Monday, November 28, 2016

PERAN IQ, EQ, SQ, CQ DAN AQ DALAM PERKEMBANGAN PROFESI


PENDAHULUAN 

Menurut  Daniel  Goleman  (Emotional  Intelligence –1996):  orang  yang  mempunyai IQ tinggi tapi EQ rendah cenderung mengalami kegagalan yang lebih  besar dibanding dengan  orang  yang  IQ-nya rata-rata  tetapi EQ-nya tinggi,  artinya  bahwa  penggunaan EQ  atau  olahrasa  justru  menjadi hal  yang  sangat penting,  dimana  menurut  Goleman dalam  dunia  kerja,  yang  berperan  dalam  kesuksesan  karir  seseorang  adalah  85%  EQ dan 15%  IQ.  Jadi, peran EQ sangat signifikan.

Kita  perlu  mengembangkan  IQ  – menyangkut  pengetahuan dan  keterampilan, namun kita  juga  harus dapat  menampilkan  EQ yang  sebaik-baiknya  karena EQ  harus dilatih. Untuk  meningkatkan  kemampuan  IQ  dan  EQ  agar  supaya  dapat  memanfaatkan  hati nurani  kita  yang  terdalam  maka  kita  juga  harus  membina  SQ  yang  merupakan cerminan  hubungan  kita  dengan  Sang  Pencipta  /  Allah  SWT,  melalui SQ  kita dilatih menggunakan  ketulusan  hati  kita  sehingga  mempertajam  apa  yang  dapat  kita tampilkan.

Jadi  perpaduan  antara  IQ,  EQ  dan  SQ  inilah  yang  akan  membina  jiwa  kita  secara utuh,  sehingga  kita  dapat  meniti  karir  dengan  baik,  dimana  akan  lebih  baik  lagi  jika ditambahkan  AQ  (Adversity  Quotient)  yang  mengajarkan  kepada  kita  bagaimana dapat  menjadikan  tantangan  bahkan  ancaman  menjadi  peluang.  Jadi  yang  ideal memang  saudara  harus  mampu  memadukan  IQ,  EQ,  SQ  dan  AQ  dengan  seimbang sehingga Insya Allah saudara akan menjadi orang yang sukses dalam meniti karier. 


4.1. KECERDASAN 

Kenapa  ada  orang  disebut  lebih  cerdas  dari  yang  lain ?  Ketika  seorang  anak  usia  2 tahun  dapat  mengeja  sederetan  huruf  pembentuk  kata,  bahkan  kalimat,  dengan  baik dan  benar,  serta  merta  orang  tua  dan  lingkungannya  menyebut  ia  “anak  cerdas”. Sederhana  dasar  yang  dipakai,  banyak  anak  lain  dalam  usia  tersebut  sama  sekali belum mampu melakukan hal itu.

Derasnya laju informasi, ilmu pengetahuan dan teknologi memicu dan memacu setiap orang  untuk  menjadi  lebih  cerdas.    Baik  oleh  diri  sendiri  maupun  –  dan  ini  yang tampak  sangat  menonjol  – orangtua-orangtua  yang  berlomba “mencerdaskan” anak- anaknya,  supaya  mampu  bersaing.   Hiruk  pikuk  orang  berburu kursus,  paket latihan, drilling  program ,  dan  sebagainya.    Apa  esensi  yang  hendak  ditangkap? Mungkin betul,  demi  meningkatkan – jika  mungkin semua –  kecerdasan.    Namun,  barang  apa itu?

Memahami Kecerdasan:
Sejak  dilakukan  studi  dan  penelitian  intensif,  hal  penting  tentang  kecerdasan (intelligence) dicerminkan  oleh  berbagai  kontroversi  pengukuran.    Seperti  juga  pada barang lain, kontroversi ini tidak pernah berhenti, bahkan sampai sekarang.

David  Wechsler  (1939)  mendefinisikan  kecerdasan  sebagai  kumpulan  kapasitas seseorang  untuk  bereaksi  searah  dengan  tujuan,  berpikir  rasional  dan  mengelola lingkungan secara efektif.

Wechsler
Ia  pula  yang  mengembangkan  peranti  tes  kecerdasan  individual  bernama Wechsler Intelligence Scale ,  yang  hingga saat  ini  masih  digunakan dan  diper caya  sebagai skala kecerdasan  universal.    Sebelumnya,  JL  Stockton  (1921)  mengatakan  kecerdasan adalah  kemampuan  untuk  mempengaruhi  proses  memilih  yang  berprinsip  pada kesamaan (similarities).

Beradasarkan  analisisnya,  C  Spearman  (1927)  memutuskan  bahwa  seluruh  aktivitas intelektual  tergantung  pada  suatu  bagan  yang  disebut  faktor  G (general  factors) Namun  tidak  kalah  penting  juga  sejumlah  faktor  S (spesific  factors) sebagai pendukung.    Penjelasannya,  faktor  G  menggambarkan  aspek-aspek  umum,  faktor  S adalah aspek yang unik dan given.

Masih  banyak  definisi  maupun  pengertian  kecerdasan,  seiring  banyak  nama  para pencetusnya.    Cattell  (1963)  dan  Horn  (1968)  mengemukakan  versi  mereka  tentang model  hierarki  kecerdasan  (hierarchical  model  of  intelligence) Faktor  G  berperan sebagai pusat kecerdasan manusia, demikian menurut mereka.

Guilford  (1967)   terkenal  dengan  SOI-nya, structure  of  the  intellect  model .Ia menggolongkan  kecerdasan  dalam  tiga  dimensi,  yakni operations (apa  yang dilakukan  orang), contents (materi  atau  informasi)  yang  ditampilkan  oleh operations dan product (bentuk pemrosesan informasi)
Kamus Psikologi (2000) diuraikan:
-  Kemampuan menggunakan konsep abstrak.
-  Kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri dengan situasi baru.
-  Kemampuan mempelajari dan memahami sesuatu.

Gardener  (2002)  memaparkan  pengertian  kecerdasan  (intelligen)  mencakup  tiga faktor:
a.  Kemampuan  untuk  menyelesaikan  masalah  yang  terjadi  dalam  kehidupan manusia
b.  Kemampuan untuk menghasilkan persoalan-persoalan baru untuk diselesaikan
c.  Kemampuan  untuk   menciptakan  sesuatu  yang  akan  memunculkan  penghargaan dalam budaya seorang individu.

Membahas  pengertian  kecerdasan  dalam  berbagai  perspektif  memang  cukup kompleks. Lebih-lebih  dewasa  ini  bermunculan  beragam  kecerdasan. Pemahaman teoritik  di  atas  bertujuan  sebagai  informasi,  khususnya  bagi  masyarakat  yang  belum familier  tentang  kecerdasan  selain  yang  selama ini  dipahami  secara  umum. Dengan harapan,  paparan  singkat  tersebut  dapat  membawa  pemahaman  kecerdasan  secara konkret dan ilmiah.

Untuk  melengkapi,  marilah  kita  pahami  suatu  kesimpulan  bahwa  kecerdasan merupakan  potensi  dasar  seseorang  untuk  berpikir,  menganalisis  dan  mengelola tingkah lakunya di dalam lingkungan dan potensi itu dapat diukur.

Ciri-Ciri Mendasar Kecerdasan ( Intellegens):
*  To judge well (dapat menilai)
*  To comprehend well (memahami secara menyeluruh).
*  To reason well (memberi alasan dengan baik).

Ciri-Ciri Prilaku Intellegen/Cerdas:
-  Masalah yang dihadapi merupakan masalah baru bagi yang bersangkutan.
-  Serasi tujuan dan ekonomis (efesien).
-  Masalah mengandung tingkat kesulitan.
-  Keterangan pemecahannya dapat diterima.
-  Sering menggunakan abstraksi.
-  Bercirikan kecepatan.
-  Memerlukan pemusatan perhatian.

Faktor Yang Mempengaruhi Kecerdasan (Intellegent):
-  Pembawaan; kapasitas/batas kesanggupan.
-  Kematangan;  telah  mencapai  kesanggupan  menjalankan  fungsinya,  erat  kaitan dengan umut.
-  Pembentukan; pengaruh dari luar.
-  Minat.
-  Kebebasan; terutama dalam memecahkan masalah.

Pendapat  pribadi  yang  mungkin  subjektif  sifatnya,  juga  merupakan  imbauan. Tidak penting  kecerdasan  hanya  dikejar,  dimiliki  dan  menjadi  sukses  menurut  parameter material  yang  sempit.    Juga  tidak  begitu  penting  kecerdasan  mana  yang  lebih berkontribusi  terhadap  prestasi  maupun  prestise.    Kecerdasan  akan  terlihat  dan bermanfaat  apabila  dipraktikkan  secara  optimal  dengan  penuh  penguasaan  diri  dan rasa  syukur,  nyata  di  dalam  masyarakat,  berlangsung  bagi  hajat  hidup  orang  banyak tanpa  terikat pada batasan-batasan tidak logis, yang  justru membuat orang tampak tidak cerdas.  Mari mencerdaskan bangsa dan menciptakan perdamaian di bumi.


4.2.  IQ (INTELLEGENCE QUOTIENT) 

-Kapasitas umum seseorang untuk mengerjakan atau melakukan sesuatu
-Berhubungan dengan penalaran/berfikir.

Intellegensi  adalah  keseluruhan  kemampuan  individu  untuk  berfikir  dan  bertindak secara  logis,  terarah,  serta  mengolah  dan  menguasai  lingkungan  secara  efektif (Marten Pali, 1993).

Konsep  intellegensi  yang  awalnya  dirintis  oleh  Alfred  Bined  1964,  mempercayai bahwa kecerdasan itu bersifat tunggal dan dapat diukur dalam satu angka.

Pengukuran/Klasifikasi Iq:
Very Superior 130 –
Superior                       : 120 – 129
Brght normal               : 110 – 119
Average                       :  90 – 109
Dull Normal                :   80 –   89
Borderline                    :  70 –   79
Mental Defective         :  69 and bellow

Ciri Khas Iq (Intellegence Quotien):
-  Logis
-  Rasional
-  Linier
-  Sistematis

Iq  Menjadi  Fakultas  Rasional  dalam  Kepribadian  Manusia.
Dengan  memiliki  IQ  yang  baik  dan  terstandar  maka  masing-masing  individu memiliki  kemantapan  pemahaman  tentang  potensi  diri  dan  pengembangannya  untuk kegiatan-kegiatan  yang  kreatif  dan  produktif  dalam  kehidupan  seh ari-hari  maupun untuk peranannya sebagai pelaksana / pelaku profesi.

Dulu  orang  mengira  bahwa  kecerdasan  seseorang  itu  bersifat  tunggal,  yaitu  dalam satuan IQ (intelligence quotient) seperti selama  ini  kita kenal.    Dampak negative atas persepsi  ini  adalah  individu  yang  rendah  kecerdasan  “akademik  tradisionalnya”, yakni matematik dan verbal  (kata-kata), seakan tidak dihargai di hadapan masyarakat luas.  Kini tradisi  yang telah berlangsung hampir seabad tersebut, telah dibongkar  dan terkuaklah  bahwa  kecerdasan  manusia  itu  banyak  rumpunnya.    Kercerdasan   itu multidimensional,  banyak  cabangnya.    Jadi  Tidak  Ada  Manusia  Yang Bodoh, setiap manusia punya rumpun kecerdasan.

Rumpun Atau Macam-Macam Kecerdasan Tersebut Adalah:
*  Iq (Intellegence Qoutient)
* Eq (Emotional Qoutient)
* Aq (Adversity Qoutient)
* Sq (Spiritual Qoutient)
* Cq (Creativity Qoutient)

Potensi  kreatifitas  dapat  muncul  dan  disalurkan  dalam  semua  rumpun  kecerdasan, maka  setiap  kehidupan  manusia  akan  diperkaya  melalui  kecerdasan-kecerdasan  di atas.  Setiap pelaksana atau pelaku profesi harus terdorong dan berpeluang melakukan eksplorasi  kreatif  dengan  banyak  cara  (multi  modalitas)  yang  cocok  dengan karakteristik  individu  masing-masing. Frustasi  dan  kegagalan  dalam  bekerja  dapat berkurang  jika  pelaku  profesi  mencari  informasi  dengan  berbagai  cara/strategi bekerja,  dengan  berbagai  alternatif,  banyak  fikiran  untuk  keberhasilan  dalam berkarya.

Situasi yang kondusif untuk bekerja bisa dicipta/didesain melalui  pemberian  motivasi atau  menumbuhkan  motivasi  diri  sendiri  dengan  konsep  bekerja  yang  berfokus  pada kelebihan-kelebihan  yang  dimiliki  setiap  individu  atau  kecerdasan-kercerdasan  di atas.


4.3. EQ (EMOTIONAL QUOTIENT 

EMOSI adalah letupan perasaan seseorang.
Pengertian Eq (Emotional Quotient) / kecerdasan emosi:
-     Kemampuan  untuk  mengenali  perasaan  sendiri,  perasaan  orang  lain,  memotivasi diri  sendiri,  mengelola  emosi  dengan  baik,  dan  berhubungan  dengan  orang  lain (Daniel Goldman).
-       Kemampuan  mengindra,  memahami  dan  dengan  efektif  mener apkan  kekuatan ketajaman,  emosi  sebagai  sumber  energi,  informasi,  dan  pengaruh  (Cooper  & Sawaf).
-       Bertanggung  jawab  atas  harga  diri,  kesadaran  diri,  kepekaan  sosial,  dan  adaptasi sosial (Seagel).
-       Aspek Eq (Salovely & Goldman) Ada Lima:
1.  Kemampuan mengenal diri (kesadaran diri).
2.  Kemampuan mengelola emosi (penguasaan diri).
3.  Kemampuan memotivasi diri.
4.  Kemampuan mengendalikan emosi orang lain.
5.  Kemampuan berhubungan dengan orang lain (empati).

Prilaku Cerdas Emosi:
-  Menghargai emosi negatif orang lain.
-  Sabar menghadapi emosi negatif orang lain.
-  Sadar dan menghargai emosi diri sendiri.
-  Emosi negative untuk membina hubungan.
-  Peka terhadap emosi orang lain.
-  Tidak bingung menghadapi emosi orang lain.
-  Tidak menganggap lucu emosi orang lain.
-  Tidak memaksa apa  yang harus dirasakan.
-  Tidak harus membereskan emosi orang lain.
-  Saat emosional adalah saat mendengatkan

Eq Tinggi Adalah:
-  Berempati.
-  Mengungkapkan dan memahami perasaan.
-  Mengendalikan amarah.
-  Kemandirian.
-  Kemampuan menyesuaikan diri.
-  Disukai.
-  Kemampuan memecahkan masalah antar pribadi.
-  Ketekunan.
-  Kesetiakawanan.
-  Keramahan.
-  Sikap hormat

Emotional  Quotient  (EQ)  mempunyai  peranan  penting  dalam  meraih  kesuksesan pribadi  dan  profesional.    EQ  dianggap  sebagai  persyar atan  bagi  kesuksesan  pribadi. Alasan  utamanya  adalah  masyarakat  percaya  bahwa  emosi-emosi  sebagai  masalah pribadi  dan  tidak  memiliki  tempat  di  luar  inti  batin  seseorang  juga  batas-batas keluarga.

Penting  bahwa  kita  perlu  memahami  apa  yang  diperlukan  untuk  membantu  kita membangun  kehidupan  yang  positif  dan  memuaskan,  karena  ini  akan  mendorong mencapai tujuan-tujuan Profesional kita.

Dr.  Daniel  Goleman  memberikan  satu  asumsi  betapa  pentingnya  peran  EQ
dalam kesuksesan pribadi dan profesional :
-       90% prestasi kerja ditentukan oleh EQ
-       Pengetahuan dan teknis hanya berkontribusi 4%.

Dari  banyak  penelitian  didapatkan  hasil  atau  pendapat  bahwa  individu  yang mempunyai  IQ  tinggi  menunjukkan  kinerja  buruk  dalam  pekerjaan,  sementara  yang ber-IQ  rendah  justru  sangat  perprestasi.    Hal  ini  dikarenakan  individu  yang mempunyai IQ tinggi seringkali memiliki sifat-sifat menyesatkan sebagai berikut:
-       Yakin tahu semua hal
-       Sering menggunakan fikiran untuk menalar bukan untuk merasakan
-       Meyakini bahwa IQ lebih penting dari EQ
-       Sering membuat prioritas-prioritas  yang merusak kesehatan kita sendiri

Kemampuan  akademik,  nilai  raport,  predikat  kelulusan  perguruan  tinggi  tidak  bisa menjadi  tolak  ukur  seberapa  baik  kinerja  seseorang  sesudah  bekerja  atau  seberapa tinggi sukses yang akan dicapai.

Menurut Mick  Clelland  tahun 1973  “Testing  For  Competenc E”,  bahwa seperangkat  percakapan  khusus  seperti  empati,  disiplin  diri,  dan  inisiatif  akan menghasilkan  Orang-Orang  Yang  Sukses  Dan  Bintang-Bintang Kinerja.

Emosional (Dr. Patr Icia Patton):
1.  Paham  pentingnya  peran  emosi  dan  pemahaman  yang  memungkinkan  anda merasakan  perbedaan  besar  dalam  bagaimana  kita  mengendalikan  emosi.    Ini terjadi  ketika  merasakan  gembira  yang  sangat  karena  intensitas  dan  rentang emosi, dimana kita  overt control  terhadap impuls untuk merasakannya.   Ini dapat mencegah  masyarakat untuk  tidak lagi saling berbagi  dan menghormati perasaan orang lain.
2.  Mengekspresikan  ken yataan  bahwa  tidak  seorangpun  memiliki  perasaan  yang sama  tentang  persoalan  yang  serupa.    Menerima  perbedaan  merupakan  masalah di masyarakat yang mengharapkan setiap orang dapat bertindak seperti itu.
3.  Mengekang  emosi  adalah  tindakan  tidak  sehat  dan  dapat  mengarahkan  kita kedalam  cara-cara  yang  negative.    Yang  paling  baik  adalah  menyalurkan  emosi secara wajar dan bertahap.
4.  Mempertajam intuisi  pemecahan masalah ketika menghadapi suatu masalah yang kita  tidak  mungkin  dapat  mengontrolnya.    Ini  bermanfaat  untuk  memahami perbedaan  antara  pengaruh  dan  control.    Ada  beberapa  hal  kita  dapat mempengaruhi  masyarakat  dan  beberapa  situasi,  tetapi  dapat  juga  terjadi kemungkinan bahwa masyarakat yang ingin mengendalikan segalanya.
5.  Mengetahui  keterbatasan  diri  sendiri  dan  tahu  kapan  kita  perlu  mengubah strategi.
6.  Memungkinkan  orang  lain  menjadi  diri  sendiri,  tanpa  memaksakan  harapan  kita pada mereka.
7.  Mengetahui  diri  sendiri  dan  menghargai  potensi  yang  kita  miliki  bagi pertumbuhan pribadi.
8.  Mengetahui pentingnyak asih sayang, perhatian dan berbagi bersama.
Robert  K.  Cooper,  Ph.D    Dan  Ayman  Sawaf,  Meningkatkan  kecerdasan emosi dengan “masuk kedalam hati dan keluar dari fikiran”;

Dengan  meluangkan  waktu  dua  atau  tiga  menit  dan  bangun  tidur  lima  menit  lebih awal  dari  biasanya,  duduklah  dengan  tenang,  keluarlah  dari  fikiran  anda,  kemudian masuklah  pada suara-suara  hati  anda,  tuliskan  apa  yang  anda  rasakan.  Dengan  cara-cara  ini  mudah-mudahan  dengan  secara  langsung  akan  mendatangkan  kejujuran emosi (hati), berikut kebijakan yang terkait, dan membawanya kepermukaan sehingga anda  dapat  menggunakannya  secara  efektif.    Lebih  jauh  suara-suara  hati  ini akan memberi makna  pada  hari-hari panjang anda dan akan membawa pada  kesiapan batin untuk menjalani kehidupan. 


4.4. SQ (SPIRITUAL QUOTIENT) 

Spiritual adalah inti dari pusat diri sendiri.
Kecerdasan  spiritual  adalah  sumber  yang  mengilhami menyemangati  dan  mengikat diri  seseorang  kepada  nilai-nilai  kebenaran  tanpa  batas  waktu  (Agus  N.  Germanto, 2001).

Kecerdasan  spiritual  sering  disebut  SQ  (Spiritual  Quotient)  penemunya  Danah Zohar dan  Lan  Marshall, London, 2000) cenderung diperlukan bagi setiap hamba  Tuhan untuk dapat  berhubungan dengan  Tuhannya.   Melibatkan kemampuan, menghidupkan  kebenaran  yang  paling  dalam;  artinya  mewujudkan  hal  yang  terbaik, untuk dan paling manusiawi dalam batin.

Gagasan, energi, nilai, visi, dorongan, dan arah panggilan  hidup, mengalir  dari  dalam dari suatu keadaan kesadaran yang hidup bersama cinta.

Paul Edwar; “SQ”  adalah bukti  ilmiah.    Ini  adalah  benar  ketika  anda  merasakan keamanan  (Secure),  kedamaian  (Peac E),  penuh  cinta  ( Loved),  dan  bahagia (Happy).    Ketika  dibedakan  dengan  suatu  kondisi  dimana  anda  merasakan  ketidak amanan, ketidak bahagian, dan ketidak cintaan.

Victor  Frank  (Psikolog);  Pencarian  manusia  akan  makna  hidup  merupakan motivasi  utamanya  dalam  hidup  ini.    Kearifan  spiritual;  adalah  sikap  hidup  arif  dan bijak  secara  spiritual,  yang  cenderung  lebih  bermakna  dan  bijak,  bisa  menyikapi segala  sesuatu  secara  lebih  jernih  dan  benar  sesuai  hati  nurani  kita,  kecerdasan spiritual “SQ”.


SQ Dalam Penelitian

Neurolog  V.S.  Ramachandran  bersama  timnya  di  Universitas  California dalam penelitiannya menemukan adanya “Titik Tuhan” (God  Spot) di dalam otak  manusia. Pusat  spiritual  tersebut  bersinar  (bergetar)  ketika  seseorang terlibat  dalam  pembicaraan  tentang topik-topik spiritual dan agama.   Dalam buku  yang  berjudul  Seratus  Tokoh  yang paling berpengaruh  dalam  sejarah, si  penulisnya  Michael  H.  Hart membuat  peringkat  enam  teratas  adalah: 1) Nabi  Muhammad  SAW;  2)  Isaac  Newton;  3)  Nabi  Isa  (Yesus);  4)  Budha (Sidharta Gautama); 5) Kong Hu Chu; 6) St Paul.
Hampir  semua  tokoh  tersebut  ternyata  adalah  tokoh-tokoh agama, 

Pemimpin/penggerak  spiritual. Jadi manusia  yang menentukan arah sejarah adalah mereka yang memiliki kualitas spiritual.

Ciri-Ciri Sq Tinggi
Menurut  Dimitri  Mahayana  (Agus  Nggermanto,  2001),  ciri-ciri  orang  yang  ber-SQ tinggi adalah:
a.  Memiliki prinsip dan visi yang kuat.
b.  Mampu melihat kesatuan dalam keanekaragaman.
c.  Mampu memaknai setiap sisi kehidupan.
d.  Mampu mengelola dan bertahan dalam kesulitan dan penderitaan.

