BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pemimpin adalah pemegang keberhasilan sebuah lembaga yang
dipimpinnya. Baik buruknya, maju mundurnya lembaga tersebut tergantung
bagaimana seorang pemimpin mampu mengupayakan dan berperan sebagai seorang
figur yang diteladani dan dihormati.
Profesionalisme adalah kunci dari keberhasilan peran itu,
pemimpin yang sukses adalah pemimpin yang mampu mempengaruhi perilaku
individu-individu, untuk menunaikan tugasnya dalam rangka memberikan arahan dan
petunjuk, mewujudkan target jama’ah (kebersamaan),
mengembangkan, memegang teguh, dan menjaga kekuatan bangunannya.[1]
Prestasi kepemimpinan seseorang sangat dipengaruhi oleh
harapan-harapan dari anggota kelompok yang dipimpinnya. Harapan-harapan
tersebut bukan hanya berhubungan dengan pengaruh kepemimpinan sosiologi
pemimpin, tapi juga efektifitas, efisiensi dan kepuasan kerja staf.
Harapan-harapan itu menurut Soemanto dkk dalam
terjemahannya kepemimpinan dalam pendidikan, mengenai program pengajaran perlu
diteliti tentang hakekat, pentingnya, pengaruh dan cara-cara menggarapnya,
dalam rangka membantu pimpinan mengatasi tantangan-tantangan pengajaran.[2]
Lebih lanjut prestasi kepemimpinan tersebut juga sangat
dipengaruhi oleh seberapa besar seorang pemimpin dalam proses kepemimpinannya
bisa mengendalikan suatu masalah yang “terbungkus” dalam konflik. Dan oleh
karena itu diperlukan suatu ketrampilan tersendiri bagi seorang pemimpin dalam
menangani dan memecahkan sebuah konflik, baik konflik pribadi, konflik antar
individu, maupun konflik antar kelompok.
Salah satu masalah paling serius dan
sering terjadi yang menimpa individu dan anggota-anggota organisasi adalah
masalah stress dan konflik.
Tidak dapat kita pungkiri bahwa seiring
berkembangnya kebutuhan, seiring cepatnya mobilitas kehidupan banyak kita
jumpai orang-orang disekitar kita yang tidak sanggup bertahan menghadapi
kegagalan-kegagalan yang terjadi dalam kehidupannya, bahkan tak luput mereka
yang berhasil pun terkadang hanyut, takut kegagalan akan menimpanya.
Orang-orang yang gagal, tertimpa
musibah, tak mampu bersabar lantas keluh kesah pun menjadi semacam obat penawar
kegelisahannya, walaupun itu tak membuatnya merubah keadaan menjadi lebih
baik. Namun sebaliknya, membuat dia semakin tenggelam dalam
kegagalan. Lalu timbulah penyakit dan masalah baru dalam dirinya yang
disebut stres. Stres kerap melanda dalam kehidupan, terlebih
di saat seperti ini, dimana kesibukan baik pada pekerjaan maupun keluarga,
seolah tak ada putusnya.Berbagai masalah yang sering terjadi di
dalam kehidupan terkadang membuat kita merasa terbebani dan menjadi stres.
Stres memang suatu hal yang sulit dihindari, tapi bukan berarti hal tersebut
tidak bisa diatasi.
Stres menimbulkan pengaruh yang merusak
dan berbahaya bagi kesehatan jasmani dan rohani seseorang. Cara orang
berkomunikasi bisa jadi menimbulkan stress pada diri mereka dan orang lain,
karena komunikasi menimbulkan stres dan juga merupakan respons terhadap stres,
strategi untuk mengurangi stres dapat diperkenalkan dalam berbagai waktu.[3]
Begitu pula dengan konflik, konflik
terjadi karena adanya intraksi yang di sebut dengan komunikasi, hal ini di
maksudkan apabila kita ingin mengetahui konflik berati kita harus mengetahui
kemampuan dan perilaku komunikasi. ketika suatu konflik muncul di dalam sebuah
lembaga atau organisasi, penyebabnya selalu diidentifikasikan sebagai
komunikasi yang kurang baik, di lain pihak, konflik diakibatkan juga oleh
perbedaan kepentingan, pikiran, latar belakang kebudayaan dan intensitas
komunikasi yang terjalin secara intens.[4]
Selama kita hidup, stres tidak akan
pernah bisa kita hindari. Terimalah bahwa dalam hidup kita selalu akan muncul
yang namanya stres. Tidak ada seorangpun yang bisa secara total menghindari
stres.
Begitu juga dengan konflik, tidak satu
masyarakat pun yang tidak pernah mengalami konflik antar anggotanya atau dengan
kelompok masyarakat lainnya, konflik hanya akan hilang bersamaan dengan
hilangnya masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu strategi penyelesaian konflik
bisa dilakukan dengan cara menghindar, mengakomodasi, kompetisi, negosiasi,
kolaborasi, mengedepankan nilai-nilai agama dan norma-norma sosial
kemasarakatan.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang masalah diatas,
maka penyusun mengangkat rumusan
masalah sebagai berikut:
1.
Apakah pengertian stres dan konflik?
2. Berapakah jenis stres dan konflik?
3. Apa saja unsur-unsur stres dan konflik?
4. Apakah faktor-faktor
penyebab terjadinya stres dan konflik?
5. Bagaimana dampak stres dan konflik?
6. Bagaimana strategi penyelesaian
stres dan konflik?
7.
Bagaiamana mengatasi stres dan
konflik dalam kaitan dengan pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Makalah ini diharapkan dapat memberikan
gambaran secara umum tentang:
1. Memahami Pengertian stress dan
konflik.
2. Mengetahui jenis-jenis stres dan
konflik.
3. Memahami unsur-unsur stres dan
konflik.
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab
stres dan konflik.
5. Mengetahui dampak terjadinya stres
dan konflik.
6. Mengetahui strategi dalam
mengatasinya stres dan konflik.
7. Bisa memahami dan mengatasi stres dan konflik
dalam pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Stres dan Konflik
a. Stres
Dalam kamus besar bahasa Indonesia
stres adalah gangguan atau kekacauan mental, dan tekanan emosiaonal.[5]
Stres adalah suatu keadaan yang dinamis
seorang indvidu dihadapan kepada pluang dan tuntutan atau sumber daya
yang terkait dengan apa yang dihasratkan oleh seorang individu itu
dan hasilnya dipandang tidak pasti dan penting.[6]
Stres dapat diartikan sebagi bentuk
reaksi terhdap tekanan yang intensitanya sudah terlalu tinggi.[7]
Stres dapat didefinisikan sebagai
penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang diakibatkan interpretasi atas
suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi agenda pribadi seorang individu.[8]
Peristiwa yang tampaknya menimbulkan
interpretasi negatif yang menjelma menjadi reaksi yang menybabkan stres
termasuk kematian kerabat terdekat, perceraian, kecelakaan, konflik dengan
atasan. Dari suatu peristiwa yang memberikan dampak yang negatif dapat menjadi
ancaman pribadi individu. Suatu respons stress sangat tergantung bagaimana cara
seseorang menginpretasikan suatu peristiwa. Menginpretasikan suatu peristiwa
berarti bahwa kita memberikan makna peristiwa itu bagi kita sendiri, yaitu
respon kita terhadap masalah tersebut. Kalau kita menilai bahwa peristiswa
tersebut mengancam, maka sangat berpotensi menimbulkan reaksi negatif dan
menyakitkan yang kita sebut dengan stress.
Kita bisa melihat dari konsekuensi
negatif stres yang berpengaruh pada 5 kategori, yaitu:
1. Perubahan jasmani seperti isomnia,
sakit kepala, sakit leher, kejang otot, pola mens yang tidak teratur, asma,
impotensi, rambut rontok berlebihan.
2. Emosional, Mencakup perubahan
kepribadian, kejengkelan, kecemasan, depresi, khawatir, frustasi, mudah marah.
3. Mental, yang mencakup konsentrasi lemah,
sikap negatif bicara dengan diri sendiri.
4. Relasional, Perasaan terasing,
intoleransi, kesepian, mengecam orang lain.
5. Spiritual, Merasa hampa, keraguan,
kehilangan pegangan, sinisma, apatis, tidak mau memaafkan.[9]
Setiap peristiwa ditafsirkan sebagai
ancaman yang mungkin bagi tujuan seseorang menghasilkan konsekuensi negatif
yang bersifat jasmani, mental, relasional, atau
spiritual.
Secara
lebih husus stres dapat diartikan sebagai kendala dan tuntutan. Kendala adalah
suatu kekuatan yang mencegah kekuatan individu dari melakukan apa yang sangat
di inginkan sedangkan tuntutan adalah hilangnya sesuatu yang sangat di
inginkan.
Kesimpulan bahwa stres ialah sustu
keadaan jiwa, emosional yang tertekan karena sebuah masalah yang tak bisa
diatasi oleh seseorang individu.
b. Konflik
Konflik secara etimologi berasal dari
bahasa inggris yaitu conflict, dari bahasa Latin berasal dari configure yang
berarti: “saling menjatuhkan atau konflik terjadi karena ada pihak-pihak yang saling
mengejutkan dengan kata lain kekerasan, sindiran, sikap, pendapat-pendapat,
perilaku, tujuan-tujuaan dan kebutuhan yang bertentangan.[10]
Dalam kamus besar bahasa indonesia
konflik berarti pertntangan, percekcokan, perselisihan, ketidaksamaan pendapat
atau pandangan.[11]
Secara sosiologis konflik diartikan
sebagai suatu proses sosial diantara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok)
dimana salah satu kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain.
Konflik bisa diartikan juga sebagai
hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki
tujuan yang berbeda.
Konflik bisa juga diartikan sebagai
ekspersi pertikaian antara individu dengan individu lainnya, kelompok dengan
kelompok lainnya karena berbeda pendapat dan tujuan.
Konflik
dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi
pertentangan atau antagonistic antara dua atau lebih pihak. Konflik organisasi
adalah ketidak sesuaian antara dua atau lebih antara anggota-anggota atau
kelompok-kelompok organisasi yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka
harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegitan
kerja/ atau karena kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan,
nilai atau persepsi.[12]
Konflik sering menimbulkan sikap
oposisi antara kedua belah pihak, sampai kepada tahap di mana pihak-pihak yang
terlibat memandang satu sama lain sebagai penghalang dan pengganggu tercapainya
kebutuhan dan tujuan masing-masing.
Subtantif konflik merupakan
perselisihan yang berkaitan dengan tujuan kelompok, pengalokasian sumber daya
dalam suatu organisasi, distribusi kebijaksanaan dan prosedur, dan pembagian
jabatan pekerjaan.[13]
c. Sifat-Sifat Konflik
Berdasarkan Sifatnya, konflik dibagi atas tiga yaitu:
1. Specific Conflict, Specific
conflict adalah sebuah konflik yang bersumber dari masalah-masalah yang
sifatnya spesifik (khas) misalanya dalam konteks idiologi, warisan berupa
budaya, kepercayaan, tradisi serta wilayah.
2. General Conflict, General
Conflict adalah suatu konflik dimana sifat konflik tersebut memiliki nilai
kesamaan yang bersifat umum dalam arti kata meskipun konflik itu pada awalnya
hanya melibatkan dua pihak secara langsung akan tetapi akibat adanya kesamaan
(keterkaitan) maka mengakibatkan keterlibatan pihak lain. Misalnya masalah
agama, Etnis, HAM, Lingkungan hidup, dan Ancaman Nuklir.
3. Inter-Connected Conflict,
Inter-connected conflict adalah suatu konflik yang saling kait-mengkait dimana
pada awalnya konflik itu diakibatkan hanya karena satu persoalan, akan tetapi
setelah kejadian merembes ke persoalan lainnya baik dari segi substansi maupun
aktornya.[14]
Selain ketiga sifat konflik ini, koflik
juga bisa bersifat eksklusif atau bersifat tertutup misalnya konflik didalam
keluarga, dan inklusif secara terbuka semua pihak mengetahuinya, misalnya
konflik internal partai demokrat.
B. Jenis-Jenis Stres dan Konflik
a. Stres
Bila
ditinjau dari tipenya, stres dalam diri
seseorang itu bisa dikategori dalam beberapa tipe berikut:
1. Frustrasi.
Frustrasi terjadi bila seseorang merasa terancam atau terhambat dalam
mencapai tujuan. Bentuk umum yang seringkali terjadi dari tipe ini adalah
kegagalan seseorang atau kehilangan kesempatan untuk meraih sesuatu yang
diinginkan.
2. Konflik.
Konflik terjadi bila seseorang dihadapkan pada dua atau lebih persoalan secara
bersama-sama. Biasanya tingginya konflik berhubungan dengan tingginya tingkat
kecemasan, depresi dan simptom-simptom fisik.
3. Tekanan (Pressure), tekanan biasanya
berupa harapan-harapan atau kebutuhan-kebutuhan yang harus dicapai seseorang.
Biasanya tekanan ini ini muncul karena orang dituntut baik oleh dirinya sendiri
ataupun orang lain untuk melakukan suatu kegiatan yang menjadi tanggung jawab
kita.
4. Perubahan.
Perubahan hidup biasanya menunjukkan perubahan dalam kehidupan seseorang
sehingga mereka dituntut untuk melakukan penyesuaian diri.[15]
Tidak semua
orang yang mengalami perubahan hidup mudah menyesuaikan diri. Kalau penyesuaian
diri berhasil tidak masalah, tetapi bila penyesusian diri itu gagal, problema
baru akan timbul. Tidak jarang perubahan hidup menjadikan seseorang semakin
menderita. Biasanya orang yang tidak mau berubah itu umumnya orang yang tidak
mau direpotkan oleh perubahan itu sendiri.
b. Konflik
1. Konflik
dalam peran sosial (intrapribadi),
misalnya antara peranan-peranan dalam keluarga atau profesi (konflik peran (role)
2. Konflik
antara kelompok-kelompok sosial (antar keluarga, antar gank).
3. Konflik
kelompok terorganisir dan tidak terorganisir (polisi melawan massa).
4. Konflik
antar satuan nasional (kampanye, perang saudara)
5. Konflik
antar atau tidak antar agama
T. Hani Handoko memaparkan ada 5 jenis
konflik dalam kehidupan organisasi, yaitu:
1. Konflik
dalam diri individu, yang terjadi bila seseorang individu menghadapi
ketidak pastian terhadap pekerjaan yang dia harapkan untuk
melaksanakannya.
2. Konflik antar
individu dalam organisasi yang sama, dimana hal ini sering diakibatkan
oleh perbedaa-perbedaan kepribadian.
3. Konflik
antar individu dan kelompok, yang berhubungan dengan cara individu menanggapi
tekanan untuk keseragaman yang dipaksakan oleh kelompok kerja mereka.
4. Konflik
antar kelompok dalam organisasi yang sama, karena terjadi pertentangan
kepentingan antar kelompok.
Berbeda halnya dengan Hani Handoko,
Menurut Wijono ada tiga jenis konflik yang berkaitan dengan tujuan yang hendak
dicapai (Goal Conflict), yaitu:
1. Approach-Approach Conflict, dimana orang didorong untuk
melakukan pendekatan positif terhadap dua persoalan atau lebih, tetapi
tujuan-tujuan yang dicapai saling terpisah satu sama lain.
2. Approach-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk
melakukan pendekatan terhadap persoalan-persoalan yang mengacu pada satu tujuan
dan pada waktu yang sama didorong untuk melakukan terhadap persoalan-persoalan
tersebut dan tujuannya dapat mengandung nilai positif dan negatif bagiorang
yang mengalami konflik tersebut.
3. Avoidance-Avoidance Conflict, dimana orang didorong untuk
menghindari dua atau lebih hal yang negatif tetapi tujuan-tujuan yang dicapai
saling terpisah satu sama lain. Dalam hal ini, approach-approach conflict
merupakan jenis konflik yang mempunyai resiko paling kecil dan mudah diatasi,
serta akibatnya tidak begitu fatal.[18]
Jenis-jenis konflik diatas tak terlepas
dari motif kepentingan ekonomi individu dan kepentingan organisasi, Konflik
antar organisasi, biasanya timbul sebagai akibat bentuk
persaingan ekonomi dalam system perekonomian suatu Negara.
C. Unsur-Unsur Stres dan Konflik
a. Stres
Bila ditinjau
dari peristiwa stres, dapatlah diidentifikasi secara garis besar unsur-unsur
stres yang terkandung di dalamnya. antara lain:
1. Stressor, unsur yang
merupakan sumber dari stres. Betuknya dapat berupa struktur sosial, peristiwa
hidup, lingkungan fisik.
2. The Stressed. Yaitu
orang yang mengalami stres. Kondisi stres ini dapat dilihat dari respon
individu terhadap sumber stres. Respon ini bisa psikologik, dan bisa pula
fisiologik.
3. Transaction. Unsur ini menggambarkan adanya hubungan timbal
balik yang saling mempengaruhi antara orang yang sedang stres dengan keadaan
yang penuh stres. Melalui transaksi ini akan memungkinkan seseorang melakukan
usaha penyesuaian diri yang terus-menerus antara orang yang mengalami stres
dengan hal-hal yang mendatangkan stres.[19]
Konflik itu sendiri banyak ragamnya
sehingga memberikan ciri-ciri sebagaimana yang disebut diatas tidak cukup,
tetapi dalam kehidupan yang kita alami sering konflik itu tak diduga dan tak
disengaja timbulnya, seperti timbul karena ketidak transparan dan ke tidak
pahaman diantara anggota suatu lembaga sehingga timbul konflik.
b. Konflik
Menurut Wijono, ciri-ciri konflik adalah:
1.
Setidak-tidaknya ada dua pihak secara perseorangan maupun
kelompok yang terlibat dalam suatu interaksi yang saling bertentangan.
2. Paling tidak timbul pertentangan
antara dua pihak secara perseorangan maupun kelompok dalam mencapai tujuan,
memainkan peran dan ambigius atau adanya nilai-nilai atau norma yang saling
berlawanan.
3. Munculnya interaksi yang seringkali
ditandai oleh gejala-gejala perilaku yang direncanakan untuk saling
meniadakan, mengurangi, dan menekan terhadap pihak lain agar dapat memperoleh keuntungan.
4. Munculnya tindakan yang saling
berhadap-hadapan sebagai akibat pertentangan yang berlarut-larut.
5.
Munculnya ketidakseimbangan akibat dari usaha masing-masing
pihak yang terkait dengan kedudukan, status sosial, pangkat, golongan,
kewibawaan, kekuasaan, harga diri, prestise dan sebagainya.[20]
D. Faktor-Faktor Penyebab Stres dan
Konflik
a. Stres
Menurut Dwiyanti ada dua (2) faktor
penyebab stres yaitu: faktor lingkungan dan faktor personal (individu). Faktor
lingkungan bisa berupa kondisi fisik, kondisi sosial ekonomi, manajemen kantor
atau lingkungan kerja, sedangkan faktor personal bisa berupa tipe keperibadian
peristiwa pengalaman peribadi, kondisi keluarga dimana peribadi berada dan
mengembangkan diri.
Secara umum ada delapan faktor penybab
timbulnya stres, sebagaimana yang di sebut oleh Dwiyanti sebagai berikut:
1. Tidak ada dukungan sosial, artinya
stres akan cenderung muncul pada lingkungan keluarga ataupun lingkungan
sosial masyarakat.
2. Tidak dapat memutuskan persoalan
yang menjadi tanggung jawab dan kewenangannya.
3. Personal yang tidak di libatkan
dalam pembuatan keputusan yang menyangkut peribadinya.
4. Pelecehan seksual, yakni yang
berhubungan denagn sek yang tidak di inginkan
5. Kondisi lingkungan kerja yang suhu
terlalu panas, terlalu dingin, sesak, dan ribet.
6. Manajemen yang tidak sehat, artinya
banyak yang stres karena gaya kepemimpinan yang cendrung neurotis,
perpeksionis, sehingga berpengaruh pada pembuatan keputusan di tempat kerja.
7. Tife keperibadian yang sering di
buru dalam mengerjakan tugas, tidak sabar, pemrah, dan putus asa.
8. Peristiwa atau pengalaman peribadi
yang menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, gagal sekolah, kalah pilkada,
dan kematian yang tidak di inginkan.[21]
Bisa ditarik sebuah kesimpulan bahwa
penyebab stres antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu
kerja yang mendesak, kualitas pengawasan yang rendah, iklim kerja yang tidak
sehat, otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung
jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan yang frustasi dalam
kerja.
b. Konflik
Diantara faktor-faktor yang menyebabkan
konflik anatara individu atau organisasi adalah sebagai berikut:
1. Perbedaan individu yang meliputi
perbedaan pendirian dan perasaan. Setiap manusia adalah individu yang unik.
Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu
dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau
lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab
dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan
kelompoknya. Misalnya, ketika berlangsung pentas musik di lingkungan pemukiman,
tentu perasaan setiap warganya akan berbeda-beda. Ada yang merasa terganggu
karena berisik, tetapi ada pula yang merasa terhibur.
2. Perbedaan latar belakang kebudayaan
sehingga membentuk pribadi-pribadi yang berbeda.
3. Seseorang sedikit banyak akan
terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan
pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu
yang dapat memicu konflik.
4. Perbedaan kepentingan antara
individu atau kelompok.
5. Manusia memiliki perasaan, pendirian
maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang
bersamaan, masing-masing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang
berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk
tujuan yang berbeda-beda.
6. Perubahan-perubahan nilai yang cepat
dan mendadak dalam masyarakat.[22]
Secara ringkas penyebab-penyebab
konflik tersebut dapat di jelaskan sebagai berikut: (1) Komunikasi, (2) Struktur dan (3)
Pribadi.[23]
Hubungan kekerabatan bergeser menjadi
hubungan struktural yang disusun dalam organisasi formal perusahaan.
Nilai-nilai kebersamaan berubah menjadi
individualis dan nilai-nilai tentang pemanfaatan waktu yang cenderung tidak
ketat berubah menjadi pembagian waktu yang tegas seperti jadwal kerja dan
istirahat dalam dunia industri. Perubahan-perubahan ini, jika terjadi seara
cepat atau mendadak, akan membuat kegoncangan proses-proses sosial di
masyarakat, bahkan akan terjadi upaya penolakan terhadap semua bentuk perubahan
karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan masyarakat yang telah ada.[24]
E. Dampak Stres dan Konflik
a. Stres
Menurut Gibson dampak dari stres sebagai berikut:
1.
Depresi, frustasi, kehilangan kendali emosi.
2.
Perilaku kecanduan alkohol, merokok berlebihan.
3.
Tidak dapat membuat masuk akal, daya konsentrasi rendah,
kurang perhatian.
4.
Kandungan glukosa darah meningkat, denyut jantung dan
tekanan darah Meningkat.
5.
Produktivitas rendah, ketidakpuasan kerja, komitmen dan
loyalitas Berkurang.[25]
b. Konflik
Adanya sebuah konflik yang timbul dalam
perkembangan organisasi atau lembaga, pasti memberikan sebuah dampak bagi
kelangsungan organisisasi teresebut. Lingkup konflik tersebut dapat memberikan
dampak terhadap individu maupun dampak terhadap organisasi tersebut. Terdapat
dua dampak yang di akibatkan dengan adanya konflik, yaitu dampak negatif dan
dampak positif.[26]
Efek negatif dari konflik bisa
berlingkup pada level individu ataupun organisasi. Pada level organisasi,
konflik merusak kinerja organisasi sekaligus unit-unit yang ada di dalamnya.
Pada level individu, konflik merusak dalam bentuk tertekannya pekerja (job stress). Berikut adalah rincian efek
negatif konflik organisasi:
1. Reaksi umum atas konflik seperti
ketidakmampuan konsentrasi dan berpikir secara jelas, dengan peningkatan
gangguan dan kemampuan untuk santai.
2. Lingkaran setan konflik berujung
pada stress, yang kemudian mendorong terbitnya sinisme baik terhadap
klien ataupun kolega kerja. Ini juga berdampak pada eskalasi konflik.
Sedangkan efek
Positif. Konflik juga punya efek positif di tataran individu.
Bahkan, konflik sesungguhnya lebih banyak efek positif tinimbang negatif.
rincian efek positif konflik bisa kami sebutkan sebagai berikut ini:
1. Memperkuat hubungan. Dua orang yang
mampu mengenali perbedaan akibat konflik, kenapa perbedaan muncul.
2. dapat melakukan diskusi guna
menyelesaikannya sehingga satu sama lain dapat mengenal lebih dalam.
3. Meningkatnya kepercayaan. Jika dua
orang bisa menyelesaikan konflik, mereka akan lebih mempercayai masing-masing
pihak di masa datang dengan mengetahui bahwa perbedaan di antara mereka bisa
diselesaikan.
4. Peningkatan harga diri. Hasil
produktif dari konflik adalah peningkatan harga diri dari tiap pihak yang
bertikai.
5. Penguatan kreativitas dan
produktivitas. Konflik jika dimanajemen secara baik merupakan kondisi yang
memungkinkan kreativitas dan diskusi antar orang dengan kepentingan berbeda,
dan ujungnya peningkatan produktivitas.
6. Kepuasan kerja. Orang butuh sejumlah
perangsang dan menggunakan pengalaman dalam hal penaikan dan penurunan
ketegangan, dalam rangka meraih kepuasan kerja.[27]
Selanjutnya Suyono, menyebutkan bahwa
dalam konflik organisasi terdapat dampak disfungsi dan fungsi, dampak disfungsi
dapat diartikan juga sebagai dampak negatif, dan fungsi diartikan sebagai
dampak positif, disfungsi konflik adalah:
1.
Konflik mengakibatkan job stress, perasaan terbakar, dan
ketidakpuasan.
2.
Komunikasi antar inidividu dan kelompok menjadi berkurang.
3.
Iklim ketidakpercayaan dan kecurigaan berkembang.
4.
Hubungan antar orang tercederai.
5.
Kinerja pekerjaan berkurang.
6.
Perlawanan atas perubahan meningkat, dan
7.
Komitmen dan kesetiaan organisasi akan terpengaruh.
Fungsi Konflik, yaitu:
1. Konflik merangsang inovasi,
kreativitas, dan perubahan.
2. Proses pembuatan keputusan dalam
organisasi akan terimprovisasi.
3. Solusi alternatif atas satu masalah
akan ditemukan
4. Konflik membawa solusi sinergis bagi
masalah bersama.
5. Kinerja individu dan kelompok akan
lebih kuat.
6. Individu dan kelompok dipaksa untuk
mencari pendekatan baru atas masalah, dan
7. Individu dan kelompok perlu lebih
mengartikulasi dan menjelaskan posisi mereka.[28]
F. Strategi Penyelesaian Stres dan Konflik
a. Stres
Di semua ranah permasalahan selalau ada
dua hal yang tak pernah sejalan yakni berupa masalah dan solusi karena sudah
menjadi suatu ketetapan Ilahi sebelum di jadikan alam ini, begitupun dengan
stres dan konflik tak selamanya dua masalah ini tak ada solusinya, oleh karena
itu menurut Edward, A Chaerleswort strategi menyelesaikan stres baik secara
individual maupun organiasi lembaga yaitu lihat tabel di bawah ini:
Tabel 01
Cara Menyelesaikan Konflik
No
|
Individual
|
Lembaga Organisasi
|
1
|
Menguatkan keimanan
|
Memperbaiki iklim organisasi
|
2
|
Meditasi dan pernafasan
|
Memperbaiki lingkungan fisik
|
3
|
Olah raga
|
Melakukn analisis dan kejelasan tugas
|
4
|
Relaksasi
|
Merubah struktur dan proses organisasi
|
5
|
Dukungan sosial, teman-teman dan keluarga
|
Meningkatkan partisipasi dan pengambilan keputusan
|
6
|
Menghindari kebiasaan yang membosankan
|
Restrukturisasi tugas
|
7
|
Trapi
|
Menetapkan konsep manajemen berdasarkan sasaran
|
Sumber: Edward, A Chaerleswort
dalam Manajemen Stres,1995.
Namun yang paling bagus menurut
pandangan islam cara mengatasi stres dan konfik adalah dengan mendekatkan diri
kepada Allah SWT, sabar, hidup sederhana, tawakkal dan jangan putus asa.
Sebagaimana yang di sebutkan dalam Al-Qur’an:
“Hai orang-orang
yang beriman, Bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap
siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu
beruntung.”[29]
b. Konflik
Menurut wijono untuk strategi
penyelesaian konflik ada tiga sebagai berikut:
1. Strategi Mengatasi Konflik Dalam Diri Individu (Intraindividual Conflict).
Menurut Wijono, untuk mengatasi konflik
dalam diri individu diperlukan paling tidak tujuh strategi yaitu:
a) Menciptakan kontak dan membina
hubungan,
b) Menumbuhkan rasa percaya dan
penerimaan,
c) Menumbuhkan kemampuan atau kekuatan
diri sendiri,
d) Menentukan tujuan, Mencari beberapa
alternatif,
e) Memilih alternatif dan
f) Merencanakan pelaksanaan jalan
keluar.[30]
2. Strategi Mengatasi Konflik Antar Pribadi (Interpersonal Conflict)
Menurut Wijono, untuk mengatasi konflik
dalam diri individu diperlukan paling tidak tiga strategi yaitu:
a) Strategi Kalah-Kalah (Lose-Lose Strategy):
·
Arbitrasi (Arbitration)
·
Mediasi (Mediation)
b) Strategi Menang-Kalah (Win-Lose
Strategy)
Ada lima cara yang digunakan untuk menyelesaikan konflik
dengan win-lose strategy yaitu
melalui:
1) Penarikan diri, yaitu proses
penyelesaian konflik antara dua atau lebih pihak yang kurang puas sebagai
akibat dari ketergantungan tugas (taskindependence).
2) Taktik-taktik penghalusan dan damai,
yaitu dengan melakukan tindakan.
3) Bujukan, yaitu dengan membujuk pihak
lain untuk mengubah posisinya untuk mempertimbangkan informasi-informasi
faktual yang relevan dengan konflik, karena adanya rintangan komunikasi (communication barriers).
4) Taktik paksaan dan penekanan, yaitu
menggunakan kekuasaan formal dengan menunjukkan kekuatan (power) melalui sikap
otoriter karena dipengaruhi oleh sifat-sifat individu (individual traits).
5) Taktik-taktik yang berorientasi pada
tawar-menawar dan pertukaran persetujuan.[31]
c) Strategi Menang-Menang (Win-Win
Strategy)
Ada 2 cara didalam strategi ini yang dapat dipergunakan
sebagai alternatif pemecahan konflik interpersonal yaitu:
1) Pemecahan masalah terpadu (Integrative
Problema Solving), usaha untuk menyelesaikan secara mufakat atau memadukan
kebutuhan-kebutuhan kedua belah pihak.
2) Konsultasi proses antar pihak (Inter-Party
Process Consultation), dalam penyelesaian melalui konsultasi proses,
biasanya ditangani oleh konsultan proses, dimana keduanya tidak mempunyai
kewenangan untuk menyelesaikan konflik dengan kekuasaan atau menghakimi salah
satu atau kedua belah pihak yang terlibat konflik.[32]
3. Strategi Mengatasi Konflik Organisasi (Organizational
Conflict)
Menurut Wijono,
ada beberapa strategi yang bisa dipakai untuk mengantisipasi terjadinya konflik
organisasi diantaranya adalah: Pendekatan Birokratis (Bureaucratic Approach), Pendekatan
Intervensi Otoritatif Dalam Konflik Lateral (Authoritative Intervention), Pendekatan
Sistem (System Approach) dan Reorganisasi Struktural (Structural Reorganization)
Pendekatan penyelesaian konflik oleh
pemimpin dikategorikan dalam dua dimensi ialah kerjasama atau tidak kerjasama
dan tegas atau tidak tegas. Dengan menggunakan kedua macam dimensi tersebut ada
enam macam pendekatan penyelesaian konflik menurut Thomas ialah:
1. Menghindar
Menghindari konflik dapat dilakukan jika isu atau masalah
yang memicu konflik tidak terlalu penting atau jika potensi konfrontasinya
tidak seimbang dengan akibat yang akan ditimbulkannya. Penghindaran merupakan
strategi yang memungkinkan pihak-pihak yang berkonfrontasi untuk menenangkan
diri. Misalnya manajer yang terlibat didalam konflik dapat menepiskan isu
dengan mengatakan “Biarlah kedua pihak mengambil waktu untuk memikirkan hal ini
dan menentukan tanggal untuk melakukan diskusi”.
2. Mengakomodasi
Memberi kesempatan pada orang lain untuk mengatur strategi
pemecahan masalah, khususnya apabila isu tersebut penting bagi orang lain. Hal
ini memungkinkan timbulnya kerjasama dengan memberi kesempatan pada mereka
untuk membuat keputusan. Misalnya pegawai yang menjadi bagian dalam konflik
dapat mengakomodasikan pihak lain dengan menempatkan kebutuhan pihak lain di
tempat yang pertama.
3. Kompetisi
Gunakan metode ini jika anda percaya bahwa anda memiliki
lebih banyak informasi dan keahlian yang lebih dibanding yang lainnya atau
ketika anda tidak ingin mengkompromikan nilai-nilai anda. Metode ini mungkin
bisa memicu konflik tetapi bisa jadi merupakan metode yang penting untuk
alasan-alasan keamanan.
4. Kompromi atau Negosiasi
Masing-masing memberikan dan menawarkan sesuatu pada waktu yang bersamaan,
saling memberi dan menerima, serta meminimalkan kekurangan semua pihak yang
dapat menguntungkan semua pihak.
5. Memecahkan Masalah atau Kolaborasi
Pemecahan sama-sama menang dimana individu yang terlibat mempunyai tujuan kerja
yang sama.Perlu adanya satu komitmen dari semua pihak yang terlibat untuk
saling mendukung dan saling memperhatikan satu sama lainnya.
6. Mengadakan perubahan peran dan
struktur organisasi.[33]
Mengendalikan konflik berarti
menjaga tingakat konflik yang kondusif bagi perkembangan organisasi sehingga
dapat berfungsi untuk menjamin efektivitas dan dinamika organisasi yang
optimal.
Namun bila konflik telah terlalu besar
dan disfungsional, maka konflik perlu diturunkan intensitasnya, antara lain
dengan cara:
1. Mempertegas atau menciptakan tujuan
bersama. Perlunya dikembangkan tujuan kolektif di antara dua atau lebih unit
kerja yang dirasakan bersama dan tidak bisa dicapai suatu unit kerja saja.
2. Meminimalkan kondisi
ketidak-tergantungan. Menghindari terjadinya eksklusivisme diatara unit-unit
kerja melalui kerjasama yang sinergis serta membentuk koordinator dari dua atau
lebih unit kerja.
3. Memperbesar sumber-sumber organisasi
seperti: menambah fasilitas kerja, tenaga serta anggaran sehingga mencukupi
kebutuhan semua unit kerja.
4. Membentuk forum bersama untuk
mendiskusikan dan menyelesaikan masalah bersama. Pihak-pihak yang berselisih
membahas sebab-sebab konflik dan memecahkan permasalahannya atas dasar
kepentingan yang sama.
5. Membentuk sistem banding, dimana
konflik diselesaikan melalui saluran banding yang akan mendengarkan dan membuat
keputusan.
6. Pelembagaan kewenangan formal,
sehingga wewenang yang dimiliki oleh atasan atas pihak-pihak yang berkonflik
dapat mengambil keputusan untuk menyelesaikan perselisihan.
7. Meningkatkan intensitas interaksi
antar unit-unit kerja, dengan demikian diharapkan makin sering pihak-pihak
berkomunikasi dan berinteraksi, makin besar pula kemungkinan untuk memahami
kepentingan satu sama lain sehingga dapat mempermudah kerjasama.
8. Me-redesign kriteria
evaluasi dengan cara mengembangkan ukuran-ukuran prestasi yang dianggap adil
dan acceptable dalam menilai kemampuan, promosi dan balas
jasa.
Konflik itu sendiri tidak bisa kita
hindari, namun bagaimana kita mengatasi atau memanajemen sebuah strategi untuk
menjaga stabilitas dan hubungan indivdu, kelompok maupun lembaga yang
bersangkutan.
G. Cara Mengatasi Stres dan Konflik yang
Dikaitkan dalam Pendidikan Islam
Kita ketahui bersama bahwa dalam suatu lembaga pendidikan komponen-komponen
lembaga pendidikan pasti akan mengalami stres dan konflik. Suatu lembaga perlu
adanya konflik, namun bukan berarti suatu lembaga harus terus menerus konflik.
Bebarapa cara untuk mengatasi stres dan konflik dalam lembaga pendidikan,
yaitu:
1. Memperjelas
tugas masing-masing komponen lembaga pendidikan yang sesuai dengan job diskription.
Dengan tugas yang jelas setiap komponen lembaga akan berusaha semaksimal
mungkin menuntaskan tugas dan tidak mengerjakan tugas milik temannya. Sering
kali terjadi konflik karena salah pengertian akan tugas masing-masing
komponen. Guru yang terlalu banyak menerima beban akan mengalami stres dengan
stres tersebut akan merugikan terhadap lembaga.
2.
Memberikan penjelasan kepada setiap komponen lembaga
untuk bekerja dengan hati-hati, penuh rasa tanggung jawab dan meminta saran
kepada teman kerja atau kepala Madarasah apabila terjadi permasalahan yang
menyangkut lembaga. Jangan sampai terjadi masalah keluarga dibawa ke Madrasah
sebab nantinya yang akan menjadi sasaran kemarahan adalah anak didik dan
mengakibatkan kurang harminisnya hubungan antar sesama komponen lemabaga pendidikan.
3. Mendekatkan
diri kepada Allah SWT sebab tidak ada orang didunia ini akan lepas
dari stress dan konflik. Dengan mendekatkan diri kepada Allah SWT, akan bisa
mengobati stres dan konflik kita.
4. Selalu menjunjung tinggi rasa hormat
dan saling menghargai antar sesama komponen lembaga.
5. Tidak putus asa atas apa yang telah
tejadi dan bersyukur atas karunia yang diterima.
Dalam islam sendiri cara mengatasi
konflik telah di jelaskan dan diterangkan dalam al-Qur’an:
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu
berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi
berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu.
Kemudian
apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.”[34]
Dalam ayat ini setidaknya ada empat
cara strategi menangani konflik yaitu selalu berbuat lemah lembut dalam segala
aktivitas, memaafkan orang lain baik kawan maupun lawan, memohonkan ampun bila
ada salah dan dosa yang dikerjakan baik sengajamaupun yang tidak di sengaja,
serta yang paling penting disini yaitu selalu bermusyawarah dalam segala urusan
baik yang bersifat kecil atau personal lebih-lebih pada hal-hal yang sifatnya
kepentingan umum.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Stres dapat
didefinisikan sebagai penderitaan jasmani, mental, atau emosional yang
diakibatkan interpretasi atas suatu peristiwa sebagai suatu ancaman bagi
pribadi seorang individu. Konflik adalah suatu pertentangan
yang terjadi antara apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya,
orang lain, organisasi dengan dengan kenyataan apa yang diharapkan.
Cara mengatasi
stres dan konflik yang dikaitkan dengan lembaga pendidikan, yaitu: 1).
Memperjelas tugas masing-masing komponen lembaga pendidikan yang sesuai dengan
job diskription. 2). Memberikan penjelasan kepada setiap komponen lembaga
untuk bekerja dengan hati-hati, penuh tanggung jawab dan meminta saran kepada
teman kerja atau kepala Madarasah apabila terjadi permasalahan yang menyangkut
lembaga. 3). Mendekatkan diri kepada Allah SWT. Sebab tidak ada orang didunia
ini akan lepas dari stress dan konflik. 4) selalu menjunjung tinggi rasa hormat
dan saling menghargai antar sesama komponen lembaga. 5) tidak putus asa atas
apa yang telah tejadi dan bersyukur atas karunia yang diterima.
DAFTAR PUSTAKA
A, Charieswort,
Edwar, Ronal G Nathan. alih bahasa, Dinastindo.
1996. Manajemen
Stres:Dengan Teknik Relaksasi, Jakarta: Abdi
Tandur.
Anwar, Abu
mangku Negara. 2009. “Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan. Bandung: Rosda Karya.
Azwandi. 2012. Konflik Sosial Keagamaan, Kasus Intraksi Jama’ah
Salafi dan Masyarakat Lokal di Gunung Sari Lombok Barat Yogyakarta,
Tesis UIN Sunan Kalijaga.
Departemen
Agama. 2012. Al Hikmah, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Bandung:
Diponegoro.
Gibson, James. 1997. Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses, alih Bahasa,
Adriani, Bandung: Binarupa Aksara.
Handoko, Hani.
T. 2009. Manajemen, Edisi 2,
Yogyakarta: Anggota IKAPI.
______. 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya manusia, Yoqyakarta:Universitas
Gajah Mada.
http//
hasyimwordpress.com/ Sifat-Sifat Konflik. Diakses, 13 Juni 2017.
Jurnal
Manejemen “Manejemen Konflik: Definisi, Ciri, Sumber, Dampak dan Strategi
Mengatasi Konflik. (http://jurnal-sdm-blogspot.com/search/label/ManajemenKonflik. Diakses, 13 Juni 2017.
Kamisa. 1997. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia,
Surabaya: KARTIKA.
Mulyasa. 2013. Manajemen dan Kepemimpinan Kepala Sekolah,
Jakaerta: Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2006. Stress, Konflik, dan Komunikasi Organisasi.
Bandung: Rosdakarya.
R. Wayne Pace,
Don F Faules. 2006. Komunikasi Organisasi,
Jakarta: Alfabeta.
Scott, John. 2012. Teori Sosial, Masalah-Masalah Pokok dalam
Sosiologi, Yogyakar ta: Pustaka Pelajar.
Suryanto, Stress Management, Fakultas
Psikologi Universitas Airlangga. Diakses, 13 Juni 2017.
Wijono. 1993. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi,
Aplikasi, Jakarta: PT Prenhallindo.
[4]
Mulyasana,
Deddy. Stress, Konflik, dan Komunikasi Organisasi, (Bandung:
Rosdakarya, 2006), hlm, 2.
[6] Mulyasana, Deddy, Stress, Konflik, dan Komunikasi
Organisasi. (Bandung: Rosdakarya. 2006), hlm 2.
[9] A. Charieswort, Edwar, Ronal G Nathan.
alih bahasa, Dinastindo, Manajemen Stres:Dengan Teknik Relaksasi,
( Jakarta: Abdi Tandur, 1996 ), hlm. 33-53.
[10] Azwandi, Konflik Sosial Keagamaan, Kasus Intraksi
Jama’ah Salafi dan Masyarakat Lokal di Gunung Sari Lombok Barat (Tesis,
UIN Sunan Kalijag, Yogyakarta, 2012), hlm.12.
[12]Anwar, Abu
mangku Negara, Manajemen Sumber Daya manusia Perusahaan, (Bandung:Rosda Karya, 2009), hlm.155.
[15]T.Tani
Handoko. Manajemen Personalia dan Sumberdaya
manusia, (Yoqyakarta:Universitas
Gajah Mada, 2001), Edisi 2, hlm. 201.
[18]Wijono, Perilaku
Organisasi: Konsep, Kontroversi, Aplikasi (Jakarta: PT Prenhallindo, 1993), hlm. 46.
[21] Gibson, James, Organisasi:Perilaku, Struktur,
Proses, alih Bahasa, Adriani, (Bandung: Binarupa Aksara, 1997), hlm. 77-79.
[29] Q S. al-Imron [3]: 200. Al Hikmah,
Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponegoro, 2012), hlm. 76.
No comments:
Post a Comment