Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) yang bersumber dari dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) adalah sumber dana DIPA yang berasal dari setoran PNBP kepada kas negara, yang dilakukan oleh satuan kerja K/L yang mempunyai PNBP fungsional. Satuan kerja K/L yang memperoleh dana dalam DIPA, beberapa diantaranya ada yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Satker yang memiliki sumber dana seperti ini, adalah satker K/L yang pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya di bidang pelayanan masyarakat, dapat memperoleh penerimaan sebagai jasa pelayanan tersebut.
Penerimaan terkait jasa pelayanan yang diberikan oleh satker, diterima, dicatat, dilaporkan, dan disetorkan ke kas negara oleh bendahara penerimaan. Dari setoran PNBP tersebut, dengan persetujuan Menteri Keuangan, satker yang bersangkutan dapat menarik dan menggunakan dana tersebut (PNBP) untuk membiayai kegiatannya, dengan proporsi tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Setelah tercantum dalam DIPA sebagai sumber dana PNBP, satker dapat mengajukan penarikan dana untuk digunakan membiayai kegiatan. Salah satu penarikan dalam rangka pembayaran belanja dari DIPA PNBP adalah memalui Uang Persediaan. Dana UP yang berasal dari sumber dana PNBP, dapat ditarik dan dikelola oleh bendahara pengeluaran, dengan rumus/formula tertentu sesuai peraturan yang berlaku.
Pembayaran tagihan atas beban belanja negara yang bersumber dari penggunaan PNBP, dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
a. Satker pengguna PNBP menggunakan PNBP sesuai dengan jenis PNBP dan batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan sesuai yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
b. Batas tertinggi PNBP yang dapat digunakan merupakan maksimum pencairan dana yang dapat dilakukan oleh Satker berkenaan.
c. Satker dapat menggunakan PNBP setelah PNBP disetor ke kas negara berdasarkan konfirmasi dari KPPN.
d. Dalam hal PNBP yang ditetapkan penggunaannya secara terpusat, pembayaran dilakukan berdasarkan Pagu Pencairan sesuai Surat Edaran/Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan.
e. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP Satker yang bersangkutan dalam DIPA.
f. Dalam hal realisasi PNBP melampaui target dalam DIPA, penambahan pagu dalam DIPA dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Anggaran.
Penarikan dana DIPA yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) oleh satuan kerja Kementerian dan Lembaga dapat dilaksanakan sesuai ketentuan dalam peratura-peratuan dibawah ini.
a. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013
b. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.05/2012
c. Peraturan tentang penarikan dana PNBP terkait
Menurut tata cara penarikan, penggunaan dana, dan pertanggungjawabannya, satker yang memiliki sumber dana PNBP dalam DIPA, dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Instansi Penguna PNBP
a. Penyetoran Terpusat (sentralisasi)
b. Penyetoran Tidak Terpusat (desentralisasi)
2. Perguruan Tinggi Negeri Non-BHMN
3. Badan Layanan Umum
Adapun materi pembahasan pada modul ini adalah untuk satker yang berstatus sebagai Instansi Pengguna PNBP, yang pengelolaannya secara terpusat (sentralisasi) dan desentralisasi.
Secara umum, dana yang berasal dari PNBP dapat dicairkan maksimal sesuai formula sebagai berikut:
MP = (PPP x JS) – JPS
MP = maksimum pencairan dana
PPP = proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan
JS = jumlah setoran
JPS = jumlah pencairan dana sebelumnya sampai dengan SPM
terakhir yang diterbitkan
Dalam pengajuan SPM-UP/TUP/GUP PNBP ke KPPN, satker pengguna harus melampirkan Daftar Perhitungan Jumlah MP. Untuk satker pengguna yang setorannya dilakukan secara terpusat, pencairan dana diatur secara khusus dengan Surat Earan Dirjen Perbendaharaan Negara tanpa melampirkan SSBP. Satker pengguna yang menyetorkan pada masing-masing unit (tidak terpusat), pencairan dana harus melampirkan bukti setoran SSBP yang telah dikonfirmasi oleh KPPN.
Besaran proporsi pagu pengeluaran terhadap pendapatan (PPP) untuk masing-masing satker pengguna, diatur berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan yang berlaku. Besarnya pencairan dana PNBP secara keseluruhan tidak boleh melampaui pagu PNBP satker yang bersangkutan dalam DIPA. Pertanggungjawaban penggunaan dana UP/TUP PNBP oleh Kuasa PA, dilakukan dengan mengajukan SPM GUP, baik isi/revolving, maupun nihil/pengesahan ke KPPN setempat.
Khusus perguruan tinggi negeri selaku pengguna PNBP (non BHMN), sisa dana PNBP yang disetorkan pada akhir tahun anggaran ke rekening kas negara, dapat dicairkan kembali maksimal sebesar jumlah yang sama pada awal tahun anggaran berikutnya, meskipunDIPA belum diterima dan merupakan bagian dari target PNBP yang tercantum dalam DIPA tahun anggaran berikutnya.
Sisa dana PNBP dari satker pengguna selain perguruan tinggi negeri, yang disetorkan ke rekening kas negara pada akhir tahun anggaran, merupakan bagian realisasi penerimaan PNBP tahun anggaran berikutnya dan dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan-kegiatan setelah diterimanya DIPA.Sisa UP/TUP sumber dana PNBP sampai akhir tahun anggaran yang tidak disetorkan ke rekening kas negara, akan diperhitungkan pada saat pengajuan pencairan dana UP tahun anggaran berikutnya.
Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni (RM), penarikan dana UP pada DIPA PNBP juga dapat dilakukan sesuai kebutuhan, baik UP Normal, Tambahan UP, Perubahan UP, dan Dispensasi. Penarikan dana UP dan TUP tersebut dilakukan sesuai kebutuhan dan menggunakan ketentuan yang berlaku sebagaimana diuraikan dibawah ini.
Satker pengguna PNBP dapat diberikan UP sebesar 20% (dua puluh persen) dari realisasi PNBP yang dapat digunakan sesuai pagu PNBP dalam DIPA maksimum sebesar Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah). Realisasi PNBP dimaksud, di dalamnya termasuk sisa Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP tahun anggaran sebelumnya. Dalam hal UP tidak mencukupi dapat mengajukan TUP sebesar kebutuhan riil 1 (satu) bulan dengan memperhatikan batas Maksimum Pencairan (MP).
Pembayaran UP/TUP untuk Satker Pengguna PNBP dilakukan terpisah dari UP/TUP yang berasal dari Rupiah Murni. Satker pengguna PNBP yang belum memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP dapat diberikan UP sebesar maksimal 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA, maksimal sebesar Rp200.000.000 (dua ratus juta rupiah). Ketentuan tersebut dapat dilakukan untuk pengguna PNBP sebagi berikut:
a. yang telah memperoleh Maksimum Pencairan (MP) dana PNBP namun belum mencapai 1/12 (satu perduabelas) dari pagu dana PNBP pada DIPA; atau
b. yang belum memperoleh Pagu Pencairan
Pengajuan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) untuk UP, Tambahan UP, dan Penggantian UP (GUP) DIPA yang bersumber dari PNBP, harus dilakukan sesuai ketentuan dan persyaratan yang berlaku. Demikian juga dengan dokumen yang harus dilampirkan dalam SPP tersebut. Ketentuan pengajuan dan dokumen lampiran yang dipersyaratkan pada SPP DIPA PNBP tersebut adalah sebagai berikut:
1. Permintaan Pembayaran Uang Persediaan (UP)
Surat Permintaan Pembayaran (SPP) UP untuk DIPA yang bersumber dari dana PNBP, merupakan SPP permintaan uang muka kerja, yang dapat diajukan pertama kali setelah satker menerima DIPA. Pengajuan SPP UP tersebut harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar perhitungan dan SSBP tahun sebelumnya
b. Realisasi penarikan dana PNBP tahun sebelunya
c. Surat Keputusan tentang proporsi penarikan dana PNBP dari menteri/ketua lembaga terkait
d. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
2. Permintaan Pembayaran Tambahan UP
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dapat mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN dalam hal sisa UP pada Bendahara Pengeluaran tidak cukup tersedia untuk membiayai kegiatan yang sifatnya mendesak/tidak dapat ditunda. Syarat penggunaan dana Tambahan UP adalah:
a. digunakan dan dipertanggungjawabkan paling lama 1 (satu) bulan sejak tanggal SP2D diterbitkan,
b. tidak digunakan untuk kegiatan yang harus dilaksanakan dengan pembayaran LS.
Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permintaan Tambahan Uang Persediaan (TUP) kepada Kepala KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara (BUN) disertai:
a. rincian rencana penggunaan TUP,
b. dokumen lain yang dipersyaratkan oleh Kuasa BUN (KPPN) dalam rangka penggunaan TUP
Seperti halnya DIPA yang bersumber dari Rupiah Murni, satker/Instansi pengguna PNBP juga dapat memperoleh Tambahan UP dari DIPA yang bersumber PNBP. Akan tetapi, TUP ini dapat diberikan oleh KPPN setelah menghitung proporsi pengeluaran terhadap pendapatan dari PNBP yang sudah disetorkan ke kas negara. Pengajuan SPP TUP untuk DIPA yang bersumber dari PNBP harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar perhitungan setoran dan SSBP
b. Rincian Rencana Penggunaan Dana
c. Surat Pernyataan TUP dari KPA
d. Surat Keputusan tentang proporsi penarikan dana PNBP dari menteri/ketua lembaga terkait
e. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
f. Rekening koran yang menunjukkan saldo terakhir
g. Surat Pernyataan KPA yang berisi kebutuhan mendesak, tidak dapat dibayarkan secara langsung, dan sisa dana akan disetorkan ke kas negara.
3. Permintaan Pembayaran Penggantian UP (GUP)
Pengajuan SPP-GUP baik Isi maupun Nihil, harus dilengkapi dengan dokumen sebagai berikut:
a. Daftar Rincian Penggunaan Dana
b. Bukti Pembelian/Kuitansi/Bukti Pembayaran
c. Copy SSP yang telah dikonfirmasi KPPN
d. Surat Perintah Kerja, jika dipersyaratkan
e. Berita acara pemeriksaan/serah terima barang/jasa
f. Perhitungan Maksimum Pencairan (MP)
g. Copy SSBP yang telah dilegalisir oleh KPA
Contoh:
1. Diketahui pagu DIPA sumber dana PNBP suatu satker Rp500 juta, dan Proporsi Pengeluaran terhadap Pendapatan (PPP) adalah 80%. Uang Persediaan (UP) yang sudah ditarik sebesar Rp100 juta (20% x Rp500 juta). Jumlah penerimaan yang telah disetorkan ke kas negara sampai dengan saat ini sebesar Rp300 juta.
Dari transaksi diatas, dapat dihitung Maksimum Pencairan (MP) dengan rumus sebagai berikut:
MP = (PPP x JS) – JPS
MP = (80% x Rp300 juta) – Rp100 juta
MP = Rp240 juta – Rp100 juta
MP = Rp140 juta
Berdasarkan perhitungan diatas, seluruh dana UP dapat disahkan menjadi belanja negara, jika jumlah pertanggungjawaban penggunaan dana yang disampaikan mencapai Rp 100 juta. Seandainya Surat Permintaan PembayaranPenggantian UP (SPP-GUP) yang diajukan melebihi Rp100 juta, maka jumlah maksimal yang akan disahkan menjadi belanja negara tetap sebesar UP yang telah ditarik, yaitu Rp 100 juta.
Meskipun demikian, Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) satker dimaksud, masih dimungkinkan mengajukan Tambahan UP atau mengajukan pembayaran secara langsung (SPM-LS) sebesar maksimal Rp 40 juta, yaitu selisih lebih antara jumlah MP terhadap UP yang telah ditarik.
2. Dengan mengunakan contoh diatas, jika jumlah penerimaan yang telah disetorkan ke kas negara sampai saat ini sebesar Rp200 juta, maka MP dapat dihitnung sebagai berikut:
MP = (PPP x JS) – JPS
MP = (80% x Rp200 juta) – Rp100 juta
MP = Rp160 juta – Rp100 juta
MP = Rp 60 juta
Menurut perhitungan diatas, dari dana UP yang telah ditarik oleh bendahara pengeluaran sebesar Rp100 juta, jumlah maksimal yang dapat disahkan menjadi belanja negara hanya Rp 60 juta. Demikian juga jumlah pembayaran langsung (SPM-LS) yang dapat diajukan KPA satker/Instansi Pengguna PNBP tersebut, maksimal hanya sebesar Rp 60 juta.
No comments:
Post a Comment