tugas  pada  jabatan  tertentu.    Ada  lima karakteristik  kompetensi :  motiv,  sikap,  konsep  diri  (attitude,  nilai-nilai  atau imaginasi diri), pengetahuan dan keterampilan.

Menurut  Ilo/Aspdep  pada  seminar  penyusunan  Regional  Model  Competency Standards, Bangkok, 1999, kompetensi meliputi:
Keterampilan melaksanakan tugas individu dengan efesien (Task skill). Keterampilan mengelola  beberapa  tugas  yang  berbeda  dalam  pekerjaannya  (Task management skill).
Keterampilan  merespon  dengan  efektif  hal-hal  yang  bukan  merupakan  pekerjaan rutin dan kerusakan (Contigency management skill).
Keterampilan  menghadapi  tanggungjawab  dan  tuntutan  lingkungan  termasuk bekerja  dengan  orang  lain  dan  bekerja  dalam  kelompok  (Job/role  environmet skill).

Kompetensi lebih  menitik beratkan pada  apa yang diharapkan dikerjakan oleh pekerja ditempat  kerja,  dengan  perkataan  lain  kompeten  menjelaskan  apa  yang  seharusnya dikerjakan  oleh  seseorang  bukan  latihan  apa  yang  seharusnya  diikuti. Kompetensi juga  harus  dapat  menggambarkan  kemampuan  menggunakan  ilmu  pengetahuan  dan keterampilan  pada  situasi  dan  lingkungan  yang  baru. Karena  itu  uraian  kompetensi harus  dapat  menggambarkan  cara  melakukan  sesuatu  dengan  efektif  bukan  hanya mendata tugas.  Melakukan sesuatu dengan efektif dapat dicapai dengan pengetahuan, keterampilan  dan  sikap  kerja. Sikap  kerja  atau  attitude  sangat  mempengaruhi produktivitas, namun  sampai  saat  ini masih  diperdebatkan  bagaimana  merubah  sikap kerja  serta  menilainya,  tidak  mungkin  dapat  dilaksanakan  dalam  waktu  yang  relatif singkat.

Menurut  konsep  Jerman  (dalam  sistem  ganda)  menggunakan  istilah  kompetensi profesional  atau  kualifikasi  kunci.    Kompetensi  profesional  mencakup  kumpulan beberapa kompetensi yang berbeda seperti ditunjukkan di bawah.

Komponen-Komponen yang perlu untuk Kompetensi Profesional

Kompetensi Spesialis
Kompetensi Metodik

Kemampuan untuk :
Kemampuan untuk :

Keterampilan dan pengetahuan
Mengumpulkan dan menganalisa informasi

Menggunakan perkakas dan peralatan dengan sempurna
Mengevaluasi informasi

Mengorganisasikan dan menangani masalah
Orientasi tujuan kerja


Bekerja secara sistematis


Kompetensi Profesional
Kualifikasi Kunci
Kompetensi Individu
Kompetensi Sosial
Kemampuan untuk :
Kemampuan untuk :
-  Inisiatif
-  Berkomunikasi
-  Dipercaya
-  Kerja kelompok
-  Motivasi
-  Kerjasama
-  Kreativ













No comments: