Wednesday, May 2, 2018

TEORI GOAL SETTING


            Goal Setting Theory merupakan bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Locke, 1978. Teori ini menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan  dengan prestasi kerja (kinerja). Konsep dasar teori ini adalah seseorang yang  memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi kepadanya) akan  mempengaruhi perilaku kerjanya. Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Dalam teori ini juga dijelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat meningkatkan prestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan memiliki kemampuan dan keterampilan kerja. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory, kinerja pegawai yang baik dalam menyelenggarakan pelayanan publik diidentikkan sebagai tujuannya. Sedangkan variabel partisipasi anggaran, psychological capital dan komitmen organisasi sebagai faktor penentunya. Semakin tinggi faktor penentu tersebut maka akan semakin tinggi pula kemungkinan pencapaian tujuannya.

Goal-setting theory ini adalah teori yang membicarakan tentang pengaruh penetapan tujuan, tantangan, dan umpan balik terhadap kinerja.  Teori ini berangkat dari maksud untuk bekerja mencapai suatu tujuan itu merupakan sumber utama dari motivasi kerja.  Artinya, tujuan-tujuan tersebut memberitahu pekerja mengenai apa yang harus dilakukan dan seberapa besar upaya yang harus dikerahkan.  Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan yang spesifik dapat meningkatkan kinerja; bahwa tujuan-tujuan yang sulit dicapai, bila diterima, bisa menghasilkan kinerja yang lebih tinggi ketimbang tujuan-tujuan yang tidak terlalu sulit dan bahwa umpan balik akan mengarah pada kinerja yang lebih tinggi ketimbang bila tidak ada umpan balik.

Tujuan-tujuan yang spesifik dan sulit akan menghasilkan suatu tingkat output yang lebih tinggi ketimbang tujuan umum “lakukan yang terbaik”.  Kekhususan tujuan itu sendiri bertindak sebagai suatu stimulus internal. Jika faktor seperti kemampuan dan penerimaan tujuan-tujuan tersebut bersifat konstan, dapat dikatakan bahwa semakin sulit tujuan tersebut dicapai semakin tinggi tingkat kinerja.  Namun, bisa juga diasumsikan bahwa tujuan yang lebih mudah itu tampaknya dapat lebih diterima.  Namun bila seorang pekerja menerima tugas yang berat, dia akan mengerahkan segala daya upaya sampai tujuan itu tercapai, sampai target tujuan itu diturunkan, atau sampai tujuan itu ditinggalkan.

Orang akan bekerja lebih baik jika mendapatkan umpan balik mengenai seberapa baik kemajuan mereka dalam mencapai tujuan tersebut karena umpan balik ini bisa membantu mengidentifikasi ketidaksesuaian antara apa yang dilakukan dengan apa yang ingin dilakukan; artinya umpanbalik bertindak untuk mengarahkan perilaku.  Tetapi tidak semua umpan balik itu manjur.  Umpan balik yang dihasilkan sendiri (self-generated), yaitu ketika pekerja bisa memonitor kemajuannya sendiri, terbukti merupakan suatu motivator yang ampuh ketimbang umpan balik yang dihasilkan secara eksternal.

Teori Goal Setting dikemukakan oleh Edwin Locke. Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Edwin Locke mengemukakan bahwa dalam penetapan tujuan memiliki empat macam mekanisme motivasional yakni:
·         Tujuan – tujuan mengarahkan perhatian
·         Tujuan – tujuan mengatur upaya
·         Tujuan – tujuan meningkatkan persistensi
·         Tujuan – tujuan menunjang strategi-strategi dan rencana-rencana kegiatan.

Teori ini juga mengungkapkan kuat lemahnya tingkah laku manusia ditentukan oleh sifat tujuan yang hendak dicapai. Kecenderungan manusia untuk berjuang lebih keras mencapai suatu tujuan, apabila tujuan itu jelas,  dipahami dan bermanfaat. Makin kabur atau makin sulit dipahami suatu tujuan, akan makin besar keengganan untuk bertingkah laku. Penetapan tujuan seperti halnya individu, kita menetapkan tujuan dan kemudian bekerja untuk menyelesaikan tujuan tersebut. Orientasi terhadap tujuan menentukan prilaku kita. Sama halnya ketika volunteer satu melempar tanpa melihat target, dia melempar tanpa tujuan. Lalu volunteer kedua sudah melihat target, tapi tanpa strategi yang jitu, tanpa persuapan, tanpa persistensi, tanpa pengaturan yang kuat sehingga hanya bisa mendekati target. Sedangkan volunteer ketiga, telah melihat target, memiliki strategi yang bagus dengan mengukur jarak, memberikan beban pada kertas yang akan dilemparnya, melempar ke arah yang tepat dengan sekuat tenaga karena jarak yang cukup jauh dan ada semangat untuk mencapai tujuan.

Locke mengemukakan bahwa penetapan tujuan adalah proses kognitif dari keperluan praktis. Pandangan Locke ialah bahwa maksud dan tujuan individu yang didasari adalah determinan utama prilaku. Salah satu dari karakteristik prilaku yang mempunyai tujuan tersebut terus berlangsung sampai prilaku itu mencapai penyelesaiannya, yaitu sekali orang memulai sesuatu (misalkan pekerjaan) ia terus terdorong sampai tercapainya tujuan. Berikut uraian tentang penetapan tujuan:
·         Tujuan adalah subjek suatu tindakan
·         Keterincian tujuan (goal specifity) ialah tingkat presisi kuantitatif/kejelasan tujuan tersebut
·         Kesukaran tujuan (goal difficulty) ialah tingkat keahlian atau tingkat prestasi yang dicari
·       
                 Intensitas tujuan (goal intensity) ialah menyangkut proses penetapan tujuan atau menentukan bagaimana mencapai tujuan tersebut
·         Komitmen tujuan (goal commitment) ialah kadar usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan.
Teori ini digunakan pada Individu menetapkan sasaran pribadi terhadap motivasi yang ingin dicapai. Sasaran–sasaran pribadi memiliki nilai kepentingan harapan pribadi (valence) yang berbeda–beda. Singkatnya, dapat dikatakan bahwa niat atau maksud (intentions) merupakan pendorong motivasi yang ampuh.  Dalam kondisi yang tepat, niat atau maksud tersebut bisa mengarah pada kinerja yang lebih tinggi.

           Goal setting theory merupakan salah satu bagian dari teori motivasi yang dikemukakan oleh Edwin Locke pada tahun 1978. Goal setting theory didasarkan pada bukti yang berasumsi bahwa sasaran (ide-ide akan masa depan; keadaan yang diinginkan) memainkan peran penting dalam bertindak. 


          Teori penetapan tujuan yaitu model individual yang menginginkan untuk memiliki tujuan, memilih tujuan dan menjadi termotivasi untuk mencapai tujuan-tujuan (Birnberg dalam Mahennoko, 2011).

          Menurut teori ini “salah satu dari karakteristik perilaku yang mempunyai tujuan yang umum diamati ialah bahwa perilaku tersebut terus berlangsung sampai perilaku itu mencapai penyelesaiannya, sekali seseorang mulai sesuatu (seperti suatu pekerjaan, sebuah proyek baru), ia terus mendesak sampai tujuan tercapai. Proses penetapan tujuan (goal setting) dapat dilakukan berdasarkan prakarsa sendiri/diwajibkan oleh organisasi sebagai satu kebijakan (Wangmuba dalam Ramandei, 2009).

          Goal setting theory menjelaskan hubungan antara tujuan yang ditetapkan dengan prestasi kerja (kinerja). Konsep dasar teori ini adalah seseorang yang memahami tujuan (apa yang diharapkan organisasi kepadanya) akan mempengaruhi perilaku kerjanya. 

          Teori ini juga menyatakan bahwa perilaku individu diatur oleh ide (pemikiran) dan niat seseorang. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan atau tingkat kerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu berkomitmen untuk mencapai tujuannya, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsenkuensi kinerjanya. 

          Teori ini juga menjelaskan bahwa penetapan tujuan yang menantang (sulit) dan dapat diukur hasilnya akan dapat meningkatkan pestasi kerja (kinerja), yang diikuti dengan kemampuan dan keterampilan kerja.

          Berdasarkan uraian di atas, maka diasumsikan bahwa untuk mencapai kinerja yang optimal harus ada kesesuaian tujuan individu dan organisasi. Dengan menggunakan pendekatan goal setting theory, kinerja pegawai yang baik dalam menyelanggarakan pelayanan publik diidentikkan sebagai tujuannya.

          Goal Setting Theory ini mula-mula dikemukakan oleh Locke (1968). Teori ini mengemukakan bahwa dua cognitions yaitu values dan intentions (atau tujuan) sangat menentukan perilaku seseorang.

          Berdasarkan teori ini suatu individu menentukan tujuan atas perilakunya di masa depan dan tujuan tersebut akan mempengaruhi perilaku orang tersebut. Disamping itu, teori ini juga menunjukkan adanya keterkaitan antara sasaran dan kinerja. Sasaran dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu. Jika seorang individu komit dengan sasaran tertentu, maka hal ini akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Goal setting theory juga merupakan bagian dari teori motivasi. 

          Teori ini menyatakan bahwa karyawan yang memiliki komitmen tujuan tinggi akan mempengaruhi kinerja manajerial. Adanya tujuan individu menentukan seberapa besar usaha yang akan dilakukannya, semakin tinggi komitmen karyawan terhadap tujuannya akan mendorong karyawan tersebut untuk melakukan usaha  yang lebih keras dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut Locke dan Latham (2002) tujuan memiliki pengaruh yang luas pada perilaku karyawan dan kinerja dalam organisasi dan praktik manajemen.

          Goal setting theory berasumsi bahwa ada hubungan langsung antara tujuan yang spesifik dan terukur dengan kinerja. Temuan utama dari goal setting theory adalah bahwa individu yang diberi tujuan yang spesifik dan sulit tapi dapat dicapai memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan yang mudah dan kurang spesifik atau tidak ada tujuan sama sekali. Pada saat yang sama, seseorang juga harus memiliki kemampuan yang cukup dalam menerima tujuan yang ditetapkan dan menerima umpan balik yang berkaitan dengan kinerja (Latham, 2003).

     Sebuah tujuan agar efektif, dibutuhkan ringkasan umpan balik yang  mengungkapkan kemajuan manajer dalam mencapai tujuan (Locke dan Latham, 2002). Jika mereka tidak tahu bagaimana kemajuannya, akan sulit bagi mereka  untuk menyesuaikan tingkat atau arah usaha dalam menyesuaikan strategi kinerja  untuk mencocokkan apa yang diperlukan dalam mencapai tujuan. Terkait penetapan tujuan juga diperlukan keterlibatan dalam perencanaan untuk mengembangkan strategi yang akan dilakukan dalam pencapaian tujuan. Adanya kompeten si pegawai dalam penetapan tujuan anggaran akan menciptakan kecukupan informasi yang memungkinkan pegawai untuk memperoleh pemahaman yang lebih jelas mengenai tujuan anggaran sehingga nantinya dapat mengurangi ambiguitas dalam melakukan pekerjaan mereka.
         
          Penelitian ini menggunakan Goal-Setting Theory yang dikemukakan oleh Locke (1968) sebagai teori utama (grand theory). Goal-Setting Theory merupakan salah satu bentuk teori motivasi. Goal-Setting Theory menekankan pada pentingnya hubungan antara tujuan yang ditetapkan dan kinerja yang dihasilkan. Konsep dasarnya yaitu seseorang yang mampu memahami tujuan yang diharapkan oleh  organisasi, maka pemahaman tersebut akan mempengaruhi prilaku kerjanya. 

          Goal-Setting Theory mengisyaratkan bahwa seorang individu berkomitmen pada tujuan (Robbins, 2008). Jika seorang individu memiliki komitmen untuk mencapai tujuannya, maka komitmen tersebut akan mempengaruhi tindakannya dan mempengaruhi konsekuensi kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) yang ditetapkan dapat dipandang sebagai tujuan/tingkat kinerja yang ingin dicapai oleh individu.

          Secara keseluruhan, niat dalam hubungannya dengan tujuan-tujuan yang ditetapkan, merupakan motivasi yang kuat dalam mewujudkan kinerjanya. Individu harus mempunyai keterampilan, mempunyai tujuan dan menerima umpan balik  untuk menilai kinerjanya. Capaian atas sasaran (tujuan) mempunyai pengaruh terhadap prilaku pegawai dan kinerja dalam organisasi (Locke and Latham dalam Lunenburg, 2011). 

          Locke dalam Kusuma (2013) menemukan bahwa goal-setting berpengaruh pada ketepatan anggaran. Setiap organisasi yang telah menetapkan sasaran (goal) yang diformulasikan ke dalam rencana anggaran lebih mudah untuk mencapai  target kinerjanya sesuai dengan visi dan misi organisasi itu sendiri. Sebuah anggaran tidak hanya sekedar mengandung rencana dan jumlah nominal yang  dibutuhkan untuk melakukan kegiatan/program, tetapi juga mengandung sasaran  yang ingin dicapai organisasi. 

          Berdasarkan pendekatan Goal-Setting Theory keberhasilan pegawai dalam mengelola anggaran merupakan tujuan yang ingin  dicapai, sedangkan variabel kompensasi, lingkungan kerja dan komitmen organisasi sebagai faktor penentu. Semakin tinggi faktor penentu tersebut maka akan semakin tinggi pula kemungkinan pencapaian tujuannya.



Daftar Pustaka
Spector,  P.E.2012. “Industrial and Organization Psychoogy : Research and Practice. John Wiley & Sons, Inc : Singapore
Diakses pada hari Selasa, 31 Maret 2015 pukul 14.10
Diakses pada hari Selasa, 31 Maret 2015 pukul 14.10




2 comments:

lina said...

terimakasih. tulisannya sangat bermanfaat dan membantu, Min

lina said...

terimakasih, tulisannya sangat membantu, Min.