Sunday, November 13, 2016

MAKALAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG
Dengan berkembang pesatnya instrumen keuangan, berkembang pula standar akuntansi kompleks dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dituntut untuk segera mengimplementasikan, bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari 1 Januari 2010, sedangkan non-bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari tahun 2012.
Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 50 revisi 2006 mengenai Instrumen Keuangan “ Penyajian dan Pengungkapan” dan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No. 55 revisi 2006 mengenai Instrumen Keuangan “Pengakuan dan Pengukuran” dimana PSAK 50 dan PSAK 55 tersebut akan berlaku efektif mulai 1 Januari 2010. PSAK 50 dan 55 merupakan standar akuntansi mengacu pada International Accounting Standard (IAS) 39 mengenai Recognition and Measurement of Financial Instruments dan IAS 32 mengenai Presentation and Disclosures of Financial Instruments. PSAK 50 dan 55 diharapkan dapat mendorong proses harmonisasi penyusunan dan analisis laporan keuangan. Itu juga akan mendorong terciptanya market discipline.
International Financial Reporting Standard (IFRS) adalah Standar, Interpretasi dan Kerangka yang diadopsi oleh International Accounting Standard Board (IASB). Standar IFRS lebih dulu dikenal dengan nama International Accounting Standard (IAS). IAS diterbitkan antara tahun 1973 dan 2001 oleh International Accounting Standard Comittee (IASC). Pada tanggal 1 April 2001, yang baru mengambil alih IASB dari IASC yang bertanggung jawab untuk menetapkan Standar Akuntansi Internasional. IFRS dianggap sebagai "berdasarkan prinsip" dalam standar tersebut mereka menetapkan aturan-aturan yang luas. Standar Pelaporan Keuangan Internasional terdiri dari:
Standar Pelaporan Keuangan Internasional (IFRS) - standar yang dikeluarkan setelah tahun 2001, Standar Akuntansi Internasional (IAS) - standar yang dikeluarkan sebelum 2001, Interpretasi berasal dari International Financial Reporting Interpretations Committee (IFRIC) - yang dikeluarkan setelah 2001 Standing Interpretations Committee (SIC) - yang dikeluarkan sebelum 2001.
Kewajiban dan modal merupakan elemen yang tidak dapat dipisahkan dari laporan keuangan. Terdapat perubahan teori ekuitas pada kerangka pelaporan keuangan era IFRS dengan PSAK yang sebelumnya yang mengacu pada US GAAP. Dimana sebelumnya menerapkan teori kepemilikan, sedangkan IFRS menerapkan pada teori entitas. Sucipto. 2012, proprietary theory adalah aktiva bersih (aktiva – utang) yang berarti pemilik lebih menekankan pada komponen laba rugi. Terdapat kekurangan pada teori ini sehingga teori entitas muncul dengan maksud mengurangi kelemahan- kelemahan yang ada dalam proprietary theory di mana pemilik menjadi pusat perhatian. Namun demikian, entity theory pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan teori pendahulunya, proprietary theory.
Dalam konteks teori ini, terdapat dua pandangan yang berbeda walaupun keduanya mengarah kepada konklusi yang sama, yaitu stewardship atau pertanggungjawaban (accountability). Versi pertama adalah versi tradisional yang memandang bahwa perusahaan beroperasi untuk keuntungan pemegang saham, yaitu orang-orang yang menanamkan dananya dalam perusahaan. Dalam hal ini, entitas bisnis memperlakukan akuntansi sebagai laporan kepada pemegang saham tentang status dan konsekuensi dari investasi mereka. Sementara itu versi kedua, yaitu pandangan yang lebih baru terhadap entity theory, menganggap bahwa sebuah entitas adalah bisnis untuk dirinya sendiri yang berkepentingan terhadap kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Dalam pelaporan akuntansi, kewajiban membutuhkan definisi, pengukuran, penilaian dan pengakuan untuk dapat disajikan dalam laporan keuangan agar laporan keuangan yang dihasilkan dapat dipahami dan menghasilkan informasi yang dapat digunakan sebagai pengambilan keputusan oleh semua pihak yang berkepentingan.


1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah bagaimana penyajian kewajiban dan ekuitas menurut IFRS dan SAK ETAP?

1.3. TUJUAN PENULISAN
Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Akuntansi Keuangan, penulis juga ingin manambah wawasan tentang Kewajiban dan Ekuitas khususnya, dan sebagai pengingat di kala lupa bagi pembaca pada umumnya, serta untuk mengatasi masalah-masalah yang terjadi disekitar  kita terkait pembahasan ini .

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. KEWAJIBAN
Menurut FASB: Kewajiban adalah pengorbanan manfaat ekonomik masa datang yang cukup pasti yang timbul dari keharusan sekarang suatu kesatuan usaha untuk mentransfer aset atau menyediakan/menyerahkan jasa kepada kesatuan lain dimasa datang sebagai akibat transaksi atau kejadian masa lalu.
Definisi FASB digunakan sebagai basis pembahasan karena definisi tersebut cukup lengkap secara semantik. Artinya definisi tersebut telah mencakupi berbagai gagasan atau kata kunci yang terkandung dalam beberapa definisi kewajiban oleh sumber–sumber lain.
Secara umum dapat dikatakan bahwa kewajiban mempunyai tiga karakteristik utama yaitu:
1. Pengorbanan Manfaat Ekonomik
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu objek harus memuat suatu tugas atau tanggung jawab kepada pihak lain yang mengharuskan kesatuan usaha untuk melunasi, menunaikan atau melaksanakan dengan cara mengorbankan manfaat ekonomik yang cukup pasti dimasa datang. Pengorbanan manfaat ekonomik diwujudkan dalam bentuk transfer atau penggunaan aset kesatuan usaha.
Transfer manfaat ekonomik kepada pemilik (pemegang saham) tida termasuk dalam pengertian pengorbanan sumber ekonomik masa datang yang membentuk kewajiban karena untuk menjadi kewajiban pengorbanan tersebut harus bersifat memaksa dan bukan atas dasar kebijakan atau keleluasaan manajemen untuk memutuskan baik dalam hal jumlah rupiah maupun dalam saat transfer.
Secara umum, keharusan mengorbankan sumber ekonomik masa datang tidak dapat menjadi kewajiban kalau keharusan tersebut bersifat terbuka atau tidak pasti. Kesatuan usaha tidak mempunyai keharusan untuk mentransfer aset ke pemilik kecuali dalam hal kesatuan usaha dilikuidasi. Walaupun secara konseptual ekuitas juga merupakan kewajiban bagi perusahaan, pengorbanan sumber ekonomiknya tidak cukup pasti baik dalam jumlah maupun saat sehingga kewajiban harus dibedakan dan dilaporkan secara terpisah dengan ekuitas.

2. Keharusan Sekarang  
Untuk dapat disebut sebagai kewajiban, suatu pengorbanan ekonomik masa datang harus timbul akibat keharusan sekarang. Pengertian “sekarang” dalam hal ini mengacu pada dua hal : waktu dan adanya. Waktu yang dimaksud adalah tanggal pelaporan (neraca). Artinya: pada tanggal neraca kalau perlu atau kalau dipaksakan secara yuridis, etis, atau rasional pengorbanan sumber ekonomik harus dipenuhi karena keharusan itu telah ada.
Keharusan kewajiban mencakupi keharusan kontraktual, keharusan konstruktif atau bentukan, keharusan demi keadilan dan keharusan bergantung atau bersyarat.
Ø  Keharusan Kontraktual
Keharusan yang timbul akibat perjanjian atau peraturan hukum yang di dalam nya kewajiban bagi suatu kesatuan udaha di nyatakan secara eksplit atau implicit dan mengikat. Contoh: utang pajak, utang bunga, utang usaha, utang wesel, dan utang obligasi.
Ø  Keharusan Konstruktif
Keharusan yang timbul akibat kebijakan kesatuan usaha dalam rangka menjalankan dan memajukan usahanya untuk memenuhi apa yang disebut praktik usaha yang baik atau etika bisnis dan bukan untuk memenuhi kewajiban yuridis. Contoh: servis gratis sepeda motor yang dijanjikan oleh dealer sepeda motor, pengembalian uang untuk barang yang ternyata cacat atau rusak, dan tunjangan hari raya. 
Ø  Keharusan Demi Keadilan
Keharusan yang ada sekarang yang menimbulkan kewajiban bagi perusahaan semata–mata karena panggilan etis atau moral daripada karena peraturan hukum atau praktik bisnis yang sehat. Contoh: kewajiban memberikan donasi untuk badan amal tiap akhir tahun dan kewajiban member hadiah kepada penduduk yang tinggal di sekitar pabrik karena ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
Ø  Keharusan Bergantung atau bersyarat
Keharusan yang pemenuhannya tidak pasti karena bergantung pada kejadian masa datang atau terpenuhinya syarat–syarat tertentu dimana datang.

3. Akibat Transaksi atau Kejadian Masa Lalu
Sama seperti definisi aset, kriteria ini sebenarnya menyempurkan criteria keharusan sekarang dan sekaligus sebagai tes pertama pengakuan suatu pos sebagai kewajiban tetapi tidak cukup untuk mengakui secara resmi dalam system pembukuan. Untuk mengakui sebagai kewajiban, selain definisi, criteria yang lain seoerti keterukuran, keberpautan, dan keterandalan juga harus dipenuhi. Transaksi atau kejadian masa lalu adalah criteria untuk memenuhi definisi tetapi bukan kriteria untuk pengakuan. Jadi, adanya pengorbanan manfaat ekonomik masa datang tidak cukup untuk mengakui suatu objek ke dalam kewajiban kesatuan usaha untuk dilaporkan via statemen keuangan.

Istilah-istilah dalam kewajiban:
a.      Contractual liabilities adalah kewajiban yang didukung oleh perjanjian tertulis
b.      Constructive obligation adalah kewajiban yang tidak dinyatakan secara tertulis, misalnya pembayaran cuti atau bonus tertentu
c.       Equitable obligation adalah kewajiban yang tidak dikuatkan dengan kontrak dan hanya karena kewajiban moral atau kewajiban demi kewajaran atau keadilan
d.      Contingent liabilities adalah kewajiban yang berkaitan dengan kejadian di masa depan yang tidak pasti, yang mungkin akan menimbulkan suatu keuntungan ataupun kerugian bagi suatu entitas. Contohnya, jaminan atas produk yang dijual. Pinsip akuntansi mengatur bahwa hanya kejadian yang berpotensi menimbulkan kerugian (kewajiban) yang dicatat dengan persyaratan berikut:
Ø  Kewajiban itu sangat mungkin terjadi atau kekayaan entitas telah digunakan atau telah dikorbankan
Ø  Kewajiban itu dapat diukur secara terpercaya
e.      Deffered credit adalah sejenis kewajiban, tetapi bukan dalam pengertian memberikan pengorbanan di masa yang akan datang. Deffered credit dibedakan menjadi:
Ø  Prepaid revenue adalah penerimaan fee di muka yang belum sepenuhnya diimbangi dengan pemberian jasa atau produk yang dibayar
Ø  Deffered yang muncul akibat peraturan pengakuan pendapatan, misalnya investment tax credit dan laba rugi dari transaksi leaseback

Beberapa perkiraan yang termasuk dalam golongan kewajiban:
1. Kewajiban lancar
Kewajiban lancar adalah kewajiban yang likuidasinya diperkirakan secara layak memerlukan penggunaan sumber daya yang ada, yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar, atau penciptaan kewajiban lancar lain atau kewajiban yang penyelesaiannya dalam satu siklus operasi biasanya 1 tahun.
Beberapa contoh kewajiban lancar:
Ø  Hutang Usaha
Ø  Wesel Bayar
Ø  Jatuh Tempo Berjalan Hutang Jangka Panjang
Ø  Kewajiban Jangka Pendek yang diharapkan akan didanai kembali
Ø  Hutang Dividen
Ø  Uang Muka Pelanggan dan Deposito yang dapat dikembalikan
Ø  Pendapatan diterima dimuka
Ø  Hutang Pajak Penjualan
Ø  Hutang PPh
Ø  Kewajiban yang berhubungan dengan karyawan

Dua rasio yang digunakan dalam menganalisis dan menguji likuiditas adalah rasio lancar dan rasio cepat.
Rasio Lancar
Rasio Lancar adalah rasio total aktiva lancar terhadap kewajiban lancar.
                                  Aktiva Lancar
Rasio Lancar =      ----------------------                            
                               Kewajiban Lancar

Rasio Cepat          
Banyak analis lebih menyukasi rasio cepat yang menghubungkan total kewajiban lancar dengan kas, sekuritas dan piutang.
                             Kas + investasi jangka pendek + piutang bersih
Rasio Cepat =      --------------------------------------------------------                  
                                                  Kewajiban Lancar

2. Hutang wesel (Notes Payable)
Janji yang ditulis atau dinyatakan secara formal untuk membayar sejumlah uang tertentu di masa yang akan datang sering kali direfleksikan pada pembukuan sebagai hutang wesel. Pada umumnya hutang wesel merupakan bukti dari surat promes. Promes merupakan bukti bahwa suatu entitas bisnis memiliki hutang usaha jangka pendek, baik untuk tujuan operasi maupun untuk pembelian barang dagangan. Hutang ini biasanya disertai dengan tingkat bunga pasar yang di-discounted agar wesel tersebut berada pada nilai bunga pasar yang sesungguhnya.

3. Hutang obligasi (Bond payable)
Sertifikat obligasi yang sering disebut obligasi, merupakan surat pernyataan kewajiban yang dikeluarkan oleh suatu entitas atau lembaga pemerintah yang menjamin pembayaran pokok pinjaman pada waktu tertentu di masa yang akan datang ditambah dengan bunga periodik, yang biasanya dinyatakan dalam satuan uang. Hutang obligasi dicatat dengan net proceed setara dengan present value dari bunga-bunga yang akan dibayarkan di masa yang akan datang serta pelunasan pokok obligasi tersebut oleh pemilik obligasi. Karena hutang dicatat berdasarkan net proceed dari transaksi, maka premium atau diskonto obligasi dapat segera diketahui.
                           
            Pemegang saham dan kreditor jangka panjang berkepentingan dengan solvensi jangka panjang perusahaan terutama kemampuannya membayar bunga yang akan jatuh tempo dan melunasi nilai nominal hutangnya saat jatuh tempo.
Rasio Hutang Terhadap Total Aktiva
            Mengukur persentase total aktiva yang disediakan oleh kreditor.
                                                           Total Hutang
Hutang Terhadap Total Aktiva =      ----------------
                                                           Total Aktiva

Rasio Berapa Kali Bunga Dihasilkan
            Menunjukkan kemampuan perusahaan untuk membayar bunga ketika jatuh tempo.
                                                           Laba sebelum PPh dan Beban Bunga
Hutang Terhadap Total Aktiva=       --------------------------------------------
                                                                              Beban Bunga

4. Obligasi konvertibel (Convertible bond)
Jenis obligasi ini menyediakan konversi ke dalam surat berharga jenis lainnya sebagai pilihan bagi para pemegang obligasi. Ciri konversi yang dimiliki, yaitu pemegang obligasi pada umumnya diperbolehkan untuk menukarkannya dengan saham biasa. Obligasi konvertibel memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
Ø  Tingkat bunga yang lebih rendah dibandingkan dengan yang dikeluarkan oleh entitas untuk obligasi non-konvertibel
Ø  Harga konvesi awal yang lebih tinggi daripada harga saham biasa pada tanggal keluarannya
Ø  Hak penarikan dipertahankan oleh entitas tersebut

Hak – Kewajiban Tak Bersyarat
Konsep hak kewajiban tak bersyarat menyatakan bahwa walaupun kontrak telah ditandatangani, salah satu pihak tidak mempunyai kewajiban apapun sebelum pihak lain memenuhi apa yang menjadi hak pihak lain. Jadi, konsep hak–kewajiban tak bersyarat menyatakan “tidak ada hak tanpa kewajiban dan sebaliknya tidak ada kewjiban tanpa hak. Kontrak – kontrak semacam ini dikenal dengan nama kontrak saling mengimbangi tak bersyarat atau kontrak eksekuatori.
Contoh: bila seseorang pembeli menandatangani order pembelian, pada saat itu pembeli tidak mempunyai kewajiban apapun sampai barang yang dipesan datang dan dikuasai pembeli walaupun jenis, kuantitas, harga, waktu pengiriman barang sudah jelas.
Masalah timbul dalam kontrak pembelian yang tidak dapat dibatalkan. Ada dua pendapatan mengenai hal ini, pendapat pertama tetap memperlakukan kontrak tersebut sebagai eksekutori.sehingga kewajiban tidak perlu diakui. Alasannya, aset atau manfaat ekonomik masa datang belum dikuasai secara nyata. Pendapatan kedua, menganjurkan bahwa kewajiban diakui pada saat penandatanganan kontrak bersamaan dengan aset yang terlibat. Alasannya pada saat itu, pada dasarnya ketiga criteria kewajiban telah di penuhi.
Transaksi atau kejadian yang dapat dijadikan dasar untuk menandai saat, titik, atau tanggal pengakuan hak dan kewajiban dalam suatu kontrak. Hukum perikatan atau kontrak juga cukup kompleks untuk menentukan timbulnya hak dan kewajiban yuridis. Dalam Most menunjukkan bahwa titik atau saat tersebut dapat berupa:
1. Tanggal kontrak ditandatangani
2. Tanggal objek kontrak telah diperoleh salah satu pihak
3. Tanggal objek kontrak telah siap digunakan oleh salah satu pihak
4. Tanggal objek kontrak telah dipisahkan untuk digunakan oleh pihak lain
5. Tanggal objek kontak telah diserahkan
6. Tanggal telah diterima/dibayarnya uang muka, bila ada
7. Dalam kasus kontrak konstruksi jangka panjang:
a. Suatu titik selama konstruksi berjalan
b. Pada saat konstruksi dimulai

Saat penentuan transaksi masa lampau perlu dipertimbangkan dengan seksama memperhatikan kondisi yang melingkupi suatu kontrak. Most mengemukakan hal yang harus dipertimbangkan untuk memilih saat yang tepat:
a. Pemenuhan definisi aset dan kewajiban
b. Kekuatan mengikat yaitu seberapa kuat bahwa pelaksanaan kontrak tidak dapat dibatalkan
c. Kebermanfaatan bagi keputusan

Karakteristik Pendukung
FASB menyebutkan beberapa karakteristik pendukung yaitu:
1. Keharusan membayar kas
Pelunasan kewajiban pada umumnya dilakukan dengan pembayaran kas. Esensi kewajiban lebih terletak pada pengorbanan manfaat ekonomik masa datang daripada terjadinya pengeluaran kas. Adanya pengeluaran kas merupakan hal penting untuk mengaplikasikan definisi kewajiban karena dua hal:
a. Sebagai bukti adanya suatu kewajiban
b. Sebagai pengukur atribut atau besarnya kewajiban yang cukup objektif

2. Identitas terbayar jelas
Bila identitas terbayar sudah jelas, hal tersebut hanya menguatkan bahwa kewajiban memang ada tetapi untuk menjadi kewajiban identitas terbayar tidak harus dapat ditentukan pada saat keharusan terjadi.
Jadi, yang penting adalah bahwa keharusan sekarang pengorbanan sumber ekonomik dimasa datang telah ada dan bukan siapa yang harus dilunasi atau dibayar. Akan tetapi, pada saat pelunasan kewajiban, terbayar dengan sendirinya harus teridentifikasi.

3. Berkekuatan hukum
Keharusan melakukan pengorbanan manfaat ekonomik masa deatang tidak harus timbul dari desakan pihak eksternal tetapi dari minat atau kebijakan internal manajemen. Itulah sebabnya kewajiban mencakupi pengorbanan sumber ekonomik masa depan yang timbul akibat keharusan konstruktif dan demi keadilan. Main pihak lain seperti utang usaha tidak harus di dukung oleh dokumen yang berkekuatan hukum atau mempunyai daya paksa secara hukum untuk memenuhi definisi kewajiban. Akan tetapi, demi keadilam dan kewajaran, perusahaan harus membayar utang usaha tersebut.
Pendapatan sewa tak terhak, laba kotor tangguhan, dan beberapa pos lain yang timbuk dalam penyesuaian akhir tahun memenuhi criteria sebagai kewajiban meskipun tidak dilandasi oleh daya paksa secara hukum dan bahkan bukan merupakan keharusan pengorbanan sumber ekonomik. Itulah sebabnya, definisi kewajiban APB memasukkan beberapa pos kredit tangguhan yang non keharusan sebagai kewajiban. Laba kotor tangguhan adalah contoh kredit tangguhan yang bukan keharusan. Pos kredit tangguhan yang merupakan keharusan misalnya adalah kredit pajak tangguhan.

Pengakuan, Pengukuran, dan Penilaian
Sebagai bayangan cermin aset, kewajiban juga harus diukur dan diakui pada saat terjadinya. Kalau aset diukur atas dasar penghargaan sepakatan (kos), demikian juga kewajiban. Jadi, kos sebagai pengukur tidak hanya diterapkan untuk aset pada saat pemerolehan tetapi juga untuk kewajiban pada saat terjadinya. Sebagai ketentuan umum, pengukuran kewajiban harus sejalan dengan pengukuran aset yang berkaitan.
Kalau aset yang direprentasi oleh kos mengalami tiga tahap perlakuan (pemerolehan, pengolahan, dan penyerahan), kewajiban sebenarnya juga mengalami tiga tahap perlakuan yaitu: penanggungan (pengakuan terjadinya), penelusuran, dan pelunasan (penyelesaian). Dalam hal kewajiban, penelusuran berarti penentuan status dan jumlah rupiah (kos) kewajiban pada setiap saat. Penentuan kos setiap saat (termasuk pada tanggal neraca) dapat disebut dengan penilaian kewajiban.

Pengakuan
APB Statement No.4 serta SFAC No.5 menyatakan bahwa kewajiban harus dinilai berdasarkan kesesuaiannya dengan kejadian atau transaksi. Jumlah yang dibayar di masa yang akan datang kadang-kadang menggunakan diskonto. Prinsip akuntansi tentang kewajiban menyatakan, bahwa secara umum kewajiban diukur dengan jumlah yang disepakati dalam pertukaran. Hutang lancar seperti account payable diukur berdasarkan nilai kewajiban yang akan dibayar oleh suatu entitas di masa yang akan datang, sedangkan untuk kewajiban yang masuk kategori non-current (hutang jangka panjang), pengukurannya didasarkan pada  present value yangdihitung berdasarkan current interest rates.
Pada prinsipnya, kewajiban diakui pada saat keharusan telah mengikat akibat transaksi yang sebelumnya telah terjadi. Mengikatnya suatu keharusan harus dievaluasi atas dasar kaidah pengakuan (recognition rules). kriteria pengakuan lebih berkaitan dengan pedoman umum dalam rangka memenuhi karakteristik kualitatif informasi sehingga elemen statemen keuangan hanya dapat diakui bila kriteria definisi, keberpautan, keterandalan, dan keterukuran dipenuhi.
Kriteria umum ini tidak operasional sehingga diperlukan kaidah pengakuan sebagai penjabaran teknis kriteria pengakuan umum. Dalam hal kewajiban, kaidah pengakuan berkaitan dengan saat atau apa yang menandai bahwa kewajiban dapan diakui (dibukukan). Empat kaidah pengakuan untuk menandai pengakuan kewajiban yaitu:
1. Ketersediaan dasar hukum
            Kaidah ini terkait dengan kualitas keterandalan dan keberpautan informasi. Faktur pembelian (invoice) dan tanda penerimaan barang (receiving report) merupakan dasar hukum yang cukup meyakinkan untuk mengakui kewajiban. Telah disebutkan bahwa ketersediaan dasar hukum yang menimbulkan daya paksa hanya merupakan karateristik pendukung definisi kewajiban. Jadi, kaidah ini tidak mutlak sehingga kewajiban juga dapat diakui bila terdapat bukti substantif adanya keharusan konstruktif atau demi keadilan.

2. Keterterapan konsep dasar
Kaidah ini merupakan penjabaran teknis kriteria keterandalan. Keadaan-keadaan tertentu yang menjadikan konsep konservatisma terterapkan dapat memicu pengakuan kewajiban. Implikasi dianutnya konsep konservatisma adalah rugi dapat segera diakui tetapi tidak demikian dengan untung. Ini berarti kewajiban dapat diakui segera sedangkan aset tidak.

3. Ketertentuan substansi ekonomik transaksi
Kaidah ini berkaitan dengan masalah relevansi informasi. Utang sewaguna (lease obligations) dapat diakui pada saat transaksi meskipun tidak ada transfer hak milik dalam transaksi sewaguna tersebut. Dalam hal ini, kewajiban dapat atau bahkan harus diakui kalau secara substantif sewaguna tersebut sebenarnya adalah pembelian angsuran (yaitu memenuhi salah satu kriteria kapitalisasi).

4. Keterukuran nilai kewajiban
Keterukuran merupakan salah satu syarat untuk mencapai kualitas keterandalan informasi. Definisi kewajiban mengandung kata cukup pasti (probable) yang mengacu tidak hanya pada terjadinya pengorbanan sumber ekonomik masa datang tetapi juga pada jumlah rupiahnya.
Yang menjadi masalah teknis adalah kapan keempat kaidah diatas dipenuhi. hal ini berkaitan dengan penentuan saat (timing) pengakuan kewajiban. Pada umumnya saaat pengakuan terjadi sangat jelas karena kebanyakan kewajiban timbul dari kontrak yang menyebutkan secara tegas saat mengikatnya kontrak, jumlah rupiah pembayaran kewajiban, dan saat pembayaran. Akan tetapi, untuk beberapa kasus, jumlah rupiah (kos) kewajiban bergantung pada kejadian dimasa datang meskipun cukup pasti bahwa keharusan membayar dimasa datang tidak dapat dihindari. Saat-saat mengakui kewajiban yaitu:
a.       Pada saat penandatanganan kontrak bila pada saat itu hak dan kewajiban telah mengikat. Dalam hal kontrak eksekutori, pengakuan menunggu sampai salah satu pihak memanfaatkan/menguasai manfaat yang diperjanjikan atau memenuhi kewajibannya (to perform).
b.      Bersamaan dengan pengakuan biaya bila barang dan jasa yang menjadi biaya belum dicatat sebagai aset sebelumnya.
c.       Bersamaan dengan pengakuan aset. Kewajiban timbul ketika hak untuk menggunakan barang dan jasa diperoleh.
d.      Pada akhirnya periode karena penggunaan asas akrual melalui proses penyesuaian. Pengakuan ini menimbulkan pos utang atau kewajiban akrual (accrued liabilities).
Pengakuan Kewajiban Bergantung
Untuk keharusan bergantung (khususnya rugi bergantung yang menimbulkan kewajiban), kaidah pengakuan keempat (keterukuran nilai kewajiban) dan pasti tidaknya pengorbanan sumber ekonimik masa datang akan terjadi menimbulkan masalah pengakuan. Kewajiban kontraktual, konstuktif, dan demi keadilan dalam beberapa kasus juga bersifat bergantung terutama bila kewajiban tersebut melibatkan penaksiran jumlah masa datang yang merugikan. FASB memberikan contoh keadaan-keadaan kebergantungan rugi (loss contingencies) yang berpontensi memicu pengakuan kewajiban sebagai berikut:
a.       Ketertagihan piutang usaha.
b.      Keharusan berkaitan dengan jaminan produk dan kerusakan produk.
c.       Resiko rugi atau kerusakan properitas (fasilitas) kesatuan usahan akibat kebakaran, ledakan, dan bahaya lainnya.
d.      Ancaman pengambilalihan aset oleh pemerintah.
e.       Persengketaan yang memberatkan atau menunggu keputusan.
f.       Klaim atau pungutan yang telah diajukan/dikenakan atau yang mungkin (possible) terjadi.
g.      Resiko rugi akibat bencana yang ditanggung oleh perusahaan asuransi kerugian dan kecelakaan dan perusahaan reasuransi.
h.      Jaminan terhadap utang pihak lain.
i.        Keharusan bank komersial dalam ikatan standby letters of credit.
j.        Perjanjian untuk membeli kembali piutang atau aset yang terkait yang telah dijual.

FASB menetapkan bahwa rugi taksiran yang dapat terjadi kebergantungan rugi harus diakru (to be accrued) dengan membebankannya ke pendapatan (sebagai biaya atau rugi) bila kedua kondisi berikut dipenuhi:
a.       Informasi yang tersedia sebelum penerbitan statemen keuangan menunjukkan bahwa suatu aset cukup pasti telah turun nilainnya (impaired) atau suatu kewajiban cukup pasti telah terjadi pada tanggal statemen keuangan. Pada tanggal statemen keuangan harus sudah dapat disimpulkan bahwa kewajiban atau beberapa kejadian, yang menegaskan adanya rugi, cukup pasti (probable) akan terjadi.
b.      Jumlah rupiah rugi dapat diestimasi dengan cukup tepat (reasonably estimated). Bila kondisi diatas tidak dipenuhi, jumlah rupiah rugi potensial harus tetap diungkapkan dengan menjelaskan sfat dan implikasi kebergantungan tersebut. Ketentuan tentang dpat diakrunya rugi potensial sebelum kejadian yang menegaskan terjadi dilandasi oleh interpretasi tentang makna kewajiban dan aset serta konsep dasar penandingan (matching) dan konservatisma.

Pengukuran
Pengakuan dilakukan setelah suatu kewajiban terukur dengan cukup pasti. Penentuan kos kewajiban pada saat terjadi paralel dengan pengukuran asset. Terjadinya kewajiban pada umumnya disertai dengan pemerolehan asset atau timbulmnya biaya. Pemerolehan asset dapat berupa penguasaan barang dagangannya atau asset nonmoneter lainnya yang terjadi dari transaksi pembelian. Pemerolehan asset dapat juga berupa kas yang terjadi dari transaksi peminjaman (penerbitan obligasi) atau penerimaan uang muka untuk barang atau jasa. Oleh karena itu pengukur yang paling objektif untuk menentuka kos kewajiban pada saat terjadinya adalah penghargaan sepakatan (meansured considerations) dalam transaksi-transaksi tersebut dan bukan jumlah rupiah pengorbanan ekonomik masa datang. Hal ini berlaku khususnya untuk kewajiban jangka panjang.
Untuk kewajiban jangka pendek, kos penundaan dianggap tidak cukup material sehingga jumlah rupiah kewajiban yang diakui akan sama denga jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonimik (kas) masa datang. Dengan kata lain, untuk kewajiban jangka pendek, kos pendanaan (financing cost) atau kos penundaan (bunga sebagai nilai waktu uang) dianggap material.
Penghargaan sepakatan suatu kewajiban merefleksi nilai setara tunai atau nilai sekarang (current value) kewajiban yaitu jumlah rupiah pengorbanan sumber ekonomik seandainya kewajiban dilunasi pada saat terjadinya. Dengan demikian, bisnis pencatatan kewajiban adalah nilai setara tunai bukan nilai nominal utang.
Kewajiban Dalam Pembelian Kredit
Dasar pengukuran asset yang paling objektif adalah kos tunai (cash cost) atau kos tunai implicit (implied cash cost). Karena kewajiba merupakan bayangan cermin aset, pengukurannya juga mengikuti pengukuran asset.
Misalnya suatu perusahaan menandatangani kontrak pembelian mesin. Perusahaan menyepakati harga kontrak mesin Rp 1.600.000 dan dibayar dalam delapan kali angsuran tiap akhir triwulan sebesar Rp 200.000 tanpa menyebutkan adanya bunga secara eksplisit. Dalam kasus ini sebenarnya harga nominal (kontrak) tersebut melebihi kos tunai implicit yaitu jumlah rupiah yang diperlukan seandainya pembelian dilakukan secara tunai. Kalau mesin tersebut dapat diperoleh juga dari toko yang sama dengan harga tunai Rp 1.465.000 maka jumlah rupiah ini kos tunai implicit sedangkan selesih sebesar Rp 135.000 adlah setara dengan bunga dan harus dibebankan terhadap pendapatan selama jangka waktu kontrak. Bunga ini akhirnya akan menjadi biaya yang sesungguhnya terjadi atau nyata dan buka bunga hipotetis. Dengan demikian, secara konseptual kewajiban harus diakui pada saat transaksi sebagai berikut:
                        Mesin……………………  1.465.000
                             Utang usaha……………..  1.465.000

Secara teknisi pembukuan, dapat saja jumlah rupiah bunga dicatat untuk kepentingan internal dan jumlah utang dicatat sebesar nominalnya sebagai berikut:
                        Mesin……………………….1.465.000
                        Bunga Tangguhan…………..135.000
                             Utang usaha…………………1.600.000

Bila cara diatas dilakukan, pelaporan kewajiban harus tetap menunjukkan nilai tunai implisitnya dengan cara mengurangkan bunga tangguhan terhadap utang usaha. Bunga tangguhan tidak dilaporkan sebagai asset. Kalau asset dan kewajiban dicatat dan dilaporkan sebesar Rp 1.600.000 jelas kos asset dan kewajiban tercatat terlalu tinggi. Walaupun demikian, kalau jangka waktu kontrak adalah pendek maka jumlah kelebihan kos adalah kecil dan dapat diabaikan atas dasar konsep materialistas.
Diskon dan Premium Utang Obligasi
Nilai nominal atau jatuh tempo utang obligasi sering dianggap sebagai jumlah rupiah kesepakatan pada saat penerbitan obligasi baik bagi penerbit maupun kreditor. Dasar pengukuran demikian sebenarnya tidak tepat. Untuk suatu kontrak utang dengan ketentuan pembayaran bunga periodik dan pokok pinajaman pada akhir jangka kontrak, pengukuran jumlah rupiah (kos) utang dan asset untuk dasar pencatatan pertama kali yang tepat adalah kos tunai implicit.
Dalam hal obligasi jangka panjang, jumlah rupiah uang yang diterima oleh penerbit dan yang dibayarkan oleh kreditor pada saat penerbitan hanyalah merupakan bagian kecil dari jumlah rupiah pembayaran masa datang (bunga periodik dan nominal obligasi). Pembayaran masa datang ini sebenarnya terdiri atas dua unsure yaitu 1. Nilai sekarang pembayaran bunga periodik dan nilai sekarang nominal obligasi dan 2. Bunga efektif yang terlibat dalam penentuan harga obligasi tersebut.

Makna Harga Efektif Obligasi
Segera setelah transaksi terjadi maka “kesepakatan” dalam hubungannya dengan obligasi tersebut mulai menunjukkan makna yang sebenarnya. Dengan telah mulai berjalannya kesepakatan dalam transaksi obligasi diatas, bunga Rp. 100.000 tiap tahun mulai terhimpun dan dibayar secara periodik sampai jauh tempo. Bersamaan dengan itu, jumlah rupiah utang obligasi yang mula-mula tercatat akan berangsur-angsur berubah (bertambah) menuju jumlah rupiah nilai jatuh tempo atau nominal.

Diskon Obligasi
Diskon obligasi yang belum diamortisasi bukan merupakan suatu rugi karena asset yang diperoleh sebelumnya tidak ada yang berkurang atau menguap (dissipation). Diskon obligasi sebenarnya merupakan bunga yang “belum dibayar”, yaitu bagian bunga efektif total yang baru akan dibayar pada saat utang obligasi jatuh tempo.


Premium Obligasi
Sejalan dengan penalaran makna diskon obligasi yang dilandasi konsep dasar penghargaan sepakatan, dapat disimpulkan bahwa premium yang dibayarkan investor untuk obligasi merupakan unsure dari jumlah rupiah utang perusahaan. Bersamaan denga berjalannya waktu mendekati jatuh tempo, jumlah rupiah bagian utang yang merupakan premium harus diamortisasi secara sistematik dengan cara memisahkan dari penghargaan sepakatan bagian yang diperhitungkan sebagai pembayaran “bunga” periodik. Mengartikan premium obligasi sebagai “pendapatan tangguhan” (defferend income) jelas tidak tepat karena secara konseptual pendapatan atau laba tidak timbul dari proses pemerolehan utang.
Pendapatan hanya timbul dari kegiatan pembentukan pendapatan (earning process). Atas dasar konsep kontinuitas usaha, premium obligasi yang belum diamortisasi adalah benar-benar merupakan utang dan jumlah amortisasi periodik adalah merupakan penyesuaian (pengurang) terhadap biaya bunga dan bukannya merupakan elemen pendapatan. Tanpa peneysuaian ini biaya bunga periodik akan menjadi tersaji lebih (overstated).
Dari segi yudiris, utang memang harus diukur sebesar nilai nomnalnya karena kalau terjadi likuidasi hak menerima pelunasan yang melekat pada investor adalah sebesar nominal. Pandangan yudiris yang tidak memperhatikan diskon dilandasi konsep pengukuran dengan asumsi perusahaan likuidasi. Dalam keadaan likuidasi atau reorganisasi memang dapat dijustifikasi pengukuran dengan menggunakan konsep yang berbeda dengan akuntasi. Akan tetapi, secara umum akuntansi tidak harus mendasarkan diri pada konsep tersebut.

Kewajiban Moneter dan Nonmoneter
Kewajiban moneter adalah kewajiban yang pengorbanan sember ekonomik masa datangnya berupa kas dengan jumlah rupiah ada saat yang pasti baik jumlah tunggal maupun beberapa pembayaran secara berkala. Untuk kewajiban moneter jangka pendek, kewajiban dapat diukur atas dasar nilai nominal (face value) berdasarkan konsep dasar materialitas. Termasuk dalam pengertian kewajiban moneter adalah penerimaan dimuka (advances) yang akan dikompensasi dengan pembelian barang dan jasa dimasa datang. Disebut kewajiban moneter karena kalau pembelian barang dan jasa batal, uang muka tersebut harus dikembalikan.
Kewajiban nonmoneter adalah keharusan untuk menyediakan barang dan jasa dengan jumlah saat yang cukup pasti yang bisanya timbul karena penerimaan pembayaran dimuka untuk barang dan jasa tersebut. Bila pembayaran dimuka penuh, kewajiban nonmoneter harus diukur atas dasar pembayaran tersebut yang menunjukkan harga yang disepakati untuk barang dan jasa. Pembayaran penuh dimuka tersebut sebenarnya mereprentasikan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa yang akan diserahkan dan laba. Jumlah yang digunakan untuk menutup kos itulah yang murni merupaka kewajiban sedangkan jumlah untuk menutup laba merupakan laba tangguhan (deferred income) yang tidak dapat disebut kewajiban karena tidak memenuhi definisi kewajiban.
Bila kos barang dan jasa merupakan unsure yang dominan, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kewajiban (sebagai kewajiban lancar). Akan tetapi, kalau kos merupakan unsure yang kecil dari seluruh harga jual barang dan jasa, pembayaran dimuka dapat dianggap seluruhnya menimbulkan kredit atau pendapatan tagguhan atau (unearned revenues) yang merupakan kewajiban non keharusan. Perlakuan ini secara konseptual lebih didukung daripada pemisahan uang muka menjadi komponen kos (merepresentasi kewajiban) dan laba. Argumen yang didukung yaitu:
a.       Keharusan menyerahkan barang dan jasa merupakan bagian dari operasi perusahaan secara keseluruhan sehingga barang dan jasa dinyatakan dalam harga jual dari kaca mata kedua pihak yang bertransaksi. Dengan demikian, pembayaran dimuka merupakan pendapatan tangguhan yang menunggu penyerahan barang bukan jumlah untuk menutup kos barang dan jasa.
b.      Sebagai bagian dari operasi perusahaan secara keseluruhan, penerimaan uang muka lebih tepat bila diperlakukan seluruhnya sebagai kewajiban. Ini merupakan konsekuensi argument a diatas.
c.       Laba secara automatis tercipta pada saat pendapatan telah diakui sehingga pemisahan antara kewajiban dan laba tangguhan tidak ada manfaatnya karena keduanya sama-sama akan dilaporkan disisi kredit dan bersifat kewajiban yang keduanya terselesaikan pada saat barang atau jasa telah diserahkan.
d.      Kas yang diterima tidak dapat dikaitkan dengan kos penyediaan barang/produk dan jasa yang diberi uang muka karena beberapa komponen produk atau jasa pada umumnya sudah diperoleh perusahaan bahkan beberapa komponen mungkin belum diperoleh perusahaan pada saat penerimaan uang muka.
e.       Penyerahan barang merupakan saat yang kritis untuk mengakui pendapatan daripada saat penerimaan kas sehingga laba tidak dapat diakui pada saat penerimaan kas. Jadi, percuma saja untuk memisahkan uang muka untuk mereprentasi kos dan laba.

Penilaian
Kalau pengukuran mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang (the value of current obligation) pada saat terjadinya, penilaian mengacu pada penentuan nilai keharusan sekarang pada setiap saat antara terjadinya kewajiban sampai dilunasinya kewajiban. Makin mendekati saat jatuh tempo, nilai kewajiban akan makin mendekati nilai nominal (face value) kewajiban.
Penilaian kewajiban pada saat tertentu adalah penentuan jumlah rupiah yang harus dikorbankan seandainya pada saat tersebut kewajiban harus dilunasi. Dengan kata lain, penilaian adalah penentuan nilai sekarang kewajiban. Untuk kewajiban moneter, nilai sekarangnya biasanya ditentukan atas dasar aliran kas keluar dimasa dtang didiskonan dengan tingkat  bunga pasar sebagai tarif diskon.

Pelunasan
Pelunasan adalah tindakan atau upaya yang segaja dilakukan oleh kesatuan usaha untuk memenuhi (to satisfy) kewajiban pada saatnya dan dalam kondisi normal usaha (in due course of business) sehingga bebas dari kewajiban tersebut. Pelunasan biasanya merupakan pemenuhan secara langsung kepada pihak yang berpiutang. Pelunasan menjadikan kewajiban tersebut hapus, tiada, atau lenyap (extinguished) secara langsung (kewajiban langsung didebit).
Perlunasan secara langsung disebut juga perlunasan secara yudiris karena kewajiban kepada pihak yang berpiutang secara yudiris hapus melalui transaksi langsung yang benar-benar terjadi. Perlunasan secara tidak langsung terjadi apabila kesatuan usaha melakukan tindakan yang mengarah ke perlunasan misalnya dengan pembentukan dan khusus untuk perlunasan (sinking fund) baik dikelola sendiri atau melalui wali amanat (trust agency). Pembentukan atau penyisihan dana semacam ini menjadikan kesatuan usaha secara substantif menempati keadaan yang disebut pembatalan atau pembebasan secara substansif (in substance defeasance).
Masalah akuntansi ysng berkaitan dengan perlunasan langsung maupun tidak langsung adalah penentuan kapan kewajiban telah dapat dikatakan hapus atau lenyap sehingga jumlah rupiahnya dapat diakui dari sistem pembukuan. FASB memberikan pedoman tentang saat pelenyapan (extiguishment) kewajiban. Pada mulanya FASB menentukan kriteria lenyapan suatu kewajiban sebagai berikut:
a.       Debitor membayar/melunasi kreditor dan bebas dari semua keharusan yang berkaitan dengan utang.
b.      Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun oleh kreditor dan dapat dipastikan bahwa debitor tidak akan diharuskan untuk melakukan pembayaran dimasa datang yang berkaitan dengan utang dengan penjaminan dalam bentuk apapun.
c.       Debitor menaruh kas atau asset lainnya yang tidak dapat ditarik kembali dalam suatu perwalian yang semata-mata digunakan untuk perlunasan pembayaran bunga serta pokok suatu pinjaman tertentu dan sangat kecil kemungkinan bagi debitor untuk diharuskan lagi melakukan pembayaran dimasa dtang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut.

FASB berargumen pendekatan ini tidak tepat sebagai basis untuk pengembangan standar yang berkaitan dengan peleyapan dan pengakuan kewajiban. Dengan pendekatan ini, transaksi-transaksi yang tidak cukup mempunyai substansi ekonomik dapat membenarkan pengakuan kewajiban dan pengakuan untung yang dipandang FASB tidak menyimbolkan secara tepat realitas kegiatan yang ada. FASB menerapkan pendekatan komponen-keuangan. Dengan pendekatan ini, berbagai transaksi yang berkaitan dengan suatu kewajiban tertentu dapat dianggap terpisah dan independen sehingga berbagai asset atau kewajiban yang terlibat harus diperlakukan sebagai komponen-komponen terpisah. FASB menetapkan bahwa suatu kewajiban dapat dikatakan lenyap kalau salah satu dari kondisi berikut dipenuhi:
a.       Debitor membayar kreditor dan terbebaskan dari keharusan yang melekat pada kewajiban. Membayar kreditor mencakupi penyerahan kas, asset financial lain, barang, atau jasa atau penebusan sekuritas utang oleh debitor untuk menghapus utang atau untuk menahannya sebagai utang obligasi treasuri.
b.      Debitor telah dibebaskan secara hukum dari statusnya sebagai penanggung utang utama baik oleh keputusan pengadilan maupun kreditor.

Transfer Aset Finansial
Untuk melunasi kewajiban, suatu entitas dapat mentransfer asset financial termasuk kas, barang, atau jasa.  Bila kewajiban telah dilunasi dengan mentransfer secara penuh kas, barang, atau jasa ke debitor maka pada saat itu pelunasan dianggap tuntas. Debitor tidak lagi terlibat dengan asset atau kreditor secara financial. Perlunasan kewajiban dengan asset financial juga dapat bersifat tuntas bila penyerahan asset financial bersifat tak bersyarat dan dianggap sebagai penjualan. Artinya, asset finasial dianggap dijual secara tunai dan kas yang diterima seketika itu pula dianggap untuk melunasi kewajiban.
Kalau pelunasan kewajiban dilakukan dengan transferan asset financial yang menimbulkan keterlibatan berlanjut (continuing involvement) pentransferan (transferor)  dengan asset transferan (transferred assets) atau tertransfer (transferee). Dalam hal ini kewajiban tidak lenyap secara tuntas atau ada kewajiban baru yang berkaitan dengan asset transferan.

  Perlunasan Sebelum Jatuh Tempo
Bila kewajiban dilunasi pada saat jatuh tempo, nilai jatuh tempo (nominal) dengan sendirinya merefleksi nilai sekarang (saat pelunasan) kewajiban sehingga tidak ada selisih antara jumlah rupiah yang dibayar dan nilai nominal. Nilai jatuh tempo juga akan sama dengan nilai buku atau nilai bawaan (carrying value) kewajiban karena proses amortisasi selisih antara nominal dan nilai pasar pada saat penerbitan utang (misalnya obligasi). Selama beredar, nilai pasar atau nilai sekarang kewajiban berfluktuasi mengikuti tingkat bunga yang berlaku tetapi pada umumnya fluktuasi tersebut tidak diakui dalam pembukuan debitor.
Penarikan kembali obligasi yang beredar adalah suatu transaksi yang mempengaruhi kontrak debitor atau kreditor tetapi transaksi ini sangat berbeda dengan transaksi aliran kegiatan operasi dan transaksi penggunaan asset (investasi). Dengan demikian, terdapat pandangan bahwa untung atau rugi yang berasal dari transaksi tersebut harus dilaporkan sebagai suatu penyesusian modal. Bergantung pada sifatnya untung atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos diner atau pos ekstraordiner. Kriteria untuk menentukan hal ini adalah apakah pos tersebut merupakan akibat dari transaksi atau kejadian yang mempunyai sifat sebagai berikut:
a.       Sangat berbeda dengan kegiatan operasi rutin kesatuan usaha
b.      Tidak diharapkan akan sering terjadi
c.       Berpengaruh material terhadap operasi perusahaan secara keseluruhan

APB berargumen bahwa sifat semula pelunasan utang sebelum jatuh tempo pada dasarnya sama. Untuk perlunasan dengan pendanaan sebenarnya terdapat tiga perlakuan alternative untuk selisih yaitu:
a.  Selisih diamortisasi selama sisa umur semula utang yang ditarik kembali
b.  Selisih diamortisasi selama umur utang baru yang diterbitkan
c.  Selisih diakui pada saat penarikan dan dilaporkan distatemen laba rugi tahun bersangkutan

Perlunasan utang sebelum jatuh tempo sama sifatnya dengan perlunasan pada saat jatuh tempo tanpa memperhatikan cara untuk melaksanakan hal tersebut (dengan pendanaan kembali atau tidak). Untung atau rugi dapat dilaporkan sebagai pos ordiner atau ektraordiner tergantung pada penilaian terhadap kondisi yang melingkupi transaksi.

Utang Terkonversi
Instrumen financial pada dasarnya merupakan alat pembayaran atau pinjaman sehingga dapat digunakan oleh pemegangnya untuk melunasi utang. Utang terkontroversi (convertible debt) merupakan salah satu instrument financial tersebut. Sekuritas utang semacam ini biasanya mempunyai status sebagai kewajiban dan ekuitas sekaligus. Artinya, pemegang instrument mempunyai hak istimewa untuk mengubah status utang menjadi ekuitas setiap saat selama hak tersebut masih berlaku (belum habis). Instumen semacam ini merupakan salah satu bentuk dari apa yang disebut sekuritas hibrida (hybrid securities).
Contoh yang paling sering dijumpai dalam praktik adalah obligasi terkonversi. Obligasi terkontroversi pada umumnya diterbitkan untuk menarik para investor karena mereka dapat menggeser resiko atau mengubah status sekuritas menjadi lebih menguntungkan. Hak konversi digunakan untuk menarik investor untuk mengimbangi tingkat bunga nominal yang terlalu rendah dibandingka tingkat bunga umum. Harga perdana biasanya jauh lebih tinggi dari obligasi biasa dengan tingkat resiko yang sama. Jadi, investor bersedia membeli hak konversi dalam bentuk bunga yang lebih rendah dari bunga obligasi setara yang dijual secara terpisah. Obligasi terkonversi biasanya mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a.       Tingkat bunga nominal jauh dibawah tingkat bunga pasar untuk obligasi biasanya yang setara
b.      Harga konversi yang ditetapkan lebih tinggi dari harga pasar saham biasa
c.       Harga konversi tidak pernah menurun selama masa hak konversi kecuali karena penyesuaian yang diperlukan akibat pengambilan hak yang melekat pada saham biasa seperti dalam hal terjadi poemecahan saham atau dividen saham

Hal diatas menjadi karakteristik obligasi terkontroversi karena pada umumnya perusahaan penerbit merupakan perusahaan yang agresif dan sedang berkembang sehingga memerlukan dana yang cukup murah. Bila prospek perusahaan sangat baik, obligasi terkontroversi masih tetap menarik bagi investor. Walaupun harga konversi cukup tinggi pada saat ditawarkan, pada saatnya harga saham dapat menjadi lebih tinggi dari harga konversi dan prediksi kenaikan harga saham dapat menjadi cukup pasti memicu investor untuk mengkonversi obligasinya. Karakteristik obligasi terkontroversi menimbulkan masalah akuntansi pada saat pengakuan, pengkonversian, dan perlunasan.
Pendukung alokasi berargumen bahwa karena utang terkonversi mengandung sifat utang dan ekuitas, kedua komponen harus diakui secara terpisah. Pandangan ini didasarkan atas pemikiran sebagai berikut:
a.       Hak konversi mempunyai nilai ekonomik sehingga tidak berbeda dengan sifat hak opsi atau waran. Oleh karena itu, nilai tersebut harus dilaporkan secara terpisah dengan nilai utang sejalan dengan perlakua hak opsi atau waran. Analogi dengan goodwill, nilai hak konversi secara logis juga harus dipisahkan. Bila tidak dipisahkan, akan terjadi inkonsistensi perlakuan akuntansi.
b.      Pada saat penerbitan hak konversi atau nilai utang obligasi biasa (tanpa hak konversi) dapat diukur secara cukup andal sehingga tidak ada kesulitan teknis untuk mengimplementasi pemisahan tersebut. Nilai ionformasional pemisahan jauh lebih penting dari masalah kepraktisan sehingga kepraktisan tidak relevan sebagai basis penolakan pemisahan.
c.       Tujuan penerbitan utang terkonversi yang sebenarnya adalah pendanaan dengan ekuitas. Sifat utang semata-mata untuk melindungi investor dari keadaan jelek yang dapat menimpa perusahaan (dalam likuidasi, utang diprioritaskan). Oleh karena itu, pelunasan utang bukan merupakan hal yang diharapkan oleh penerbit.
Sementara itu, pendukung semata-mata utang mengajukan argument sebaliknya. Dasar pikiran yang melandasi perlakuan sebagai utang semata-mata dapat dikemukakan sebagai berikut:
a.       Utang obligasi terkonversi merupakan sekuritas hibrida sehingga harus dipandang sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hak kontroversi tidak independen terhadap utang obligasi.
b.      Penilaian hak konversi akan bersifat subjektif karena ketidakterpisahan kedua komponen (utang dan hak konversi). Alasannya adalah adanya ketidakpastian dalam hal saat pengambilan hak konversi dan nilai saham pada saat konversi. Kesulitan praktis akan lebih terasa bila tidak ada sekuritas sejenis yang dijual secara bebas tanpa hak konversi.

Jadi, ketidakterpisahkan dan kepraktisan menjadi landasan pikiran untuk memperlakukan utang terkonversi semata-mata sebagai utang. Hal ini menjadi bisnis opini APB yang memandang nilai obligasi dan hak konversi sebagai satu kesatuan. Walaupun demikian, APB lebih menekankan alasannya pada ketidakterpisahan daripada kepraktisan.
Perdebatan mengenai perlakuan sekuritas hibrida timbul karena pembedaan elemen kewajiban dan ekuitas secara definisional sehingga selalu timbul masalah klasifikasi terhadap sekuritas hibrida atau instumen keuangan. Salah satu pemecahan masalah ini adalah mendefinisi ekuitas dalam arti luas yang mencangkupi utang/kewajiban kemudian mengklasifikasi ekuitas menjadi beberapa kelas atas dasar hak-hak yang melekat pada tiap kelas.
Masih ada masalah apabila instrument financial harus diakui dan dilaporkan via statemen keuangan utama karena selain memenuhi definisi, suatu pos atau objek juga harus memenuhi kriteria pengakuan yang lain yaitu terukur (meansureable), terandalkan (reliable), dan berpaut (relevant). Oleh karena itu cara lain untuk mengatasi masalah instrument keuangan adalah bukan dengan pengakuan melainkan dengan pengungkapan (disclosures). 


Pembebasan Substantif
            Pada mulanya, FASB menetapkan bahwa kewajiban dapat dianggap lenyap bila kreditor menaruh kas atau lainnya misalnya obligasi pemerintah yang tidak dapat ditarik kembali dalam satu perwalian dan aliran kas dari aset tersebut akan cukup untuk pelunasan pembayaran bunga serta pokok pinjaman.
Bila telah dicapai saat sehingga debitor sehingga tidak perlu lagi melakukan pembayaran di masa datang yang berkaitan dengan pinjaman tersebut, maka pada saat tersebut secara substansif debitor sudah bebas dari kewajiban sehingga dapat mengakui kewajiban dan aset dalam perwalian meskipun utang belum jatuh waktu. Bila debitor membentuk dana pelunasan utang obligasi, pada saat debitor sudah tidak perlu lagi membayar atau menyetor kas ke dana tersebut karena kas yang telah disetor dan pendapatan dari dana tersebut sudah pasti akan cukup untuk menutup utang pada saat jatuh tempo, maka pada saat itu kewajiban debitor secara substantive dianggap lenyao meskipun kewajiban belum jatuh tempo. Jadi, pada saat tidak ada lagi keharusan membayar, telah terjadi pembebasan substantif.
Dalam standar ini FASB menegaskan bahwa pada saat terjadi pembebasan substantif, kewajiban tidak dapat dihapus karena kejadian tersebut tidak memenuhi karakteristik atau criteria kritis sebagai berikut:
a.       Debitor tidak hanya sendirinya menjadi bebas dari kewajiban secara hukum hanya lantaran perusahaan menempatkan aset ke dalam suatu perwalian.
b.      Untuk pelunasan kewajiban, sumber dana tidak dibatasi hanya dari dana yang ditempatkan dalam perwalian.
c.       Kreditor tidak mempunyai kekuasaan untuk menggunakan secara bebas aset dalam perwalian dan juga tidak dapat menghentikan atau membatalkan perwalian tersebut.
d.      Kreditor ataupun agennya bukan merupakan pihak yang terikat dalam kontrak pembentukan dana pembebasan utang.

Alasan lain yang sering dikemukakan adalah pengawakan kewajiban pada saat tercapainya pembebasan substantive sama saja dengan mengkompensasi kewajiban dengan aset. Kritik lain adalah pengawaakuan kewajiban pada saat terjadinya pembebasan substantif dapat dimanfaatkan oleh debitor untuk melakukan manajemen laba dan peningkatan kinerja secara kosmetik. Hal ini dapat dilakukan karena keuntungan bagi debitor sebagai berikut :
a.       Kewajiban dihapus dari neraca sehingga rasio kewajiban – ekuitas membaik
b.      Laba tahun berjalan akan meningkat dengan jumlah untung yang terjadi dalam pengawaakuan kewajiban
c.       Untung pengawaakuan kewajiban tidak dikenai pajak karena untung tersebut sebenarnya belum terealisasi sehingga perusahaan dapat menghemat atau menunda pajak dan meningkatkan profitabilitas secara cukup berarti pada saat pembebasan substantive
d.      Bila aset berupa obligasi pemerintah, perusahaan dapat menghemat pajak karena untuk perhitungan pajak  pendapatan bunga obligasi pemerintah dapat dikompensasi oleh biaya bunga utang
e.       Pembebasan substantive memungkinkan perusahaan untuk memperlakukan kewajiban jangka seperti mengelola surat–surat berharga di sisi aset.

Penyajian
Secara umum, kewajiban disajikan dalam neraca atas dasar urutan kelancarannya sejalan dengan penyajian aset. PSAK No. 1 (pasal 39) menggariskan bahwa aset lancer disajikan urut menurut urutan likuidiats sedangkan kewajiban disajikan menurut urutan jatuh tempo. Ini berarti kewajiban jangka pendek disajikan lebih dahulu daripada kewajiban jangka panjang. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan pembaca untuk mengevaluasi likuiditas perusahaan.
            PSAK No. 1 menentukan bahwa semua kewajiban yang tidak memenuhi kriteria sebagai kewajiban jangka pendek harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek bila (paragraph 44):
a.       Diperkirkan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal opersi perusahaan
b.      Jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari tanggal neraca

Ada 3 bentuk pembiayaan di luar neraca:
1.      Anak perusahaan yang tidak terkonsolidasi
Perusahaan induk tidak perlu melaporkan aktiva dan kewajiban anak perusahaannya. Yang dilaporkan perusahaan dalam neraca hanyalah investasi dalam anak perushaan.
2.      Entitas dengan Tujuan Khusus atau Special Purpose Entity
Perusahaan dengan tujuan khusus ini biasanya merupakan perusahaan yang menjalankan sebuah proyek.
3.      Lease Operasi
Cara lain agar perusahaan tidak perlu mencantumkan hutang di neraca adalah dengan leasing. Daripada memiliki sebuah aktiva, perusahaan lebih memilih untuk menyewanya.

Perusahaan yang mempunyai banyak terbitan hutang jangka panjang dalam jumlah besar sering kali hanya melaporkan satu akun dalam neraca dan mendukungnya dengan komentar dalam catatan yang menyertainya. Hutag jangka panjang yang jatuh tempo dalam satu tahun hrus dilaporkan sebagai hutang lancar, kecuali kalau penarikan itu dipenuhi dengan aktiva selain aktiva lancar. Jika hutang itu didanai kmbali, dikonversi menjadi saham, atau ditarik dari dana pelunasan obligasi, maka hal itu harus terus dilaporkan sebagai pos tidak lancar.
Pengungkapan catatan umumnya berisi sifat dari kewajiban, tanggal jatuh tempo, suku bunga, provisi penarikan, konversi, pembatasan yang dikenakan oleh kreditor dan  aktiva yang disepakati sebagai jaminan.
Suatu kewajiban tetap dapat diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang bila kewajiban tersebut tidak akan dilunasi tetapi didanai kembali atau diperbarui. Paragraf 47 menyebutkan bahwa kewajiban berbunga jangka panjang tetap diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang, walaupun kewajiban tersebut akan jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan sejak tanggal neraca, apabila:
a.       Kesepakatan awal perjanjian pinjaman untuk jangka waktu lebih dari dua belas bulan
b.      Perusahaan bermaksud membiayai kembali kewajibannya dengan pendanaan jangka panjang

Hak Mengkompensasi
Ada kalanya hak mengontra diperbolehkan bila kondisi tertentu dipenuhi. kondisi ini biasanya berkaitan dengan apa yang disebut sebagai kontrak bersyarat dan kontrak pertukaran. Kontrak bersyarat adalah kontrak yang hak dan kewajibannya bergantung pada timbulnya kejadian masa datang tertentu yang belum tentu terjadi dan dapat mengubah saat penerimaan, penyerahan, atau pertukaran jumlah rupiah atau instrument keuangan. Contoh kontrak ini adalah futures contracts dan forward purchase–sale contracts. Kontrak pertukaran adalah kontrak yang mewajibkan adanya pertukaran aset dan kewajiban dimasa datang dan bukan hanya transfer aset dari satu pihak aja. Contoh kontrak ini adalah interest rate swaps dan currency swaps.
Dalam FASB Interpretation No. 39, 45 FASB mendefinisi hak mengontra sebagai berikut (paragraph 5): Hak mengintra adalah hak yuridis debitor, lantaran kontrak antara lainnya, untuk menghapus semua atau sebagian utang kepada pihak lain dengn cara mengkompensasi utang tersebut dengan jumlah yang pihak lain berutang kepada debitor. Hak mengontra dikatakan ada bilamana semua kondisi berikut dipenuhi:
a.       Tiap pihak dari dua pihak yang berkontrak utang kepada yang lain suatu jumlah rupiah tertentu.
b.      Pihak pelapor mempunyai hak mengontra jumlah yang diutangnya dengan jumlah yang diutang pihak lain.
c.       Pihak pelapor memang berniat untuk mengontra.
d.      Hak mengontra terpaksakan secara hukum. 


2.2. EKUITAS
Untuk perusahaan perseroan, ekuitas sering disebut modal. Untuk perseroan, istilah ekuitas (ekuitas pemegang saham atau stockholders’ equity) lebih merefleksi makna yang ingin dikandungnya. Karena konsep kesatuan usaha yang memisahkan antara manajemen dan pemilikan, informasi tentang ekuitas pemegang saham menjadi sangat penting karena hal tersebut menunjukkan hubungan antara perusahaan dengan pemegang saham. Dari sudut pemegang saham, ekuitas pemegang saham merupakan hak atas kekayaan atau nilai yang tertanam dalam perseroan.

Pengertian
Karena artikulasi harus dipertahankan, ekuitas tidak didefinisikan secara semantik tetapi secara sintatik. Artinya, ekuitas didefinisikan secara mekanik atau prosedural dalam kaitannya dengan elemen-elemen statemen keuangan yang lain. Dalam kerangka dasar Standar Akuntansi Keuangan (2002), misalnya Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) mendefinisikan ekuitas sebagai berikut (pasal 49):
            Ekuitas adalah hak atas aktiva perusahaan setelah dikurangi semua kewajiban. Godfrey, Hodgson dan Holmes (1997) membedakan ekuitas dan kewajiban atas dasar kriteria berikut:
a.    Hak-hak masing-masing pihak ats penyelesaian klaim
b.   Hak penggunaan aset dalam operasi
c.    Substansi ekonomik perjanjian.

Atas dasar konsep kesatuan usaha, kreditor dan pemegang saham sama-sama mempunyai klaim atau hak untuk dilunasi atas dana yang ditanamkan dalam perusahaan. Akan tetapi, dua karakteristik yang melekat pada hak kreditor yaitu:
a.    Penyelesaian klaim mereka pada tanggal tertentu melalui transfer aset.
b.   Prioritas di atas pemilik dalam penyelesaian klaim mereka dalam hal likuidasi.

Komponen Ekuitas Pemegang Saham
Dari segi riwayat terjadinya dan sumbernya, ekuitas pemegang saham diklasifikasi atas dasar dua komponen penting yaitu modal setoran dan laba ditahan. Modal setoran dipecah menjadi modal saham sebagai modal yuridis dan modal setoran tambahan, dan komponen lain yang mereflaksi transaksi pemilik.

Perbedaan Modal Setoran dan Laba Ditahan
Klasifikasi ekuitas pemegang saham menjadi modal setoran dan laba ditahan sebenarnya merefleksi pembedaan atas dasar sumber. Penyajian ekuitas pemegang saham atas dasar sumber sebenarnya bersifat tradisi karena anggapan bahwa penyajian seperti ini akan memberi informasi tentang riwayat modal sejak berdirinya perseroan. Ditinjau dari sumber, ada beberapa komponen yang membentuk ekuitas pemegang saham yaitu:
a.    Jumlah rupiah yang disetorkan oleh pemegang saham
b.   Laba ditahan yang merupakan sisa laba setelah pembagian deviden
c.    Jumlah rupiah yang timbul akibat apresiasi/revaluasi aset fisis tertentu
d.   Jumlah rupiah donasi dari pihak nonpemegang saham
e.    Sumber lainnya

Paton dan Littleton (1970) berargumen bahwa jumlah rupiah modal setoran tidak menunjukkan secara khusus tujuan penggunaan jumlah rupiah tersebut. Jumlah tersebut hanya menunjukkan hak atau kesepakatan atas dana yang ditanamkan pihak penyedia dana. Oleh karena itu, perubahan dalam modal setoran harus dibatasi hanya untuk transaksi antara perseroan dengan pemegang saham.

Obligasi Terkonversi
Dalam hal tertentu, perusahaan menerbitkan obligasi dengan karakteristik bahwa obligasi tersebut dapat ditukarkan dengan saham biasa atas kehendak pemegang obligasi dalam perioda konversi tertentu.
Kalau hak tukar tersebut digunakan, yang terjadi adalah prubahan status kewajiban menjadi modal sertoran. Masalah teoritisnya adalah menentukan jumlah rupiah yang dapat dianggap sebagai modal setoran sehingga modal saham dan kelebihan di atas modal saham dapat ditentukan. Dalam hal ini, ada dua nilai yang dapat digunakan sebagai basis kapitalisasi yaitu:
1.      Nilai buku atau nilai bawaan obligasi pada saat penukaran
2.      Harga pasar obligasi atau harga pasar saham.

Saham Prioritas Terkonversi
Pengukuran jumlah rupiah yang harus diakui sebagai modal setoran dapat menggunakan cara seperti pada obligasi terkonversi. Dengan pendekatan pertama,nilai nominal saham proritas plus porsi premium/diskusi ditransfer ke modal pemegang saham dan premium/diskusi modal pemegang saham biasa.
Kalau porsi premium tidak ditransfer dan semua saham prioritas dikonversi menjadi saham biasa maka akan terjadi kejanggalan karena akan terdapat premium saham prioritas padahal tidak ada saham prioritas yang beredar. Konversi ini semata-mata menendai perubahan status atau hak dua golongan pemegang saham.
Argumen lain yang mendukung harga pasar sebagai dasar penilaian modal setoran adalah bahwa konversi tersebut mempunyai substansi ekonomik tidak semata-mata formalitas. Setelah konversi berarti perusahaan menjadi bebas dari kewajiban membayar deviden secara tetap. Ini berarti likuiditas perusahaan bertambah dan akan mengurangi risiko pemegang saham biasa.

Dividen Saham
Dividen saham adalah distribusi dividen dalam bentuk saham yang sejenis dengan saham yang mula-mula diterbitkan. Bila distribusi dividen saham tidak disertai dengan kapitalisasi laba ditahan, deviden saham akan menyerupai pemecahan saham. Pemecahan saham adalah penurunan nominal per saham dengan cara menukar tiap satu saham yang beredar dengan dua atau lebih saham baru yang nilai nominal per sahamnya merupakan pecahan dari nilai nominal saham semula.
Penilaian untuk menentukan kapitalisasi laba ditahan dapat menggunakan dasar nominal saham atau harga pasar saham atau dasar lainnya bergantung pada karakteristik atau tujuan pembagian dividen saham.


Karakteristik Dividen Saham
Bagi pemegang saham, dividen saham bukan merupakan pendapatan atau laba. Berbagai teori atau argumen diajukan untuk menjelaskan mengapa dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya.
Dividen kas hanya berfungsi sebagai konfirmasi bahwa kemakmuran pemegang saham benar-benar telah naik secara objektif sebelum dividen. Kalau laba ditahan dianggap sebagai ekuitas yang terpisah sehingga ekuitas pemegang saham hanya terdiri atas modal setoran, dividen saham atau kas merupakan pendapatan atau laba bagi pemegang saham karena mereka memperoleh sesuatu yang sebelumnya tidak dipunyai.
Dari sudut pandang kesatuan pemilik, dividen saham bukan merupakan laba bagi penerimanya. Alasannya adalah bahwa laba perseroan juga merupakan laba pemilik. Oleh karena itu, dividen kas dianggap sebagai pengambilan atau prive oleh pemilik dari sesuatu yang memang sudah menjadi haknya sehingga tidak ada tambahan kemakmuran.

Kapitalisasi Atas Dasar Harga Saham
Walaupun dividen saham berbeda dengan dividen kas, sebagai dividen keduanya dianggap sebagai distribusi ke pemilik. Oleh karena itu, deviden saham dapat dipandang sebagai pengganti dividen kas karena dividen saham mempunyai nilai. Berbagai dasar pemikiran mendukung hal ini:
a.       Laba ditahan pada dasarnya adalah reinvestasi dari pemegang saham tanpa tindakan pernyataan resmi.
b.      Transaksi dividen saham dapat dianggap terdiri atasa dua transaksi yaitu pembagian dividen kas dan penerbitan saham baru dengan harga sebesar dividen kas tersebut
c.       Dari kaca mata perusahaan, jumlah rupiah dividen saham adalah kos kesempatan penjualan saham baru ke pasar modal.
d.      Penggunaan harga pasar juga mengurangi kesan keliru para pemegang saham bahwa masih tersedia laba ditahan yang dapat didistribusi lagi baik dalam bentuk dividen saham atau kas.

Hak Beli Saham
Hak beli saham adalah hak yang diberikan bagi pemegang sahama lama untuk membeli sejumlah saham. Hal ini biasanya dimaksudkan untuk mempertahankan pemilikan pemegang saham lama. Pada umumnya, hak beli saham umurnya tidak lama dan harga beli saham dengan hak beli tersebut biasanya lebih rendah dari harga pasar saham bersnagkutan. Oleh karena itu, hak beli saham sering dianggap mempunyai harga pasar sehingga timbul pendapat bahwa hak beli saham tersebut dikapitalisasi.

Opsi Saham
Opsi merupakan saham instrumen yang digolongkan sebagai sekuritas turunan-saham atau derivatif-saham. Disebut turunan karena harus ada sekuritas yang melandasi atau menjadi basis. Secara umum opsi diartikan sebagai klaim untuk membeli atau menjual saham tertentu yang sengaja diciptakan oleh investor untuk dijual kepada investor lain. Terdapat dua macam opsi yaitu call dan put. Opsi call memberi hak kepada pemegang untuk membeli sejumlah saham dengan harga tertentu setiap saat sebelum hak tersebut habis pada tanggal tertentu. Opsi put memberi hak kepada pemegang untuk menjual sejumlah saham dengan harga tertentu setiap saat sebelum hak tersebut habis pada tanggal tertentu.

Waran
Perusahaan dapat juga menjual hak beli saham kepada nonpemegang saham dengan menjual kupon pembelian saham atau waran. Dalam PSAK No. 41, IAI mendefinisi waran sebagai berikut:
Waran adalah efek yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memberi hak kepada pemegangnya untuk memesan saham dari perusahaan tersebut pada harga dan jangka waktu tertentu (pasal 03).
Waran berbeda dengan hak beli saham dan opsi saham dalam beberapa aspek yaitu:
1.      Waran diterbitkan oleh perusahaan sedangkan hak beli saham diterbitkan oleh investor.
2.      Jangka waktu opsi waran biasanya lebih lama daripada jangka waktu opsi hak beli saham.
3.      Waran dijual atau diterbitkan kepada umum dan biasanya hal ini menjadi syarat bagi pembeli.
4.      Saham dijual dengan harga tertentu/tunai.
5.      Harga pemeblian saham total pada saat pengambilan opsi biasanya melebihi harga pasar saham pada saat waran ditawarkan.
6.      Bila hak opsi tidak diambil, kos waran tidak dapat ditarik kembali oleh pemegang waran.
7.      Waran dapat diterbitkan menyertai penerbitan surat utang.

Persoalan teoritis timbul bila waran dijual sebagai bonus atau “pemanis” penjualan surat berharga lain misalnya obligasi atau saham prioritas. Berkaitan dengan masalah diatas, PSAK No. 41 telah menetapkan perlakuan akuntansi untuk berbagai jenis waran sebagai berikut:
Jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas yang disertai waran lepas dialokasikan ke sekuritas dan waran atas dasar nilai wajar masing-masing komponen pada saat penerbitannya. Jumlah rupiah yang melekat pada sekuritas dilaporkan sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristiknya (pasal 15).
Apabila waran diambil,jumlah rupiah yang melekat pada waran dikapitalisasi ke modal saham dan agio saham. Apabila waran tidak diambil sampai masa opsi berakhir, jumlah rupiah tercatat waran tetap diperlakukan sebagai modal setoran lain (pasal 16).
Seluruh jumlah rupiah hasil penerbitan sekuritas yang disertai waran lekat diakui seluruhnya sebagai kewajiban atau ekuitas sesuai dengan karakteristik (pasal 17).
Penerbitan waran bebas diperlukan sebagai modal setoran lain sebesar jumlah rupiah hasil penerbitan tersebut. Bila waran bebas diterbitkan secara Cuma-Cuma, tidak diperlukan penaksiran nilai waran untuk diakui sebagai modal setoran lain (pasal 18-19).

Penurunan Modal Setoran
Berbagai sumber perubahan modal setoran yang dibahas bersifat menaikkan atau menambah modal setoran. Pada umumnya lebih banyak faktor  yang besifat menaikkan modal setoran daripada yang menurunkan modal setoran.
Paton dan Littleton menegaskan bahwa ditinjau dari segi penilaian pasar terhadap perusahaan, tidak ada alasan untuk menganggap bahwa baik perseroan maupun pemegang saham yang mengembalikan haknya memperoleh laba efektif, atau menderita rugi efektif dalam transaksi modal tersebut.

Saham Treasuri
Transaksi yang jelas akan mengurangi modal setoran adalah penarikan kembali untuk sementara saham menjadi saham treasuri. Beberapa alasan perusahaan melakukan penarikan kembali saham sebagai saham treasuri adalah:
a.    Saham tersebut akan diterbitkan kembali kepada karyawan dalam program opsi saham.
b.   Saham tersebut akan digunakan untuk membeli perusahaan lain dalam transaksi penggabungan usaha.

Konsep Satu-Transaksi
Konsep ini disebut juga dengan metoda kos karena jumlah rupiah total yang dibayarkan dianggap seakan-akan merupakan kos pembelian saham trasuri. Artinya, pembelian dan penjualan dianggap sebagai kesatuan transaksi untuk mencapai tujuan yang diinginkan dengan transaksi saham treasuri tersebut.

Perubahan Laba Ditahan
Laba yang dipindahkan dari akun laba-rugi adalah laba yang merupakan selisih sleuruh elemen transaksi operasi dalam arti luas yang disebut laba komprehensif. Terdapat beberapa hal yang dapat menyebabkan laba ditahan dalam satu perioda berubah selain karena transaksi modal tetapi karena transaksi khusus yaitu:
1.      Penyesuaian periode lalu
2.      Koreksi kesalahan dalam laporan keuangan sebelumnya
3.      Pengaruh perubahan akuntansi
4.      Kuasi-reorganisasi

Perubahan akuntansi
Karena alasan tertentu suatu perusahaan mungkin melakukan kebijakan yang mempunyai pengaruh terhadap konsistensi dalam proses akuntansi dan pelaporan keuangan yang disebut dengan perubahan akuntansi. Ada tiga macam perubahan akuntansi:
1.      Perubahan prinsip atau metoda akuntansi
2.      Perubahan taksiran akuntansi
3.      Perubahan kesatuan pelaporan

Urutan Penyerapan Rugi
Secara umum kos yang telah dikorbankan menjadi biaya akan diserap melalui aliran pendapatan kotor. Urutan penyerapan biaya,rugi, dan rugi luar biasa dapat digambarkan sebagai berikut:
1.      Pendapatan Kotor.
2.      Laba Bersih.
3.      Laba Ditahan.
4.      Premium modal saham.
5.      Modal saham.

Urutan Menerima Distribusi Aset
Urutan perlindungan menunjukkan siap yang harus didahulukan dalam menerima distribusi aset atau siapa yang menanggung segala akibat dalam kasus perusahaan dilikuidasi. Ditinjau dari segi ini, urutan perlindungan dapat dikemukakkan sebagai berikut:
1.      Karyawan dan Pemerintah.
2.      Kreditor berjaminan.
3.      Krerditor tak berjaminan.
4.      Pemegang saham prioritas.
5.      Pemegang saham biasa.

2.3. PENYAJIAN KEWAJIBAN DAN EKUITAS MENURUT SAK ETAP
Kewajiban Diestimasi
a. Entitas mengakui kewajiban diestimasi jika:
Ø  Memiliki kewajiban kini sebagai hasil dari peristiwa masa lalu
Ø  Kemungkinan terjadi bahwa entitas akan disyaratkan untuk mentransfer manfaat ekonomi pada saat penyelesaian
Ø  Jumlah kewajiban dapat diestimasi dengan andal

     b. Entitas mengakui kewajiban diestimasi sebagai kewajiban dalam neraca dan mengakui jumlah kewajiban diestimasi tersebut sebagai beban dalam laporan laba rugi, kecuali jika:
Ø  Merupakan bagian dari biaya memproduksi persediaan
Ø  Termasuk dalam nilai aset tetap

     c. Jumlah yang diakui sebagai kewajiban diestimasi adalah hasil estimasi terbaik pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban kini pada tanggal pelaporan. Jika dampak nilai waktu uang cukup material, maka jumlah kewajiban diestimasi adalah nilai kini dari perkiraan nilai pengeluaran yang diperlukan untuk menyelesaikan kewajiban.

Kewajiban Kontinjensi
a.       Kewajiban kontinjensi merupakan kawajiban potensial yang belum pasti atau kewajiban kini yang tidak diakui karena tidak memenuhi salah satu atau kedua kondisi pada item kewajiban diestimasi a(2) dan a(3) diatas. Entitas tidak boleh mengakui kewajiban kontinjensi sebagai kewajiban
b.      Entitas tidak boleh mengakui aset kontinjensi sebagai aset.

Pengungkapan
     a.  Untuk setiap jenis kewajiban diestimasi, entitas harus mengungkapkan:
Ø  Jumlah tercatat awal dan akhir periode
Ø  Kewajiban diestimasi tambahan
Ø  Jumlah yang digunakan selama periode bersangkutan
Ø  Jumlah yang belum digunakan selama periode besangkutan
Ø  Peningkatan nilai kini
Ø  Uraian singkat mengenai sifat kewajiban dan perkiraan saat arus keluar sumber daya terjadi
Ø  Indikasi ketidakpastian jumlah dan saat arus ks keluar
Ø  Jumlah ekspektasi penggantian

     b. Entitas mengungkapkan setiap jenis kewajiban kontinjensi pada saat pelaporan, uraian dan sifat kontinjensi dan jika praktis dilakukan:
Ø  Estimasi dampak keuangan
Ø  Indikasi ketidakpastian
Ø  Kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.

Ekuitas
a.       Modal saham badan usaha berbentuk PT meliputi saham preferen, saham biasa dan akun tambahan modal disetor. Pos modal lain seperti modal yang berasal dari sumbangan dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor.
b.      Penambahan modal disetor PT dicatat berdasarkan:
Ø  Jumlah uang yang diterima
Ø  Setoran saham dalam bentuk uang sesuai transaksi yang nyata
Ø  Besarnya tagihan yang timbul atau utang yang dikonversi menjadi modal
Ø  Setoran dalam dividen saham dilakukan dengan harga saham wajar yang disepakati
Ø  Nilai wajar aset bukan kas yang diterima
Ø  Setoran saham dalam bentuk barang menggunakan nilai wajar aset bukan kas yang diserahkan, yaitu nilai appraisal tanggal transaksi yang disetujui dewan komisaris.
c.       Pencatatan pengurangan modal disetor PT:
Ø  Jumlah uang yang dibayarkan
Ø  Besarnya utang yang timbul
Ø  Nilai wajar aset bukan kas yang diserahkan
d.      Pengeluaran saham PT dicatat sebesar nilai nominal yang bersangkutan dan apabila ada selisih lebih dibukukan pada agio saham.
e.       Perolehan kembali saham yang telah dikeluarkan dapat dicatat dengan menggunakan metode biaya atau metode nilai pari.
f.       Dividen dapat dibagikan dalam bentuk kas maupun aset bukan kas.
g.      Dividen saham adalah pembagian saldo laba kepada pemegang saham yang diinvestasikan kembali oleh mereka daam bentuk modal disetor, dan dicatat berdasarkan nilai wajar saham.
h.      Konversi agio menjadi saham digolongkan sebagai modal disetor sebesar nilai nominal dan tidak boleh digolongkan sebagai pembagian deviden.
    
      Penyajian dan pengungkapan:
Ø  Penyajian modal didalam neraca.
Ø  Modal dasar, modal ditempatkan dan modal disetor, nilai nominal dan banyaknya saham untuk setiap jenis saham dinyatakan dalam neraca.
Ø  Saldo laba menunjukkan akumulasi hasil usaha periodic setelah memperhitungkan pembagian deviden dan koreksi laba rugi periode lalu, serta dinyatakan terpisah dari akun modal saham. Seluruh saldo laba dianggap bebas untuk dibagikan kecuali jika diberikan indikasi mengenai pembatasan terhadap saldo laba.

Pengungkapan saldo laba meliputi:
Ø  Penjatahan dan pemisahan saldo laba
Ø  Peraturan, perikatan, batasan dan jumlah batasan di sekitar saldo laba
Ø  Koreksi masa lalu
Ø  Pengungkapan jumlah deviden dan dividen per lembar saham
Ø  Tunggakan deviden
Ø  Pengungkapan deklarasi deviden setelah tanggal neraca, sebelum penyelesaian laporan keuangan.
                                
Pengungkapan per jenis saham:
Ø  Modal dasar
Ø  Modal ditempatkan atau dipesan belum disetor
Ø  Modal disetor
Ø  Harga nominal per lembar
Ø  Perubahan lembar saham tiap jenis saham dan saldo nilai rupiah per jenis saham
Ø  Hak istimewa
Ø  Batasan khusus
Ø  Penjelasan bila dapat konversi, tarif konversi.
                                                          
Pengungkapan deviden:
Ø  Jumlah deviden
Ø  Dividen per lembar saham
Ø  Bentuk dividen
Ø  Batasan saldo laba minimum
Ø  Utang dividen
Ø  Pengumuman pembagian deviden
Ø  Jumlah kapitalisasi deviden saham dan pemecahan saham
                                                              
Pengungkapan saham beredar yang diperoleh kembali:
Ø  Saham beredar, metode biaya disajikan sebagai pengurang jumlah modal.
Ø  Saham beredar yang diperoleh kembali, metode nilai nominal sebagai pengurang saham sejenis.

Ekuitas sebagai bagian hak pemilik dalam entitas harus dilaporkan sedemikian rupa sehingga memberikan informasi mengenai sumbernya secara jelas dan disajikan sesuai dengan peraturan perundangan dan akta pendirian yang berlaku. Bentuk hukum entitas dan ekuitas sebagai berikut:
Bentuk Hukum
Bentuk Ekuitas
Entitas Perorangan
Entitas Perorangan bukan suatu badan hukum, dan modalnya tidak terbagi atas saham. Harta kekayaan pribadi pemilik entitas terikat pada utang piutang usaha perorangan
Persekutuan Perdata
Persekutuan Perdata bukan suatu badan hukum, dan modalnya tidak terdiri atas saham
Firma
Modal firma tidak terbagi atas saham dan para anggota Firma bertanggung jawab renteng atas kewajiban Firma sebagai suatu persekutuan perorangan
Commandtaire Vennootschap (CV)
Modal suatu persekutuan CV harus dipisahkan antara Modal Pesero Aktif dan Modal Pesero Komanditer. Pesero aktif adalah pesero yang bertindak aktif sebagai pengurus CV. Pesero Komanditer adalah pesero tidak aktif sebagai pengurus CV dan hanya bertanggung jawab sebatas modal CV yang menjadi bagiannya.
Perseroan Terbatas (PT)
Modal Perseroan Terbatas terdiri atas saham. Tanggung jawab persero terbatas pada jumlah modal saham yang disetor jika PT telah disahkan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.
Koperasi
Koperasi adalah badan hukum. Modal pokok koperasi adalah simpanan pokok anggota, mirip saham atas nama, tak dapat dipindahtangankan dan dapat diambil kembali bila anggota keluar dari keanggotaan koperasi. Ekuitas koperasi atau kekayaan bersih koperasi adalah simpanan pokok, simpanan lain, pinjaman-pinjaman, penyisihan hasil usaha termasuk cadangan.

Instrumen keuangan dibagi menjadi dua, yaitu instrumen keuangan kewajiban dan instrumen keuangan ekuitas. Klasifikasi instrumen keuangan ditentukan berdasarkan substansi pengakuan awal transaksi (contractual arrangement on initial recognition). Jika pada awal transaksi penyerahan suatu instrumen keuangan mengandung kewajiban kontraktual untuk menyerahkan uang tunai atau sejenisnya di masa yang akan datang, maka instrumen keuangan tersebut digolongkan sebagai kewajiban.
Jika pemegang instrumen keuangan tak mempunyai hak keuangan masa depan pada penerbit instrumen, namun berhak secara proporsional atas dividen atau distribusi berlandaskan ekuitas, maka instrumen tersebut digolongkan sebagai ekuitas. Instrumen keuangan yang tidak mengandung pemaksaan pelaksanaan kewajiban keuangan pada saat entitas dalam kondisi kurang menggembirakan, digolongkan sebagai ekuitas.

Akuntansi Ekuitas untuk Badan PT
Modal saham adalah bentuk ekuitas untuk badan usaha berbentuk PT. Modal saham meliputi saham preferen, saham biasa dan akun Tambahan Modal Disetor. Pos modal lainnya seperti modal yang berasal dari sumbangan dapat disajikan sebagai bagian dari tambahan modal disetor.
Akun Tambahan Modal Disetor terdiri dari berbagai macam unsur penambah modal, seperti agio saham, tambahan modal dari perolehan kembali saham dengan harga yang lebih rendah dari jumlah yang diterima pada saat pengeluaran, tambahan modal dari penjualan saham yang diperoleh kembali dengan harga di atas jumlah yang dibayarkan pada saat perolehannya, tambahan modal dari perbedaan kurs modal disetor dan lain sebagainya. Akun Tambahan Modal Disetor tidak boleh didebit atau dikredit dengan pos laba atau rugi.

Penambahan modal disetor dicatat berdasarkan:
1.      Jumlah uang yang diterima.
Setoran saham dalam bentuk uang, sesuai transaksi yang nyata. Untuk jenis saham yang diatur dalam bentuk rupiah dalam akta pendirian setoran saham tunai dalam bentuk mata uang asing dinilai dengan kurs berlaku tanggal setoran. Untuk jenis saham yang diatur dalam mata uang asing dalam akta pendiriannya, setoran tunai baik rupiah atau mata uang asing lain harus dikonversi ke mata uang asing dalam akta pendirian sesuai kurs resmi yang berlaku pada tanggal setoran, kecuali akta pendirian atau keputusan pemerintah menentukan kurs tetap. Selisih kurs mata uang asing yang timbul sehubungan dengan transaksi modal, harus dibukukan sebagai bagian dari modal dalam akun Selisih Kurs atas Modal Disetor dan bukan merupakan unsur laba rugi.
2.      Besarnya tagihan yang timbul atau utang yang dikonversi menjadi modal.
Setoran dalam dividen saham dilakukan dengan harga saham wajar yang disepakati Rapat Umum Pemegang Saham untuk saham yang tidak ada harga pasarnya.
3.      Nilai wajar aset bukan kas yang diterima.
Setoran saham dalam bentuk barang (inbreng), menggunakan nilai wajar aset bukan kas yang diserahkan, yaitu nilai appraisal tanggal transaksi yang disetujui dewan komisaris atau nilai kesepakatan dewan komisaris dan penyetor bentuk barang.

Pengurangan modal disetor lazimnya dicatat berdasarkan:
1.      Jumlah uang yang dibayarkan.
2.      Besarnya utang yang timbul.
3.      Nilai wajar aset bukan kas yang diserahkan.

Pengeluaran saham dicatat sebesar nilai nominal yang bersangkutan. Bila jumlah yang diterima dari pengeluaran saham tersebut lebih besar dari pada nominalnya, selisih yang terjadi dibukukan pada akun Agio Saham. Saham yang dikeluarkan sehubungan dengan penyertaan modal dalam bentuk penyerahan aset bukan kas atau pemberian jasa umumnya dinilai sebesar nilai wajar aset/jasa tersebut atau nilai wajar saham yang bersangkutan, tergantung mana yang lebih jelas.
Bila ketentuan hukum yang ada memungkinkan penarikan kembali saham yang telah dikeluarkan, maka pencatatan transaksi ini dilakukan dengan mendebit akun Modal Saham dan mengkredit Modal Saham yang Diperoleh Kembali sebesar jumlah yang dibukukan pada saat perolehan kembali saham yang bersangkutan. Perolehan atau penarikan kembali saham yang beredar dapat dijelaskan pada ketiga kategori dibawah:


1. Perolehan Kembali Saham Beredar dengan Menggunakan Metode Biaya
Jika entitas memperoleh kembali saham yang telah dikeluarkan, selisih antara jumlah yang dibayarkan pada saat perolehan kembali dengan jumlah yang diterima pada saat pengeluaran saham tidak diakui sebagai laba atau rugi entitas. Perolehan kembali saham yang telah dikeluarkan dapat dicatat dengan menggunakan metode biaya atau metode nilai pari. Dengan metode biaya, saham yang diperoleh kembali dicatat sebesar harga perolehan kembali dan disajikan sebagai pengurang atas jumlah modal.
Saham yang dibeli kembali dicatat sesuai harga perolehan kembali, disajikan sebagai pengurang akun Modal Saham, untuk saham sejenis, disajikan dalam jumlah lembar dan nilai nominal. Kemudian, selisih harga perolehan kembali dengan nilai disajikan sebagai pengurang atau penambah akun Agio Saham, disajikan per jenis saham dan Rupiah, dengan judul Tambahan (Pengurang) Agio Modal Dari Perolehan Kembali Saham. Jika agio saham menjadi defisit (disagio) karena transaksi perolehan kembali, defisit tersebut dibebankan pada saldo laba

2. Perolehan Kembali Saham Beredar dengan Pari Value Method
Metode nilai nominal lazimnya digunakan dalam hal saham yang diperoleh kembali tersebut akan di keluarkan lagi dikemudian hari. Dengan metode nilai nominal, saham yang diperoleh kembali dicatat sebesar nilai nominal saham yang bersangkutan dan disajikan sebagai pengurang akun Modal Saham.
Apabila saham yang diperoleh kembali tersebut semula dikeluarkan dengan harga di atas nilai nominal, akun Agio Saham akan didebit dengan agio saham yang bersangkutan. Dalam hal jumlah yang dibayarkan lebih besar daripada jumlah yang diterima pada saat pengeluarannya, selisih tersebut dibukukan dengan mendebit akun Saldo Laba.
Sebaliknya bila jumlah yang dibayarkan lebih kecil, selisihnya dianggap sebagai unsur penambah modal dan dibukukan dengan mengkredit akun Tambahan Modal dari Perolehan Kembali Saham. Metode ini lazimnya digunakan bila perolehan kembali dilakukan dalam rangka penarikan saham.

3. Perolehan Kembali Saham Dari Sumbangan
Saham yang diperoleh kembali dari sumbangan lazimnya dicatat sebesar jumlah yang diterima pada saat pengeluarannya dengan mendebit akun Modal Saham yang Diperoleh Kembali dan mengkredit akun Modal yang Berasal dari Sumbangan. Pada saat saham tersebut dijual kembali, selisih antara jumlah yang tercatat dengan harga jualnya ditambahkan pada akun Modal yang Berasal dari Sumbangan.
Kewajiban entitas untuk membagi dividen timbul pada saat deklarasi dividen, dan dengan demikian pada saat tersebut saldo laba akan dibebani dengan jumlah dividen termaksud. Kewajiban yang timbul lazimnya disajikan dalam kelompok laibilitas lancar. Bila dividen dibagikan dalam bentuk aset bukan kas, maka saldo laba akan didebit sebesar nilai wajar aset yang diserahkan. Dasar pencatatn untuk pembagian dividen dalam bentuk aset bukan kas dan saham harus diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan.
Pembagian dividen termasuk dividen saham berasal dari saldo laba. Pembagian dividen saham adalah pembagian saldo laba kepada pemegang saham, yang diinvestasikan kembali oleh mereka dalam bentuk modal disetor. Pembagian dividen saham dicatat berdasarkan nilai wajar saham. Konversi agio menjadi saham digolongkan sebagai Modal Disetor sebesar nilai nominal. Konversi agio menjadi saham tidak boleh digolongkan sebagai pembagian dividen.


2.4. PENYAJIAN KEWAJIBAN DAN EKUITAS MENURUT IFRS

IAS 32 mewajibkan bahwa penerbit suatu instrumen keuangan harus mengklasifikasikan pada waktu pengakuan awal instrumen atau bagian dari komponennya ke dalam:
Ø  Ekuitas; atau
Ø  Liabilitas keuangan; atau
Ø  Aset keuangan.

Hal ini harus dilakukan atas dasar substansi transaksi dan definisi istilah. Suatu fitur yang kritis dari suatu liabilitas keuangan adalah eksistensi dari:
Ø  Suatu liabilitas kontraktual dari penerbit instrumen keuangan untuk mengirimkan kas atau aset keuangan lainnya kepada pemegang menurut kondisi yang secara potensial tidak menguntungkan bagi penerbit; atau
Ø  Liabilitas kontraktual penerbit untuk menukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan pemegangnya.

Walaupun dividen seringkali dibayarkan untuk instrumen ekuitas, tidak ada liabilitas untuk membayar dividen yang semacam itu. Bilamana penerbit memiliki liabilitas untuk membayar dividen atau melunasi modal, seperti dalam hal saham preferen yang dapat ditebus tanpa liabilitas membayar bunga atau saham preferen yang tidak dapat ditebus dengan liabilitas membayar bunga, maka instrumen diklasifikasikan sebagai suatu liabilitas.
PSAK 50 membahas tentang instrumen keuangan, yang diadopsi dari IAS 32. Dalam penerapannya di indonesia, semua aturan yang terdapat di dalam IAS 32 diterapkan, kecuali IAS 32 paragraf 96-97F tentang tanggal efektif dan ketentuan transisi tidak diadopsi karena tidak relevan. IAS 32 paragraf 98-100 tentang penarikan tidak diadopsi karena tidak relevan. 

Ruang lingkup PSAK 50 adalah:
Pertama, tidak termasuk kontrak untuk imbalan kontijensi dalam kombinasi bisnis. Kedua, tidak ada puttable instrument. Ketiga, definisi aset keuangan termasuk suatu kontrak derivatif yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas (tidak termasuk kontrak untuk menyerahkan instrumen ekuitas entitas di masa depan).
Definisi liabilitas keuangan termasuk suatu kontrak derivatif yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas (tidak termasuk kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas entitas di masa depan).
Instumen keuangan, diklasifikasikan sebagai instrumen ekuitas jika Tidak memiliki kewajiban kontraktual untuk menyerahkan aset keuangan, atau mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan yang berpotensi tidak menguntungkan; dan Jika diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas, instrumen keuangan tersebut merupakan non derivatif dengan kewajiban untuk menyerahkan instrumen ekuitas dengan jumlah bervariasi, atau derivatif yang diselesaikan dengan instrumen ekuitas entitas (tidak termasuk kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas entitas di masa depan).
Berikut adalah pengertian istilah yang digunakan dalam Pernyataan ini: Aset keuangan adalah setiap aset yang berbentuk:
(a)    Kas;
(b)   Instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas lain;
(c)    Hak kontraktual;
Ø  Untuk menerima kas atau aset keuangan lain dari entitas lain; atau
Ø  Untuk mempertukarkan aset keuangan atau liabilitas keuangan dengan entitas lain dengan kondisi yang berpotensi menguntungkan entitas tersebut, atau
(d)   Kontrak yang akan atau mungkin diselesaikan dengan menggunakan instrumen ekuitas yang diterbitkan oleh entitas dan merupakan:
Ø  Nonderivatif di mana entitas harus atau mungkin diwajibkan untuk menerima suatu jumlah yang bervariasi dari instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas; atau
Ø  Derivatif yang akan atau mungkin diselesaikan selain dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain dengan sejumlah tertentu instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas. Untuk tujuan ini, instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas tidak termasuk instrumen keuangan yang mempunyai fitur opsi jual (puttable financial instruments) yang dikategorikan sebagai instrumen ekuitas sesuai dengan paragraf 13 dan 14, instrumen yang mensyaratkan suatu kewajiban terhadap entitas untuk menyerahkan kepada pihak lain bagian prorata aset neto entitas hanya pada saat likiudasi dan dikategorikan sebagai instrumen ekuitas sesuai dengan paragraf 15 dan 16, atau instrumen yang merupakan kontrak untuk menerima atau menyerahkan instrumen ekuitas yang diterbitkan entitas tersebut di masa yang akan datang.

Instrumen ekuitas adalah setiap kontrak yang memberikan hak residual atas aset suatu entitas setelah dikurangi dengan seluruh liabilitasnya. Instrumen keuangan adalah setiap kontrak yang menambah nilai aset keuangan entitas dan liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas entitas lain.
Suatu instrumen ekuitas adalah suatu kontrak yang membuktikan suatu kepentingan residual di dalam aset suatu entitas setelah dikurangkan dengan semua liabilitasnya. Contoh instrumen ekuitas adalah:
1.      Saham ekuitas yang tidak dapat dijual kembali (non-puttable).
2.      Jenis saham preferen tertentu.
3.      Waran atau opsi beli tertulis yang mengizinkan pemilik untuk berlangganan atau membeli sejumlah saham ekuitas tidak dapat dijual kembali (non-puttable) yang ditetapkan di dalam entitas penerbit dalam menukarkan sejumlah kas atau aset keuangan lainnya yang ditetapkan.

Suatu liabilitas kontraktual dari penerbit instrumen keuangan untuk mengirimkan kas atau aset keuangan lainnya kepada pemegang menurut kondisi yang secara potensial tidak menguntungkan bagi penerbit.
Instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument) adalah instrumen keuangan yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menjual kembali instrumen kepada penerbit dan memperoleh kas atau aset keuangan lain atau secara otomatis menjual kembali kepada penerbit pada saat terjadinya suatu peristiwa yang tidak pasti di masa yang akan datang atau kematian atau purna karya dari pemegang instrumen.
Mata uang (kas) adalah aset keuangan karena merupakan alat tukar dan karenanya menjadi dasar bagi pengukuran dan pengakuan seluruh transaksi dalam laporan keuangan. Setoran tunai pada bank atau institusi keuangan serupa adalah aset keuangan karena memberikan hak kontraktual bagi deposan untuk memperoleh kas dari institusi tersebut atau untuk melakukan penarikan melalui cek atau instrumen serupa untuk melunasi liabilitas keuangannya kepada kreditor.
Contoh dari instrumen ekuitas meliputi saham biasa yang tidak dapat dijual kembali (nonputtable ordinary shares), beberapa instrumen yang mempunyai fitur opsi jual (puttable instrument) (lihat paragraf 13 dan 14), beberapa instrumen, yang mensyaratkan suatu kewajiban kepada entitas untuk menyerahkan ke pihak lain bagian aset neto entitas secara prorata hanya pada saat likuidasi (lihat paragraf 15 dan 16), beberapa jenis saham preferen (lihat paragraf PA34 dan PA35), waran atau penerbitan opsi beli yang memungkinkan pemegangnya untuk memesan atau membeli pada entitas penerbit sejumlah tertentu saham biasa yang tidak dapat dijual kembali dengan menukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain.
Kewajiban entitas untuk menerbitkan atau membeli sejumlah tertentu instrumen ekuitasnya dengan mempertukarkan sejumlah tertentu kas atau aset keuangan lain merupakan instrumen ekuitas entitas (kecuali yang dinyatakan dalam paragraf 25). Namun, jika kontrak tersebut mengandung kewajiban bagi entitas untuk menyerahkan kas atau aset keuangan lain sebagai pembayaran (selain kontrak yang dikategorikan sebagai ekuitas sesuai dengan paragraf 13 dan 14 atau paragraf 15 dan 16), maka kontrak tersebut menimbulkan liabilitas sebesar nilai kini dari jumlah penebusan (lihat paragraf PA36(a)).
Penerbit saham biasa yang tidak dapat dijual kembali mengakui timbulnya liabilitas ketika penerbit telah bertindak secara formal untuk melakukan distribusi dan menjadi berkewajiban secara hukum kepada pemegang saham untuk melaksanakannya. Hal ini bisa terjadi setelah deklarasi dividen atau ketika entitas mengakhiri operasinya dan setiap aset yang tersisa setelah pelunasan seluruh liabilitasnya didistribusikan kepada pemegang saham. Liabilitas dan Ekuitas (Paragraf 11 – 30) Tanpa Kewajiban Kontraktual untuk Menyerahkan Kas atau Aset Keuangan Lain (Paragraf 19–22).
Saham preferen dapat diterbitkan dengan berbagai jenis hak. Dalam menentukan apakah saham preferen merupakan liabilitas keuangan atau instrumen ekuitas, penerbit menilai hak-hak tertentu yang melekat pada saham untuk menentukan apakah saham tersebut memiliki karakteristik fundamental suatu liabilitas keuangan.
Sebagai contoh, saham preferen yang memberi hak kepada pemegangnya untuk menebus saham tersebut pada tanggal yang telah ditetapkan atau pada tanggal yang dipilih oleh pemegangnya mengandung liabilitas keuangan karena penerbit berkewajiban menyerahkan aset keuangan pada pemegang saham. Potensi ketidakmampuan penerbit dalam memenuhi kewajibannya untuk menebus saham preferen tersebut sesuai dengan kontrak, baik disebabkan karena tidak tersedianya dana, atau karena dibatasi peraturan perundang-undangan, atau karena tidak memadainya laba atau cadangan, tidak membatalkan kewajibannya tersebut.
Suatu opsi bagi penerbit untuk menebus saham secara kas tidak memenuhi definisi suatu liabilitas keuangan karena penerbit tidak memiliki kewajiban saat ini untuk mentransfer aset keuangan kepada pemegang saham. Dalam kasus ini, penebusan saham sepenuhnya didasarkan pada kebijakan penerbit. Namun demikian, suatu kewajiban dapat timbul ketika penerbit saham melaksanakan opsi yang dimilikinya, biasanya dengan pemberitahuan formal kepada pemegang saham tentang niat untuk menebus saham-saham tersebut.

  
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
IFRS akan menjadi “kompetensi wajib-baru” bagi para pekerja accounting.
Indonesia merupakan salah satu negara yang akan mengadopsi IFRS sebagai standar pelaporan keuangan. Hingga saat ini Indonesia telah melakukan perubahan-perubahan, salah satunya pada PSAK 50. Menurut kelompok kami, adanya perbedaan mengenai 6 (enam) hal yang terdapat dalam IFRS 32 dan PSAK 50 disebabkan berbagai macam hal. Salah satu yang paling mempengaruhi adalah keadaan ekonomi, sosial, politik, hukum, dan budaya bangsa Indonesia. Karena IFRS dibuat atas dasar global (luas), sehingga perlu adanya penyesuaian dalam pengimplementasiannya.
Dengan diterapkannya IFRS di Indonesia telah membuktikan bahwa Indonesia secara bertahap telah mengadaptasi dan mengharmonisasikan IFRS dalam penyusunan standar. Sehingga diharapkan nantinya Indonesia dapat menyajikan laporan keuangan yang berstandar internasional dan ikut berperan serta dalam persaingan bisnis global.

  
DAFTAR PUSTAKA
Ankarath,  dkk. 2012. Memahami IFRS. Indeks: Jakarta.

Aristiya M, Maya. 2014. Analisis Perbedaan Tingkat Konservatisme Akuntansi Laporan Keuangan Sebelum dan Sesudah Konvergensi IFRS (Online). Available from: http://e-journal.uajy.ac.id/ diakses, 10 November 2016.

Astika. Putra. 2011. Teori akuntansi: Konsep-konsep Dasar akuntansi Keuangan. Denpasar: Udayana University Press.

Batsyeba W, Eka. 2012. Pengaruh Konvergensi IFRS Terhadap Liabilitas dan Pengaruhnya Terhadap Laporan Konsolidasi (Online). Available From: http://ejournal.unesa.ac.id/ diakses, 11 November 2016.

Cahyonowati, Nur. 2012. Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi (Online). Available from: http://jurnalakuntansi.petra.ac.id/ diakses, 11 November 2016.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.

Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan Entitas tanpa Akuntabilitas Publik. Jakarta: Dewan Standar Akuntansi Keuangan.

Kartikahadi, Hans. 2012. Akuntansi Keuangan berdasarkan IFRS. Salemba Empat: Jakarta.

Kieso, dkk 2009, Intermediate Accounting Jilid Satu, Edisi Kedua Belas, Erlangga, Jakarta.

Suwardjono, 2013, Teori Akuntansi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.




No comments: