Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Semua unsur pendapatan dan beban yang diakui dalam suatu periode harus tercakup dalam penetapan laba atau rugi bersih untuk periode tersebut kecuali jika SAK memperbolehkan atau mensyaratkan sebaliknya. Laba atau rugi bersih untuk periode berjalan mencakup laba atau rugi dari aktivitas normal dan pos luar biasa.
Pos Luar Biasa
• Suatu kejadian atau transaksi dapat diklasifikasikan sebagai pos luar biasa jika kejadian atau transaksi bersifat tidak normal dan tidak sering terjadi.
• Pos luar biasa dalam laporan laba rugi disajikan setelah laba yang berasal dari kegiatan normal perusahaan
• Hakikat dan jumlah dari setiap pos luar biasa harus diungkapkan secara terpisah dalam catatan atas laporan keuangan.
Laba atau rugi dari aktivitas normal
Jika dalam laba atau rugi dari aktivitas normal terdapat unsur penghasilan dan/atau beban yang pengungkapann tentang ukuran,hakikat atau terjadinya dianggap relevan untuk menjelaska kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu,maka hakikat dan jumlah unsur tersebut harus diungkapkan secara terpisah.
Kondisi-kondisi yang menimbulkan unsur-unsur penghasilan dan beban mencakup antara lain:
a) penurunan nilai (write-down) persediaan sampai jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi (net realizable value), maupun pemulihan kembali penurunan nilai tersebut;
b) restrukturisasi (restructuring) aktivitas-aktivitas suatu perusahaan dan pembalikan (reversal) setiap penyisihan untuk biaya restrukturisasi;
c) pelepasan (disposal) aktiva tetap;
d) pelepasan investasi jangka panjang;
e) operasi yang tidak dilanjutkan;
f) penyelesaian gugatan hukum.
Jika dalam laba atau rugi dari aktivitas normal terdapat unsur penghasilan dan/atau beban yang pengungkapan tentang ukuran, hakekat atau terjadinya dianggap relevan untuk menjelaskan kinerja suatu perusahaan selama periode tertentu, maka hakekat dan jumlah unsur tersebut harus diungkapkan secara terpisah.
Operasi yang tidak dilanjutkan
Pelepasan suatu investasi jangka panjang atau aktiva utama lainnya adalah penting sehingga memerlukan pengungkapan atas unsur suatu penghasilan dan beban yang berkaitan. Adakalanya suatu perusahaan tidak melanjutkan suatu lini usaha utama yang terpisah yang dapat dibedakan dari aktivitas usaha lain.
Pengungkapan berikut ini harus dibuat untuk setiap operasi yang tidak dilanjutkan:
a. Hakikat dari operasi yang tidak dilanjutkan tersebut;
b. Segmen industri dan geografis dari operasi yang tidak dilanjutkan tersebut dilaporkan sesuai dengan psak no.5 tentang pelaporan informasi keuangan menurut segmen;
c. Tanggal efektif penghentian operasi tersebut untuk tujuan akuntansi;
d. Cara penghentian (penjualan atau penutupan);
e. Untung atau rugi atas penghentian dan kebijakan akuntansi yang digunakan untuk menghitung untung atau rugi tersebut ; dan
f. Pendapatan dan laba atau rugi dari aktivitas normal operasi tersebut selama periode laporan, bersamaan dengan jumlah periode sebelumnya yang disajikan dalam laporan keuangan.
Hasil dari suatu operasi yang tidak dilanjutkan secara umum dimasukkan dalam laba atau rugi dari aktivitas normal. Namun, dalam kondisi yang jarang terjadi di mana tidak dilanjutkannya operasi adalah hasil dari kejadian atau transaksi yang secara jelas terpisah dari aktivitas normal perusahaan dan karenanya tidak diharapkan untuk sering terjadi kembali atau terjadi kembali secara teratur, penghasilan atau beban yang timbul dari tidak dilanjutkannya operasi diperlakukan sebagai pos luar biasa. Contohnya, jika suatu anak perusahaan diambil alih oleh pemerintah asing, maka penghasilan atau beban yang timbul dari pengambilalihan tersebut dapat dikualifikasikan sebagai suatu pos luar biasa. Operasi yang tidak dilanjutkan termasuk yang menimbulkan pos luar biasa.
Perubahan Estimasi Akuntansi
Sebagai akibat ketidakpastian aktivitas usaha, banyak unsur laporan keuangan yang tidak dapat diukur dengan tepat tetapi hanya dapat diestimasi. Proses estimasi mempertimbangkan informasi terakhir yang tersedia. Estimasi diperlukan, sebagai contoh, untuk penyisihan piutang tak tertagih (bad debts), keusangan persediaan dan masa manfaat dari aset yang dapat disusutkan. Penggunaan estimasi yang wajar adalah bagian yang penting dari penyusunan laporan keuangan dan tidak melemahkan keandalannya.
Suatu estimasi mungkin harus direvisi jika ada perubahan kondisi yang mendasari estimasi tersebut, atau karena adanya informasi baru, bertambahnya pengalaman atau perkembangan lebih lanjut. Revisi atas estimasi tersebut, pada hakekatnya tidak menyebabkan perlunya penyesuaian dalam batasan pengertian dari suatu pos luar biasa atau kesalahan mendasar.
Apabila sulit untuk memisahkan antara perubahan kebijakan akuntansi dan perubahan estimasi akuntansi, perubahan tersebut diperlakukan sebagai suatu perubahan estimasi akuntansi, dengan pengungkapan yang layak.
Pengaruh perubahan estimasi akuntansi harus dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih dalam:
(a) periode perubahan tersebut, jika perubahan tersebut hanya mempengaruhi periode tersebut; atau
(b) periode perubahan tersebut dan periode-periode yang akan datang, jika perubahan tersebut mempengaruhi keduanya.
Suatu perubahan dalam estimasi akuntansi dapat hanya mempengaruhi periode berjalan ataupun mempengaruhi baik periode berjalan maupun periode-periode yang akan datang.
Pengaruh perubahan estimasi akuntansi harus dimasukkan dalam klasifikasi laporan laba rugi yang sama dengan yang digunakan sebelumnya untuk estimasi tersebut
Untuk mempertahankan daya banding laporan keuangan dari periode-periode yang berbeda, pengaruh perubahan estimasi akuntansi yang sebelumnya tercakup dalam laba atau rugi dari aktivitas normal harus tercakup dalam unsur laba atau rugi bersih tersebut; pengaruh perubahan estimasi akuntansi yang sebelumnya dimasukkan pada pos luar biasa harus dilaporkan sebagai unsur pos luar biasa.
Hakikat dan jumlah suatu perubahan estimasi akuntansi yang mempunyai pengaruh material dalam periode berjalan, atau yang diharapkan akan mempunyai pengaruh material dalam periode-periode berikutnya harus diungkapkan. Jika untuk menghitung jumlahnya dianggap tidak praktis,kenyataan ini harus diungkapkan.
Kesalahan Mendasar
Kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan pada satu atau lebih periode sebelumnya mungkin baru ditemukan pada periode berjalan. Kesalahan mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta, kecurangan atau kelalaian. Koreksi atas kesalahan tersebut biasanya dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih untuk periode berjalan.
Suatu kesalahan mempunyai pengaruh signifikan bagi satu atau lebih laporan keuangan periode sebelumnya sehingga laporan-laporan keuangan tersebut tidak dapat diandalkan lagi pada tanggal penerbitannya. Contoh suatu kesalahan yang mendasar adalah penemuan bahwa laporan keuangan periode sebelumnya memasukkan jumlah pekerjaan dalam proses dan piutang yang fiktif dan nilainya material. Pertanggungjawaban atas kesalahan mendasar yang terjadi dapat dilakukan dengan menyatakan kembali informasi yang berkaitan secara komparatif untuk mengoreksi kesalahan mendasar tersebut atau dengan menyajikan informasi tambahan secara proforma.
Koreksi kesalahan yang mendasar dapat dibedakan dari perubahan estimasi akuntansi. Estimasi akuntansi pada hakekatnya adalah suatu taksiran (approximations) yang mungkin perlu direvisi dengan adanya informasi tambahan yang diketahui dalam periode berikutnya. Misalnya, untung atau rugi yang diakui sebagai akibat suatu kontinjensi, yang sebelumnya tidak dapat diperkirakan secara akurat, atau perubahan dalam taksiran masa manfaat dan nilai sisa aktiva tetap yang disusutkan bukan merupakan koreksi atas kesalahan mendasar.
Dalam mengoreksi suatu kesalahan yang mendasar, jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode sebelumnya harus dilaporkan dengan menyesuaikan saldo laba awal periode. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk melaksanakannya dianggap tidak praktis.
Laporan keuangan yang menyajikan informasi komparatif untuk periode sebelumnya, disajikan seolah-olah kesalahan yang mendasar telah dikoreksi dalam periode di mana kesalahan tersebut dibuat. Oleh karena itu, jumlah koreksi yang berhubungan dengan setiap periode dimasukkan dalam perhitungan laba atau rugi bersih periode yang bersangkutan. Jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode-periode sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif, disesuaikan pada saldo laba awal periode dalam periode yang paling awal.
Informasi-informasi lain yang dilaporkan mengenai periode sebelumnya, seperti ikhtisar data keuangan historis, juga dinyatakan kembali.
Pernyataan kembali informasi komparatif tidak perlu mengubah laporan keuangan yang telah disetujui oleh para pemegang saham atau yang telah tercatat atau disimpan oleh pihak-pihak yang berwenang, sepanjang persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundangan telah diperhatikan.
Perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut:
a. Hakikat kesalahan mendasar;
b. Jumlah koreksi untuk periode berjalan dan periode-periode sebelumnya;
c. Jumlah koreksi yang berhubungan dengan periode-periode sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif; dan
d. Kenyataan bahwa informasi komparatif telah dinyatakan kembali atau kenyataan bahwa informasi komparatif tidak praktis untuk dinyatakan kembali.
Perubahan Kebijakan Akuntansi
Pemakai laporan keuangan harus dapat memperbandingkan laporan keuangan suatu perusahaan selama beberapa periode untuk mengidentifikasi kecenderungan posisi keuangan, kinerja dan arus kas perusahaan tersebut. Oleh karena itu, kebijakan akuntansi yang digunakan harus diterapkan secara konsisten pada setiap periode.
Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus dilakukan hanya jika penerapan suatu kebijakan akuntansi yang berbeda diwajibkan oleh peraturan perundangan atau standar akuntansi keuangan yang berlaku, atau jika diperkirakan bahwa perubahan tersebut akan menghasilkan penyajian kejadian atau transaksi yang lebih sesuai dalam laporan keuangan suatu perusahaan.
Penyajian suatu kejadian atau transaksi akan lebih tepat jika kebijakan akuntansi yang baru menghasilkan informasi yang lebih relevan atau dapat dipercaya mengenai posisi keuangan,-kinerja atau arus kas suatu perusahaan.
Hal-hal berikut bukan merupakan perubahan dalam kebijakan akuntansi:
(a) penerapan suatu kebijakan akuntansi atas suatu kejadian atau transaksi yang berbeda substansinya dengan kejadian atau transaksi yang sebelumnya terjadi;
(b) penerapan suatu kebijakan akuntansi baru atas suatu kejadian atau transaksi yang belum pernah terjadi sebelum nya, atau yang dampaknya tidak material.
Suatu perubahan kebijakan akuntansi dapat diterapkan secara retrospektif ataupun secara prospektif, sesuai dengan yang diatur dalam Pernyataan ini. Penerapan yang retrospektif berarti bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan seolah-olah kebijakan akuntansi tersebut telah digunakan sebelumnya. Karena itu, kebijakan akuntansi yang baru diterapkan pada kejadian atau transaksi sejak tanggal terjadinya kejadian atau transaksi tersebut. Penerapan yang prospektif berarti bahwa kebijakan akuntansi yang baru diterapkan pada kejadian atau transaksi yang terjadi setelah tanggal perubahan. Tidak ada penyesuaian yang berhubungan dengan periode sebelumnya yang dilakukan baik pada saldo laba awal periode (retained earnings) atau dalam pelaporan laba atau rugi bersih untuk periode sekarang, karena saldo yang ada tidak dihitung kembali.
Perubahan Suatu Standar Akuntansi Keuangan dan kebijakan akuntansi yang lain
Suatu perubahan kebijakan akuntansi yang dilakukan sehubungan dengan penerapan suatu standar akuntansi keuangan yang diberlakukan harus dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan transisi yang ditentukan dalam pernyataan standar akuntansi keuangan tersebut.
Suatu perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara retrospektif dengan melaporkan jumlah setiap penyesuaian yang terjadi yang berhubungan dengan periode sebelumnya sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode (retained earnings), kecuali jika jumlah tersebut tidak dapat ditentukan secara wajar. Informasi komparatif harus dinyatakan kembali, kecuali jika untuk melaksanakannya dianggap tidak praktis.
Laporan keuangan yang menyajikan informasi komparatif untuk periode sebelumnya, disajikan seolah-olah kebijakan akuntansi yang baru tersebut telah digunakan. Oleh karena itu, informasi komparatif dinyatakan kembali untuk mencerminkan kebijakan akuntansi yang baru tersebut. Jumlah penyesuaian yang berhubungan dengan periode-periode sebelum laporan keuangan tersebut disesuaikan pada saldo laba awal periode (retained earnings) dari periode yang paling awal. Informasi-informasi lain yang dilaporkan mengenai periode sebelumnya, seperti ikhtisar data keuangan historis, juga dinyatakan kembali.
Penyataan kembali informasi komparatif tidak perlu mengubah laporan keuangan yang telah disetujui oleh para pemegang saham atau yang telah tercatat atau disimpan oleh pihak yang berwenang, sepanjang persyaratan yang ditentukan oleh peraturan perundangan telah diperhatikan.
Perubahan kebijakan akuntansi harus diterapkan secara prospektif jika jumlah penyesuaian terhadap saldo laba awal periode (retained earnings) tidak dapat ditentukan secara wajar.
Jika suatu perubahan kebijakan akuntansi mempunyai pengaruh material terhadap periode sekarang atau sebelumnya, atau mungkin juga mempunyai pengaruh material terhadap periode berikutnya, perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut:
a. Alasan dilakukannya perubahan;
b. Jumlah penyesuaian untuk periode berjalan dan periode sebelumnya;
c. Jumlah penyesuaian yang berhubungan dengan masa sebelum periode yang tercakup dalam informasi komparatif; dan
d. Kenyataan bahwa informasi komparatif telah dinyatakan kembali atau kenyataan bahwa untuk menyatakan kembali informasi komparatif dianggap tidak praktis.
PERUBAHAN KEBIJAKAN AKUNTANSI DAN KOREKSI KESALAHAN
Agar suatu laporan keuangan dapat diperbandingkan, maka harus memenuhi prinsip comparability dan prinsip konsistensi. Untuk menjaga agar prinsip comparability dan konsistensi dapat terlaksana, perubahan-perubahan yang terjadi dipisahkan menjadi dua yaitu :
1. Perubahan metode-metode akuntansi.
Perubahan dalam metode akuntansi dibedakan menjadi tiga yakni :
- Perubahan dalam prinsip akuntansi misalnya :
ü Perubahan dalam metode pembebanan harga pokok persediaan, seperti dari LIFO ke FIFO atau ke rata-rata tertimbang.
ü Perubahan dalam metode depresiasi aktiva tetap, seperti dari double declining balance ke straight line method.
ü Perubahan dalam metode akuntansi untuk kontrak jangka panjang, seperti dari metode kontrak selesai ke metode persentase penyelesaian.
ü Perubahan dalam perhitungan biaya produksi, seperti dari full costing ke direct costing.
Perlakuan akuntansi atas perubahan prinsip akuntansi ini diatur dalam APB Opinion Nomor 20 dengan klasifikasi sebagai berikut :
Perubahan prinsip akuntansi yang mempunyai akibat kumulatif.
Perubahan prinsip akuntansi yang mempunyai akibat retroaktif.
Perubahan metode penentuan harga pokok persediaan ke LIFO.
- Perubahan dalam taksiran-taksiran akuntansi misalnya :
ü Taksiran pembebanan kerugian piutang
ü Taksiran umur dalam penghitungan depresiasi
ü Taksiran jumlah garansi yang akan dibayar
- Perubahan dalam kesatuan usaha
Perubahan kesatuan usaha ini terjadi dalam hal disusunnya laporan keuangan konsolidasi sebagai ganti laporan keuangan masing-masing perusahaan, perubahan-perubahan dalam anak perusahaan yang laporan-laporannya dikonsolidasikan, atau terjadinya penggabungan-penggabungan baru.
