Saturday, March 24, 2018

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH


Undang-Undang yang mengatur pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM) adalah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak atas konsumsi barang dan jasa yang merupakan pengganti dari Pajak Penjualan (PPn) yang diterapkan di Indonesia.

Beberapa pengertian yang terkait dengan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPn BM), antara lain: 
1. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak di dalam Daerah Pabean; 
2. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPn BM) adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi barang di dalam Daerah Pabean yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan tergolong barang mewah; 
3. Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruangan udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontingen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan; 
4. Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara, atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi masa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya; 
5. Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang, mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar Daerah Pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar Daerah Pabean yang melakukan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP yang dikenakan Pajak berdasarkan Undang-Undang PPN 1984 dan perubahannya, tidak termasuk Pengusaha Kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali Pengusaha Kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP; 
6. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) adalah jumlah harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang; 
7. Harga Jual adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan BKP, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang Nomor 8 tahun 1984 sebagai mana telah diubah dan ditambah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 tahun 2009 dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; 
8. Penggantian adalah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta, oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak; 
9. Nilai Impor adalah nilai berupa uang yang menjadi dasar penghitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan pajak berdasarkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-undang PPN 1984 dan perubahannya; 
10. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai dasar Pengenaan Pajak. 
11. Pembeli adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Barang Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar harga Barang Kena Pajak tersebut; 
12. Penerima jasa adalah orang pribadi atau badan yang menerima atau seharusnya menerima penyerahan Jasa Kena Pajak dan yang membayar atau seharusnya membayar penggantian atas Jasa kena Pajak tersebut; 
13. Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) atau penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP); 
14. Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah bendahara Pemerintah, badan, atau instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada bendahara Pemerintah, badan atau instansi Pemerintah; 
15. Pengusaha Kena Pajak (PKP) Penyedia Barang/Jasa adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendahara Pemerintah.


Objek Pemungutan PPN dan PPn BM

Sesuai Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, bendahara pemerintah ditunjuk untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak kepada bendahara pemerintah, badan atau instansi pemerintah. Objek pemungutan Pajak Pertambahan Nilai Barang/jasa oleh bendahara adalah:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan atau Jasa Kena Pajak (JKP) yang dilakukan oleh PKP Penyedia barang/jasa; 
2. Pemanfaatan Barang Kena Pajak (BKP) tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; 
3. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak (JKP) dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. PPn BM hanya dipungut oleh bendahara dalam hal PKP Penyedia Barang/Jasa adalah pabrikan dari BKP yang tergolong mewah. 


Pembayaran yang Tidak Dipungut PPN dan PPn BM

Pembayaran PPN dan PPn BM dilakukan oleh bendahara, namun terdapat beberapa pembayaran yang dikecualikan dari pemungutan PPN dan PPn BM. Pembayaran yang dikecualikan tersebut, antara lain: 
1. Pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah. 
a. Batas jumlah pembayaran sebesar Rp 1.000.000,00, termasuk PPN dan PPn BM; 
b. PPN dan PPn BM yang terutang atas pembayaran yang jumlahnya maksimal Rp 1.000.000,00 dipungut dan disetor oleh PKP yang bersangkutan sesuai ketentuan yang berlaku umum. 

2. Pembayaran untuk pembebasan tanah. 

3. Pembayaran atas Penyerahan BKP dan/atau JKP yang menurut perundang-undangan yang berlaku, dibebaskan dari pengenaan PPN, seperti: 
a. Pembayaran untuk penyerahan BBM oleh Pertamina; 
b. Pembayaran atas rekening telepon; 
c. Pembayaran untuk jasa angkutan udara yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan; 
d. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara, berdasarkan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 Pasal 4a yaitu atas penyerahan BKP dan atau JKP yang dibebaskan dari pengenaan PPN. 

Pemungutan PPN dilakukan pada saat pembayaran dengan cara pemotongan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan Pemerintah.


Barang Kena Pajak

Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak, dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Pada dasarnya semua barang adalah BKP, kecuali undang-undang menetapkan sebaliknya. Jenis barang yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok barang sebagai berikut: 

1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya meliputi:
a. Minyak mentah (crude oil);  
b. Gas bumi, tidak termasuk gas bumi seperti elpiji yang siap dikonsumsi langsung oleh masyarakat; c. Panas bumi; 
d. Asbes, batu tulis, batu setengah permata, batu kapur, batu apung, batu permata, bentonit, dolomit, felspar (feldspar), garam batu (halite), grafit, granit/andesit, gips, kalsit, kaolin, leusit, magnesit, mika, marmer, nitrat, opsidien, oker, pasir dan kerikil, pasir kuarsa, perlit, fosfat (phospat), talk, tanah serap (fullers earth), tanah diatome, tanah liat, tawas (alum), tras, yarosif, zeolit, basal, dan trakit; 
e. batubara sebelum diproses menjadi briket batubara; dan 
f. bijih besi, bijih timah, bijih emas, bijih tembaga, bijih nikel, bijih perak, serta bijih bauksit. 

2. Barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak, meliputi: 
a. Beras; 
b. Gabah; 
c. Jagung; 
d. Sagu; 
e. Kedelai; 
f. Garam, baik yang beryodium maupun yang tidak beryodium; 
g. Daging, yaitu daging segar yang tanpa diolah, tetapi telah melalui proses disembelih, dikuliti, dipotong, didinginkan, dibekukan, dikemas atau tidak dikemas, digarami, dikapur, diasamkan, diawetkan dengan cara lain, dan/atau direbus; 
h. Telur, yaitu telur yang tidak diolah, termasuk telur yang dibersihkan, diasinkan, atau dikemas; 
i. Susu, yaitu susu perah baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan,tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; 
j. Buah-buahan, yaitu buah-buahan segar yang dipetik, baik yang telah melalui proses dicuci, disortasi, dikupas, dipotong, diiris, di-grading, dan/atau dikemas atau tidak dikemas; dan 
k. Sayur-sayuran, yaitu sayuran segar yang dipetik, dicuci, ditiriskan, dan/atau disimpan pada suhu rendah, termasuk sayuran segar yang dicacah. 

3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya, meliputi makanan dan minuman baik yang dikonsumsi di tempat maupun tidak, termasuk makanan dan minuman yang diserahkan oleh usaha jasa boga atau katering. Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari pengenaan pajak bergAnda karena sudah merupakan objek pengenaan Pajak Daerah; dan 

4. Uang, emas batangan, dan surat berharga. 

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2015 juga diatur tentang penyerahan barang kena pajak tertentu yang bersifat strategis yang dibebaskan dari pengenaan PPN, yaitu meliputi: 
1. mesin dan peralatan pabrik yang merupakan satu kesatuan, baik dalam keadaan terpasang maupun terlepas, yang digunakan secara langsung dalam proses menghasilkan Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak yang menghasilkan Barang Kena Pajak tersebut, tidak termasuk suku cadang; 

2. barang yang dihasilkan dari kegiatan usaha di bidang kelautan dan perikanan, baik penangkapan maupun budidaya; 

3. jangat dan kulit mentah yang tidak disamak; 

4. ternak yang kriteria dan/atau rinciannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; 

5. bibit dan/atau benih dari barang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan; 

6. pakan ternak tidak termasuk pakan hewan kesayangan;

7. pakan ikan;

8. bahan pakan untuk pembuatan pakan ternak dan pakan ikan, tidak termasuk imbuhan pakan dan pelengkap pakan, yang kriteria dan/atau rincian bahan pakan diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kelautan dan perikanan dan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pertanian; 

9. bahan baku kerajinan perak dalam bentuk perak butiran dan/atau dalam bentuk perak batangan; dan 

10. unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan kepemilikan rumah bersubsidi yang memenuhi ketentuan sebagai berikut: 
a. luas untuk setiap hunian paling sedikit 21 m² (dua puluh satu meter persegi) dan tidak melebihi 36 m² (tiga puluh enam meter persegi); 
b. pembangunannya mengacu kepada Peraturan Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat; 
c. merupakan unit hunian pertama yang dimiliki, digunakan sendiri sebagai tempat tinggal dan tidak dipindahtangankan dalam jangka waktu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang rumah susun; dan 
d. batasan terkait harga jual unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik dan penghasilan bagi orang pribadi yang memperoleh unit hunian Rumah Susun Sederhana Milik ditetapkan oleh Menteri Keuangan setelah mendapat pertimbangan dari Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pekerjaan umum dan perumahan rakyat. 

11. listrik, kecuali untuk rumah dengan daya di atas 6.600 (enam ribu enam ratus) Voltase Amper.


Jasa Kena Pajak

Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-undang PPN. Pada dasarnya semua jasa dikenakan pajak, kecuali yang ditentukan lain oleh UndangUndang PPN. Jenis jasa yang tidak dikenakan PPN ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah didasarkan atas kelompok-kelompok jasa sebagai berikut:


Jenis jasa yang dibebaskan PPN secara rinci dijelaskan sebagai berikut 
1. Jasa pelayanan kesehatan medis, meliputi:
a. jasa dokter umum, dokter spesialis, dan dokter gigi; 
b. jasa dokter hewan; 
c. jasa ahli kesehatan seperti akupuntur, ahli gigi, ahli gizi, dan ahli fisioterapi; 
d. jasa kebidanan dan dukun bayi; 
e. jasa paramedis dan perawat;
f. jasa rumah sakit, rumah bersalin, klinik kesehatan, laboratorium kesehatan, dan sanatorium; 
g. jasa psikolog dan psikiater; dan 
h. jasa pengobatan alternatif, termasuk yang dilakukan oleh paranormal. 

2. Jasa pelayanan sosial meliputi:
a. jasa pelayanan panti asuhan dan panti jompo; 
b. jasa pemadam kebakaran; 
c. jasa pemberian pertolongan pada kecelakaan; 
d. jasa lembaga rehabilitasi; 
e. jasa penyediaan rumah duka atau jasa pemakaman, termasuk krematorium; 
f. jasa di bidang olah raga kecuali yang bersifat komersial. 

3. Jasa pengiriman surat dengan perangko, meliputi jasa pengiriman surat dengan menggunakan perangko tempel dan menggunakan cara lain pengganti perangko tempel. 

4. Jasa keuangan, meliputi: 

a. jasa menghimpun dana dari masyarakat berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu; 

b. jasa menempatkan dana, meminjam dana, atau meminjamkan dana kepada pihak lain dengan menggunakan surat, sarana telekomunikasi maupun dengan wesel unjuk, cek, atau sarana lainnya; 

c. jasa pembiayaan, termasuk pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, berupa: 
1) sewa guna usaha dengan hak opsi; 
2) anjak piutang; 
3) usaha kartu kredit; dan/atau 
4) pembiayaan konsumen; 

d. jasa penyaluran pinjaman atas dasar hukum gadai, termasuk gadai syariah dan fidusia; dan 

e. jasa penjaminan.

5. Jasa asuransi, merupakan jasa pertanggungan yang meliputi asuransi kerugian, asuransi jiwa, dan reasuransi yang dilakukan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis asuransi, tidak termasuk jasa penunjang asuransi seperti agen asuransi, penilai kerugian asuransi, dan konsultan asuransi. 

6. Jasa keagamaan, meliputi: 
a. jasa pelayanan rumah ibadah; 
b. jasa pemberian khotbah atau dakwah; 
c. jasa penyelenggaraan kegiatan keagamaan; dan 
d. jasa lainnya di bidang keagamaan.

7. Jasa pendidikan, meliputi: jasa penyelenggaraan pendidikan sekolah, seperti jasa penyelenggaraan pendidikan umum, pendidikan kejuruan, pendidikan luar biasa, pendidikan kedinasan, pendidikan keagamaan, pendidikan akademik dan jasa penyelenggaraan pendidikan luar sekolah. 

8. Jasa kesenian dan hiburan, meliputi semua jenis jasa yang dilakukan oleh pekerja seni dan hiburan. 

9. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan meliputi jasa penyiaran radio atau televisi baik yang dilakukan oleh instansi pemerintah atau swasta yang tidak bersifat iklan dan tidak dibiayai oleh sponsor yang bertujuan komersial. 

10. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri. 

11. Jasa tenaga kerja, meliputi: 
a. jasa tenaga kerja; 
b. jasa penyediaan tenaga kerja sepanjang pengusaha penyedia tenaga kerja tidak bertanggung jawab atas hasil kerja dari tenaga kerja tersebut; dan 
c. jasa penyelenggaraan latihan bagi tenaga kerja.

12. Jasa perhotelan, meliputi: 
a. jasa penyewaan kamar, termasuk tambahannya di hotel, rumah penginapan, motel, losmen, hostel, serta fasilitas yang terkait dengan kegiatan perhotelan untuk tamu yang menginap; dan 
b. jasa penyewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel, rumah penginapan, motel, losmen dan hostel.

13. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum, meliputi jenis-jenis jasa yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah seperti pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB), pemberian Ijin Usaha Perdagangan, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak dan pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP). 

14. Jasa penyediaan tempat parkir yang dilakukan oleh pemilik tempat parkir dan/ atau pengusaha kepada pengguna tempat parkir dengan dipungut bayaran. 

15. Jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam atau koin yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta. 

16. Jasa pengiriman uang dengan wesel pos. 

17. Jasa boga atau katering. Berdasarkan PMK 18/PMK.010/2015 tentang kriteria jasa boga atau katering yang termasuk jenis jasa yang tidak dikenai PPN dijelaskan:
1. Jasa catering merupakan jasa penyediaan makanan dan minuman yang dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan untuk proses pembuatan, penyimpanan dan penyajian untuk disajikan di lokasi yang diinginkan oleh pemesan 
2. Penyajian makanan dan atau minuman di lokasi dapat dilakukan dengan atau tanpa peralatan dan petugasnya 
3. Tidak termasuk dalam pengertian jasa boga atau katering yaitu penjualan makanan dan atau minuman yang dilakukan melalui tempat penjualan berupa toko, kios dan sejenisnya untuk menjual makanan dan atau minuman baik penjualan secara langsung maupun tidak langsung/pesanan


PPn BM

Selain dikenakan PPN, dikenakan juga PPn BM terhadap: 
1. Penyerahan BKP yang tergolong mewah 
2. Impor BKP yang tergolong mewah 

PPn BM dikenakan hanya 1 (satu) kali pada waktu penyerahan BKP yang tergolong mewah. Tujuan pengenaan pajak atas barang mewah tersebut, antara lain: 
1. Perlunya keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi; 
2. Pengendalian pola konsumsi barang mewah; dan 
3. Perlunya perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional. 

Dengan demikian, yang dimaksud barang mewah adalah: 
1. Barang yang bukan kebutuhan pokok masyarakat. 
2. Barang konsumsi masyarakat tertentu. 
3. Pada umumnya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi dan menunjukkan status.


Tarif PPN dan PPn BM

1. Tarif PPN 

Tarif PPN yang berlaku saat ini adalah 10% (sepuluh persen), sedangkan tarif PPN atas ekspor BKP adalah 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN, tetapi pajak masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor dapat dikreditkan. Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, dengan Peraturan Pemerintah tarif PPN dapat diubah serendah-rendahnya 5% (lima persen) dan setinggi-tingginya 15% (lima belas persen) dengan tetap memakai prinsip tarif tunggal. Perubahan tarif tersebut, harus dengan Peraturan Pemerintah. 

2. Tarif PPn BM 

Tarif PPn BM yang berlaku sekarang ini paling rendah 10% dan paling tinggi 200%. Pembayaran yang dilakukan oleh bendahara kepada PKP, sehubungan dengan penyerahan BKP atau JKP, maka PPN terutang pada saat penyerahan BKP atau JKP. Pemungutan PPN dan/atau PPn BM oleh Bendahara dilakukan pada saat dilakukan pembayaran kepada penyedia barang/jasa Pemerintah, dengan cara pemungutan secara langsung dari tagihan Pengusaha Kena Pajak Rekanan/penyedia barang/jasa Pemerintah tersebut.


Faktur Pajak

Sesuai UU PPN pasal 1 disebutkan bahwa Faktur pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP atau penyerahan JKP atau pada saat impor BKP. Pada pasal 13 UU PPN disebutkan juga Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP). Orang atau badan yang tidak dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak dilarang membuat Faktur Pajak. 

Faktur pajak harus memenuhi persyaratan formal dan material. Faktur pajak dinyatakan memenuhi persyaratan formal apabila diisi secara lengkap, jelas, dan benar sesuai dengan persyaratan yang diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak, sedangkan dinyatakan memenuhi persyaratan material apabila berisi keterangan yang sebenarnya atau sesungguhnya mengenai penyerahan BKP dan/atau JKP, ekspor Barang Kena Pajak Berwujud, ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud, ekspor Jasa Kena Pajak, impor Barang Kena Pajak, atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean. 

Sesuai Perdirjen Pajak Nomor Per-16/PJ/2014 faktur pajak dibuat melalui aplikasi atau sistem elektronik yang disediakan oleh Ditjen Pajak. Faktur ini berbentuk elektronik atau disebut e-faktur. E-Faktur tersebut harus dibuat pada:
1. Saat penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak; 
2. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; 
3. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan; atau 
4. Saat lain yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 

E-Faktur harus dicantumkan keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang paling sedikit memuat: 
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; 
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak; 
3. Jenis barang atau jasa, jumlah Harga Jual atau Penggantian, dan potongan harga; 
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut; 
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut; 
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak; dan 
7. Nama dan tAnda tangan elektronik yang berhak menAndatangani Faktur Pajak


Dasar Pemungutan PPN dan PPn BM

Dasar pemungutan PPN dan PPn BM yakni berdasarkan jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, pembayaran sebagian, maupun pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh Pemungut PPN kepada PKP Penyedia Barang/jasa. Jumlah pembayaran yang dilakukan oleh pemungut PPN tersebut, termasuk PPN dan PPn BM yang terutang tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN dan/atau PPn BM maupun tidak. PPN yang dipungut oleh bendahara adalah 10/110 bagian dari jumlah pembayaran (harga yang sudah termasuk PPN). 

Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan pajak yang meliputi harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Nilai lain adalah nilai berupa uang yang ditetapkan sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Nilai lain sesuai PMK 38/PMK.03/2013 ditetapkan bermacam-macam antara lain
1. untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang ditagih atau jumlah yang seharusnya ditagih; atau 
2. untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. 

Contoh: 

Satker Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan perikatan kepada PT Kiriman Kilat untuk pengiriman paket buku sebesar Rp.10.000.000,00. Terhadap perikatan itu bendahara harus memungut PPN sebesar:


Tata Cara Pemungutan PPN dan PPn BM

Tata cara pemungutan dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. PKP selaku penyedia barang/Jasa wajib menerbitkan Faktur Pajak dan SSP pada saat menyampaikan tagihan kepada Bendahara Pemerintah baik untuk sebagian maupun seluruh pembayaran. Dalam hal pembayaran diterima sebelum penagihan atau sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, maka Faktur Pajak wajib diterbitkan pada saat pembayaran diterima. 

2. PKP selaku penyedia Barang/Jasa Pemerintah mencantumkan jumlah PPn BM yang terutang pada Faktur Pajak, apabila dalam penyerahan BKP tersebut terdapat PPn BM yang terutang. 

3. Faktur Pajak dibuat dalam rangkap tiga: 
a. Lembar pertama untuk Bendahara; 
b. Lembar kedua untuk arsip PKP rekanan/ penyedia barang/jasa Pemerintah; 
c. Lembar ketiga untuk KPP melalui Bendahara pemerintah. 

Setoran Pajak dibuat oleh PKP rekanan dengan nama, alamat dan NPWP dari PKP rekanan/penyedia barang jasa pemerintah yang bersangkutan.


Tata Cara Penyetoran dan Pelaporan PPN dan PPn BM

Tata cara penyetoran dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. PPN/PPn BM yang dipungut Bendahara selaku Pemungut Pajak, wajib disetorkan ke Bank Persepsi atau Kantor Pos paling lambat 7 (tujuh) hari setelah berakhirnya bulan terjadinya pembayaran tagihan. Dalam hal pada hari ketujuh (7) bertepatan dengan hari libur, maka penyetoran harus dilakukan pada hari kerja berikutnya; 
2. Faktur Pajak dan SSP merupakan bukti pemungutan dan penyetoran. 

Tata cara pelaporan dalam PPN dan PPn BM, meliputi: 
1. Pemungutan PPN/PPn BM yang dilakukan oleh Bendahara Pemerintah harus dilaporkan di KPP tempat bendahara terdaftar paling lambat akhir bulan setelah berakhirnya bulan dilakukan pembayaran tagihan. Bentuk pelaporan bagi Bendahara dilakukan dengan menggunakan formulir ” Surat Pemberitahuan Masa Bagi Pemungut Pajak Pertambahan Nilai (Formulir 1107 PUT)”. 
2. Dalam hal Bank Pemerintah atau Bank Pembangunan Daerah bertindak sebagai ”Kasir” dari Bendahara Pemerintah (misalnya Proyek jaring pengaman sosial), maka faktur pajak dan SSP diteruskan ke Bank yang bersangkutan melalui Bendahara. Bank yang bersangkutan tersebut berkewajiban untuk memungut dan melaporkannya; 
3. Apabila dalam satu bulan tidak terdapat pemungutan/penyetoran, laporan tetap dibuat dengan mempergunakan laporan nihil. 

Contoh 

Pusdiklat Anggaran dan Perbendaharaan melakukan pembelian komputer ke CV Wijaya yang beralamat di Jalan Sewu 1 Nomor 14 Bogor, dengan NPWP 01.029.298.0.561.000 dan NPPKP 01.562.358.3-529.000. Pembayaran sebesar Rp. 11.000.000,00 (termasuk PPN) dilakukan pada tanggal 8 April 2016. Bagaimana kewajiban perpajakan yang harus dilakukan oleh bendahara?


Kewajiban Bendahara 

a. melakukan pengecekan keabsahan Faktur Pajak yang telah diisi dengan data Wajib Pajak CV Wijaya dengan cara membubuhi cap “disetor tanggal....” serta membubuhi tandatangan dan memastikan bahwa 
1) Faktur Pajak yang diterima merupakan e-Faktur 
2) Keterangan yang tercantum dalam e-Faktur tersebut sesuai dengan keadaan yang sebenarnya dan/atau sesungguhnya melalui pemindaian barcode/QR Code yang tertera pada e-Faktur (handphone atau smartphone tertentu dapat melakukan scanning QR Code) 

b. menyetorkan secara elektronik PPN dan PPh pasal 22 atas nama CV Wijaya paling lambat tanggal 15 April 2016  

c. menyerahkan copi bukti setor ektronik PPh Pasal 22 dan PPN, Faktur pajak kepada CV Wijaya; 

d. melaporkan SPT Masa PPh Pasal 22 paling lama tanggal 14 Mei 2016 ke KPP Pratama Bogor;

e. melaporkan SPT Masa PPN ke KPP Pratama Bogor paling lama tanggal14 Mei 2016.

No comments: