Monday, November 14, 2016

PENDAPATAN

Pengakuan suatu jumlah rupiah dalam akuntansi pada umumnya didasarkan pada konsep objektivitas yaitu bahwa jumlah rupiah tersebut dapat diukur secara cukup pasti dan ada keterlibatan pihak independen dalam pengukurannya. Dengan kata lain harus ada bukti yang cukup objektif untuk dapat mengakui. Bila kondisi atau kejadian tertentu menjadikan kriteria tersebut dipenuhi maka kondisi atau kejadian tersebut akan memicu pengakuan pendapatan.

Secara umum ada dua kriteria pengakuan pendapatan yaitu:
1.    Pendapatan baru dapat diakui bilamana jumlah rupiah pendapatan telah terealisasi atau cukup pasti akan segera terealisasi (Realized atau Realizable). Pendapatan dapat dikatakan telah terealisasi bilamana telah terjadi transaksi pertukaran produk atau jasa hasil kegiatan perusahaan dengan kas atau klaim untuk menerima kas. Pendapatan dapat dikatakan cukup pasti akan segera terealisasi bilamana barang penukar yang diterima dapat dengan mudah dikonversi menjadi sejumlah kas atau setara kas yang cukup pasti.
2.   Pendapatan baru dapat diakui bilamana pendapatan tersebut sudah terhimpun atau terbentuk (earned). Pendapatan dapat dikatakan telah terhimpun bilamana kegiatan menghasilkan pendapatan tersebut telah berjalan dan secara substansial telah selesai sehingga suatu unit usaha berhak untuk menguasai manfaat yang terkandung dalam pendapatan.

Kedua kriteria di atas harus dipenuhi untuk mengakui pendapatan walaupun bobot pentingnya untuk suatu keadaan tertentu dapat berbeda. Kriteria pengakuan pendapatan yang lebih teknis dikemukakan oleh Kam (1990:243-252) dalam Suwardjono (2005:368) bahwa pendapatan dapat diakui kalau memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1. Keterukuran nilai aktiva
2. Terjadinya transaksi
3. Proses penghimpunan secara substansial telah selesai.

Kebanyakan perusahaan dasar penjualan sebagai saat pengakuan dan pengukuran pendapatan adalah yang paling jelas dan obyektif daripada dasar lain yang dapat dipakai.

Menurut Paton dan Littleton dalam Suwardjono (1984:154) perekayasaan akuntansi keuangan adalah alasan yang mendukung bahwa pendapatan pada saat penjualan merupakan suatu standar yang utama sehingga mendasari pada pengertian dan konsep tentang pendapatan sebagai berikut:
  1. Pendapatan adalah merupakan jumlah rupiah yang menyatakan produk akhir operasi perusahaan dan oleh karena itu harus diakui dan diukur pada tingkat atau titik kegiatan yang menentukan dalam aliran kegiatan operasi kegiatan.
  2. Pendapatan harus benar-benar terjadi dan didukung dengan timbulnya aktiva baru yang dapat dipercaya (sah), sebaiknya berupa kas atau piutang.
Maka dapat disimpulkan dari pengertian pendapatan di atas bahwa saat penjualan merupakan titik yang menentukan untuk dapat menimbulkan pendapatan yang memenuhi pengertian atau persyaratan di atas. Saat penjualan dapat dijadikan saat pengakuan karena proses realisasi pendapatan telah terjadi.

Penjualan baru dapat dikatakan terjadi bilamana telah terjadi peralihan hak milik atas barang, akan tetapi peralihan hak milik merupakan masalah yang sangat teknis dan untuk dasar penentuan saat pengakuan dalam prosedur pembukuan pendapatan disarankan untuk tidak terlalu menekankan pada aspek yuridis formal karena kegiatan penjualan sendiri terdiri atas rangkaian kegiatan yaitu berupa penjualan yang kontinyu.

Ada beberapa keberatan yang sering diajukan terhadap pengakuan pendapatan atas dasar penjualan yaitu:
  1. Keberatan utama terhadap pemakaian dasar penjualan adalah bahwa sebelum penjualan itu dilunasi dan dianggap selesai, hasil akhir penjualan itu sendiri menjadi tidak pasti. Ada kemungkinan barang dikembalikan dan tidak seluruh piutang dapat tertagih. Disamping itu terdapat juga biaya-biaya yang timbul setelah penjualan, misalnya biaya administrasi, biaya pengganti suku cadang yang rusak akibat pengiriman dan lain-lain.
  2. Bahwa piutang pada umumnya yaitu aktiva baru yang mendukung timbulnya pendapatan yang diakui atas dasar penjualan kredit, tidaklah merupakan aktiva yang mempunyai daya beli yang nyata dan oleh karenanya bukan merupakan pendukung yang memadai terhadap pendapatan yang terealisasi.
Pembiayaan bersama atas fasilitas kredit (joint financing on credit facility – untuk selanjutnya akan disebut “joint financing”) adalah pemberian kredit kepada pelanggan perusahaan pembiayaan (multifinance company) dengan sumber dana berasal dari bank, yang biasanya menanggung sebagian besar dana, dan perusahaan pembiayaan sendiri. Joint financing semakin marak karena pertambahan permintaan kredit untuk kepemilikan aset tetap oleh pelanggan, misalnya sepeda motor dan mobil, tidak dibarengi dengan kemampuan yang cukup dari perusahaan pembiayaan untuk menyediakan dananya. Perusahaan pembiayaan menggandeng bank untuk secara bersama mendanai kredit pembiayaan pemilikan aset tetap tersebut melalui perjanjian atau kontrak joint financing.

Dalam joint financing perusahaan pembiayaan dan bank bekerja sama untuk menjual jasa pembiayaan dengan menggabungkan sumber daya yang mereka miliki sehingga membentuk sinergi. Perusahaan pembiayaan memiliki jaringan pemasaran yang luas yang meliputi kemampuan menjangkau pelanggan individual dan dealer kendaraan bermotor dan aset lainnya serta memiliki sistem pengelolaan kredit eceran yang relatif mapan, sementara bank memiliki dana atau akses ke dana yang lebih besar dibanding perusahaan pembiayaan.

Berikut ini adalah contoh beroperasinya joint financing. Misalnya, seorang pelanggan membutuhkan fasilitas pendanaan sebesar Rp 10 juta untuk kepemilikan suatu kendaraan bermotor. Pada pembiayaan joint financing pihak perusahaan pembiayaan bekerja sama dengan pihak bank untuk menyediakan fasilitas pembiayaan yang diperlukan dimana perusahaan pembiayaan hanya menyediakan 20% pembiayaan (atau senilai Rp 2 juta) dan pihak bank menyediakan 80% pembiayaan (atau senilai Rp 8 juta). Dalam praktik, perjanjian joint financing antar bank sebagai pihak penyedia sebagian besar dana dengan perusahaan pembiayaan tidak dilakukan untuk pelanggan individual seperti di atas, melainkan meliputi jumlah pendanaan yang besar, dan bank biasanya menyerahkan proses penyaluran dan pengelolaan kredit kepada perusahaan pembiayaan yang memang memiliki keahlian untuk itu.

Dalam joint financing, perusahaan pembiayaan adalah pihak yang menciptakan pendapatan dengan memberikan kredit kepada pelanggan, mempertahankan administrasi kredit, melakukan penagihan kredit langsung ke pelanggan, dan mengelola kredit termasuk mengambil alih agunan dan melikuidasinya bila pelanggan wanprestasi. Di pihak lain, bank sebagai penyedia sebagian besar dana dalam joint financing biasanya hanya berhubungan dengan perusahaan pembiayaan. Perbedaan keahlian, sumber daya, dan risiko kredit menyebabkan tingkat bunga yang dibebankan perusahaan pembiayaan ke pelanggan secara signifikan lebih tinggi dari yang diminta oleh atau yang pada akhirnya dibayarkan oleh perusahaan pembiayaan ke bank.

Dalam banyak kasus bank berusaha membatasi risiko kredit dengan mendesain kontrak joint financing sedemikian rupa dengan perusahaan pembiayaan, sehingga tingkat kembalian kredit yang diberikan bank melalui joint financing tidak secara langsung dipengaruhi oleh kinerja perusahaan pembiayaan terkait dengan penagihan kredit joint financing dari pelanggan. Fitur joint financing inilah yang menjelaskan ditanggungnya risiko kredit atas pembiayaan yang diberikan oleh bank (perbedaan yang signifikan tingkat bunga yang dikenakan oleh bank) dalam skema joint financing with recourse (dan yang dikenakan perusahaan pembiayaan atas pelanggan).

Kerjasama industri perbankan dan perusahaan multifinance dalam mengucurkan pembiayaan makin erat. Berdasarkan data Bank Indonesia (BI) terbaru, hingga Agustus 2010, total pembiayaan perusahaan multifinance sebesar Rp 175,17 triliun. Angka ini lebih tinggi 27,68% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2009 sebesar Rp 137,91 triliun.

Sebagian besar pembiayaan tersebut merupakan pembiayaan bersama atau joint financing dengan perbankan karena sebagian perusahaan multifinance merupakan anak usaha bank. Masih berdasarkan data yang sama, di Agustus 2010 pinjaman dari bank lokal kepada perusahaan pembiayaan naik 47,74% menjadi Rp 74,46 triliun dibandingkan Agustus 2009. Sementara pinjaman dari bank asing sekitar Rp 44,7 triliun, meningkat 16,77% ketimbang periode yang sama pada tahun 2009.

Banyaknya perusahaan multifinance yang menggunakan joint financing, karena lebih mudah mendapatkan pendanaan pembiayaan daripada meminjam langsung dari perbankan. Dalam joint financing, perusahaan multifinance tidak harus memberikan penjaminan untuk mendapatkan dana tersebut. Selain itu, dengan joint financing, risiko yang muncul dari sebuah pembiayaan bisa ditekan karena perusahaan multifinance dan perbankan saling berbagi resiko. Dalam joint financing bisa saja porsi pembiayaan yang ditanggung perusahaan multifinance lebih kecil, selebihnya menjadi tanggungan perbankan.

Banyaknya perusahaan multifinance yang menggunakan joint financing juga dikarenakan plafon pembiayaan yang lebih fleksibel. Hal inilah yang membedakan joint financing dengan meminjam langsung ke bank. Jika perusahaan multifinance langsung meminjam ke bank, maka mereka akan menanggung plafon kredit. Namun jika menggunakan joint financing, dana pembiayaan bisa ditambah terus tergantung yang menambah bank atau perusahaan multifinance sesuai perjanjian.

Pengertian Pendapatan
Akuntansi merupakan kegiatan jasa yang berfungsi menyediakan informasi keuangan suatu badan usaha tertentu. Informasi ini disajikan dalam laporan keuangan yang terdiri dari neraca, laporan laba rugi, laporan laba ditahan, laporan perubahan posisi keuangan serta catatan atas laporan keuangan.

Neraca menunjukkan posisi keuangan suatu perusahaan pada suatu waktu tertentu, dimana informasi yang tersedia berupa informasi harta, kewajiban serta modal. Perhitungan laba rugi menunjukkan pendapatan yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan serta hasil usaha yang diperoleh dalam suatu periode yang terakhir pada tanggal yang tertera di neraca. Laporan perubahan posisi keuangan menyajikan kegiatan pembiayaan dan investasi perusahaan.

Dalam beberapa dasawarsa belakangan ini, perhatian pada perhitungan laba rugi semakin dirasakan manfaatnya. Dengan adanya informasi mengenai pendapatan, maka dapat membandingkan antara modal yang tertanam dengan penghasilan sebagai alat untuk mengukur kinerja efisiensi perusahaan dan dapat memprediksi distribusi dividen di neraca yang akan datang.

Pendapatan sebagai salah satu elemen penentuan laba rugi suatu perusahaan belum mempunyai pengertian yang seragam. Hal ini disebabkan pendapatan biasanya dibahas dalam hubungannya dengan pengukuran dan waktu pengakuan pendapatan itu sendiri.
Secara garis besar konsep pendapatan dapat ditinjau dua segi, yaitu :
1. Menurut ilmu ekonomi
2. Menurut ilmu akuntansi

  Menurut ilmu ekonomi
Pendapatan menurut ilmu ekonomi merupakan nilai maksimum yang dapat dikonsumsi oleh seseorang dalam suatu periode dengan mengharapkan keadaan yang sama pada akhir periode seperti keadaan semula. Pengertian tersebut menitikberatkan pada total kuantitatif pengeluaran terhadap konsumsi selama satu periode. Dengan kata lain, pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah keseluruhan hasil yang diperoleh selama satu periode, bukan hanya yang dikonsumsi.

Definisi pendapatan menurut ilmu ekonomi menutup kemungkinan perubahan lebih dari total harta kekayaan badan usaha pada awal periode, dan menekankan pada jumlah nilai statis pada akhir periode. Secara garis besar pendapatan adalah jumlah harta kekayaan awal periode ditambah perubahan penilaian yang bukan diakibatkan perubahan modal dan hutang.

Menurut ilmu akuntansi
Banyak konsep pendapatan didefinisikan dari berbagai literatur akuntansi dan teori akuntansi. Namun pada dasarnya konsep pendapatan dapat ditelusuri dari dua sudut pandang, yaitu :
  1. Pandangan yang menekankan pada pertumbuhan atau peningkatan jumlah aktiva yang timbul sebagai hasil dari kegiatan operasional perusahaan. Pendekatan yang memusatkan perhatian kepada arus masuk atau inflow adalah “Revenue is an inflow of assets in the form of cash, receivables of other property for customer or client, which results from sales of merchandises or rendering of services, or from investment for instance, interest may be carned on bonds or saving deposit”.
  2. Pandangan yang menekankan kepada penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan serta penyerahan barang dan jasa atau outflow. 
Vernon Kam berpendapat, bahwa pendapatan adalah kenaikan kotor dalam jumlah atau nilai aktiva dan modal, dan biasanya kenaikan tersebut berwujud aliran kas masuk ke unit usaha. Aliran kas masuk ini terjadi terutama akibat penciptaan melalui produksi dan penjualan output perusahaan.

Konsep dasar pendapatan pada dasarnya adalah suatu proses mengenai arus penciptaan barang dan jasa oleh perusahaan selama jangka waktu tertentu. The basic concept of revenue is that it is a flow process the creation of goods and services by an enterprises during specific internal of time. Konsep pendapatan sering dilihat melalui pengaruhnya terhadap ekuitas pemilik. Berbagai definisi yang timbul sering merupakan kombinasi konsep-konsep tersebut.

SFAC No.6 memberikan pemahaman bahwa pendapatan adalah revenues are inflow or other enhancemant of assets of an entity or settlements of it’s liability (or combination of both) from delivery or producing goods, rendering, services, or other activities that constitute the entity’s on going major or central operations.

Definisi di atas, menekankan pengertian pendapatan pada arus masuk penambahan lain atas aktiva suatu entitas atau penyelesaian kewajiban-kewajibannya atau kombinasi keduanya yang berasal dari penyerahan atau produksi barang, pemberian jasa atau kegiatan-kegiatan lain yang merupakan operasi inti.

Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa ada dua penggolongan mengenai pendapatan, yaitu penggolongan secara luas dan secara sempit. Pendapatan secara luas menitikberatkan kepada keseluruhan kegiatan perusahaan yang menghasilkan kenaikan aktiva atau berkurangnya hutang dan dapat merubah modal pemiliknya. Keseluruhan kegiatan perusahaan itu terdiri dari kegiatan utama dan kegiatan lain di luar kegiatan utama.

Pemfokusan kegiatan perusahaan terhadap kegiatan utama yang berakibat kepada kenaikan aktiva atau pengurangan hutang dan yang dapat merubah modal tersebut merupakan pendapatan dalam arti sempit. Dilihat dari arti sempit, untuk kenaikan ekuitas yang berasal dari transaksi periferal atau insidental pada suatu entitas dan semua transaksi lain dan kejadian serta situasi lain yang mempekerjakan entitas kecuali yang dihasilkan dari pendapatan atau investasi pemilik disebut keuntungan. Gains are increases in equity (net assets) from peripheral or incidental transaction of an entity except those that result from revenues or investment by owner.

Menurut PSAK No. 23, yang dimaksud dengan pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul dari aktivitas normal perusahaan selama suatu periode bila arus masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanam modal.

Menurut Statement of Financial Accounting Concepts (SFAC) No. 3 tahun 1980, pendapatan adalah aliran masuk atau penambahan lain dari aset sebuah entitas atau penyelesaian kewajiban perusahaan (atau kombinasi dari keduanya) selama satu periode yang berasal dari pengiriman atau produksi barang, penyerahan jasa, atau aktivitas-aktivitas lain yang membangun berjalannya kegiatan utama suatu entitas atau operasi sentral perusahaan.

Karakteristik Pendapatan
Pendapatan diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan perusahaan dalam memanfaatkan faktor-faktor produksi untuk mempertahankan diri dan pertumbuhan. Seluruh kegiatan perusahaan yang menimbulkan pendapatan secara keseluruhan disebut earning process. Secara garis besar earning process menimbulkan dua akibat yaitu pengaruh positif atau pendapatan dan keuntungan dan pengaruh negatif atau beban dan kerugian.

Selisih dari keduanya nantinya menjadi laba atau income dan rugi atau loss. Pendapatan umumnya digolongkan atas pendapatan yang berasal dari kegiatan normal perusahaan dan pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan.

Pendapatan dari kegiatan normal perusahaan biasanya diperoleh dari hasil penjualan barang ataupun jasa yang berhubungan dengan kegiatan utama perusahaan. Pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan normal perusahaan adalah hasil di luar kegiatan utama perusahaan yang sering disebut hasil non operasi. Pendapatan non operasi biasanya dimasukkan ke dalam pendapatan lain-lain, misalnya pendapatan bunga dan deviden.

Ada beberapa karakteristik tertentu dari pendapatan yang menentukan atau membatasi bahwa sejumlah rupiah yang masuk ke perusahaan merupakan pendapatan yang berasal dari operasi perusahaan. Karakteristik ini dapat dilihat berdasarkan sumber pendapatan, produk dan kegiatan utama perusahaan dan jumlah rupiah pendapatan serta proses penandingan.
a.             Sumber pendapatan
Jumlah rupiah perusahaan bertambah melalui berbagai cara tetapi tidak semua cara tersebut mencerminkan pendapatan. Tambahan jumlah rupiah aktiva perusahaan dapat berasal dari transaksi modal, laba dari penjualan aktiva yang bukan barang dagangan seperti aktiva tetap, surat berharga, ataupun penjualan anak atau cabang perusahaan, hadiah, sumbangan atau penemuan, revaluasi aktiva tetap, dan penjualan produk perusahaan. Dari semua transaksi di atas, hanya transaksi atas penjualan produk saja yang dapat dianggap sebagai sumber utama pendapatan walaupun laba atau rugi mungkin timbul dalam hubungannya dengan penjualan aktiva selain produk utama perusahaan.

b.           Produk dan kegiatan utama perusahaan
Produk perusahaan mungkin berupa barang ataupun dalam bentuk jasa. Perusahaan tertentu mungkin sekali menghasilkan berbagai macam produk atau baik berupa barang atau jasa atau keduanya yang sangat berlainan jenis maupun arti pentingnya bagi perusahaan.

Terkadang, produk yang dihasilkan secara insidental bila dihubungkan dengan kegiatan utama perusahaan atau yang timbul tidak tetap, sering dipandang sebagai elemen pendapatan non operasi, maka pemberian pembatasan tentang pendapatan sangat perlu, untuk itu produk perusahaan harus diartikan meliputi seluruh jenis barang atau jasa yang disediakan atau diserahkan kepada konsumen tanpa memandang jumlah rupiah relatif tiap jenis produk tersebut atau sering tidaknya produk tersebut atau sering tidaknya produk tersebut dihasilkan.

c.            Jumlah rupiah pendapatan dan proses penandingan
Pendapatan merupakan jumlah rupiah dari harga jual per satuan kali kuantitas terjual. Perusahaan umumnya akan mengharapkan terjadinya laba yaitu jumlah rupiah pendapatan lebih besar dari jumlah biaya yang dibebankan. Laba atau rugi yang terjadi baru akan diketahui setelah pendapatan dan beban dibandingkan. Setelah biaya yang dibebankan secara layak dibandingkan dengan pendapatan maka tampaklah jumlah rupiah laba atau pendapatan neto.

Menurut SFAC No. 3 tahun 1980, karakteristik pendapatan pada perusahaan bisnis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pendapatan merepresentasikan aliran kas masuk aktual atau yang diharapkan (atau setara dengan itu) yang telah terjadi atau akan terjadi sebagai hasil berjalannya kegiatan utama suatu perusahaan atau operasi sentral selama suatu periode. Peningkatan aset oleh pendapatan mungkin meliputi berbagai jenis – sebagai contoh, kas, klaim terhadap pelanggan atau klien, barang atau jasa lain yang diterima, atau peningkatan nilai dari sebuah produk yang dihasilkan dari proses produksi. Sama halnya dengan  transaksi dan kejadian darimana pendapatan tersebut berasal dan pendapatan itu sendiri terdiri dari banyak bentuk dan disebut dengan berbagai istilah – sebagai contoh, keluaran (output), pengiriman (deliveries), penjualan (sales), fee, bunga (interest), dividen, royalti, dan sewa (rent) – tergantung pada jenis operasi yang terlibat dan cara pendapatan tersebut diakui.

Kriteria pengakuan pendapatan
Pengakuan sebagai pencatatan suatu item dalam perkiraan-perkiraan dan laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian. Pengakuan itu termasuk penggambaran suatu item baik dalam kata-kata maupun dalam jumlahnya, dimana jumlah mencakup angka-angka ringkas yang dilaporkan dalam laporan keuangan.

Empat kriteria mendasar yang harus dipenuhi sebelum suatu item dapat diakui adalah :
a.   Definsi item dalam pertanyaan harus memenuhi definisi salah satu dari tujuh unsur laporan keuangan yaitu aktiva, kewajiban, ekuitas, pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian.
b.  Item tersebut harus memiliki atribut relevan yang dapat diukur secara andal, yaitu karakteristik, sifat atau aspek yang dapat dikuantifikasi dan diukur.
c.  Relevansi informasi mengenai item tersebut mampu membuat suatu perbedaan dalam pengambilan keputusan.
d.   Reliabilitas informasi mengenai item tersebut dapat digambarkan secara wajar dapat diuji, dan netral.

Empat kriteria pengakuan di atas, diterapkan pada semua item yang akan diakui pada laporan keuangan. Namun SFAC No.5 menyatakan persyaratan yang lebih mengikat dalam hal pengakuan komponen laba dan pada pengakuan perubahan lainnya dalam aktiva atau kewajiban.

Sebagai tambahan pada empat kriteria pengakuan secara umum yang telah dijelaskan sebelumnya, pendapatan dan keuntungan umumnya diakui apabila :
1. Pendapatan dan keuntungan tersebut telah direalisasikan.
2. Pendapatan dan keuntungan tersebut telah dihasilkan karena sebagian besar dari proses untuk menghasilkan laba telah selesai.

Pendapatan direalisasikan ketika kas diterima untuk barang dan jasa yang dijual. Pendapatan itu dapat direalisasikan ketika klaim atas kas (misalnya, aktiva non kas seperti piutang usaha atau wesel tagih) diterima yang ditentukan dapat segera dikonversikan ke dalam kas tertentu. Kriteria ini juga dipenuhi jika produk tersebut adalah suatu komoditas, seperti emas, dimana ada pasar publik untuk jumlah tak terhingga, dan produk tersebut dapat dibeli dan dijual pada harga pasar yang telah diketahui.

Pendapatan dihasilkan ketika perusahaan secara mendasar menyelesaikan semua yang harus dilakukannya agar dikatakan menerima manfaat dari pendapatan yang terkait. Secara umum pendapatan diakui ketiga proses menghasilkan laba diselesaikan atau sebenarnya belum diselesaikan selama biaya-biaya yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses menghasilkan laba dapat diestimasi secara tepat.

Pendapatan Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 23.
Pendapatan timbul dari transaksi dan peristiwa ekonomi berikut ini:
a.       penjualan barang;
b.      penjualan jasa; dan
c.       penggunaan aset  entitas oleh pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen.
Pada penjualan barang, barang meliputi barang yang diproduksi oleh perusahaan untuk dijual dan barang yang dibeli untuk dijual kembali, seperti barang dagang yang dibeli pengecer atau tanah dan properti lain yang dimiliki untuk dijual kembali.

Penjualan jasa biasanya menyangkut pelaksanaan tugas secara kontraktual telah disepakati untuk dilaksanakan selama suatu periode waktu yang disepakati oleh perusahaan. Jasa tersebut dapat diserahkan dalam satu periode atau lebih dari satu periode. Beberapa kontrak penjualan jasa yang timbul dari kontrak konstruksi, misalnya kontrak penjualan jasa dari manajer proyek dan arsitek.

Penggunaan aset perusahaan oleh pihak lain menimbulkan pendapatan dalam bentuk:
  1. Bunga yaitu pembebanan untuk penggunaan kas atau setara kas, atau jumlah terutang kepada perusahaan;
  2. Royalti yaitu pembebanan untuk penggunaan aset jangka panjang entitas, misalnya paten, merek dagang, hak cipta, dan peranti lunak komputer; dan
  3. Dividen yaitu distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi kepemilikan mereka atas kelompok modal tertentu.
Pengukuran Pendapatan
Pendapatan diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima. Jumlah pendapatan yang timbul dari transaksi biasanya ditentukan oleh persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pengguna aset tersebut. Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau dapat diterima oleh perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume yang diperbolehkan oleh perusahaan.

Pada umumnya, imbalan tersebut berbentuk kas atau setara kas dan jumlah pendapatan adalah jumlah kas atau setara kas yang diterima atau yang dapat diterima. Namun, bila arus masuk dari kas atau setara kas ditangguhkan, maka nilai wajar dari imbalan tersebut mungkin kurang dari jumlah nominal dari kas yang diterima atau dapat diterima. Misalnya, suatu perusahaan  dapat memberikan kredit bebas bunga kepada pembeli atau menerima wesel tagih dari pembeli dengan tingkat bunga dibawah pasar sebagai imbalan dari penjualan barang. Jika perjanjian tersebut secara efektif merupakan transaksi keuangan, maka nilai wajar imbalan ditentukan dengan pendiskontoan seluruh penerimaan di masa depan dengan menggunakan tingkat bunga tersirat (imputed). Tingkat bunga tersirat yang digunakan adalah yang paling mudah ditentukan antara:
  1. tingkat bunga yang berlaku bagi instrumen yang serupa dari suatu penerbit (issuer) dengan penilaian kredit (credit rating) yang sama; atau
  2. suatu tingkat bunga untuk mengurangi (discount) nilai nominal instrumen  tersebut ke harga jual tunai pada saat ini dari barang atau jasa.
Bila barang atau jasa dipertukarkan (barter) untuk barang atau jasa dengan sifat dan nilai yang sama, maka pertukaran tersebut tidak dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Hal ini sering terjadi dengan komoditas seperti minyak atau susu di mana penyalur menukarkan (swap) persediaan di berbagai lokasi untuk memenuhi permintaan dengan dasar tepat waktu dalam suatu lokasi. Jika barang dijual dan jasa diberikan untuk dipertukarkan dengan barang dan jasa yang tidak serupa, pertukaran tersebut dianggap sebagai transaksi yang mengakibatkan pendapatan. Pendapatan tersebut diukur pada nilai wajar dari barang atau jasa yang diserahkan, disesuaikan dengan jumlah kas atau setara kas yang ditransfer.

Pengidentifikasian Transaksi
Penjualan Barang
            Pendapatan dari penjualan barang diakui jika seluruh kondisi berikut dipenuhi:
  1. Perusahaan telah memindahkan risiko secara signifikan dan memindahkan manfaat kepemilikan barang kepada pembeli;
  2. Perusahaan tidak lagi mengelola atau melakukan pengendalian efektif atas barang yang dijual;
  3. Jumlah pendapatan tersebut dapat diukur dengan andal;
  4. Besar kemungkinan besar manfaat ekonomi yang dihubungkan dengan transaksi akan mengalir kepada perusahaan tersebut; dan
  5. Biaya yang terjadi atau yang akan terjadi sehubungan transaksi penjualan dapat diukur dengan andal.
Jika perusahaan tersebut menahan risiko signifikan dari kepemilikan, transaksi tersebut bukanlah penjualan dan pendapatan tidak diakui. Jika perusahaan hanya menahan risiko tidak signifikan atas kepemilikan, transaksi tersebut adalah penjualan dan pendapatan yang diakui. Pendapatan diakui hanya jika kemungkinan besar manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan mengalir kepada perusahaan.
Penjualan Jasa
Bila hasil suatu transaksi yang meliputi penjualan jasa dapat diestimasi dengan andal, pendapatan sehubungan dengan transaksi tersebut harus diakui dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari transaksi pada tanggal neraca. Hasil suatu transaksi dapat diestimasi dengan andal bila seluruh kondisi berikut ini dipenuhi:
  1. Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal;
  2. Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
  3. Tingkat penyelesaian dari suatu transaksi pada tanggal neraca dapat diukur dengan andal; dan
  4. Biaya yang terjadi untuk transaksi  dan biaya menyelesaikan transaksi tersebut dapat diukur dengan andal.
Pengakuan pendapatan dengan acuan pada tingkat penyelesaian dari suatu transaksi sering disebut sebagai metode persentase penyelesaian. Menurut metode ini, pendapatan diakui dalam periode akuntansi pada saat jasa diberikan. Pengakuan pendapatan atas dasar ini memberikan informasi yang berguna mengenai tingkat kegiatan jasa dan kinerja suatu perusahaan dalam suatu periode.

Suatu perusahaan dapat membuat estimasi yang andal setelah perusahaan mencapai persetujuan mengenai hal-hal berikut dengan pihak lain dalam transaksi tersebut:
  1. Hak yang dapat dipaksakan dari masing-masing pihak terkait dengan jasa yang disediakan dan diterima para pihak;
  2. Imbalan yang dipertukarkan; dan
  3. Cara dan persyaratan penyelesaian.
Tingkat penyelesaian suatu transaksi dapat ditentukan dengan berbagai metode. Suatu perusahaan menggunakan metode yang dapat mengukur dengan andal jasa yang diberikan. Bergantung pada sifat transaksi, metode tersebut dapat meliputi:
  1. Survei pekerjaan yang telah dilaksanakan;
  2. Jasa yang dilakukan hingga tanggal tertentu sebagai persentase dari total jasa yang harus dilakukan; dan
  3. Proporsi biaya yang terjadi hingga tanggal tertentu dibagi estimasi total biaya transaksi tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilaksanakan hingga tanggal tertentu dimasukkan dalam biaya yang terjadi hingga tanggal tersebut. Hanya biaya yang mencerminkan jasa yang dilakukan atau yang harus dilakukan, dimasukkan ke dalam estimasi total biaya transaksi tersebut.
Bila hasil transaksi yang meliputi penjualan jasa tidak dapat diestimasi dengan andal, pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan beban terakui yang dapat diperoleh kembali. Oleh karena itu, pendapatan diakui hanya yang berkaitan dengan biaya yang telah terjadi yang diharapkan dapat terpulihkan. Karena hasil transaksi tersebut tidak dapat diestimasi dengan andal, tidak ada laba yang diakui.
Bunga, Royalti, dan Dividen
Pendapatan yang timbul dari penggunaan aset perusahaan oleh pihak-pihak lain yang menghasilkan bunga, royalti, dan dividen harus diakui atas dasar yang dijelaskan di bawah bila:
a.    Besar kemungkinan manfaat ekonomi sehubungan dengan transaksi tersebut akan diperoleh perusahaan;
b.   Jumlah pendapatan dapat diukur dengan andal.
Pendapatan harus diakui dengan dasar sebagai berikut:
a.  Bunga harus diakui atas dasar proporsi waktu yang memperhitungkan hasil efektif aset tersebut;
b.  Royalti harus diakui atas dasar akrual sesuai dengan substansi perjanjian yang relevan; dan,
c.   Dalam metode biaya (cost method), dividen tunai harus diakui bila hak pemegang saham untuk menerima pembayaran ditetapkan.
Pengungkapan Pendapatan
Menurut PSAK No. 23 tahun 2009, perusahaan harus mengungkapkan hal-hal berikut terkait dengan pendapatan dalam laporan keuangannya:
1.      Kebijakan akuntansi yang dianut untuk pengakuan pendapatan termasuk metode yang dianut untuk menentukan tingkat penyelesaian transaksi penjualan jasa;
2.      Jumlah setiap kategori signifikan dari pendapatan yang diakui selama periode tersebut termasuk pendapatan dari:
a.       Penjualan barang;
b.      Penjualan jasa;
c.       Bunga;
d.      Royalti; dan
e.       Dividen;
3.      Jumlah pendapatan yang berasal dari pertukaran barang atau jasa dimasukkan dalam setiap kategori yang signifikan dari pendapatan; dan
4.      Pendapatan yang ditunda pengakuannya.



























No comments: