Pengelolaan Uang Persediaan yang bersumber dari dana Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN), dapat diartikan sebagai jumlah UP yang dapat ditarik oleh bendahara pengeluaran dari pagu belanja DIPA yang dapat dibayarkan melalui UP yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri.
Sebagaimana kita ketahui, beberapa satuan kerja, selain memperoleh DIPA dari sumber Rupiah Murni dan PNBP, juga dapat memperoleh dana dari Pinjaman atau Hibah dari Luar Negeri. Bagi satker seperti ini, untuk membiayai kegiatan pelaksanaan tupoksi atau kegiatan penunjang, bendahara pengeluaran dimungkinkan menarik dana UP dari sumber dana PHLN tersebut.
Sesuai ketentuan yang berlaku saat ini, penarikan dana yang bersumber dari Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, dapat dilakukan dengan 4 (empat) cara, yaitu:
1. Pembayaran Langsung (PL)
2. Letter of Credit (LC)
3. Pembiayaan Pendahuluan (PP)
4. Rekening Khusus (Reksus)
Rekening Khusus (special account) adalah rekening pemerintah atas nama Menteri Keuangan yang berada di Bank Indonesia atau bank lain yang ditunjuk Menteri Keuangan untuk menampung penarikan dimuka (initial deposit) PHLN, serta penggantian rekening khusus (replenishment) yang sifatnya berdaur ulang (revolving). Rekening khusus ini akan didebet dengan penerbitan Surat Perintah Pencairan Dana Rekening Khusus (SP2D-RK) oleh KPPN Khusus Jakarta VI, maupun KPPN di daerah. Demikian sebaliknya, rekening tersebut akan diisi/dikredit kembali dengan pengajuan permintaan penggantian dana (replenishment) oleh Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Dit. PKN) kepada lender.
Penarikan dana PHLN dengan rekening khusus ini adalah satu-satunya cara penarikan dana PHLN yang dapat dilaksanakan oleh KPPN di seluruh Indonesia, baik yang sekota dengan Kantor Bank Indonesia (KPPN KBI) maupun KPPN yang tidak sekota dengan Kantor Bank Indonesia (KPPN non-KBI), sepanjang tagihan/pembayaran tersebut dalam mata uang rupiah. Sedangkan untuk tagihan-tagihan dalam valuta asing (valas) hanya dapat dilakukan oleh KPPN Khusus Jakarta VI.
Dasar hukum terkait dengan penarikan dan penggunaan dana UP untuk kegiatan yang dibiayai dari Pinjaman Hibah Luar Negeri antara lain adalah:
1. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013
2. Peraturan tentang penarikan dana Tata Cara Penarikan dan Pembayaran PHLN terkait
Mekanisme pencairan/pembayaran dana DIPA yang bersumber dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri, dapat diuraikan dalam beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap pendahuluan
Pada tahap pendahuluan ada tiga kegiatan, yaitu pembukaan rekening khusus, pengisian dana awal (initial deposit), dan penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
a. Pembukaan rekening khusus
Pembukaan rekening khusus dilakukan setelah loan agreement ditandatangani dan dinyatakan efektif. Kegiatan ini dilakukan oleh Ditjen Perbendaharaan c.q. Direktorat PKN setelah menerima copy loan agreement dan nomor register pinjaman dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Atas permintaan pembukaan Reksus tersebut, Bank Indonesia akan memberikan nomor rekening khusus untuk pinjaman luar negeri dimaksud. Satu pinjaman luar negeri diberikan satu nomor rekening khusus.
b. Pengajuan Initial Deposit
Pengajuan initial deposit (dana awal) dilakukan setelah pinjaman terkait memiliki nomor rekening khusus di Kantor Pusat Bank Indonesia. Dana awal ini diajukan oleh Direktorat Pengelolaan Kas Negara DJPBN kepada Pemberi Pinjaman/Hibah Luar Negeri (lender). Besarnya jumlah initial deposit yang dapat diajukan, harus sesuai dengan ketentuan yang ada pada loan agreement dimaksud. Namun demikian, jika tidak diatur dalam loan agreement, akan disesuaikan dengan kemampuan executing agency (penanggung jawab kegiatan) dalam menyerap dana PHLN tiap periode/bulanan. Permintaan initial deposit akan diajukan sebesar empat sampai dengan enam kali dari jumlah kesanggupan executing agency dalam menyerap dana PHLN tiap bulan.
c. Penerbitan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Penerbitan Peraturan Dirjen Perbendaharaan dilaksanakan oleh Direktorat PKN sebagai penjabaran dari suatu loan agreement. Peraturan Dirjen Perbendaharaan dikirim kepada KPPN di daerah yang akan melaksanakan penyaluran dana kegiatan yang berasal dari pinjaman luar negeri tersebut. Peraturan Dirjen Perbendaharaan ini berfungsi sebagai petunjuk pelaksanaan pembayaran terhadap pinjaman luar negeri. Untuk satu pinjaman luar negeri akan diterbitkan satu Peraturan Dirjen Perbendaharaan. Dalam praktik di lapangan, Peraturan Dirjen Perbendaharaan untuk satu pinjaman bisa berubah bila ada perubahan (amandemen) dalam loan agreement. KPPN di daerah berkewajiban meneruskan maksud peraturan Dirjen Perbendaharaan tersebut kepada para Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Satker yang berada dalam wilayah kerjanya.
Hal-hal yang diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan terkait pembayaran kegiatan yang sebagian atau seluruh dananya berasal dari PHLN, antara lain berisi:
• Nama proyek/kegiatan dan nomor pinjaman
• Tanggal penandatangan pinjaman
• Nomor register pinjaman dan rekening khusus
• Tanggal efektif dan batas akhir penarikan pinjaman
• Jumlah pinjaman dan dana awal (initial deposit)
• Penanggung jawab proyek/kegiatan (Executing Agency)
• Ketentuan/prosedur dan persyaratan pembayaran
• Pelaporan dan pengiriman dokumen
• Uraian kategori dan persentase pembiayaan
2. Penarikan Dana Reksus
Pelaksanaan penarikan dana PHLN dengan tata cara rekening khusus ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan pembayaran langsung kepada yang berhak/rekanan atau dengan mekanisme penyediaan uang persediaan (UP).
a. Pembayaran langsung kepada yang berhak
Pembayaran langsung kepada yang berhak dapat dipahami sebagai pelaksanaan pembayaran yang dilakukan oleh KPPN, langsung kepada pihak yang berhak/rekanan berdasarkan Surat Perintah Membayar Langsung Rekening Khusus Langsung (SPM-LS RK) yang diajukan oleh Pangguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran/Satker, sesuai dengan bukti-bukti pembayaran yang sah.
Pembayaran langsung ini dipergunakan untuk pelaksanaan pengadaan barang/jasa, termasuk pengadaan barang jasa untuk dilaksanakan sendiri (swakelola) yang nilainya diatas Rp50 (lima puluh juta rupiah), atau dengan nilai berapapun sesuai bukti pengeluaran yang sah.
b. Mekanisme penyediaan dana UP
Seperti halnya peruntukan Uang Persediaan sumber dana Rupiah Murni, uang persediaan sumber dana PHLN adalah uang muka kerja dengan jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan kepada bendahara pengeluaran hanya untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari perkantoran yang tidak dapat dilakukan dengan pembayaran langsung.
Penyediaan dana UP sumber dana PHLN dapat dilakukan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut:
1) pengadaan barang/jasa sampai dengan Rp50 juta untuk setiap jenis barang/jasa/tiap penyedia barang/jasa dalam klasifikasi belanja yang dapat dibayarkan dengan UP.
2) Keperluan yang menurut ketentuan yang berlaku tidak dilakukan dengan pembayaran langsung.
Uang Persediaan yang bersumber dari PHLN, seperti halnya UP dana Rupiah Murni, dapat berupa UP Normal, Perubahan UP, Tambahan UP, Dispensasi UP, dan Penggantian UP. Dana UP tersebut diajukan dan dikelola oleh bendahara pengeluaran masing-masing satker.
Untuk kegiatan yang memiliki sumber pendanaan gabungan antara Rupiah Murni dan PHLN dengan proporsi tertentu (porsi pinjaman/RM), uang persediaan dari sumber dana RM (dana pendamping), dapat ditarik melalui mekanisme UP rupiah murni. Sedangkan UP PHLN khusus dipakai untuk membiayai pengeluaran dengan sumber dana PHLN.
Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni (RM), penarikan dana UP pada DIPA PNBP juga dapat dilakukan sesuai kebutuhan, baik UP Normal, Tambahan UP, Perubahan UP, dan Dispensasi. Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai kebutuhan dan menggunakan ketentuan yang berlaku sebagaimana diuraikan dibawah ini.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Realisasi PNBP dimaksud, di dalamnya termasuk sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP).
Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni. Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Ketentuan tersebut dapat dilakukan untuk pengguna PNBP sebagi berikut:
a. yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
b. yang belum memperoleh Pagu Pencairan
Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk UP, Tambahan UP, dan Penggantian UP (GUP) DIPA yang bersumber dari PNBP, harus dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Demikian juga dengan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPP tersebut. Ketentuan pengajuan dan dokumen lampiran yang dipersyaratkan pada SPP DIPA PNBP tersebut adalah sebagai berikut:
1. Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (UP)
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) UP untuk DIPA yang bersumber dari dana PNBP, merupakan SPP permintaan uang muka kerja, yang dapat diajukan pertama kali setelah satker menerima DIPA. Pengajuan SPP UP tersebut harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar perhitungan dan SSBP tahun sebelumnya
b. Realisasi penarikan dana PNBP tahun sebelunya
c. Surat Keputusan tentang proporsi penarikan dana PNBP dari menteri/ketua lembaga terkait
d. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
2. Permintaan Pembayaran Tambahan UP
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Syarat penggunaan dana Tambahan UP adalah:
a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan,
b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai:
a. rincian rencana penggunaan TUP,
b. dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP
Pengajuan SPP TUP untuk DIPA yang bersumber dari PNBP harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar perhitungan setoran dan SSBP
b. Rincian Rencana Penggunaan Dana
c. Surat Pernyataan TUP dari KPA
d. Surat Keputusan tentang proporsi penarikan dana PNBP dari menteri/ketua lembaga terkait
e. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
f. Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir
g. Surat Pernyataan KPA yang berisi kebutuhan mendesak, tidak dapat dibayarkan secara langsung, dan sisa dana akan disetorkan ke kas negara.
3. Permintaan Pembayaran Penggantian UP (GUP)
Pengajuan SPP-GUP baik Isi maupun Nihil, harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar Rincian Penggunaan Dana
b. Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran
c. Copy SSP yang telah dikonfirmasi KPPN
d. Surat Perintah Kerja, jika dipersyaratkan
e. Berita acara pemeriksaan/serah terima barang/jasa
f. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
g. Copy SSBP yang telah dilegalisir oleh KPA
Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP), Surat Perintah Membayar (SPM), dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) untuk kegiatan yangsebagian/seluruhnya bersumber dari Pinjaman dan/atauHibah Luar Negeri, mengikuti ketentuan mengenai kategori,porsi pembiayaan, tanggal closing date dan persetujuanpembayaran dari pemberi pinjaman dan/atau hibah luarnegeri sesuai dengan petunjuk pelaksanaan pencairan danaPinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Sedangkan penerbitan SPP-LS, SPM-LS, dan SP2D-LS atas tagihanberdasarkan perjanjian/kontrak dalam valuta asing (valas)dan/atau pembayaran ke luar negeri mengikuti ketentuansebagai berikut:
1. Perjanjian/kontrak dalam valas tidak dapat dikonversike dalam rupiah;
2. Pengajuan SPM disampaikan kepada KPPN KhususJakarta VI.
Penerbitan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) UP/TUP, Surat Perintah Membayar (SPM) UP/TUP, dan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) UP/TUP, akan menjadi beban dana Rupiah Murni. Pertanggungjawaban dan penggantian dana Rupiah Murni atas SP2D-UP/TUP, dilakukan dengan penerbitan SPP-GUP/GUP Nihil/PTUP,SPM-GUP/GUP Nihil/PTUP, dan SP2D-GUP/GUP Nihil/PTUP yang menjadi beban Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Dalam hal terjadi penguatan nilai tukar (kurs) Rupiahterhadap valas yang menyebabkan alokasi dana Rupiah pada DIPA melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, sebelum dilakukan penerbitan SPP, Satker harus melakukan perhitungan dan/atau konfirmasi kepada Executing Agency agar tidak terjadi pembayaran yang melampaui sisa Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri berkenaan.
Pengeluaran atas SP2D dengan sumber dana dari Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam dokumen Perjanjian Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri, atau pengeluaran setelah Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri dinyatakan closing date,dapat dikategorikan sebagai pengeluaran yang ineligible.
Atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible, Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Pimpinan Kementerian Negara/Lembaga dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Anggaran. Penggantian atas pengeluaran yang dikategorikan ineligible menjadi tanggungjawab Kementerian Negara/Lembaga yang bersangkutan dan harus diperhitungkan dalam revisi DIPA tahun anggaran berjalan atau dibebankan dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.
Permintaan pembayaran Uang Persediaan pertama kali (Normal) dari DIPA yang bersumber dana PHLN, disiapkan oleh bendahara pengeluaran satuan kerja, dengan dilampiri dokumen sebagai berikut:
1. Rincian RPD
2. Perhitungan Porsi Pendanaan
3. NOL atau Approval dari Lender, jika dipersyaratkan
4. Dokumen lain yang dipersyaratkan sesuai surat edaran dan Naskah Perjanjian PHLN terkait.
Ketentuan lampiran diatas, juga diperuntukkan untuk pengajuan permintaan pembayaran Perubahan-UP (PUP).Sedangkan untuk permintaan pembayaran Tambahan UP (TUP), dokumen yang harus dilampirkan oleh bendahara pengeluaran adalah:
1. Rincian Rencana Penggunaan Dana
2. Perhitungan Porsi Pendanaan
3. NOL atau Approval dari Lender, jika dipersyaratkan
4. Rekening koran bendahara pengeluaran
5. Surat Pernyataan TUP
6. Surat ijin/dispensasi, jika dipersyaratkan
Selanjutnya setelah UP dan TUP tersebut telah digunakan untuk pembayaran pelaksanaan kegiatan satker, bendahara pengeluaran segera menyiapkan Surat Permintaan Pembayaran Penggantian UP (SPP-GUP) dengan dilampiri dokumen:
1. Daftar Rincian Permintaan Pembayaran
2. Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran
3. SPK, jika dipersyaratkan
4. Perhitungan Porsi Pendanaan
5. NOL atau Approval dari Lender, jika dipersyaratkan
6. Copy SSP yang telah dikonfirmasi KPPN
7. Surat ijin/dispensasi, jika dipersyaratkan
Terhadap dokumen SPP beserta lampiran diatas, jika SPP-GUP berasal dari dana UP Normal atau Perubahan UP, maka KPPN akan menerbitkan SP2D GUP-Isi atau revolving, sedangkan jika berasal dari Tambahan UPatau akhir Tahun Anggaran, KPPN akan menerbitkan SP2D Nihil sebagai pengesahan SPM Penggantian UP (SPM GUP-Nihil/Pengesahan).
Hal lain yang perlu diketahui terkait penarikan/pembayaran dana DIPA yang berasal dari Pinjaman/Hibah Luar Negeri, adalah pelaksanaan pengisian kembali dana awal (initial deposit) yang biasanya disebut replenishment. Pengisian kembali dana awal ini dilaksanakan oleh executing agency atau satuan kerja K/L sebagai bagian dari pertanggungjawaban atas realisasi penarikan dana pinjaman bagi satuan kerja K/L terhadap DIPA yang bersumber dari PHLN. Oleh karena itu, sebagai salah satu dari pengelola PHLN melalui Uang Persediaan, bendahara pengeluaran perlu mengetahui beberapa hal terkait pelaksanaan replenishment tersebut antara lain:
1. Bahan replenishment
Sebagai bahan untuk mengajukan aplikasi replenishment oleh KPPN adalah:
a. SPM dan copy SP2D lembar kedua, yang dikirim satker kepadaexecuting agencybeserta dokumen pendukungnya.Dokumen pendukung tersebut disesuaikan dengan sifat pembayaran yang antara lain tersebut dibawah ini.
1) Untuk SP2D-LS yaitu Berita Acara Pembayaran (BAP) dan persetujuan kontrak dari lender yaitu NOL/Approval/NRC (bila dipersyaratkan), serta dokumen lainnya yang dipersyaratkan dalam NPHLN sesuai Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan tentang pelaksanaan pembayaran PHLN terkait.
2) Untuk SP2D-GUP (isi/nihil) yaitu Daftar Rincian Permintaan Pembayaran (lembar-B) dan rekapitulasi pengeluaran perkategori NPLN yang dibuat Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran dan disahkah oleh KPPN, sesuai ketentuan/persyaratan yang diatur dalam Perdirjen Perbendaharaan tentang pelaksanaan pembayaran PHLN terkait.
b. Rekening Koran Reksus mingguan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia untuk setiap loan dan dikirimkan ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara. Satker/KPA (Executing agency) mendapatkan salinan rekening koran ini melalui Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
2. Metode replenishment
Metode pengajuan replenishmentada dua macam, yaitu Metode Summary Sheet/Metode Full Documentation dan Metode Statement of Expenditures (SOE). Metode Summary Sheet/Full Documentation adalah metode aplikasi replenishment, dimana daftar pengeluaran yang diajukan kepada lender harus dilengkapi dengan dokumen pendukung yaitu SP2D, Berita Acara Pembayaran, serta NOL/Approval/NRC bila dipersyaratkan.Untuk keperluan tersebut, data pembayaran dan kontrak harus dicantumkan pada summary sheet yang khusus dibuat untuk satu jenis kategori barang/jasa. Dalam satu pengajuanreplenishment, dapat memuat beberapa kategori dan harus dilengkapi dengan salinan SP2D, Berita Acara Pembayaran, NOL/Approval,serta rekening koran Bank Indonesia.
Metode Statement of Expenditures (SOE)/daftar pengeluaran digunakan untuk kontrak-kontrak yang nilainya relatif kecil. Dalam metode SOE, dokumen pendukung tidak perlu dilampirkan dalam pengajuan aplikasi replenishment kepada lender, melainkan disimpan di Direktorat Pengelolaan Kas Negara. Seluruh dokumen lampiran akan diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan pada saattertentu akan diperiksa oleh tim khusus dari lender. Apabila dalam pemeriksaan ditemukan hal-hal yang tidak sesuai dengan persyaratan replenishment, maka lender akan menyatakan bahwa pengeluaran dimaksud tidak bisa diganti lenderatau dinyatakan ineligible, sehingga dana yang telah dibayar melalui rekening khusus harus dikembalikan (refund).
No comments:
Post a Comment