Apabila terjadi perubahan kesatuan usaha maka laporan keuangan tahun berjalan harus menjelaskan sifat-sifat dan sebab-sebab perubahan tersebut. Akibat-akibat perubahan terhadap laba rugi juga harus dicantumkan dalam laporan laba rugi sebelum elemen-elemen luar biasa, begitu juga dengan laba bersih dan jumlah pendapatan per lembar saham. Laporan keuangan tahun berikutnya tidak perlu lagi mencantumkan penjelasan seperti laporan tahun berjalan.
Agar laporan keuangan tahun berjalan dapat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya maka laporan tahun sebelumnya harus disusun dengan anggapan jika seandainya sudah terjadi perubahan kesatuan usaha.
2. Perubahan-perubahan yang timbul karena koreksi kesalahan-kesalahan dalam periode-periode yang lalu.
Kesalahan-kesalahan yang timbul dalam pencatatan, bisa terjadi karena disengaja atau tidak. Kesalahan yang disengaja dapat disebabkan keinginan untuk menghindari pajak, menyusun laporan keuangan yang menguntungkan agar harga pasar surat berharga perusahaan dapat dipengaruhi, mempengaruhi pandangan-pandangan lembaga-lembaga tertentu seperti bank, menutupi kecurangan-kecurangan dalam perusahaan seperti pencurian uang, atau persediaan barang dan lain-lain.
Kesalahan yang tidak disengaja timbul karena kesalahan dalam melakukan pencatatan. Misalnya kesalahan membukukan ke rekening yang lain, kesalahan mencatat jumlah dan penjumlahan baik footing maupun cross footing, kesalahan memisahkan antara pengeluaran modal dan pengeluaran penghasilan, kelupaan tidak membebankan depresiasi dan lain-lain.
Jenis-jenis kesalahan
Kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat mempengaruhi neraca saja atau laporan laba rugi saja. Namun ada juga kesalahan-kesalahan yang mempengaruhi keduanya baik laporan laba rugi maupun neraca. Kesalahan yang dapat mempengaruhi neraca dan laporan laba rugi diklasifikasikan menjadi 2 yaitu :
1. Kesalahan yang bila tidak dibetulkan, akan menjadi betul sendiri dalam periode berikutnya (counter balance).
Jika ada kesalahan ini maka laporan laba rugi untuk dua periode berturut-turut menjadi tidak benar. Neraca periode pertama tidak benar, tetapi neraca tahun berikutnya sudah menjadi benar sendiri. Misalnya kesalahan dalam persediaan barang, kesalahan tidak membuat penyesuaian untuk utang-utang biaya dan pendapatan yang masih akan diterima, dan kesalahan tidak mebuat penyesuaian untuk biaya yang dibayar di muka dan penghasilan yang diterima di muka.
2. Kesalahan-kesalahan yang mempengaruhi neraca dan laporan laba rugi tetapi tidak menjadi benar dengan sendirinya pada periode berikutnya.
Neraca yang disusun sesudah adanya kesalahan ini tidak akan benar sampai dibuat koreksi yang perlu. Laporan laba rugi tahun berjalan menjadi tidak benar tetapi tahun-tahun berikutnya akan tergantung pada jenis kesalahan tersebut. Misalnya kesalahan dalam depresiasi dan kesalahan mencatat pengeluaran modal sebagai pengeluaran penghasilan atau sebaliknya.
Jurnal Koreksi
1. Kesalahan dalam persediaan barang
Misalnya persediaan barang tanggal 31 Desember 2009 terlalu kecil Rp 10.000,-
Jurnal koreksi untuk membetulkan kesalahan tersebut adalah :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Persediaan Barang Rp 10.000,-
Koreksi laba tahun-tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 10.000,-
ü Setelah tutup buku tahun 2009
Tidak diperlukan jurnal koreksi karena kesalahan persediaan akhir tahun 2008 yang terlalu kecil sudah dibetulkan dengan kesalahan persediaan awal tahun 2009 yang terlalu besar.
2. Kesalahan dalam pembelian dan persediaan barang
Misalnya barang-barang seharga Rp 20.000,- yang dibeli tahun 2008 baru dicatat dalam tahun 2009. Barang-barang tersebut tidak termasuk dalam perhitungan persediaan akhir 2008.
Jurnal koreksi untuk membetulkan kesalahan tersebut jika kesalahannya baru diketahui :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Persediaan Barang Rp 20.000,-
Pembelian Rp 20.000,-
ü Setelah penutupan buku tahun 2009
Tidak diperlukan jurnal koreksi karena kesalahan persediaan akhir dan pembelian tahun 2008 sudah dibetulkan dengan adanya kesalahan persediaan awal dan pembelian tahun 2009.
3. Kesalahan mencatat pembelian
Misalnya pembelian sebesar Rp 15.000,- pada akhir tahun 2008 baru dicatat pada awal tahun 2009. Barang-barang ini termasuk dalam perhitungan persediaan akhir tahun 2008.
Jurnal koreksi untuk membetulkan kesalahan tersebut jika kesalahannya diketahui:
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Koreksi laba tahun-tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 15.000,-
Pembelian Rp 15.000,-
ü Setelah penutupan buku tahun 2009
Tidak diperlukan jurnal koreksi karena kesalahan pembelian tahun 2008 yang terlalu kecil sudah dibetulkan dengan kesalahan pembelian tahun 2009 yang terlalu besar.
4. Kesalahan mencatat penjualan barang
Misalnya penjualan barang seharga Rp 35.000,- pada akhir Desember 2008 baru dicatat pada tahun 2009. Karena barangnya sudah dikirim pada akhir tahun 2008 maka tidak termasuk dalam persediaan akhir tahun 2008.
Apabila kesalahan ini diketahui sesudah penutupan buku tahun 2008 maka jurnal koreksinya adalah :
Penjualan Rp 35.000,-
Laba tidak dibagi Rp 35.000,-
5. Kesalahan mencatat biaya dibayar dimuka
Misalnya pada tanggal 1 Januari 2008 perusahaan membuat perjanjian asuransi kebakaran untuk jangka waktu 5 tahun dengan premi sebesar Rp 50.000,- yang dibayar di muka. Pembayaran premi didebitkan ke rekening biaya asuransi dalam tahun 2008, pada akhir tahun 2008 dibuat penyesuaian yang mencatat asuransi dibayar di muka sebesar saldo per 31 Desember 2009.
Jurnal koreksi jika kesalahan diketahui :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Asuransi Dibayar di Muka Rp 30.000,-
Biaya Asuransi 10.000,-
Koreksi laba tahun-tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 40.000,-
ü Sesudah tutup buku tahun 2009
Asuransi dibayar di muka Rp 30.000,-
Koreksi laba tahun-tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 30.000,-
6. Kesalahan mencatat utang biaya
Misalnya bunga yang masih harus dibayar pada akhir tahun 2008 sebesar Rp 10.000,- tidak dicatat.
Jurnal koreksi jika kesalahan ini diketahui :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 10.000,-
Biaya Bunga Rp 10.000,-
ü Setelah penutupan buku tahun 2009
Tidak perlu jurnal koreksi karena kesalahan mencatat biaya bunga yang terlalu kecil dalam tahun 2008 sudah dibetulkan oleh kesalahan biaya bunga tahun 2009 yang terlalu besar.
7. Kesalahan mencatat piutang pendapatan
Misalnya pendapatan bunga yang masih akan diterima pada akhir tahun 2008 sebesar Rp 25.000,- tidak dicatat pada akhir tahun 2008. Pendapatan bunga baru dicatat pada tahun 2009 yaitu pada saat diterima.
Jurnal koreksi jika kesalahan diketahui :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Pendapatan bunga Rp 25.000.-
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 25.000,-
ü Setelah tutup buku tahun 2009
Tidak diperlukan jurnal koreksi karena kesalahan mencatat pendapatan bunga tahun 2008 yang terlalu kecil sudah dibetulkan oleh kesalahan mencatat pendapatan bunga tahun 2009 yang terlalu besar.
8. Kesalahan mencatat pendapatan diterima di muka
Misalnya pada tahun 2008 diterima uang sewa sebesar Rp 45.000,- dan pada tahun 2009 diterima Rp 50.000,-. Penerimaan sewa ini dikreditkan ke rekening pendapatan sewa. Pada akhir tiap tahun 2008 dan 2009 tidak dibuat penyesuaian untuk mencatat pendapatan diterima di muka sebesar Rp 30.000,- dan Rp 35.000,-
ü Jika kesalahan tahun 2008 diketahui sesudah penutupan maka jurnal koreksi tidak diperlukan karena kesalahan tahun 2008 sudah dibetulkan oleh kesalahan tahun 2009.
ü Kesalahan tahun 2009 yang tidak mencatat pendapatan diterima di muka belum menjadi benar pada tahun 2010 sebelum buku-buku ditutup. Jurnal koreksi untuk membetulkan kesalahan tahun 2009 adalah :
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 35.000,-
Pendapatan sewa Rp 35.000,-
9. Kesalahan dalam kapitalisasi biaya
Misalnya pada tanggal 4 Januari 2008 dilakukan reparasi kecil untuk mesin dengan biaya sebesar Rp 27.500,-. Biaya ini dicatat dengan mendebit rekening mesin. Depresiasi mesin setiap tahunnya sebesar 10%.
Jurnal koreksi apabila kesalahan ini diketahui :
ü Sebelum tutup buku tahun 2009
Akumulasi depresiasi (tahun 2008 dan 2009) Rp 5.500,-
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) 24.750,-
Depresiasi mesin (tahun 2009) Rp 2.750,-
Mesin 27.500,-
ü Sesudah tutup buku tahun 2009
Akumulasi depresiasi mesin Rp 5.500,-
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) 22.000,-
Mesin Rp 27.500,-
10. Kesalahan dalam taksiran umur
Misalnya mesin dibeli pada tanggal 1 Januari 2008 dengan harga Rp 200.000,-. Depresiasi mesin ditentukan sebesar 5%. Pada akhir tahun 2009 diketahui bahwa taksiran umur mesin tersebut terlalu rendah, sehingga seharusnya depresiasi per tahun adalah 10% dari harga perolehan. Kesalahan ini merupakan perubahan taksiran akuntansi sehingga biaya depresiasi yang sudah dibebankan tidak dikoreksi. Koreksi mulai diperlakukan untuk depresiasi tahun 2009 dan seterusnya. Tidak ada jurnal koreksi yang dibuat.
Jurnal untuk mencatat depresiasi tahun 2009 adalah :
Depresiasi mesin Rp 20.000,-
Akumulasi depresiasi mesin Rp 20.000,-
11. Kesalahan dalam perhitungan kerugian piutang
Misalnya perusahaan mengakui kerugian piutang pada saat piutang tidak dapat ditagih (metode penghapusan langsung). Kerugian piutang yang diakui pada tahun 2008 adalah Rp 20.000,- dan pada tahun 2009 sebesar Rp 55.000,-. Selain kerugian piutang yang telah diakui tersebut, masih ada lagi piutang yang tidak dapat ditagih yakni sebesar Rp 24.000,- pada tahun 2008 dan Rp 28.000,- pada tahun 2009.
Jurnal koreksi apabila metode kerugian piutang dilakukan pada :
ü Tahun 2010
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 52.000,-
Cadangan kerugian piutang Rp 52.000
ü Tahun 2009
Koreksi laba tahun lalu (laba tidak dibagi) Rp 54.000,-
Cadangan kerugian piutang Rp 54.000,-
Perbedaan
antara IAS 8 tentang ‘Accounting
Policies, Changes in Accounting Estimates & Errors’ dan PSAK 25 tentang
“Laba atau Rugi Bersih untuk Periode Berjalan, Kesalahan Mendasar dan Perubahan
Kebijakan Akuntansi”
No.
|
Perbedaan
|
IAS
8
|
PSAK
25
|
1.
|
Perubahan Kebijakan atau Prinsip
Akuntansi
|
Perubahan prinsip akuntansi dicatat
secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali atas laba ditahan
|
Sama seperti IAS 8, perubahan prinsip
akuntansi dicatat secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali atas
laba ditahan dengan keharusan menjelaskan efek kumulatif perubahan pada
periode dilakukan perubahan. Namun, jika suatu efek perubahan kebijakan
akuntansi tidak dapat ditentukan dengan wajar, maka penerapan secara
retrospektif tidak perlu dilakukan (PSAK 25 par.45)
|
2.
|
Kesalahan dan Kesalahan Mendasar
|
Kesalahan yang material baik mendasar
maupun tidak harus dicatat secara retrospektif. Jika besarnya efek penyajian
kembali tidak praktis untuk ditentukan, maka penyajian kembali hanya
dilakukan terhadap saldo awal pada periode dimana hal tersebut praktis
dilakukan (IAS 8 par.42-45)
|
Sama seperti IAS 8, kesalahan yang
material baik mendasar maupun tidak harus dicatat secara retrospektif. Jika
besarnya efek penyajian kembali tidak praktis untuk ditentukan, maka
penyajian kembali hanya dilakukan terhadap saldo awal pada periode dimana hal
tersebut praktis dilakukan.Namun, catatan atas laporan keuangan harus
mengungkapkan informasi terkait dengan hakikat kesalahan mendasar, jumlah
koreksi pada periode-periode berjalan dan sebelumnya, jumlah koreksi yang
terkait dengan periode-periode sebelumnya dan fakta bahwa informasi
komparatif telah dinyatakan kembali atau tidak praktis untuk dinyatakan
kembali (PSAK 25 par.36)
|
3.
|
Perubahan Estimasi
|
Efek perubahan estimasi selain
kesalahan mendasar dicatat secara prospektif dengan cara melakukan
penyesuaian atas laba atau rugi tahun terjadinya perubahan estimasi akuntansi
dan laba atau rugi periode-periode yang akan dating jika hal tersebut
mempengaruhi keduanya (IAS 8 par.36)
|
Efek perubahan estimasi selain
kesalahan mendasar dicatat secara prospektif dengan cara melakukan
penyesuaian atas laba atau rugi tahun terjadinya perubahan estimasi akuntansi
dan laba atau rugi periode-periode yang akan dating jika hal tersebut
mempengaruhi keduanya (PSAK 25 par.25)
|
Perbedaan
antara IAS 12 tentang ‘Income Taxes’
dan PSAK 46 tentang “Akuntansi Pajak Penghasilan”
No.
|
IAS
12
|
PSAK
46
|
1.
|
Beda temporer yang berasal dari
perbedaan antara basis pajak dan basis komersial dijadikan basis dalam
mengakui baik aktiva maupun kewajiban pajak tangguhan. Namun, aktiva ataupun
kewajiban pajak tangguhan tidak diakui atas beda temporer yang berasal dari
goodwill, beda temporer yang berasal dari pengakuan awal aktiva yang bukan
merupakan penggabungan usaha dan beda permanen (IAS 12 par.15 dan 24)
|
Sama seperti IAS 12, beda temporer yang
berasal dari perbedaan antara basis pajak dan basis komersial dijadikan basis
dalam mengakui baik aktiva maupun kewajiban pajak tangguhan. Namun, aktiva
ataupun kewajiban pajak tangguhan tidak diakui atas beda temporer yang
berasal dari goodwill, beda temporer yang berasal dari pengakuan awal aktiva
yang bukan merupakan penggabungan usaha dan beda permanen (PSAK No. 46 par.14
& 21)
|
2.
|
IAS 12 tidak mengijinkan pengakuan
pajak tangguhan yang berasal dari goodwill yang muncul dari penggabungan usaha
(IAS 12 par.21)
|
Pengakuan pajak tangguhan yang berasal
dari goodwill memungkinkan dilakukan sepanjang goodwill tersebut diakui
secara fiskal (PSAK 46 par.18)
|
3.
|
Aktiva pajak tangguhan yang berasal
dari rugi fiskal yang dapat dikompensasi harus diakui apabila kemungkinan
besar (probable) rugi fiscal
tersebut dapat dikompensasi (IAS 12 par.34)
|
Sama seperti IAS 12, aktiva pajak
tangguhan yang berasal dari rugi fiscal yang dapat dikompensasi harus diakui
apabila kemungkinan besar (probable)
rugi fiscal tersebut dapat dikompensasi (PSAK 46 par.26)
|
4.
|
Pajak tangguhan diakui atas laba yang
belum direalisasi yang beraasal dari transaksi antar perusahaan dalam satu
grup.
|
Pajak tangguhan diakui atas laba yang
belum direalisasi yang berasal dari transaksi antar perusahaan dalam satu
grup.
|
5.
|
Apabila beda temporer berasal dari
perbedaan basis pelaporan fiskal dan komersial sebagai konsekuensi penerapan
model revaluasi sebagaimana diatur dalam IAS 16, maka aktiva dan kewajiban
pajak tangguhan yang diakui dikreditkan atau didebitkan terhadap akun surplus
revaluasi (IAS 12 par.61)
|
Tidak mengatur apakah beda temporer
yang berasal dari perbedaan basis pelaporan fiscal dan komersial sebagai
konsekuensi penerapaan model revaluasi sebagaimana diatur dalam IAS 16, maka
aktiva dan kewajiban pajak tangguhan yang diakui dikreditkan atau didebitkan
terhadap akun surplus revaluasi.
|
6.
|
Apabila suatu perusahaan memiliki
investasi pada saham perusahaan lain yang bagiannya lebih dari 50%, maka
pajak tangguhan tidak diakui apabila terdapat pengendalian oleh perusahaan
investor terhadap perusahaan investee atau terdapat hubungan antara induk
perusahaan dan anak perusahaan. Ketentuan ini juga berlaku untuk perusahaan joint venture (IAS 12 par.39)
|
Tidak mengatur apakah suatu perusahaan
yang memiliki investasi pada saham perusahaan lain yang bagiannya lebih dari
50% harus tidak mengakui pajak tangguhan apabila terdapat pengendalian oleh
perusahaan investor terhadap perusahaan investee atau terdapat hubungan
antara induk perusahaan dan anak perusahaan.
|
7.
|
Semua aktiva dan kewajiban pajak
tangguhan dikelompokkan secara tersendiri sebagai bagian aktiva dan kewajiban
tidak lancar.
|
Semua aktiva dan kewajiban pajak
tangguhan dikelompokkan secara tersendiri sebagai bagian aktiva dan kewajiban
tidak lancar (PSAK 46 par.45)
|
8.
|
Beda temporer yang berasal dari basis
fiscal aktiva ataupun kewajiban yang berhubungan dengan pajak penghasilan
final akan menimbulkan aktiva atau kewajiban pajak tangguhan (IAS 12 par.15
dan 24)
|
Tidak terdapat pengakuan pajak
tangguhan yang berasal dari perbedaan basis fiscal dan komersial atas aktiva
dan kewajiban yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan pajak
penghasilan final (PSAK 46 par.50)
|
Perbedaan
antara IAS 16 tentang ‘Property, Plant
and Equipment’ dan PSAK 16 (Revisi 2007) tentang “Aset Tetap”
No.
|
IAS
16
|
PSAK
16
|
1.
|
Aktiva tetap berwujud dapat dinilai
dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu model revaluasi dan model harga
perolehan. Selisih yang timbul akibat revaluasi diakui sebagai bagian ekuitas
(IAS 16 par.30-31, 39)
|
Sama seperti IAS 16, aktiva tetap
berwujud dapat dinilai dengan menggunakan dua pendekatan, yaitu metode
revaluasi dan model harga perolehan. Selisih yang timbul akibat revaluasi
diakui sebagai “surplus revaluasi” yang dikelompokkan sebagai bagian ekuitas
(PSAK 16R par.30-31)
|
2.
|
Metode penyusutan yang digunakan untuk
aktiva tetap ditelaah ulang secara periodik. Koreksi akibat penelaahan ini
akan diperlakukan sesuai dengan IAS 8 (IAS 16 par.61)
|
Sama seperti IAS 16, metode penyusutan
yang digunakan untuk aktiva tetap ditelaah ulang secara periodic. Koreksi
akibat penelaahan ini akan diperlakukan sesuai dengan PSAK 25 (PSAK 16R
par.64)
|
3.
|
Biaya penghentian aktiva dikapitalisasi
ke dalam harga perolehan aktiva sebagaimana diatur dalam IAS 37, ‘Provisions,
Contingent, Liabilities and ContingentAssets’ (IAS 16 par.14).
|
Sama seperti IAS 16, biaya penghentian
aktiva dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aktiva sebagaimana diatur
dalam PSAK 57 (PSAK 16R par.18)
|
4.
|
Manajemen diwajibkan melakukan review
atas nilai residu dan masa manfaat aktiva setiap akhir tahun, dan apabila
harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi sebelumnya, mana beban
penyusutan masa sekarang dan masa yang akan datang harus disesuaikan dengan
menggunakan IAS 8 tentang ‘Accounting
Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors’ (IAS 16 par.51)
|
Sama seperti IAS 16, manajemen
diwajibkan melakukan review atas nilai residu dan masa manfaat aktiva setiap
akhir tahun, dan apabila harapan berbeda secara signifikan dengan estimasi
sebelumnya, maka beban penyusutan masa sekarang dan masa yang akan dating
harus disesuaikan dengan menggunakan IAS 8 tentang ‘Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors’
(PSAK 16R par.64)
|
5.
|
Manajemen diwajibkan melakukan review
atas metode penyusutan secara periodik dan jika terdapat perubahan signifikan
dengan pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan dari aktiva tersebut, metode
penyusutan harus diubah untuk mencerminkan perubahan pola tersebut dengan
menggunakan IAS 18 tentang ‘Accounting
Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors’ (IAS 16 par.61)
|
Sama seperti IAS 16, manajemen
diwajibkan melakukan review atas metode penyusutan secara periodic dan jika
terdapat perubahan signifikan dengan pola pemanfaatan ekonomi yang diharapkan
dari aktiva tersebut, metode penyusutan harus diubah untuk mencerminkan
perubahan pola tersebut dengan menggunakan IAS 8 tentang ‘Accounting Policies, Changes in Accounting Estimates and Errors’
(PSAK 16R par.64)
|
6.
|
Biaya penghentian aktiva (asset
retirement obligation) harus dikapitalisasi sebagai bagian dari harga
perolehan aktiva tetap (IAS 16 par.16)
|
Sama seperti IAS 16, biaya penghentian
aktiva (asset retirement obligation)
harus dikapitalisasi sebagai bagian harga perolehan aktiva tetap (PSAK 16R
par.64)
|
Perbedaan
antara IAS 18 tentang ‘Revenues’ dan PSAK 23 tentang “Pendapatan”
No.
|
IAS
18
|
PSAK
23
|
1.
|
Menekankan bahwa pendapatan diakui
apabila dapat terukur dengan andal, manfaat ekonomi probable sifatnya, dan
dalam hal pendapatan diakui dari transaksi penjualan, maka penjualan diakui
pada saat resiko dan manfaat aktiva yang diperjualbelikan telah dialihkan
kepada pembeli (IAS 18 par.14)
|
Sama seperti IAS 18, pendapatan diakui
apabila dapat terukur dengan andal, manfaat ekonomi probable sifatnya, dan
dalam hal pendapatan diakui dari transaksi penjualan, maka penjualan diakui
pada saat resiko dan manfaat aktiva yang diperjualbelikan telah dialihkan
kepada pembeli (PSAK 23 par.19)
|
2.
|
IAS tidak memberikan aturan-aturan
khusus atas pendapatan yang berasal dari penjualan barter dan transaksi
dengan skema multiple arrangement.
|
PSAK mengatur secara spesifik pengakuan
pendapatan jenis-jenis industry perusahaan seperti yang ada pada PSAK
35,”Akuntansi Pendapatan Jasa Telekomunikasi”, PSAK 49 tentang “Akuntansi
Reksa Dana”, PSAK 44 tentang “Akuntansi Aktivitas Pengembangan Real Estate”,
PSAK 42 tentang “Perusahaan Efek”, PSAK 37 tentang “Akuntansi Penyelenggaraan
Jalan Tol”, PSAK 36 tentang “Akuntansi Asuransi Jiwa”, PSAK 33 tentang
“Akuntansi Pertambangan Umum”, PSAK 32 tentang “Akuntansi Kehutanan”, PSAK 31
tentang “Akuntansi Perbankan”, PSAK 29 tentang “Akuntansi Minyak dan Gas
Bumi” dan PSAK 28 tentang “Akuntansi Asuransi
Kerugian”
|
Perbedaan
antara IAS 23 tentang ‘Borrowing Costs’
dan PSAK 26 tentang “Biaya Pinjaman”
No.
|
IAS
23
|
PSAK
26
|
1.
|
Biaya pinjaman yang dapat diatribusikan
langsung terhadap akuisisi, konstruksi atau produksi suatu aktiva harus
dikapitalisasi sebagai bagian biaya perolehan aktiva tersebut. Biaya pinjaman
yang dimaksud adalah biaya pinjaman yang bisa dihindari apabila tidak
dilakukan perolehan aktiva (IAS 23 par.10)
|
Sama seperti IAS 23, biaya pinjaman
yang dapat diatribusikan langsung terhadap akuisisi, konstruksi atau produksi
suatu aktiva harus dikapitalisasi sebagai bagian biaya perolehan aktiva
tersebut. Biaya pinjaman yang dimaksud adalah biaya pinjaman yang bisa
dihindari apabila tidak dilakukan perolehan aktiva (PSAK 26R par.10)
|
2.
|
IAS 23 memberikan penjelasan yang
lengkap terkait dengan biaya pinjaman seperti bunga, amortisasi diskonto dan
premi pinjaman dan biaya-biaya lainnya yang dapat dikaitkan dengan pinjaman
(IAS 23 par.5)
|
Sama seperti IAS 23, PSAK 26R
memberikan penjelasan yang lengkap terkait dengan biaya pinjaman seperti
bunga, amortisasi diskonto dan premi pinjaman dan biaya-biaya lainnya yang
dapat dikaitkan dengan pinjaman (PSAK 26R par.5)
|
Perbedaan
antara IAS 33 tentang ‘Earnings Per Share’
dan PSAK 56 tentang “Laba Per Saham”
No.
|
IAS
23
|
PSAK
56
|
1.
|
Entitas bisnis diwajibkan menghitung
laba per lembar saham dasar atas laba atau rugi berdasarkan jumlah lembar
saham yang berhak atas laba atau rugi tersebut. Untuk laporan konsolidasi,
laba atau rugi dibagi terhadap jumlah lembar saham perusahaan induk yang
berhak atas laba atau rugi tersebut (IAS 33 par.9-10)
|
Sama seperti IAS 33, entitas bisnis
diwajibkan menghitung laba per lembar saham dasar atas laba atau rugi
berdasarkan jumlah lembar saham yang berhak atas laba atau rugi tersebut.
Untuk laporan konsolidasi, laba atau rugi dibagi terhadap jumlah lembar saham
perusahaan induk yang berhak atas laba atau rugi tersebut (PSAK 56 par.10)
|
2.
|
Untuk tujuan menghitung laba per lembar
saham, jumlah saham yang dijadikan pembagi adalah jumlah rata-rata tertimbang
saham yang beredar (IAS 33 par.19)
|
Sama seperti IAS 33, untuk tujuan
menghitung laba per lembar saham, jumlah saham yang dijadikan pembagi adalah
jumlah rata-rata tertimbang saham yang beredar (PSAK 56 par.14)
|
3.
|
Entitas bisnis diwajibkan menghitung
laba per lembar saham dilusi. Untuk tujuan menghitung laba per lenbar saham
dilusi, jumlah saham yang dijadikan pembagi adalah jumlah rata-rata
tertimbang saham yang beredar (IAS 33 par.30-31)
|
Entitas bisnis diwajibkan menghitung
laba per lembar saham dilusi. Untuk tujuan menghitung laba per lenbar saham
dilusi, jumlah saham yang dijadikan pembagi adalah jumlah rata-rata
tertimbang saham yang beredar (PSAK 56 par. 24 dan 29)
|
No comments:
Post a Comment