Memiliki Prinsip Dan Visi Yang Kuat
Apa  itu  prinsip ?  Prinsip  adalah  suatu  kebenaran  yang  hakiki  dan  fundamental berlaku secara  universal bagi  seluruh umat.  Prinsip merupakan pedoman berperilaku, yang  berupa  nilai-nilai  yang  permanen  dan  mendasar.  Ada  3  prinsip  utama  bagi orang yang tinggi spiritualnya, yakni:
1.  Prinsip kebenaran
Suatu  yang  paling  nyata  dalam  kehidupan  ini  adalah  kebenaran. Sesuatu  yang tidak benar tunggulah saatnya nanti pasti akan sirna.
Contoh:
Hukum  alamiah,  jika  kita  menyemai  benih  pada  tempat  yang  salah,  waktunya tidak  tepat,  pengairannya  keliru,  pemupukannya  salah,  maka  apa  yang  terjadi?
Benih membusuk dan sirna.
Pelanggaran  atas  nilai  kebenaran  membuat  kita  kehilangan  jati  diri,  hati  nurani yang tidak jernih.
2.  Prinsip Keadilan
Bagaimana keadilan itu ? Keadilan adalah  memberikan sesu atu sesuai dengan hak yang seharusnya diterima, tidak mengabaikan, tidak mengurang-ngurangi.
3.  Prinsp Kebaikan
Kebaikan  adalah  memberikan  sesuatu  lebih  dari  hak  yang  seharusnya.    Contoh  :
ketika  kita  naik  becak  membayar  Rp.  5.000,00  sesuai  kesepakatan.    Tetapi  kita lebihkan membayar Rp. 6.000,00, inilah yang disebut kebaikan.


Visi Yang Kuat

Setelah  prinsip,  kita  harus  mempunyai  visi.    Visi  adalah  cara  pandang  bagaimana memandang  sesuatu  dengan  visi  yang  benar.    Dengan  visi  kita  bisa  melihat bagaimana sesuatu dengan apa adanya, jernih dari sumber cahaya kebenaran.
Contoh  :  Belajar  itu  tidak  sekedar  mencari  angka  raport,  ijazah  atau  bisa  mencari kerja  yang bergaji pantas.

Mampu Melihat Kesatuan Dalam Keanekaragaman.
Para  siswa  menuntut  suasana  belajar  yang  menyenangkan. Guru  menginginkan semangat  dan  hasil  belajar  yang  optimal.    Semua  pihak  berbeda  tetapi  sama-sama menginginkan kebaikan.

Mampu Memaknai Setiap Sisi Kehidupan
Semua  yang  terjadi  di  alam  raya  ini  ada  maknanya. Semua  kejadian  pada  diri  kita dan lingkungan ada hikmahnya, semua diciptakan ada tujuannya. Dalam sakit, gagal, jatuh,  kekurangan  dan  penderitaan  lainnya  banyak  pelajaran  yang  mempertajam kecerdasan spiritual kita.  Demikian juga ketika berhasil kita bersyukur dan tidak lupa diri.

Mampu Bertahan Dalam Kesulitan Dan Penderitaan
Sejarah telah membuktikan, semua orang besar atau orang sukses telah melewati liku-liku dan ujian  yang besar juga.
Contoh:  Thomas  Edison menjadi sukses dan cemerlang  dengan  berbagai termuannya setelah melalui caci maki dan kegagalan-kegagalan.

J.J. Reuseu menjelaskan jika tubuh banyak berada dalam kemudahan dan kesenangan, maka  aspek  jiwa  akan  rusak.    Orang  yang  tidak  pernah  mengalami  kesulitan  atau sakit,  jiwanya  tidak  pernah  tersentuh.    Penderitaan  dan  kesulitanlah  yang menumbuhkan dan mengembangkan dimensi spiritual.

Kecerdasan Spiritual Bagi Pelaksana Profesi
SDM  sebagai  pelaksana  dari  suatu  profesi  dengan  tingkat  kecelakaan  spiritual  (SQ) yang  tinggi  adalah  pemimpin  yang  tidak  sekedar  beragama,  tetapi  terutama  beriman dan  bertaqwa  kepada  Allah  SWT.    Seorang  pelaksana  profesi  yang  beriman  adalah orang yang per caya bahwa Tuhan itu  ada, Maha Melihat, Maha  Mendengar dan Maha Mengetahui  apa-apa  yang  diucapkan,  diperbuat  bahkan  isi  hati  atau  niat  manusia.

Seorang pelaksana  profesi  dapat  membohongi  pelaksana-pelaksana profesi  yang  lain yang  ada  di  lembaga  kerjanya  ataupun  di  luar  lembaga  kerjanya,  tetapi  tidak  dapat membohongi Tuhannya. Selain  dari  pada  itu  SDM  sebagai  pelaksana  suatu  profesi  yang  beriman  adalah seorang  yang  percaya  adanya  malaikat,  yang  mencatat  segala  perbuatan  yang  baik maupun  yang  tercela  dan  tidak  dapat  diajak  kolusi.    SDM  sebagai  pelaksana  pro fesi tahu  mana  yang  baik  dan  mana  yang  buruk,  mana  yang  benar  dan  mana  yang  salah, mana  yang halal  dan mana yang  haram, mana yang  melanggar hukum dan  mana yang sesuai dengan hukum.

SDM  sebagai  pelaksana  profesi  harus  selalu  memegang amanah,  konsisten (istiqomah)  dan  tugas  yang  diembannya  adalah  ibadah  terhadap  Tuhan,  oleh  karena itu  semua  sikap,  ucapan  dan  tindakannya  selalu  mengacu  pada  nilai-nilai  moral  dan etika  agama,  selalu  memohon  taufiq  dan  hidayah  Allah  SWT  dalam  melaksanakan amanah  yang  dipercayakan  kepadan ya.    Pemimpin  tipe  ini  dalam  menjalankan tugasnya  selalu  berpijak  kepada  amar  am’ruf  nahi  munkar  (mengajak  pada  kebaikan dan mencegah kejahatan).

Sebagaimana  suatu  ungkapan seorang  pakar, “No  Religion  Without  Moral, No Moral Without Law”. Oleh karena itu  SDM sebagai  pelaksana suatu  profesi  haruslah  yang  beragama  dalam arti  beriman  dan  bertaqwa,  bermoral  dalam  arti  dia  ta’at  pada  hukum.   Dalam kenyataan  kehidupan  sehari-hari  SDM  yang  beragama  itu  belum  tentu  beriman  dan bertaqwa, sehingga dia sesungguhnya tidak bermoral dan melanggar hukum.  Sebagai contoh  misalnya,  SDM  yang  bersangkutan  menjalankan  sholat  5  waktu  tetapi  masih berbuat  korupsi  juga;  atau  ia  berpuasa  tetapi  masih  melakukan  KKN  juga  dan  lain sebagainya.  Seyogyanya orang yang mendirikan sholat itu dan menjalankan puasa itu tidak  akan  melakukan  hail  yang  melanggar  hukum.    Hal  ini  sesuai  dengan  firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya  sholat  itu  dapat  mencegah  kamu  dari  perbuatan  keji  dan  munkar”
(QS. Al An Kabut, 29 : 45).

Sesungguhnya  puasa  itu  tidak hanya  sekedar  menahan  lapar dan  dahaga, tetapi  puasa itu dapat mencegah kamu dari perbuatan keji dan munkar (H.R. Al Hakim). 


4.5. CQ (CRETIVITY QUOTIENT) KECERDASAN KREATIVTAS 

Creativity/Kreativitas  adalah  potensi  seseorang  untuk  memunculkan sesuatu yang penemuan-penemuan baru dalam bidang ilmu dan teknologi  serta semua bidang dalam usaha lainnya:

Guil Ford mendiskripsikan 5 ciri kreativitas:
a.  Kelancaran:   Kemampuan memproduksi banyak ide.
b. Keluwesan:  Kemampuan  untuk  mengajukan  bermacam-macam pendekatan jalan pemecahan masalah.
c.  Keaslian:  Kemampuan  untuk  melahirkan  gagasan  yang  orisinal sebagai hasil pemikiran sendiri.
d.  Penguraian:  Kemampuan men guraikan sesuatu secara terperinci.
e.  Perumusan:  Kemampuan  untuk  mengkaji  kembali  suatu  persoalan Kembali melalui cara  yang berbeda dengan  yang sudah lazim.

Kreatifitas  adalah  kemampuan  untuk  mencipta  dan  berkr easi,  tidak  ada  satupun pernyataan  yang  dapat  diterima  secara  umum  mengenai  mengapa  suatu  kreasi  itu timbul.
Kreativitas sering dianggap terdiri dari dua unsur:
1.  Kepasihan  yang  ditunjukkan  oleh  kemampuan  menghasilkan  sejumlah  besar gagasan dan ide-ide pemecahan masalah secara lancar dan cepat.
2.  Keluwesan  yang  pada  umumnya  mengacu  pada  kemampuan  untuk  menemukan gagasan  atau  ide  yang  berbeda-beda  dan  luar  biasa  untuk  memecahkan  suatu masalah.

Manusia  yang  menjadi  lebih  kreatif  akan  menjad i  lebih  terbuka  pikirannya  terhadap imajinasinya,  gagasannya  sendiri  maupun  orang  lain.    Sekalipun  beberapa  pengamat yang  memiliki  rasa  humor  merasa  bahwa  kebutuhan  manusia  untuk  menciptakan berasal  dari  keinginan  untuk  “hidup  di  luar  kemampuan  mereka”,  namun  penelitian mengungkapkan  bahwa  manusia  berkr easi  adalah  karena  adanya  kebutuhan  dasar, seperti: keamanan, cinta dan penghargaan.

Mereka  juga  termotivasi  untuk  berkreasi  oleh  lingkungannya  dan  manfaat  dari berkreasi  seperti hidup yang  lebih menyenangkan,  kepercayaan  diri yang lebih  besar, kegembiraan  hidup  dan  kemungkinan  untuk  menunjukkan  kemampuan  terbaik mereka.


Hambatan Untuk Menjadi Lebih Kreatif.

Kebiasaan,  waktu,  dibanjiri masalah, tidak  ada masalah, takut  gagal,  kebutuhan akan sebuah  jawaban  sekarang,  kegiatan  mental  yang  sulit  diarahkan,  takut  bersenang-senang, kritik orang lain.
Beberapa cara memunculkan gagasan kreatif yaitu:
1.  Kuantitas gagasan.
Teknik-teknik  kreatif  dalam  berbagai  tingkatan  keseluruhannya  bersandar  pada pengembangan  pertama  sejumlah  gagasan  sebagai  suatu  cara  untuk  memperoleh gagasan  yang  baik  dan  kreatif.    Akan  tetapi,  bila  masalahnya  besar  dimana  kita ingin  mendapatkan pemecahan  baru  dan  orisinil  maka kita membutuhkan banyak gagasan untuk dipilih.
2.  Teknik brainstorming
Merupakan  cara  yang  terbanyak  digunakan,  tetapi  juga merupakan  teknik pemecahan  kreatif  yang  tidak  banyak  dipahami.    Teknik  ini  cenderung menghasilkan  gagasan  baru  yang  orisinil  untuk  menambah  jumlah  gagasan konvensional yang ada.
3.  Sinektik
Suatu  metode  atau  proses  yang  menggunakan  metafora  dan  analogi  untuk menghasilkan  gagasan  kreatif atau  wawasan  segar  ke  dalam  permasalahan,  maka proses sinektik mencoba membuat yang asing menjadi akrab dan juga sebaliknya.
4.  Memfokuskan tujuan
Membuat seolah-olah apa  yang diinginkan akan terjadi besok, telah terjadi saat ini dengan  melakukan  visualisasi  yang  kuat.    Apabila  prose  itu  dilakukan  secara berulang-ulang,  maka  pikiran  anda  akan  terpusat  ke  arah  tujuan  yang  dimaksud dan terjadilah proses auto sugesti ke dalam diri maupun keluar.

Tentu  saja  untuk  keberhasilannya  perlu  pembelajaran  dan pelatihan  intensif bagaimana  menggunakan  kekuatan  bawah  sadar  Anda  itu, dengan  mengaktifkan Nur Ilahi  untuk  mendapatk an  imajinasi  yang  kuat,  agar  kreativitas  selalu  muncul  saat dibutuhkan, membangun Prestasi dan Citra yang membanggakan.

SDM  sebagai  pelaksana  suatu  profesi  dengan  tingkat  kecerdasan  kreativitas  (CQ) yang tin ggi, adalah mereka yang kreatif,  mampu mencari dan menciptakan terobosan-terobosan  dalam membatasi berbagai  kendala  atau  permasalahan  yang  muncul  dalam lembaga profesi yang mereka geluti.

Seorang  pelaksana  profesi  yang  ingin  mencapai  nilai-nilai  profesional,  haruslah mempunyai CQ  yang tinggi,  yaitu  mampu menghasilkan ide-ide  baru (orisinil)  dalam meningkatkan  daya  saing  dalam  dunia  kerjanya  dan  lebih  luas  lagi daya  saing  di  era globalisasi.    Seorang  pelaksana  profesi  haruslah  bersikap fleksibel,  komunikatif  dan aspiratif,  serta  tidak  dapat  diam,  selalu  menginginkan  perubahan-perubahan  kearah kehidupan  yang lebih baik, reformatif dan tidak statis.

Prof.  Dr.  dr.  H.  Dadang  Hawari,  psikiater,  mengemukakan  bahwa  SDM  d engan  CQ yang  tinggi  mampu  merubah  bentuk.    Dari  suatu  ancaman  (Threat)  menjadi tantangan  (Challenge)  dan  dari  tantangan  menjadi  peluang  (Opportunity).

Daya  kreativitas  tipe  ini  dapat  membangkitkan  semangat,  percaya  diri  (Self Confidence)  dan  optimisme  masyarakat  dan bangsa  untuk  menghadapi  masa depan  yang  lebih  baik,  daya kreativitasnya  bersifat  rasional,  tidak  sekedar  angan-angan  belaka  (Wish  Ful  Thinking),  dan  dapat  di  aplikasikan  serta  di implementasikan. 


4.6. AQ (ADVERSITY QUOTIENT ) KECERDASAN DALAM MENGHADAPI MASALAH

Ketika  akhirnya  Thomas  Alva  Edison  (1847  –  1931)  berhasil  menemukan  baterai yang ringan dan  tahan lama,  dia  telah melewati 50.000  percobaan dan bekerja  selama 20  tahun.  Tak  heran  kalau ada yang bertanya,  “Mr. Edison, Anda  telah  gagal  50.000 kali,  lalu  apa  yang  membuat  Anda  yakin  bahwa  akhirnya  Anda  akan  berhasil  ?”

Secara  spontan  Edison  langsung  menjawab,  “Berhasil  ?  Bukan  hanya  berhasil,  saya telah mendapatkan banyak hasil.  Kini saya tahu 50.000 hal yang tidak berfungsi.

Jawaban  luar  biasa  dari  pencipta  lampu  pijar  itu  menjadi  salah  satu  contoh  ekstrem seorang climber (pendaki)  –  yang dianggap  memiliki  kecerdasan mengatasi  kesulitan (adversity quotient, AQ) tinggi – dalam buku Adversity Quotient:
Turning Obstacles into Opportunities karya  Paul  G.  Stoltz, Ph.D. Inilah sebuah buku yang  mencoba  mengukur  kecerdasan  menghadapi  kesulitan  dari  berbagai  profesi, baik dalam dunia bisnis maupun dalam dunia-dunia  kreatif lainn ya.  Terminologi  AQ memang  tidak  sepopuler  kecerdasan  emosi  (emotional  quotient)  milik  Daniel Goleman,  kecerdasan  eksekusi  (ex ecution  quotient)  karya  Stephen R.  Covey.    Meski begitu,  buku  ini  juga  mampu  memberikan  perspektif  baru  bagi  para  eksekutif  bisnis papan atas di AS.

Selain  Edison, kita  mengenal  Steve  Jobs (Apple Computer, Pixar Studios), Bill  Gates (Microsoft)  dan  sederet  nama  lainnya.    Dalam  konteks  Indonesia,  saya  pernah berbincang-bincang  dengan  Kafi  Kurnia,  salah  seorang  konsultan  pemasaran  terbaik Indonesia.    Dia  mata  Kafi,  salah  seorang  pengusaha  Indonesia  yang  memiliki  AQ tertinggi  adalah  Ny.  Meneer,  yang  perusahaan  jamunya  terus  tumbuh  di  berbagai zaman Indonesia sejak zaman Belanda.   Di  zaman modern, saya pribadi  menganggap  Rusdi  Kirana,  yang  berhasil  membuat  standar  baru  dalam  industri  penerbangan, sebagai salah seorang yang memiliki AQ tinggi.

Apakah adversity quotient (AQ) itu?
Adversity Qountient adalah kemampuan / kecerdasan seseorang untuk dapat bertahan menghadapi kesulitan-kesulitan dan mampu mengatasi tantangan hidup Menurut  Stoltz,  AQ  adalah  kecerdasan  untuk  mengatasi  kesulitan.  “AQ  merupakan faktor  yang  dapat  menentukan  bagaimana,  jadi  atau  tidaknya,  serta  sejauh  mana sikap,  kemampuan  dan  kinerja  Anda  terwujud  di  dunia,”  tulis  Stoltz.    Pendek  kata, orang  yang  memiliki  AQ  tinggi  akan  lebih  mampu  mewujudkan  cita-citanya dibandingkan orang yang AQ-nya lebih rendah.

Untuk  memberikan  gambaran,  Stoltz  meminjam  terminologi  para  pendaki  gunung.
Dalam  hal  ini,  Stoltz  membagi  para  pendaki  gunung  menjadi  tiga  bagian:  quitter (yang  menyerah),  camper  (berkemah  di  tengah  perjalan an),  dan  climber  (pendaki yang  mencapai  puncak).    Para  quitter  adalah  para  pekerja  yang  sekadar  untuk bertahan  hidup.    Para  camper  labih  baik,  karena  biasanya  mereka  berani melakukan pekerjaan  yang  beresiko,  tetapi  tetap  mengambil  resiko  yang  terukur  dan  aman.

Adapun  para  climber,  yakni  mereka  yang  dengan  segala  keberaniannya  menghadapi resiko,  akan  menuntaskan  pekerjaannya.    Dalam  konteks  ini,  para  climber  dianggap memiliki AQ tinggi.  Dengan kata lain, AQ membedakan  antara para climber,  camper dan quitter.  Para climber inilah  yang berhasil menggerakkan perekonomian.

Paul G. Stoltz, merinci AQ berdasarkan penelitiannya:
a.  AQ Tingkat “Quitters” (Orang-orang yang Berhenti)
Tingkatan  AQ  paling  rendah  yakni  orang  yang  langsung  menyerah  ketika menghadapi  kesulitan  hidup.    Orang  yang  tidak  berikhtiar  dan  hanya  berkeluh kesah menghadapi penderitaan kemiskinan dan lain-lain.
b.  AQ Tingkat “Campers” (Orang yang Berkemah)
Campers  adalah  AQ  tingkat  bawah.     Awalnya  giat  mendaki  /  berusaha menghadapi  kesulitan  hidup,  ditengah  perjalanan  mudah  merasa  cukup  dan mengakhiri  pendakian  atau  usahan ya.    Contoh  :  orang  yang  sudah  merasa  cukup dengan menjadi sarjana, merasa sukses bila memiliki jabatan dan materi.
c.  AQ Tingkat “Climbers” (Orang yang Mendaki)
Climbers  adalah  pendaki  sejati.    Orang  yang  seumur  hidup  mendaki  mencari hakikat kehidupan menuju kemuliaan manusia dunia dan akhirat.
Rentang AQ meliputi tiga (3) golongan :
1.  AQ rendah  (0-50)
2.  AQ sedang (95-134)
3.  AQ tinggi (166-200)

Kabar  baik  kita  semua  adalah  bawah  AQ  ternyata  bukan  sekadar  anugerah  yang bersifat  given.    AQ  ternyata  bisa  dipelajari.    Dengan  latihan-latihan  tertentu,  setiap orang bisa diberi pelatihan untuk meningkatkan level AQ-nya.  Di banyak perusahaan yang dilatihnya,  Stoltz berhasil  melihat peningkatan kinerja –  dalam  berbagai  ukuran –  para  karyawannya.    Di  sebuah  perusah aan  farmasi  multinasional,  Stoltz mendapatkan  fakta  bahwa  peningkatan  AQ  para  karyawan,  membuat  perusahaan lebih  mudah  melakukan  perubahan  strategis. Padahal  kita  semua  mafhum,  banyak perubahan strategis  yang mahal biayanya karena resistensi para karyawannya.

Dunia  kerja  adalah  dunia  yang  penuh  dengan  tantangan  dan   rintangan,  karenanya sanggupkah  kita  menjalanin ya?  sebagai  pelaksana  profesi  yang  ingin  menjadi seorang  yan g  profesional  hendalah  menetapkan  dihati  bahwa  “Saya  adalah  pendaki sejati, yang akan mengarungi semua tantangan dan rintangan  yang ada”.

Namun  satu  hal  yang  perlu  kita  yakini  bersama  bahwa  tidak  ada  manusia  yang sempurna,  tidak  ada  jalan  yang  lurus  mulus.    Setiap  individu  mempunyai  kelebihan dan kekuran gan dalam dirinya.   Hambatan dan peluang akan  ditemui dalam mencapai cita-cita masa depan.   Analisis  SWOT merupakan  suatu teknik  yang  dapat digunakan untuk menelaah tingkat keberhasilan pencapaian cita-cita/karir.

“S”  Strenght  (Kekuatan),  adalah  sebuah  potensi  yang  ada  pada  diri  sendiri  yang mendukung cita-cita / karier.
“W”  Weakness  (Kelemahan),  adalah  seluruh  kekurangan  yang  ada  pada  diri  sendiri dan kurang mendukung cita-cita/ karier.
“O”  Opportunity,  (Peluang),  adalah  segala  sesuatu  yang  dapat  menunjang keberhasilan cita-cita/karier.
“T”  Traits  (Ancaman),  adalah  segala  sesuatu  yang dapat  menggagalkan  rencana  cita- cita/karier yang berasal dari diri sendiri atau lingkungan.

Pemecahan  masalah  dapat  dilakukan  dengan  Zero  Mind  Proces;  melepas  belenggu mental, maka emosi terkendali, akal/logika  berpikir terjadi ketenangan batin, berserah diri  kepada  Tuhan. Maka  potensi  energi  dan  nilai  spiritual  muncul  dan  bangkit, tercipta dalam bentuk aplikasi nyata.

Skema Pengambilan Keputusan
Keputusan Spiritual
Masalah Kebebasan
Keputusan Memilih
Timbul Emosional
Keputusan Persepsi
Sumber : Ary Ginanjar, ESQ Power, 2003

“…Tidak ada suatu keputusan, melainkan bagi Allah.  Dia menerangkan kebenaran dan Dia sebaik-baiknya Pemberi Keputusan” (QS. Al An’aam 6 : 57)

No comments: