PPh Pasal 23 adalah Pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran atau
disediakan untuk dibayar kepada wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap
(BUT) atas penghasilan yang bersumber dari pemanfaatan modal, penggunaan harta
dan Jasa.
1. Objek PPh Pasal 23
Objek PPh Pasal 23 adalah:
a. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta , kecuali
sewa tanah dan bangunan;
b. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa
konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.
Sewa dan Penghasilan Lain Sehubungan dengan Penggunaan Harta
a. Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan
kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu
tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta
tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang
telah disepakati.
b. Saat terutangnya adalah pada saat pembayaran dan jatuh tempo.
Berdasarkan SE Dirjen pajak No SE-35/PJ/2010 imbalan sehubungan dengan
Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Jasa Konstruksi, Jasa Konsultan dijelaskan sebagai
berikut:
a. Jasa teknik merupakan pemberian jasa dalam bentuk pemberian informasi yang
berkenaan dengan pengalaman dalam bidang industri, perdagangan dan ilmu
pengetahuan yang dapat meliputi:
1) pemberian informasi dalam pelaksanaan suatu proyek tertentu, seperti
pemetaan dan/atau pencarian dengan bantuan gelombang seismik;
2) pemberian informasi dalam pembuatan suatu jenis produk tertentu, seperti
pemberian informasi dalam bentuk gambar-gambar, petunjuk produksi,
perhitungan-perhitungan dan sebagainya; atau
3) pemberian informasi yang berkaitan dengan pengalaman di bidang
manajemen, seperti pemberian informasi melalui pelatihan atau seminar
dengan peserta dan materi yang telah ditentukan oleh pengguna jasa.
b. Jasa manajemen merupakan pemberian jasa dengan ikut serta secara langsung
dalam pelaksanaan atau pengelolaan manajemen.
c. Jasa konsultan merupakan pemberian advice (petunjuk, pertimbangan, atau
nasihat) profesional dalam suatu bidang usaha, kegiatan, atau pekerjaan yang
dilakukan oleh tenaga ahli atau perkumpulan tenaga ahli, yang tidak disertai
dengan keterlibatan langsung para tenaga ahli tersebut dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan PMK 141/PMK.03/2015 kriteria Jenis-jenis jasa lain, antara lain:
Selain pembayaran-pembayaran tersebut di atas terdapat beberapa pembayaran
yang dikecualikan dari pemotongan PPh Pasal 23, yaitu penghasilan yang diterima
oleh badan/lembaga pemerintah dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Badan/lembaga pemerintah tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Badan/lembaga pemerintah yang pendiriannya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (UU, PP, PerPres, KepPres);
b. Badan/lembaga pemerintah yang sumber dananya berasal dari APBN/APBD;
c. Pemeriksa badan/lembaga tersebut dilakukan oleh BPK, BPKP, ITJEN, atau
BAWASDA; dan
d. Sumber penerimaan yang diterima badan/lembaga tersebut merupakan
penerimaan negara.
2. Tarif PPh Pasal 23
Tarif yang ditetapkan adalah sebesar 2% dari penghasilan bruto (nilai
pembayaran atas jasa yang tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai). Dalam hal
wajib pajak tidak memiliki NPWP, maka dikenakan tarif lebih tinggi 100% dari tarif
yang dikenakan terhadap wajib pajak yang memiiki NPWP, yaitu menjadi 4% dari
jumlah bruto.
Berdasarkan SE-53/PJ/2009 yang dimaksud jumlah brutto adalah seluruh jumlah
penghasilan tidak termasuk
a. Pembayaran gaji, upah, honorarium dan pembayaran lain.
b. Pembayaran atas pengadaan/pembelian barang atau material
c. Pembayaran kepada pihak kedua (sebagai perantara) untuk selanjutnya
dibayarkan kepada pihak ketiga
d. Pembayaran penggantian biaya (reimbursement).
Ketentuan tersebut tidak termasuk jasa catering
3. Tata Cara Penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 23
PPh Pasal 23 yang dipotong bendahara harus disetorkan oleh bendahara
selambat-lambatnya tanggal 10 (sepuluh) di bulan berikutnya setelah masa pajak
berakhir. Apabila pada tanggal tersebut jatuh pada hari libur, maka penyetoran
dilakukan pada hari kerja berikutnya.
Terhadap penyetoran PPh Pasal 23 harus dilaporkan ke KPP selambat-lambatnya
tanggal 20 di bulan berikutnya. Jika tanggal 20 jatuh pada hari libur, maka
pelaporan disampaikan pada hari kerja sebelumnya.
Tata cara pelaporan dilakukan sebagai berikut
a. Lembar ke-2 bukti pemotongan PPh Pasal 23 yang dibuat dalam satu bulan
takwim dicatat rangkap dua pada formulir Daftar Bukti Pemotongan Pajak;
b. Bendahara mengisi dengan lengkap dan benar formulir SPT Masa PPh Pasal 23,
rangkap 2 (dua) dan dilampiri dengan:
1) Bukti setor elektronik;
2) Daftar bukti pemotongan PPh Pasal 23;
c. Bendahara menerima kembali satu set lembar ke-2 SPT Masa PPh Pasal 23,
sebagai bukti telah melapor.
Contoh Perhitungan PPh pasal 23
Bendahara Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan pada tanggal 13 Juni 2016
melakukan transaksi
a. Membayar jasa service kendaraan pada bengkel mobil “Tokcer” (ber NPWP)
untuk memperbaiki kendaraan dinas. Besarnya biaya yang dikeluarkan Rp
700.000,00 pembayaran tersebut sudah termasuk penggantian suku cadangnya.
b. Melakukan pembayaran atas penyediaan konsumsi oleh pengusaha jasa catering
“Enak” dengan biaya sebesar Rp 1,500.000,00.
Bagaimana kewajiban perpajakan bendahara:
a. Pemungutan PPN dan Pemotongan PPh Pasal 23 atas service kendaraan
sebesar:
PPh pasal 23 sebesar Rp 700.000,00 × 2% = Rp. 14.000,00
PPN tidak dipungut karena nilai pembayaran kurang dari Rp.1.000.000,00
b. Pemungutan PPN dan Pemotongan PPh pasal 23 atas jasa catering sebesar:
PPh pasal 23 sebesar Rp.1.500.000,00 x 2% = Rp.30.000,00
PPN tidak dipungut karena jasa catering termasuk jenis jasa yang tidak
dipungut PPN.
c. Kewajiban bendahara selanjutnya:
Menyetorkan pemotongan PPh pasal 23 paling lambat tanggal 11 Juli 2016,
hal ini karena tanggal 10 Juli bertepatan dengan hari libur.
Memberikan bukti potong PPh pasal 23
Memberikan copy bukti setor
Melaporkan SPT Masa PPh pasal 23 paling lambat 20 Juli 2016
No comments:
Post a Comment