Goal Setting Theory merupakan bagian
dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Locke, 1978. Teori ini menjelaskan
hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan
prestasi kerja (kinerja). Konsep dasar teori ini adalah seseorang yang memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi kepadanya) akan mempengaruhi
perilaku kerjanya. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur
oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai
tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu
berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya
dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa
penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat
meningkatkan prestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan memiliki kemampuan
dan keterampilan kerja. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory, kinerja
pegawai yang baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik diidentikkan sebagai
tujuannya. Sedangkan variabel partisipasi anggaran, psychological capital dan
komitmen organisasi sebagai faktor penentunya. Semakin tinggi faktor penentu
tersebut maka akan semakin tinggi pula kemungkinan pencapaian tujuannya.
Goal-setting
theory ini adalah teori yang membicarakan tentang pengaruh
penetapan tujuan, tantangan, dan umpan balik terhadap kinerja. Teori ini
berangkat dari maksud untuk bekerja mencapai suatu tujuan itu merupakan sumber
utama dari motivasi kerja. Artinya, tujuan-tujuan tersebut memberitahu
pekerja mengenai apa yang harus dilakukan dan seberapa besar upaya yang harus
dikerahkan. Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan yang spesifik
dapat meningkatkan kinerja; bahwa tujuan-tujuan yang sulit dicapai, bila diterima,
bisa menghasilkan kinerja yang lebih tinggi ketimbang tujuan-tujuan yang tidak
terlalu sulit dan bahwa umpan balik akan mengarah pada kinerja yang lebih
tinggi ketimbang bila tidak ada umpan balik.
Tujuan-tujuan
yang spesifik dan sulit akan menghasilkan suatu tingkat output yang lebih
tinggi ketimbang tujuan umum “lakukan yang terbaik”. Kekhususan tujuan
itu sendiri bertindak sebagai suatu stimulus internal. Jika faktor seperti
kemampuan dan penerimaan tujuan-tujuan tersebut bersifat konstan, dapat
dikatakan bahwa semakin sulit tujuan tersebut dicapai semakin tinggi tingkat
kinerja. Namun, bisa juga diasumsikan bahwa tujuan yang lebih mudah itu
tampaknya dapat lebih diterima. Namun bila seorang pekerja menerima tugas
yang berat, dia akan mengerahkan segala daya upaya sampai tujuan itu tercapai,
sampai target tujuan itu diturunkan, atau sampai tujuan itu ditinggalkan.
Orang akan
bekerja lebih baik jika mendapatkan umpan balik mengenai seberapa baik kemajuan
mereka dalam mencapai tujuan tersebut karena umpan balik ini bisa membantu
mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang dilakukan dengan apa yang
ingin dilakukan; artinya umpanbalik bertindak untuk mengarahkan perilaku.
Tetapi tidak semua umpan balik itu manjur. Umpan balik yang dihasilkan sendiri
(self-generated), yaitu ketika pekerja bisa memonitor kemajuannya
sendiri, terbukti merupakan suatu motivator yang ampuh ketimbang umpan balik
yang dihasilkan secara eksternal.
Teori Goal
Setting dikemukakan oleh Edwin Locke. Teori ini mengatakan bahwa kita akan
bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Edwin Locke
mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme
motivasional yakni:
· Tujuan – tujuan
mengarahkan perhatian
· Tujuan – tujuan
mengatur upaya
· Tujuan – tujuan
meningkatkan persistensi
· Tujuan – tujuan
menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.
Teori ini juga
mengungkapkan kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan
yang hendak dicapai. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai
suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas, dipahami dan bermanfaat. Makin
kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk
bertingkah laku. Penetapan tujuan seperti halnya individu, kita menetapkan
tujuan dan kemudian bekerja untuk menyelesaikan tujuan tersebut. Orientasi
terhadap tujuan menentukan prilaku kita. Sama halnya ketika volunteer satu
melempar tanpa melihat target, dia melempar tanpa tujuan. Lalu volunteer
kedua sudah melihat target, tapi tanpa strategi yang jitu, tanpa persuapan,
tanpa persistensi, tanpa pengaturan yang kuat sehingga hanya bisa mendekati
target. Sedangkan volunteer ketiga, telah melihat target, memiliki
strategi yang bagus dengan mengukur jarak, memberikan beban pada kertas yang
akan dilemparnya, melempar ke arah yang tepat dengan sekuat tenaga karena jarak
yang cukup jauh dan ada semangat untuk mencapai tujuan.
Locke
mengemukakan bahwa penetapan tujuan adalah proses kognitif dari keperluan
praktis. Pandangan Locke ialah bahwa maksud dan tujuan individu yang didasari
adalah determinan utama prilaku. Salah satu dari karakteristik prilaku yang
mempunyai tujuan tersebut terus berlangsung sampai prilaku itu mencapai
penyelesaiannya, yaitu sekali orang memulai sesuatu (misalkan pekerjaan) ia
terus terdorong sampai tercapainya tujuan. Berikut uraian tentang penetapan
tujuan:
· Tujuan adalah
subjek suatu tindakan
· Keterincian
tujuan (goal specifity) ialah tingkat presisi kuantitatif/kejelasan tujuan
tersebut
· Kesukaran
tujuan (goal difficulty) ialah tingkat keahlian atau tingkat prestasi yang
dicari
·
Intensitas
tujuan (goal intensity) ialah menyangkut proses penetapan tujuan atau
menentukan bagaimana mencapai tujuan tersebut
· Komitmen tujuan
(goal commitment) ialah kadar usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Teori ini
digunakan pada Individu menetapkan sasaran pribadi terhadap motivasi yang ingin
dicapai. Sasaran–sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan harapan pribadi (valence)
yang berbeda–beda. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa niat atau maksud
(intentions) merupakan pendorong motivasi yang ampuh. Dalam kondisi yang
tepat, niat atau maksud tersebut bisa mengarah pada kinerja yang lebih tinggi.
Goal setting theory merupakan salah
satu bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun
1978. Goal setting theory didasarkan pada bukti yang berasumsi bahwa sasaran
(ide-ide akan masa depan; keadaan yang diinginkan) memainkan peran penting
dalam bertindak.
Teori penetapan tujuan yaitu model individual
yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi
untuk mencapai tujuan-tujuan (Birnberg dalam Mahennoko, 2011).
Menurut
teori ini “salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai tujuan yang
umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai perilaku
itu mencapai penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu (seperti suatu
pekerjaan, sebuah proyek baru), ia terus mendesak sampai tujuan tercapai. Proses penetapan tujuan (goal setting)
dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri/diwajibkan
oleh organisasi sebagai satu kebijakan (Wangmuba dalam Ramandei, 2009).
Goal setting theory menjelaskan
hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan prestasi kerja (kinerja). Konsep
dasar teori ini adalah seseorang yang memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi kepadanya) akan mempengaruhi perilaku kerjanya.
Teori ini juga menyatakan bahwa
perilaku individu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat
dipandang sebagai tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu.
Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan
mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya.
Teori ini juga menjelaskan bahwa
penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat meningkatkan
pestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan kemampuan dan keterampilan kerja.
Berdasarkan uraian di atas, maka
diasumsikan bahwa untuk mencapai kinerja yang optimal harus ada kesesuaian
tujuan individu dan organisasi. Dengan menggunakan pendekatan goal setting
theory, kinerja pegawai yang baik dalam menyelanggarakan pelayanan publik
diidentikkan sebagai tujuannya.
Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan
oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa dua cognitions yaitu values dan
intentions (atau tujuan) sangat menentukan perilaku seseorang.
Berdasarkan teori ini suatu individu menentukan
tujuan atas perilakunya di masa depan dan tujuan tersebut akan mempengaruhi
perilaku orang tersebut. Disamping itu, teori ini juga menunjukkan adanya
keterkaitan antara sasaran dan kinerja. Sasaran dapat dipandang sebagai
tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu komit
dengan sasaran tertentu, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi
konsekuensi kinerjanya. Goal setting theory juga merupakan bagian dari teori
motivasi.
Teori ini menyatakan bahwa karyawan
yang memiliki komitmen tujuan tinggi akan mempengaruhi kinerja manajerial.
Adanya tujuan individu menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukannya,
semakin tinggi komitmen karyawan terhadap tujuannya akan mendorong karyawan
tersebut untuk melakukan usaha yang
lebih keras dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut Locke dan Latham (2002)
tujuan memiliki pengaruh yang luas pada perilaku karyawan dan kinerja dalam
organisasi dan praktik manajemen.
Goal setting theory berasumsi bahwa
ada hubungan langsung antara tujuan yang spesifik dan terukur dengan kinerja.
Temuan utama dari goal setting theory adalah bahwa individu yang diberi tujuan
yang spesifik dan sulit tapi dapat dicapai memiliki kinerja yang lebih baik
dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan yang mudah dan kurang spesifik
atau tidak ada tujuan sama sekali. Pada saat yang sama, seseorang juga harus
memiliki kemampuan yang cukup dalam menerima tujuan yang ditetapkan dan
menerima umpan balik yang berkaitan dengan kinerja (Latham, 2003).
Sebuah tujuan agar efektif, dibutuhkan
ringkasan umpan balik yang mengungkapkan
kemajuan manajer dalam mencapai tujuan (Locke dan Latham, 2002). Jika mereka
tidak tahu bagaimana kemajuannya, akan sulit bagi mereka untuk menyesuaikan tingkat atau arah usaha
dalam menyesuaikan strategi kinerja untuk
mencocokkan apa yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Terkait penetapan tujuan
juga diperlukan keterlibatan dalam perencanaan untuk mengembangkan strategi
yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan. Adanya kompeten si pegawai dalam
penetapan tujuan anggaran akan menciptakan kecukupan informasi yang
memungkinkan pegawai untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai
tujuan anggaran sehingga nantinya dapat mengurangi ambiguitas dalam melakukan
pekerjaan mereka.
Penelitian ini menggunakan Goal-Setting
Theory yang dikemukakan oleh Locke (1968) sebagai teori utama (grand theory).
Goal-Setting Theory merupakan salah satu bentuk teori motivasi. Goal-Setting Theory
menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja
yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan
yang diharapkan oleh organisasi, maka
pemahaman tersebut akan mempengaruhi prilaku kerjanya.
Goal-Setting Theory mengisyaratkan
bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins, 2008). Jika seorang individu
memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya, maka komitmen tersebut akan mempengaruhi
tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) yang
ditetapkan dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh
individu.
Secara keseluruhan, niat dalam
hubungannya dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan, merupakan motivasi yang kuat
dalam mewujudkan kinerjanya. Individu harus mempunyai keterampilan, mempunyai
tujuan dan menerima umpan balik untuk
menilai kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) mempunyai pengaruh terhadap
prilaku pegawai dan kinerja dalam organisasi (Locke and Latham dalam Lunenburg,
2011).
Locke dalam Kusuma (2013) menemukan
bahwa goal-setting berpengaruh pada ketepatan anggaran. Setiap organisasi yang
telah menetapkan sasaran (goal) yang diformulasikan ke dalam rencana anggaran
lebih mudah untuk mencapai target
kinerjanya sesuai dengan visi dan misi organisasi itu sendiri. Sebuah anggaran
tidak hanya sekedar mengandung rencana dan jumlah nominal yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan/program,
tetapi juga mengandung sasaran yang
ingin dicapai organisasi.
Berdasarkan pendekatan Goal-Setting Theory
keberhasilan pegawai dalam mengelola anggaran merupakan tujuan yang ingin dicapai, sedangkan variabel kompensasi,
lingkungan kerja dan komitmen organisasi sebagai faktor penentu. Semakin tinggi
faktor penentu tersebut maka akan semakin tinggi pula kemungkinan pencapaian
tujuannya.
Daftar
Pustaka
Spector, P.E.2012. “Industrial and Organization
Psychoogy : Research and Practice. John Wiley & Sons, Inc : Singapore
Diakses pada hari Selasa, 31 Maret 2015 pukul 14.10
Diakses pada hari Selasa, 31 Maret 2015 pukul 14.10
2 comments:
terimakasih. tulisannya sangat bermanfaat dan membantu, Min
terimakasih, tulisannya sangat membantu, Min.
Post a Comment