PENDAHULUAN
Menurut Daniel
Goleman (Emotional Intelligence –1996):
orang yang mempunyai IQ tinggi
tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih besar dibanding dengan
orang yang IQ-nya rata-rata tetapi EQ-nya tinggi, artinya
bahwa penggunaan EQ
atau olahrasa justru
menjadi hal yang sangat penting, dimana menurut
Goleman dalam
dunia kerja, yang
berperan dalam kesuksesan
karir seseorang adalah
85% EQ dan 15% IQ. Jadi, peran EQ sangat signifikan.
Kita perlu
mengembangkan IQ – menyangkut
pengetahuan dan keterampilan,
namun kita juga harus dapat
menampilkan EQ yang sebaik-baiknya karena EQ
harus dilatih. Untuk meningkatkan
kemampuan IQ dan EQ agar
supaya dapat memanfaatkan
hati nurani kita
yang terdalam maka
kita juga harus
membina SQ yang
merupakan cerminan hubungan
kita dengan Sang
Pencipta / Allah
SWT, melalui SQ kita dilatih menggunakan ketulusan hati
kita sehingga mempertajam
apa yang dapat
kita tampilkan.
Jadi perpaduan
antara IQ, EQ dan SQ
inilah yang akan
membina jiwa kita
secara utuh,
sehingga kita dapat
meniti karir dengan
baik, dimana akan
lebih baik lagi
jika ditambahkan AQ
(Adversity Quotient) yang
mengajarkan kepada kita
bagaimana dapat menjadikan
tantangan bahkan ancaman
menjadi peluang. Jadi
yang ideal memang
saudara harus mampu
memadukan IQ, EQ,
SQ dan AQ
dengan seimbang sehingga Insya Allah saudara akan menjadi orang
yang sukses dalam meniti karier.
4.1. KECERDASAN
Kenapa ada
orang disebut lebih
cerdas dari yang
lain ? Ketika
seorang anak usia 2 tahun dapat
mengeja sederetan huruf
pembentuk kata, bahkan
kalimat, dengan baik dan benar,
serta merta orang
tua dan lingkungannya
menyebut ia “anak
cerdas”. Sederhana dasar
yang dipakai, banyak
anak lain dalam
usia tersebut sama
sekali belum mampu melakukan
hal itu.
Derasnya laju informasi,
ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan memacu setiap orang untuk
menjadi lebih cerdas.
Baik oleh diri
sendiri maupun –
dan ini yang tampak sangat
menonjol – orangtua-orangtua yang
berlomba “mencerdaskan” anak- anaknya, supaya
mampu bersaing. Hiruk
pikuk orang berburu kursus, paket latihan, drilling
program , dan sebagainya. Apa
esensi yang hendak
ditangkap? Mungkin betul, demi meningkatkan – jika mungkin semua – kecerdasan.
Namun, barang apa itu?
Memahami
Kecerdasan:
Sejak dilakukan
studi dan penelitian
intensif, hal penting
tentang kecerdasan (intelligence)
dicerminkan
oleh berbagai kontroversi
pengukuran. Seperti juga
pada barang lain, kontroversi ini tidak pernah berhenti, bahkan sampai
sekarang.
David Wechsler (1939)
mendefinisikan kecerdasan sebagai
kumpulan kapasitas seseorang untuk
bereaksi searah dengan tujuan,
berpikir rasional dan mengelola lingkungan
secara efektif.
Wechsler
|
Ia pula
yang mengembangkan peranti
tes kecerdasan individual
bernama Wechsler Intelligence Scale , yang
hingga saat ini masih
digunakan dan diper caya sebagai skala kecerdasan universal. Sebelumnya,
JL Stockton (1921)
mengatakan kecerdasan adalah
kemampuan untuk mempengaruhi
proses memilih yang
berprinsip pada kesamaan (similarities).
Beradasarkan analisisnya,
C Spearman (1927)
memutuskan bahwa seluruh
aktivitas intelektual
tergantung pada suatu
bagan yang disebut
faktor G (general factors) Namun tidak
kalah penting juga
sejumlah faktor S (spesific factors) sebagai
pendukung. Penjelasannya, faktor
G menggambarkan aspek-aspek
umum, faktor S adalah
aspek yang unik dan given.
Masih banyak definisi
maupun pengertian kecerdasan,
seiring banyak nama
para pencetusnya.
Cattell (1963) dan
Horn (1968) mengemukakan
versi mereka tentang model hierarki kecerdasan
(hierarchical model of
intelligence) Faktor G
berperan sebagai pusat kecerdasan manusia, demikian menurut mereka.
Guilford (1967)
terkenal dengan SOI-nya, structure of
the intellect model .Ia menggolongkan kecerdasan dalam
tiga dimensi, yakni operations (apa yang dilakukan orang), contents (materi atau
informasi) yang
ditampilkan oleh operations
dan product (bentuk
pemrosesan informasi)
Kamus Psikologi (2000)
diuraikan:
- Kemampuan menggunakan konsep abstrak.
- Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri
dengan situasi baru.
- Kemampuan mempelajari dan memahami sesuatu.
Gardener (2002)
memaparkan pengertian kecerdasan
(intelligen) mencakup tiga faktor:
a. Kemampuan
untuk menyelesaikan masalah
yang terjadi dalam
kehidupan manusia
b. Kemampuan untuk menghasilkan
persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan
c. Kemampuan untuk
menciptakan sesuatu yang
akan memunculkan penghargaan dalam budaya
seorang individu.
Membahas pengertian
kecerdasan dalam berbagai
perspektif memang cukup kompleks. Lebih-lebih
dewasa ini bermunculan
beragam kecerdasan. Pemahaman teoritik di atas
bertujuan sebagai informasi,
khususnya bagi masyarakat
yang belum familier
tentang kecerdasan selain
yang selama ini dipahami
secara umum. Dengan harapan, paparan singkat
tersebut dapat membawa
pemahaman kecerdasan secara konkret dan ilmiah.
Untuk melengkapi,
marilah kita pahami
suatu kesimpulan bahwa
kecerdasan merupakan potensi
dasar seseorang untuk
berpikir, menganalisis dan
mengelola tingkah lakunya di
dalam lingkungan dan potensi itu dapat diukur.
Ciri-Ciri Mendasar
Kecerdasan ( Intellegens):
* To judge well (dapat menilai)
* To comprehend well (memahami secara
menyeluruh).
* To reason well (memberi alasan dengan baik).
Ciri-Ciri Prilaku Intellegen/Cerdas:
- Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru
bagi yang bersangkutan.
- Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).
- Masalah mengandung tingkat kesulitan.
- Keterangan pemecahannya dapat diterima.
- Sering menggunakan abstraksi.
- Bercirikan kecepatan.
- Memerlukan pemusatan perhatian.
Faktor Yang Mempengaruhi
Kecerdasan (Intellegent):
- Pembawaan; kapasitas/batas kesanggupan.
- Kematangan; telah mencapai
kesanggupan menjalankan fungsinya,
erat kaitan dengan umut.
- Pembentukan; pengaruh dari luar.
- Minat.
- Kebebasan; terutama dalam memecahkan
masalah.
Pendapat pribadi
yang mungkin subjektif
sifatnya, juga merupakan imbauan. Tidak penting
kecerdasan hanya dikejar,
dimiliki dan menjadi
sukses menurut parameter material yang sempit.
Juga tidak begitu
penting kecerdasan mana
yang lebih berkontribusi
terhadap prestasi maupun
prestise. Kecerdasan akan
terlihat dan bermanfaat
apabila dipraktikkan secara
optimal dengan penuh
penguasaan diri dan rasa syukur,
nyata di dalam
masyarakat, berlangsung bagi
hajat hidup orang
banyak tanpa terikat pada batasan-batasan tidak logis, yang
justru membuat orang tampak tidak cerdas. Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan
perdamaian di bumi.
4.2. IQ (INTELLEGENCE
QUOTIENT)
-Kapasitas umum seseorang
untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu
-Berhubungan dengan
penalaran/berfikir.
Intellegensi adalah
keseluruhan kemampuan individu
untuk berfikir dan
bertindak secara
logis, terarah, serta
mengolah dan menguasai
lingkungan secara efektif (Marten Pali, 1993).
Konsep intellegensi
yang awalnya dirintis
oleh Alfred Bined
1964, mempercayai bahwa
kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.
Pengukuran/Klasifikasi Iq:
Very Superior 130 –
Superior : 120 – 129
Brght normal : 110 – 119
Average : 90 – 109
Dull Normal : 80
– 89
Borderline : 70 –
79
Mental Defective : 69 and bellow
Ciri Khas Iq (Intellegence
Quotien):
- Logis
- Rasional
- Linier
- Sistematis
Iq Menjadi
Fakultas Rasional dalam Kepribadian Manusia.
Dengan memiliki
IQ yang baik
dan terstandar maka
masing-masing individu memiliki kemantapan
pemahaman tentang potensi
diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang kreatif
dan produktif dalam
kehidupan seh ari-hari maupun untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi.
Dulu orang
mengira bahwa kecerdasan
seseorang itu bersifat
tunggal, yaitu dalam satuan IQ (intelligence quotient)
seperti selama ini kita kenal.
Dampak negative atas persepsi ini
adalah individu yang
rendah kecerdasan “akademik
tradisionalnya”, yakni
matematik dan verbal (kata-kata), seakan
tidak dihargai di hadapan masyarakat luas. Kini tradisi
yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar dan terkuaklah bahwa
kecerdasan manusia itu
banyak rumpunnya. Kercerdasan itu multidimensional, banyak
cabangnya. Jadi Tidak
Ada Manusia Yang Bodoh,
setiap manusia punya rumpun kecerdasan.
Rumpun Atau Macam-Macam
Kecerdasan Tersebut Adalah:
* Iq (Intellegence Qoutient)
* Eq (Emotional Qoutient)
* Aq (Adversity Qoutient)
* Sq (Spiritual Qoutient)
* Cq (Creativity Qoutient)
Potensi kreatifitas
dapat muncul dan
disalurkan dalam semua
rumpun kecerdasan, maka setiap
kehidupan manusia akan
diperkaya melalui kecerdasan-kecerdasan di atas. Setiap pelaksana atau pelaku profesi harus
terdorong dan berpeluang melakukan eksplorasi kreatif
dengan banyak cara
(multi modalitas) yang
cocok dengan karakteristik
individu masing-masing. Frustasi
dan kegagalan dalam
bekerja dapat berkurang
jika pelaku profesi
mencari informasi dengan
berbagai cara/strategi bekerja,
dengan berbagai alternatif,
banyak fikiran untuk
keberhasilan dalam berkarya.
Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa
dicipta/didesain melalui pemberian motivasi atau menumbuhkan
motivasi diri sendiri
dengan konsep bekerja
yang berfokus pada kelebihan-kelebihan yang
dimiliki setiap individu
atau kecerdasan-kercerdasan di atas.
4.3. EQ (EMOTIONAL QUOTIENT
EMOSI adalah letupan
perasaan seseorang.
Pengertian Eq (Emotional
Quotient) / kecerdasan emosi:
- Kemampuan untuk
mengenali perasaan sendiri,
perasaan orang lain,
memotivasi diri sendiri, mengelola
emosi dengan baik,
dan berhubungan dengan
orang lain (Daniel
Goldman).
- Kemampuan mengindra,
memahami dan dengan
efektif mener apkan kekuatan ketajaman, emosi
sebagai sumber energi,
informasi, dan pengaruh
(Cooper & Sawaf).
- Bertanggung jawab
atas harga diri,
kesadaran diri, kepekaan
sosial, dan adaptasi sosial (Seagel).
- Aspek Eq (Salovely
& Goldman) Ada Lima:
1. Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
2. Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
3. Kemampuan memotivasi diri.
4. Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
5. Kemampuan berhubungan dengan orang lain
(empati).
Prilaku Cerdas Emosi:
- Menghargai emosi negatif orang lain.
- Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
- Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
- Emosi negative untuk membina hubungan.
- Peka terhadap emosi orang lain.
- Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
- Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
- Tidak memaksa apa yang harus dirasakan.
- Tidak harus membereskan emosi orang lain.
- Saat emosional adalah saat mendengatkan
Eq Tinggi Adalah:
- Berempati.
- Mengungkapkan dan memahami perasaan.
- Mengendalikan amarah.
- Kemandirian.
- Kemampuan menyesuaikan diri.
- Disukai.
- Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
- Ketekunan.
- Kesetiakawanan.
- Keramahan.
- Sikap hormat
Emotional Quotient
(EQ) mempunyai peranan
penting dalam meraih
kesuksesan pribadi
dan profesional. EQ
dianggap sebagai persyar atan
bagi kesuksesan pribadi. Alasan utamanya adalah
masyarakat percaya bahwa
emosi-emosi sebagai masalah pribadi dan tidak
memiliki tempat di
luar inti batin
seseorang juga batas-batas keluarga.
Penting bahwa
kita perlu memahami
apa yang diperlukan
untuk membantu kita membangun kehidupan
yang positif dan
memuaskan, karena ini
akan mendorong mencapai tujuan-tujuan Profesional kita.
Dr. Daniel
Goleman memberikan satu
asumsi betapa pentingnya
peran EQ
dalam kesuksesan pribadi dan
profesional :
-
90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ
-
Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.
Dari banyak
penelitian didapatkan hasil
atau pendapat bahwa
individu yang mempunyai IQ
tinggi menunjukkan kinerja
buruk dalam pekerjaan,
sementara yang ber-IQ
rendah justru sangat
perprestasi. Hal ini
dikarenakan individu yang mempunyai
IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut:
- Yakin tahu semua hal
- Sering menggunakan
fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan
- Meyakini bahwa IQ
lebih penting dari EQ
- Sering membuat
prioritas-prioritas yang merusak
kesehatan kita sendiri
Kemampuan akademik,
nilai raport, predikat
kelulusan perguruan tinggi
tidak bisa menjadi tolak
ukur seberapa baik
kinerja seseorang sesudah
bekerja atau seberapa tinggi sukses yang akan dicapai.
Menurut Mick Clelland
tahun 1973 “Testing For
Competenc E”, bahwa seperangkat percakapan
khusus seperti empati,
disiplin diri, dan
inisiatif akan menghasilkan Orang-Orang
Yang Sukses Dan
Bintang-Bintang Kinerja.
Emosional (Dr. Patr Icia
Patton):
1. Paham pentingnya
peran emosi dan
pemahaman yang memungkinkan
anda merasakan perbedaan
besar dalam bagaimana
kita mengendalikan emosi.
Ini terjadi ketika
merasakan gembira yang
sangat karena intensitas
dan rentang emosi, dimana kita
overt control terhadap impuls
untuk merasakannya. Ini dapat mencegah
masyarakat untuk tidak lagi
saling berbagi dan menghormati perasaan orang lain.
2. Mengekspresikan ken yataan
bahwa tidak seorangpun
memiliki perasaan yang sama
tentang persoalan yang
serupa. Menerima perbedaan
merupakan masalah di masyarakat yang mengharapkan setiap orang
dapat bertindak seperti itu.
3. Mengekang emosi
adalah tindakan tidak
sehat dan dapat
mengarahkan kita kedalam
cara-cara yang negative.
Yang paling baik
adalah menyalurkan emosi secara
wajar dan bertahap.
4. Mempertajam intuisi pemecahan masalah ketika menghadapi suatu
masalah yang kita
tidak mungkin dapat
mengontrolnya. Ini bermanfaat
untuk memahami perbedaan
antara pengaruh dan
control. Ada beberapa
hal kita dapat mempengaruhi masyarakat dan
beberapa situasi, tetapi
dapat juga terjadi kemungkinan bahwa masyarakat yang ingin mengendalikan segalanya.
5. Mengetahui keterbatasan
diri sendiri dan
tahu kapan kita
perlu mengubah strategi.
6. Memungkinkan orang
lain menjadi diri
sendiri, tanpa memaksakan
harapan kita pada mereka.
7. Mengetahui diri
sendiri dan menghargai
potensi yang kita
miliki bagi pertumbuhan
pribadi.
8. Mengetahui pentingnyak asih
sayang, perhatian dan berbagi bersama.
Robert K.
Cooper, Ph.D Dan
Ayman Sawaf, Meningkatkan
kecerdasan emosi dengan “masuk kedalam hati dan keluar dari
fikiran”;
Dengan meluangkan
waktu dua atau
tiga menit dan
bangun tidur lima
menit lebih awal dari
biasanya, duduklah dengan
tenang, keluarlah dari
fikiran anda, kemudian masuklah pada suara-suara hati
anda, tuliskan apa
yang anda rasakan. Dengan cara-cara ini
mudah-mudahan dengan secara
langsung akan mendatangkan
kejujuran emosi (hati),
berikut kebijakan yang terkait, dan membawanya kepermukaan sehingga anda
dapat menggunakannya secara
efektif. Lebih jauh
suara-suara hati ini akan memberi makna pada
hari-hari panjang anda dan akan membawa pada kesiapan batin untuk
menjalani kehidupan.
4.4. SQ (SPIRITUAL QUOTIENT)
Spiritual adalah inti dari
pusat diri sendiri.
Kecerdasan spiritual
adalah sumber yang
mengilhami menyemangati dan mengikat diri seseorang
kepada nilai-nilai kebenaran
tanpa batas waktu
(Agus N. Germanto, 2001).
Kecerdasan spiritual
sering disebut SQ
(Spiritual Quotient) penemunya
Danah Zohar dan Lan Marshall, London, 2000) cenderung diperlukan
bagi setiap hamba
Tuhan untuk dapat berhubungan
dengan Tuhannya. Melibatkan kemampuan, menghidupkan
kebenaran yang paling
dalam; artinya mewujudkan
hal yang terbaik, untuk dan paling manusiawi dalam batin.
Gagasan, energi, nilai,
visi, dorongan, dan arah panggilan
hidup, mengalir dari dalam dari suatu keadaan kesadaran yang
hidup bersama cinta.
Paul Edwar; “SQ” adalah bukti
ilmiah. Ini adalah
benar ketika anda merasakan keamanan (Secure),
kedamaian (Peac E), penuh
cinta ( Loved), dan
bahagia (Happy). Ketika
dibedakan dengan suatu
kondisi dimana anda
merasakan ketidak amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.
Victor Frank
(Psikolog); Pencarian manusia
akan makna hidup
merupakan motivasi utamanya
dalam hidup ini.
Kearifan spiritual; adalah
sikap hidup arif
dan bijak
secara spiritual, yang
cenderung lebih bermakna
dan bijak, bisa
menyikapi segala sesuatu
secara lebih jernih
dan benar sesuai
hati nurani kita,
kecerdasan spiritual “SQ”.
SQ Dalam Penelitian
Neurolog V.S.
Ramachandran bersama timnya
di Universitas California dalam penelitiannya menemukan adanya “Titik Tuhan”
(God Spot) di dalam otak manusia. Pusat
spiritual tersebut bersinar
(bergetar) ketika seseorang terlibat
dalam pembicaraan tentang topik-topik spiritual dan agama. Dalam buku
yang berjudul Seratus
Tokoh yang paling
berpengaruh dalam sejarah, si penulisnya Michael
H. Hart membuat peringkat
enam teratas adalah: 1) Nabi
Muhammad SAW; 2)
Isaac Newton; 3)
Nabi Isa (Yesus);
4) Budha (Sidharta Gautama); 5) Kong Hu Chu; 6) St Paul.
Hampir semua
tokoh tersebut ternyata
adalah tokoh-tokoh agama,
Pemimpin/penggerak spiritual. Jadi manusia yang menentukan arah
sejarah adalah mereka yang memiliki kualitas spiritual.
Ciri-Ciri Sq Tinggi
Menurut Dimitri
Mahayana (Agus Nggermanto,
2001), ciri-ciri orang
yang ber-SQ tinggi adalah:
a. Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
b. Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
c. Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
d. Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan
dan penderitaan.
Memiliki Prinsip Dan Visi
Yang Kuat
Apa itu
prinsip ? Prinsip
adalah suatu kebenaran
yang hakiki dan
fundamental berlaku secara universal bagi seluruh umat.
Prinsip merupakan pedoman berperilaku, yang berupa nilai-nilai
yang permanen dan
mendasar. Ada 3
prinsip utama bagi orang yang tinggi
spiritualnya, yakni:
1. Prinsip kebenaran
Suatu yang
paling nyata dalam
kehidupan ini adalah
kebenaran. Sesuatu yang tidak
benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh:
Hukum alamiah,
jika kita menyemai
benih pada tempat
yang salah, waktunya tidak tepat, pengairannya
keliru, pemupukannya salah,
maka apa yang
terjadi?
Benih
membusuk dan sirna.
Pelanggaran atas
nilai kebenaran membuat
kita kehilangan jati
diri, hati nurani yang
tidak jernih.
2. Prinsip Keadilan
Bagaimana
keadilan itu ? Keadilan adalah
memberikan sesu atu sesuai dengan hak yang
seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3. Prinsp Kebaikan
Kebaikan adalah
memberikan sesuatu lebih
dari hak yang seharusnya. Contoh
:
ketika kita
naik becak membayar
Rp. 5.000,00 sesuai
kesepakatan. Tetapi kita lebihkan
membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.
Visi Yang Kuat
Setelah prinsip,
kita harus mempunyai
visi. Visi adalah
cara pandang bagaimana memandang sesuatu
dengan visi yang
benar. Dengan visi
kita bisa melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran.
Contoh :
Belajar itu tidak
sekedar mencari angka
raport, ijazah atau
bisa mencari kerja yang bergaji pantas.
Mampu Melihat Kesatuan Dalam
Keanekaragaman.
Para siswa
menuntut suasana belajar
yang menyenangkan. Guru
menginginkan semangat
dan hasil belajar
yang optimal. Semua
pihak berbeda tetapi
sama-sama menginginkan
kebaikan.
Mampu Memaknai Setiap Sisi
Kehidupan
Semua yang
terjadi di alam
raya ini ada
maknanya. Semua kejadian
pada diri kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua
diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit,
gagal, jatuh, kekurangan
dan penderitaan lainnya
banyak pelajaran yang
mempertajam kecerdasan spiritual
kita. Demikian juga ketika berhasil kita
bersyukur dan tidak lupa diri.
Mampu Bertahan Dalam
Kesulitan Dan Penderitaan
Sejarah telah membuktikan,
semua orang besar atau orang sukses telah melewati liku-liku dan ujian yang besar juga.
Contoh: Thomas
Edison menjadi sukses dan cemerlang
dengan berbagai termuannya setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.
J.J. Reuseu menjelaskan jika
tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka aspek jiwa
akan rusak. Orang
yang tidak pernah
mengalami kesulitan atau sakit, jiwanya
tidak pernah tersentuh.
Penderitaan dan kesulitanlah
yang menumbuhkan dan
mengembangkan dimensi spiritual.
Kecerdasan Spiritual Bagi
Pelaksana Profesi
SDM sebagai
pelaksana dari suatu
profesi dengan tingkat
kecelakaan spiritual (SQ) yang tinggi
adalah pemimpin yang
tidak sekedar beragama,
tetapi terutama beriman dan bertaqwa
kepada Allah SWT.
Seorang pelaksana profesi
yang beriman adalah orang yang per caya bahwa
Tuhan itu ada, Maha Melihat, Maha Mendengar dan Maha Mengetahui apa-apa
yang diucapkan, diperbuat
bahkan isi hati
atau niat manusia.
Seorang pelaksana profesi
dapat membohongi pelaksana-pelaksana profesi yang
lain yang
ada di lembaga
kerjanya ataupun di
luar lembaga kerjanya,
tetapi tidak dapat membohongi Tuhannya. Selain dari
pada itu SDM
sebagai pelaksana suatu
profesi yang beriman
adalah seorang
yang percaya adanya
malaikat, yang mencatat
segala perbuatan yang
baik maupun yang
tercela dan tidak
dapat diajak kolusi.
SDM sebagai pelaksana
pro fesi tahu mana
yang baik dan
mana yang buruk,
mana yang benar
dan mana yang
salah, mana yang halal
dan mana yang haram, mana
yang melanggar hukum dan mana yang sesuai dengan hukum.
SDM sebagai
pelaksana profesi harus
selalu memegang amanah, konsisten (istiqomah) dan
tugas yang diembannya
adalah ibadah terhadap
Tuhan, oleh karena itu semua sikap,
ucapan dan tindakannya
selalu mengacu pada
nilai-nilai moral dan etika agama,
selalu memohon taufiq
dan hidayah Allah
SWT dalam melaksanakan amanah yang dipercayakan
kepadan ya. Pemimpin tipe
ini dalam menjalankan tugasnya selalu berpijak
kepada amar am’ruf
nahi munkar (mengajak
pada kebaikan dan mencegah kejahatan).
Sebagaimana suatu
ungkapan seorang pakar, “No Religion
Without Moral, No Moral Without Law”. Oleh karena itu SDM sebagai
pelaksana suatu profesi haruslah
yang beragama dalam arti beriman
dan bertaqwa, bermoral
dalam arti dia
ta’at pada hukum. Dalam kenyataan
kehidupan sehari-hari SDM
yang beragama itu
belum tentu beriman
dan bertaqwa, sehingga dia
sesungguhnya tidak bermoral dan melanggar hukum. Sebagai contoh
misalnya, SDM yang
bersangkutan menjalankan sholat
5 waktu tetapi
masih berbuat korupsi
juga; atau ia berpuasa tetapi
masih melakukan KKN
juga dan lain sebagainya. Seyogyanya orang yang mendirikan sholat itu
dan menjalankan puasa itu tidak
akan melakukan hail yang melanggar
hukum. Hal ini
sesuai dengan firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya sholat
itu dapat mencegah
kamu dari perbuatan
keji dan munkar”
(QS. Al An Kabut, 29 : 45).
Sesungguhnya puasa
itu tidak hanya sekedar
menahan lapar dan dahaga, tetapi puasa itu
dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar (H.R. Al Hakim).
4.5. CQ (CRETIVITY QUOTIENT) KECERDASAN
KREATIVTAS
Creativity/Kreativitas adalah potensi
seseorang untuk memunculkan sesuatu yang
penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi serta semua bidang dalam usaha lainnya:
Guil Ford mendiskripsikan 5
ciri kreativitas:
a. Kelancaran:
Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. Keluwesan:
Kemampuan untuk mengajukan
bermacam-macam pendekatan jalan pemecahan masalah.
c. Keaslian:
Kemampuan untuk melahirkan gagasan
yang orisinal sebagai
hasil pemikiran sendiri.
d. Penguraian:
Kemampuan men guraikan sesuatu secara terperinci.
e. Perumusan: Kemampuan
untuk mengkaji kembali
suatu persoalan Kembali
melalui cara yang berbeda dengan yang sudah lazim.
Kreatifitas adalah
kemampuan untuk mencipta
dan berkr easi, tidak
ada satupun pernyataan yang
dapat diterima secara
umum mengenai mengapa
suatu kreasi itu timbul.
Kreativitas sering dianggap
terdiri dari dua unsur:
1. Kepasihan yang
ditunjukkan oleh kemampuan
menghasilkan sejumlah besar gagasan dan ide-ide pemecahan masalah
secara lancar dan cepat.
2. Keluwesan yang
pada umumnya mengacu
pada kemampuan untuk
menemukan gagasan
atau ide yang
berbeda-beda dan luar biasa untuk
memecahkan suatu masalah.
Manusia yang
menjadi lebih kreatif
akan menjad i lebih
terbuka pikirannya terhadap imajinasinya, gagasannya
sendiri maupun orang
lain. Sekalipun beberapa
pengamat yang memiliki
rasa humor merasa
bahwa kebutuhan manusia
untuk menciptakan berasal dari
keinginan untuk “hidup
di luar kemampuan
mereka”, namun penelitian mengungkapkan bahwa
manusia berkr easi adalah
karena adanya kebutuhan
dasar, seperti: keamanan,
cinta dan penghargaan.
Mereka juga
termotivasi untuk berkreasi
oleh lingkungannya dan
manfaat dari berkreasi seperti hidup yang lebih menyenangkan, kepercayaan
diri yang lebih besar, kegembiraan
hidup dan kemungkinan
untuk menunjukkan kemampuan
terbaik mereka.
Hambatan Untuk Menjadi Lebih Kreatif.
Kebiasaan, waktu,
dibanjiri masalah, tidak ada
masalah, takut gagal, kebutuhan akan sebuah jawaban
sekarang, kegiatan mental
yang sulit diarahkan,
takut bersenang-senang, kritik
orang lain.
Beberapa cara memunculkan
gagasan kreatif yaitu:
1. Kuantitas gagasan.
Teknik-teknik kreatif
dalam berbagai tingkatan
keseluruhannya bersandar pada pengembangan pertama
sejumlah gagasan sebagai
suatu cara untuk
memperoleh gagasan yang baik dan
kreatif. Akan tetapi,
bila masalahnya besar
dimana kita ingin mendapatkan pemecahan baru
dan orisinil maka kita membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.
2. Teknik brainstorming
Merupakan
cara
yang terbanyak digunakan,
tetapi juga merupakan teknik pemecahan kreatif
yang tidak banyak
dipahami. Teknik ini
cenderung menghasilkan gagasan
baru yang orisinil
untuk menambah jumlah
gagasan konvensional yang
ada.
3. Sinektik
Suatu metode
atau proses yang
menggunakan metafora dan
analogi untuk menghasilkan
gagasan kreatif atau wawasan
segar ke dalam
permasalahan, maka proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi
akrab dan juga sebaliknya.
4. Memfokuskan tujuan
Membuat
seolah-olah apa yang diinginkan akan
terjadi besok, telah terjadi saat ini dengan melakukan
visualisasi yang kuat.
Apabila prose itu
dilakukan secara berulang-ulang, maka
pikiran anda akan
terpusat ke arah
tujuan yang dimaksud dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam diri maupun keluar.
Tentu saja
untuk keberhasilannya perlu
pembelajaran dan pelatihan intensif bagaimana menggunakan
kekuatan bawah sadar
Anda itu, dengan mengaktifkan Nur Ilahi
untuk mendapatk an imajinasi
yang kuat, agar kreativitas selalu
muncul saat dibutuhkan, membangun
Prestasi dan Citra yang membanggakan.
SDM sebagai
pelaksana suatu profesi
dengan tingkat kecerdasan
kreativitas (CQ) yang
tin ggi, adalah mereka yang kreatif,
mampu mencari dan menciptakan terobosan-terobosan dalam membatasi berbagai kendala
atau permasalahan yang
muncul dalam lembaga profesi yang mereka
geluti.
Seorang pelaksana
profesi yang ingin
mencapai nilai-nilai profesional,
haruslah mempunyai CQ yang tinggi,
yaitu mampu menghasilkan
ide-ide baru (orisinil) dalam meningkatkan daya
saing dalam dunia
kerjanya dan lebih
luas lagi daya saing
di era globalisasi. Seorang
pelaksana profesi haruslah
bersikap fleksibel,
komunikatif dan aspiratif, serta
tidak dapat diam,
selalu menginginkan perubahan-perubahan kearah kehidupan yang lebih baik,
reformatif dan tidak statis.
Prof. Dr.
dr. H. Dadang
Hawari, psikiater, mengemukakan
bahwa SDM d engan
CQ yang
tinggi mampu merubah
bentuk. Dari suatu
ancaman (Threat) menjadi tantangan (Challenge) dan
dari tantangan menjadi
peluang (Opportunity).
Daya kreativitas
tipe ini dapat
membangkitkan semangat, percaya
diri (Self Confidence) dan
optimisme masyarakat dan bangsa
untuk menghadapi masa depan yang
lebih baik, daya kreativitasnya
bersifat rasional, tidak
sekedar angan-angan belaka
(Wish Ful Thinking),
dan dapat di
aplikasikan serta di implementasikan.
4.6. AQ (ADVERSITY QUOTIENT ) KECERDASAN DALAM MENGHADAPI MASALAH
Ketika akhirnya
Thomas Alva Edison
(1847 – 1931)
berhasil menemukan baterai yang ringan dan tahan lama,
dia telah melewati 50.000 percobaan dan bekerja selama 20 tahun. Tak
heran kalau ada yang
bertanya, “Mr. Edison, Anda telah
gagal 50.000 kali,
lalu apa yang
membuat Anda yakin
bahwa akhirnya Anda
akan berhasil ?”
Secara spontan
Edison langsung menjawab,
“Berhasil ? Bukan
hanya berhasil, saya telah
mendapatkan banyak hasil. Kini saya tahu
50.000 hal yang tidak berfungsi.
Jawaban luar
biasa dari pencipta
lampu pijar itu
menjadi salah satu
contoh ekstrem seorang climber (pendaki) – yang
dianggap memiliki kecerdasan mengatasi kesulitan (adversity quotient, AQ) tinggi – dalam buku Adversity
Quotient:
Turning Obstacles into
Opportunities karya Paul G.
Stoltz, Ph.D. Inilah sebuah buku yang mencoba
mengukur kecerdasan menghadapi
kesulitan dari berbagai
profesi, baik dalam dunia
bisnis maupun dalam dunia-dunia kreatif
lainn ya. Terminologi AQ memang tidak
sepopuler kecerdasan emosi
(emotional quotient) milik
Daniel Goleman, kecerdasan
eksekusi (ex ecution quotient)
karya Stephen R. Covey.
Meski begitu, buku
ini juga mampu
memberikan perspektif baru
bagi para eksekutif
bisnis papan atas di AS.
Selain Edison, kita
mengenal Steve Jobs (Apple Computer, Pixar Studios), Bill Gates (Microsoft) dan
sederet nama lainnya.
Dalam konteks Indonesia,
saya pernah berbincang-bincang dengan
Kafi Kurnia, salah seorang
konsultan pemasaran terbaik Indonesia. Dia
mata Kafi, salah
seorang pengusaha Indonesia
yang memiliki AQ tertinggi adalah
Ny. Meneer, yang perusahaan jamunya
terus tumbuh di
berbagai zaman Indonesia
sejak zaman Belanda. Di zaman modern, saya pribadi menganggap Rusdi Kirana,
yang berhasil membuat
standar baru dalam
industri penerbangan, sebagai salah seorang yang memiliki AQ tinggi.
Apakah adversity quotient
(AQ) itu?
Adversity Qountient adalah
kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup Menurut Stoltz,
AQ adalah kecerdasan
untuk mengatasi kesulitan.
“AQ merupakan faktor
yang dapat menentukan
bagaimana, jadi atau
tidaknya, serta sejauh
mana sikap, kemampuan
dan kinerja Anda
terwujud di dunia,”
tulis Stoltz. Pendek
kata, orang
yang memiliki AQ
tinggi akan lebih
mampu mewujudkan cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.
Untuk memberikan
gambaran, Stoltz meminjam
terminologi para pendaki
gunung.
Dalam hal
ini, Stoltz membagi
para pendaki gunung
menjadi tiga bagian: quitter (yang
menyerah), camper (berkemah
di tengah perjalan an),
dan climber (pendaki yang mencapai puncak).
Para quitter adalah
para pekerja yang
sekadar untuk bertahan
hidup. Para camper
labih baik, karena
biasanya mereka berani melakukan pekerjaan yang
beresiko, tetapi tetap
mengambil resiko yang
terukur dan aman.
Adapun para
climber, yakni mereka
yang dengan segala
keberaniannya menghadapi resiko, akan
menuntaskan pekerjaannya. Dalam
konteks ini, para
climber dianggap memiliki AQ tinggi. Dengan kata lain, AQ membedakan antara para climber, camper dan quitter. Para climber inilah yang berhasil menggerakkan perekonomian.
Paul G. Stoltz, merinci AQ
berdasarkan penelitiannya:
a. AQ Tingkat “Quitters”
(Orang-orang yang Berhenti)
Tingkatan AQ
paling rendah yakni
orang yang langsung
menyerah ketika menghadapi
kesulitan hidup. Orang
yang tidak berikhtiar
dan hanya berkeluh kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.
b. AQ Tingkat “Campers” (Orang yang
Berkemah)
Campers adalah
AQ tingkat bawah.
Awalnya giat mendaki
/ berusaha menghadapi kesulitan
hidup, ditengah perjalanan
mudah merasa cukup
dan mengakhiri pendakian
atau usahan ya. Contoh
: orang yang
sudah merasa cukup dengan menjadi sarjana, merasa sukses bila memiliki jabatan dan materi.
c. AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang
Mendaki)
Climbers adalah
pendaki sejati. Orang
yang seumur hidup
mendaki mencari hakikat
kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia dan akhirat.
Rentang
AQ meliputi tiga (3) golongan :
1. AQ rendah
(0-50)
2. AQ sedang (95-134)
3. AQ tinggi (166-200)
Kabar baik
kita semua adalah
bawah AQ ternyata
bukan sekadar anugerah
yang bersifat given.
AQ ternyata bisa dipelajari. Dengan
latihan-latihan tertentu, setiap orang
bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya. Di banyak perusahaan yang dilatihnya, Stoltz berhasil melihat peningkatan kinerja – dalam
berbagai ukuran – para
karyawannya. Di sebuah
perusah aan farmasi multinasional, Stoltz mendapatkan fakta bahwa
peningkatan AQ para
karyawan, membuat perusahaan lebih mudah melakukan
perubahan strategis. Padahal
kita semua mafhum,
banyak perubahan
strategis yang mahal biayanya karena
resistensi para karyawannya.
Dunia kerja
adalah dunia yang
penuh dengan tantangan
dan rintangan, karenanya sanggupkah kita
menjalanin ya? sebagai
pelaksana profesi yang
ingin menjadi seorang
yan g profesional hendalah
menetapkan dihati bahwa
“Saya adalah pendaki sejati, yang akan mengarungi semua tantangan dan rintangan yang ada”.
Namun satu
hal yang perlu
kita yakini bersama
bahwa tidak ada
manusia yang sempurna, tidak
ada jalan yang
lurus mulus. Setiap
individu mempunyai kelebihan dan kekuran gan dalam dirinya. Hambatan dan peluang akan ditemui dalam mencapai cita-cita masa depan. Analisis
SWOT merupakan suatu teknik yang
dapat digunakan untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian
cita-cita/karir.
“S” Strenght
(Kekuatan), adalah sebuah
potensi yang ada
pada diri sendiri
yang mendukung cita-cita / karier.
“W” Weakness
(Kelemahan), adalah seluruh
kekurangan yang ada
pada diri sendiri dan kurang mendukung cita-cita/
karier.
“O” Opportunity,
(Peluang), adalah segala
sesuatu yang dapat
menunjang keberhasilan cita-cita/karier.
“T” Traits
(Ancaman), adalah segala
sesuatu yang dapat menggagalkan
rencana cita- cita/karier
yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.
Pemecahan masalah
dapat dilakukan dengan
Zero Mind Proces;
melepas belenggu mental,
maka emosi terkendali, akal/logika
berpikir terjadi ketenangan batin, berserah diri
kepada Tuhan. Maka
potensi energi dan
nilai spiritual muncul
dan bangkit, tercipta dalam bentuk
aplikasi nyata.
Skema Pengambilan Keputusan
Keputusan Spiritual
Masalah
Kebebasan
Keputusan Memilih
Timbul Emosional
Keputusan Persepsi
Sumber : Ary Ginanjar, ESQ
Power, 2003
“…Tidak ada suatu keputusan,
melainkan bagi Allah. Dia menerangkan kebenaran dan Dia sebaik-baiknya Pemberi
Keputusan” (QS. Al An’aam 6 : 57)
No comments:
Post a Comment