Fraud merupakan suatu penyimpangan atau
perbuatan melanggar hukum (Ilegal Acts)
yang dilakukan dengan sengaja, untuk tujuan tertentu, misalnya menipu atau
memberikan gambaran yang keliru (mislead)
untuk keuntungan pribadi /kelompok secara tidak fair, baik secara langsung maupun tidak langsung merugikan pihak
lain, (Bambang, 2013).
Kecurangan atau fraud akhir-akhir ini makin mendapat perhatian. Bukan hanya karena
kasus korupsi di Indonesia yang terus menerus bertambah, namun juga karena
bisnis juga butuh mengenali fraud guna
kelangsungan usahanya. Kasus paling terkenal yang kemudian membuat kecurangan (
terutama di bidang keuangan) cukup diperhatikan adalah kasus enron di tahun
200-an. Perusahaan terbesar di bidang energi di Amerika Serikat ini telah
melakukan kecurangan seperti memalsukan jumlah laba bersih dalam perusahaan.
Kejahatan tersebut tidak hanya dilakukan sendiri oleh perusahaan, namun dibantu
dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) ternama Arthur Andersen yang merupakan mitra
tetap perusahaan, (Ajeng, 2014).
Selain Enron, ada satu kasus yang
melibatkan perusahaan besar pula yaitu WorldCom. Perusahaan ini merupakan
perusahaan yang menjadi penyedia layanan terkomunikasi jarak jauh terbesar di
America Serikat. Di WorldCom, kesalahan yang dilakukan adalah sengaja melakukan
salah saji laporan keuangan, dimana beban dilaporkan pada modal, sehingga
perusahaan seakan memperoleh keuntungan yang besar. Kesalahan yang disengaja
ini justru ditemukan oleh auditor Internal perusahaan sendiri. Sehingga,
kepercayaan masyarakat atas KAP Arthur makin menurun (Ajeng, 2014).
Kasus yang menimpa perusahaan besar
tersebut terutama Worldcom, auditor internal perusahaan secara berani
mengungkap ketidakberesan dalam laporan keuangan. Hal tersebut tidak diungkap
bahkan oleh auditor Independen, sebab telah disuap oleh pihak perusahaan. kasus
tersebut kemudian membuka mata publik internasional, bahwa fraud sangat mungkin dilakukan bahkan oleh pemilik perusahaan
sendiri. Perlu tindakan dan perhatian khusus untuk mengatasi hal tersebut,
salah satunya dengan mengkhususkan diri pada bidang audit investigatif atau
pemeriksaan secara detail (Ajeng, 2014).
Menyatakan jika dalam pemeriksaan (Scope) memiliki pengendalian intern
suatu usaha lemah, maka kemungkinan terjadinya kesalahan, ketidakakuratan
ataupun kecurangan dalam perusahaan sangat besar. Bagi akuntan publik hal
tersebut menimbulkan risiko yang besar, dalam arti risiko memberikan opini
tidak sesuai dengan kenyataan, jika auditor kurang hati-hati dalam melakukan
pemeriksaan dan tidak cukup banyak mengumpulkan bukti-bukti yang mendukung pendapat
yang diberikannya. Risiko yang dihadapi oleh perusahaan diantaranya adalah integrity risk yaitu risiko adanya
kecurangan atau fraud oleh manajemen
atau karyawan perusahaan, (Agoes, 2010).
Sedangkan Kohler (2010) menyatakan bahwa
pemeriksaan adalah inspeksi yang dilakukan oleh pihak ketiga atas catatan
akuntansi termasuk analisa pengujian konfirmasi, dan pembuktian lainnya.
Konsepsi pemeriksaan yang lebih luas mengartikan pemeriksaan sebagai suatu
pengumpulan dan penilaian bukti yang sistematis dan independen atas laporan
keuangan, catatan akuntansi dan operasi yang berhubungan untuk menentukan
ketaatan terhadap prinsip akuntansi yang lazim atau persyaratan lain yang
berlaku.
Dengan demikian untuk menentukan ketaatan
terhadap Prinsip Akuntansi yang lazim biasanya dapat diperoleh dari Informasi.
Dimana informasi yang dapat dihitung adalah bukti-bukti yang memuat informasi
yang diperlukan seperti cek, faktur penjualan, faktur pembelian, daftar piutang
dan utang, hingga stock penjualan
yang diakui oleh bagian manajemen yang terkait. Kriteria yang ditetapkan adalah
norma sebagai tolak ukur dalam penetuan apakah suatu informasi tepat atau
tidak. Ukuran yang lazim dipakai adalah prinsip akuntansi yang lazim dalam
bidang usaha perusahaan swasta atau jasa ataupun ketentuan khusus lainnya yang
biasa di praktekkan dalam organisasi.
Sehingga dari hasil tersebut pihak
manajemen akan menyajikan pertanggungjawaban selama setahun dalam bentuk
laporan keuangan. Laporan keuangan menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) (2013),
merupakan laporan yang menyajikan dengan wajar posisi keuangan, kinerja
keuangan, dan arus kas dari suatu entitas. Penyajian wajar mensyaratkan
penyajian jujur atas pengaruh transaksi, peristiwa dan kondisi lain yang sesuai
dengan kenyataan. Dari hasil laporan tersebut akan terlihat perbedaan
pengakuan, penyajian dan presepsi mengenai laporan yang mereka sajikan dan dari
hasil tersebut yang akan mempengaruhi apakah terdapat kecurangan atau
penyimpangan didalamnya, sehingga perlu diperadakan badan yang independen yaitu
Kantor Akuntan Publik (KAP).
Maka dari itu dengan adanya Tindakan
illegal atau tindakan penyimpangan yang dapat mengurangi nama baik atau
reputasi perusahaan di dunia usaha atau dapat mengurangi kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya. Adanya resiko tersebut mengharuskan
auditor untuk menyusun tindakan pencegahan atau preventin untuk menangkal terjadinya kecurangan, namun pencegahan
saja tidaklah memadai, auditor harus memahami pula bagaimana cara mendeteksi
secara dini terjadinya kecurangan- kecurangan yang timbul. Tindakan
pendeteksian tersebut tidak dapat di
generalisir terhadap semua kecurangan. Masing-masing jenis kecurangan memiliki
karakteristik tersendiri, sehingga untuk dapat mendeteksi kecurangan perlu kiranya
pemahaman yang baik terhadap jenis-jenis kecurangan yang timbul dalam perusahaan
(Syarif, 2013).
Sebagian besar bukti-bukti kecurangan
merupakan bukti-bukti yang sifatnya tidak langsung. Petunjuk adanya kecurangan
biasanya ditunjukkan oleh munculnya gejala-gejala seperti adanya perubahan gaya
hidup dan perilaku seseorang, dokumentasi yang mencurigakan, keluhan dari
pelanggan, ataupun kecurigaan dari rekan kerja hingga memegang jabatan yang
sifatnya ganda. Pada awalnya kecurigaan ini akan tercermin melalui timbulnya
karakteristik tersebut, baik yang merupakan kondisi atau keadaan lingkungan
maupun prilaku seseorang (Red Flag).
Meskipun timbulnya red flag tersebut
tidak selalu merupakan indikasi adanya kecurangan, namun red flag ini biasanya selalu muncul di setiap kasus kecurangan yang
terjadi. Pemahaman dan analisis lebih lanjut terhadap red flag tersebut dapat membantu langkah selanjutnya untuk
memperoleh bukti awal atau mendeteksi kecurangan (Ajeng, 2014).Sebagai
karyawan yang berkerja dalam dunia perusahaan
memiliki kebutuhan dan gaya hidup yang berbeda-beda serta imam yang berbeda.
Sehingga karyawan yang mempunyai kebutuhan hidup yang besar yang tidak
dilandasi imam yang kuat dan memiliki kesempatan dalam pekerjaannya untuk
mendapatkan penghasilan yang lebih yang tidak sesuai dengan penghasilannya,
maka mereka akan melakukan niat untuk menyimpang atau dengan kata lain yaitu
kecurangan-kecurangan (Syarif, 2013).
Selain audit red flag dikenal juga dengan audit fraud diamond, dimana audit fraud diamond terdiri dari tekanan atau
motif,kesempatan, rasionalisasi, dan individual capability. Dalam fraud
diamond, sifat-sifat dan kemampuan individu memainkan peran utama dalam
terjadinya fraud. Banyak-banyak
kecurangan-kecurangan besar tidak akan terjadi tampa orang-orang yang memiliki
kemampuan individu/capability.
Walaupun peluang/opportunity membuka jalan untuk
melakukan fraud dan insentif dan
rasionalisasi dapat menarik orang ke arah itu tapi seseorangharus memiliki
kemampuan untuk melihat celah melakukan fraud
sebagai kesempatan dan untuk mengambil keuntungan itu tidak hanya sekali,
tetapi terus menerus. Dengan demikian,
fraud itu terjadi karena adanya kesempatan
untuk melakukannya, tekanan dan rasionalisasi yang membuat orang
melakukannya dan kemampuan individu yang mampu merelalisasikannya fraud.
Secara umum, semua tindakan kecurangan
dapat dibagi menjadi empat hal yang mendasar, yaitu sebagai berikut: (1) sebuah
kesalahan penyajian yang bersifat material, (2) scienter adalah maksud untuk melakukan penipuan, manipulasi, atau
melakukan kecurangan, (3) reliance
adalah seseorang yang menerima representasi cukup dan dapat dibenarkan dari
representasi tersebut, (4) kerusakan adalah kerusakan keuangan yang diakibatkan
dari ketiga hal diatas (Syarif, 2013).
Ajeng (2014) mengatakan dalam mendeteksi
kecurangan cukup sulit, terutama yang berkaitan dengan penipuan yang melibatkan
salah saji yang material dalam laporan keuangan. Kecurangan jenis ini hanya
terjadi sekitar 2 persen dari semua laporan keuangan. Penipuan umumnya
tersembunyi dan sering terjadi melalui kolusi, biasanya dokumen transaksi
dihilangkan atau tidak disimpan di file perusahaan. Dokumentasi palsu sering
dibuat atau dokumen sah diubah untuk mendukung transaksi fiktif.
Tekhnik deteksi termasuk tekhnik yang
dilakukan sebagai bagian rutin dari audit, bergantung pada prosedur dan sikap
tertentu untuk mecapai hasil yang diinginkan guna mendeteksi penipuan. Sikap
dan prosedur kunci dalam deteksi meliputi hal-hal berikut:
1. Lakukan semua prosedur dengan sikap
skeptisme professional.
2. Pertimbangkan tekhnik penipuan dalam review dokumen, termasuk kemungkinan
pemalsuan dokumen.
3. Benar-benar memahami dan waspada terhadap
potensi red flag yang mungkin atas
indikator penyimpangan dan kemungkinan indikator daerah yang membutuhkan
analisis lebih lanjut.
4. Meminta dokumentasi lebih dalam untuk
memenuhi tanggung jawab audit. Percaya, tapi memverifikasi (didukung bukti).
Amrizal (2004), mengatakan untuk mencegah
mendeteksi serta menangani kecurangan sebenarnya ada beberapa pihak yang
terlibat yaitu akuntan (baik sebagai auditor internal dan auditor eksternal)
dan manajemen perusahaan. Bilamana kecurangan yang terjadi tidak terdeteksi maka
kemungkinannya adalah:
1. Pengendalian Intern tidak ada atau lemah
atau dilakukan dengan longgar atau tidak efektif.
2. Karyawan yang dipekerjakan tampa memikirkan kejujuran
dan integritas mereka.
3. Karyawan diatur, dieksploitasi dengan tidak
baik, disalahgunakan atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai
sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah pada tindakan kecurangan.
4. Model manajemen sendiri melakukan
kecurangan, tidak efisien dan atau tidak efektif serta tidak taat terhadap
hukum dan peraturan yang berlaku.
5. Karyawan yang dipercaya memiliki masalah
pribadi, yang tidak dapat dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan
kesehatan keluarga, gaya hidup yang berlebihan.
6. Industri dimana perusahaan menjadi
bagiannya, memiliki sejarah atau indikasi kecurangan.
Menyatakan Pendeteksian kecurangan sering
kali dilakukan oleh eksternal audit dari kantor akuntan publik yang biasa
dilakukan oleh internal audit yang secara khusus dapat melaksanakan audit,
internal audit tersebut merupakan suatu penilaian yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat dipercaya, efisiensi dan
kegunaan catatan-catatan akuntansi perusahaan, serta pengendalian intern yang
terdapat dalam perusahaan. Tujuannya adalah untuk membantu pimpinan perusahaan
dalam melaksanakan tanggungjawabnya dengan memberikan analisa, penilaian dan
sasaran hingga komentar mengenai kegiatan yang diaudit. Untuk mencapai tujuan
tersebut internal auditor melakukan kegiatan-kegiatan berikut: (Syarif, 2013)
1. Menelaah dan menilai kebaikan, memadai
tidaknya dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian
intern dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian
yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal.
2. Memastikan ketaatan terhadap kebijakan,
rencana dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen.
3. Memastikian seberapa jauh harta perusahaan
dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya sebagai bentuk
pencurian.
4. Memastikan bahwa pengelolaan data yang
dikembangkan dalam organisasi yang dapat dipercaya.
5. Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam
melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen.
6. Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional
dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
Sejalan yang diterangkan oleh Kirk dan
Miller bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu
pengetahuan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang-orang tersebut dalam bahasanya dan peristilahannya. Secara umum
penelitian kualitatif bertujuan untuk memahami dunia makna yang disimbolkan
dalam prilaku masyarakat menurut perspektif masyarakat itu sendiri.
Sejalan dengan masalah-masalah yang terjadi
diatas penelitian yang dilakukan oleh Vani, Eka (2013) menunjukkan bahwa efektivitas pengendalian internal
berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Hal
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat efektivitas pengendalian internal
maka akan mampu menurunkan kecenderungan kecurangan akuntansi. Selain itu hasil
penelitian ini didukung oleh dua hipotesis yaitu maka menyediakan bukti empiris
bahwa semakin tinggi ketaatan aturan akuntansi pada perusahaan maka semakin
rendah kecenderungan kecurangan perusahaan untuk melakukan kecurangan
akuntansi.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Lilik (2006), menunjukkan bahwa auditor yang mempunyai pengetahuan dan
pengalaman dianggap lebih berpotensi untuk dapat mendeteksi kekeliruan dan
ketidakberesan, dan auditor bertanggungjawab untuk mendeteksi kecurangan,
merencanakan dan melaksankan audit, untuk memperoleh kepastian mengenai apakah
laporan keuangan bebas dari salah saji yang material, dan hasil penelitian yang
terakhir mengatakan bahwa komposisi dewan direksi dapat mengurangi
kecenderungan laporan keuangan.
Penelitian yang dilakukan oleh Nur, Anita,
Yudhanta menunjukkan presepsi auditor terhadap penerapan audit forensik dalam
mendeteksi kecurangan penyajian laporan keuangan, menunjukkan adanya pengaruh
presepsi auditordalam mendeteksi kecurangan, yang bisa ditinjau berdasakan dari
lingkup bidang pekerjaan, pengalaman kerja, hingga latar belakang seorang
auditor ketika melakukan pemeriksaan lebih lanjut. Hal itu didukung ketika
seorang auditor dalam menilai kecurangan dalam sebuah entitas dan bidang
pekerjaannya seorang auditor maka dapat dengan mudah dalam menemukan kecurangan
yang terjadi, dan semakin tinggi latar belakang pendidikan seorang pemeriksa
maka semakin bisa dengan cepat mendeteksi kecurangan, dan ketika dilihat dari
pengalaman kerja seorang auditor dalam melakukan pemeriksaan, jika seorang
auditor bekerja berkisar antara 1-5, 5-7, dan 7-10, mereka akan dengan mudah
dan tangkap dalam melihat kecurangan yang terjadi dikarenakan mereka memiliki
pengalaman yang lebih dalam hal pemeriksaan.
Vivi, (2012) hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa leverage, Return On
Asset (ROA), perubahan total asset,
financial ditress, dan umur perusahaan tidak berpengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan, serta tidak ada perbedaan signifikan antara
karakteristik perusahaan dan karakteristikauditor eksternal perusahaan yang
melakukan kecurangan pelaporan keuangan, oleh karena itu karakteristik
perusahaan dan karakteristik auditor hendaknya dijadikan pertimbangan dalam pengambilan
keputusan ekonomi agar lebih hati-hati yang berakibat ke arah penyimpangan atau
merugikan seseorang.
Dalam penelitian ini mengungkapkan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dalam perusahaan perlu dilakukan
audit secara berkala agar dapat mendeteksi kecurangan-kecurangan yang dilakukan
oleh karyawan yang melakukan kecurangan, tentunya akan mengatur dan membuat
suatu cara agar kecurangannya tidak terdeteksi. Khususnya karyawan bagian keuangan, rentang akan
melakukan kerjasama dengan beberapa rekan yang lain dengan memodifikasi laporan
keuangan sedemikian rupa sehingga akan memungkinkan laporan keuangan yang
disajikan tidak mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya. Selain itu juga
dalam penelitian ini juga akan mendeteksi apakah ada kecurangan yang terjadi
yang dilakukan oleh pihak auditor dengan pihak clien dalam melakukan pemeriksaan laporan keuangan.
No comments:
Post a Comment