Dalam era globalisasiini, kita telah dan akan menghadapi ciri
perdagangan internasional bebas sebagaimana ditetapkan dalam Putaran Uruguay
berlaku sejak Januari 1995, AFTA (Asean Free Trade Agreement)yang telah berlaku pada tahun 2003 dan APEC (Asia Pacific Economic Cooperation) yang akan berlaku pada tahun 2010. Kondisi ini menyebabkan banyak negara di
dunia berlomba untuk dapat memasarkan produk dan jasa mereka ke
seluruh penjuru dunia tanpa dibatasi hambatan apapun. Dengan iklim ekonomi
tersebut, eksport Indonesia harus dapat bersaing dalam pasar Internasional,
sedang produk dalam negeri kita harus mampu bersaing dengan produk luar negeri
di negara kita sendiri.
Berbagai kerja sama ekonomi regional yang ada seperti EEC (European
Economic Community), WTO (World Trade Organization)
dan lainnya dapat menciptakan iklim perdagangan
yang strategis (strategic
alliances), persaingan yang terjadi bukan lagi persaingan masing-masing perusahaan tetapi sudah persaingan antar aliansi. Banyak
perusahaan di dunia yang bergabung untuk membentuk aliansi–aliansi (Sutjipto:
1995).
Implikasi adanya kesepakatan perdagangan bebas dunia,
aliansi-aliansi perdagangan dituntut untuk dapat siap bertarung di dalam
persaingan tersebut. Hal inidilakukan untuk dapat menciptakan keunggulan
bersaing (competitive advantage) dari /sumber daya yang dimilikinya, bukan hanya
mengandalkan keunggulan bersaing(comparative advantage)yang selama ini menjadi strategi negara-negara di
dunia dalam bersaing, namum juga dapat diwujudkan dengan memproduksi barang danjasa yang berkualitas. Hal
ini berarti dapat dipenuhinya tingkat kesesuaian (comformance) antara yang ditetapkan perusahaan dengan permintaan
pelanggan (Thomas et.al.: 1999).
Menjadi perusahaan terbaik dalam
pengelolaan kawasan industri di kawasan timur Indonesia. Kawasan industri
makassar memberikan pelayanan yang terbaik untuk kepuasan investor, menyediakan
produk yang bermutu baik sesuai kebutuhan investor, menyediakan fasilitas
kawasan industri yang berkualitas. Untuk meningkatkan produktivitas perusahaan
memberikan motivasi dalam bentuk pembangunan yang semakin ditingkatkan,
perusahaan memiliki suatu perencanaan yang berorientasi pada sistem manajemen
yang berdasarkan teori serta komunikasi yang efektif dan berasaskan
kekeluargaan, kawasan industri makassar juga mengikuti arus globalisasi dalam
bentuk yang positif dan menunjang inovasi perusahaan.
Berdasarkan data yang diperoleh,
pertumbuhan produksi industri di kawasan industri makassar tahun 2015 mencatat
pertumbuhan yang lebih baik, sekitar (2.26%)
dibanding dengan periode sebelumnya. Kenaikan tersebut dapat diketahui melalui
tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1.
Perkembangan Jumlah
Perusahaan Manufaktur di Kawasan Industri Makassar
Tahun
|
Pertumbuhan
Produksi Industri
|
2013
|
5.31
%
|
2014
|
7.05
%
|
2015
|
7.38
%
|
2016
|
8.85
%
|
Laba atau rugi merupakan
suatu ukuran bagi sebuah perusahaan apakah bisnisnya berjalan lancar atau
tidak. Terutama bagi perusahaan pemula yang baru memulai bisnisnya. Pada
tahun-tahun awal, biasanya perusahaan-perusahaan tersebut belum dapat melakukan
efisiensi biaya sehingga laba yang diperoleh akan kecil atau bahkan mengalami
kerugian. Akan tetapi bukan berarti perusahaan-perusahan yang telah berdiri
sejak belasan atau bahkan puluhan tahun lamanya hanya akan mendapatkan laba di
setiap periodenya tanpa pernah mengalami kerugian. Kerugian maupun keuntungan
tersebut dilaporkan ke dalam sebuah laporan yang dinamakan Laporan Laba Rugi.
Selain dapat mengukur kelancaran sebuah bisnis, (Farland : 1985) menyatakan
bahwa “laporan laba rugi merupakan pedoman/cermin bagi sebuah perusahaan dengan
segala aktivitasnya dalam menjalani periode selanjutnya untuk meningkatkan
keuangannya. Apabila sebuah perusahaan telah mengalami kerugian, maka
perusahaan dalam periode yang selanjutnya akan berdaya upaya agar kerugian
tersebut tidak terulang kembali”.
Persaingan bisnis yang semakin ketat danmakin intensif selayaknya memicu perusahaan untuk
senantiasa berupaya merumuskan dan menyempurnakan strategi bisnisnya sehingga
tercipta keunggulan strategi dan keunggulan bersaing. Untuk mengetahui
sejauhmana efektivitas penerapan strateginya, perusahaan harus mampu mengukur
kinerja bisnisnya.
Sejalan dengan adanya strategi keunggulan bersaing,
sebagai upaya perusahaan dalam memenangkan persaingan yang semakin kompetitif
dewasa ini mutu atau kualitas, biaya danwaktu menjadi faktor yang sangat penting untuk memenuhi
kebutuhan dankeinginan konsumen
atau pelanggan, danmerupakan kunci
keberhasilan dalam keunggulan bersaing (Nasri : 2008).
Suatu strategi adalah kumpulan tindakan yang terkoordinir
dan terintegrasi yang diambil untuk menggunakan kompetensi inti dan memperoleh
keunggulan bersaing. Keberhasilan suatu perusahaan, sebagaimana diukur dengan
daya saing strategis dan profitabilitas tinggi merupakan fungsi kemampuan
perusahaan dalam mengembangkan dan menggunakan
kompetensi inti baru lebih cepat dari pada usaha pesaing untuk meniru
keunggulan bersaing yang ada saat ini.
Perusahaan yang memiliki keunggulan bersaing senantiasa
memiliki kemampuan dalam memahami
perubahan struktur pasar dan mampu memilih strategi yang efektif. Studi
yang dilakukan Porter selanjutnya menetapkan strategi generik yang
diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu cost leadership, diferensiasi, dan
focus.
Dalam strategi diferensiasi perusahaan
berusaha untuk menjadi unik dalam industrinya dalam sejumlah dimensi tertentu
yang secara umum dihargai pembeli. Perusahaan memilih satu atau beberapa
atribut yang oleh banyak pembeli dalam industri ini dipandang penting dan
menempatkan dirinya secara unik untuk memenuhi kebutuhan ini. Karena posisi
yang unik (khas) itu, perusahaan merasa layak untuk menetapkan harga
premium. Cara melakukan diferensiasi
berbeda untk setiap industri. Diferensiasi dapat didasarkan pada atribut
produk, sistem pengiriman produk, ancangan pemasaran, dan beberapa aspek
lainnya. Perusahaan yang dapat mencapai dan melestarikan diferensiasinya akan
menjadi perusahaan dengan kinerja diatas rata rata dalam industrinya jika harga
premium yang ditetapkan melebihi biaya tambahan yang dikeluarkan untuk
memperoleh keunikan. Oleh karena itu perusahaan yang menerapkan diferensiasi
harus selalu mencari cara melakukan diferensiasi yang memungkinkan menuju harga
premium yang lebih besar daripada biaya diferensiasi. Sebagai catatan meskipun
diferensiasi bisa menjadi pilihan strategi namun tidak boleh mengabaikan posisi
biayanya, karena harga premium akan menjadi tidak berarti jika posisi biayanya
sangat buruk. Perusahaan diferensiasi harus mempunyai skala prioriotas agar
bisa menekan biaya pada semua rantai nilai yang tidak relevan dengan usaha
diferensiasi. Diferensiasi bisa
dilakukan dengan menciptakan produk yang berbeda, memberikan pelayanan yang
berbeda, atau menciptakan image produk yang unik dan berbeda dari pesaing
lainnya. Dengan begitu sebuah produk akan lebih mudah dikenali dan memberikan
daya tarik tersendiri bagi para konsumen. Sehingga mereka lebih memilih produk
perusahaan, dibandingkan produk lainnya yang ada di pasaran.
Diferensiasi tidak memberikan jaminan terhadap keunggulan bersaing,
terutama jika produk-produk standar yang beredar telah (relatif) memenuhi
kebutuhan konsumen atau jika kompetitor/pesaing dapat melakukan peniruan dengan
cepat. Contoh penggunaan strategi ini secara tepat adalah pada produk barang
yang bersifat tahan lama (durable) dan sulit ditiru oleh pesaing. Resiko
lainnya dari strategi ini adalah jika perbedaan atau keunikan yang ditawarkan
produk tersebut ternyata tidak dihargai (dianggap biasa) oleh konsumen. Jika
hal ini terjadi, maka pesaing yang menawarkan produk standar dengan strategi
biaya rendah akan sangat mudah merebut pasar. Oleh karenanya, dalam strategi
jenis ini, kekuatan departemen Penelitian dan Pengembangan sangatlah berperan.
Pada umumnya strategi biaya rendah dan pembedaan produk diterapkan perusahaan
dalam rangka mencapai keunggulan bersaing (competitive advantage) terhadap para
pesaingnya pada semua pasar.
Penelitian Baker (1999) berpandangan bahwa selama pendekatan pada konsumen
untuk inovasi produk, maka perusahaan harus membuat secara sengaja sebuah upaya
sistematis untuk mendorong kemampuan untuk meningkatkan pembelajaran generatif
yang dinamis, jika menginginkan dapat secara konsisten menguasai pasar dengan
inovasi yang berhasil lewat cara diferensiasi.
Di Indonesia penelitian pada perusahaan
manufaktur yang listing di Bursa Efek Indonesia yang dilakukan oleh Suhartati (2012)
menemukan bahwa salah satu kunci sukses perusahaan dalam persaingan bisnis
adalah memiliki dan mempertahankan keunggulan bersaing yang terletak pada
kemampuan perusahaan untuk membedakan diri dengan pesaingnya dan kemampuan
produksi dengan biaya yang lebih rendah.
Teeratansirikool et. al(2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara strategi
kompetitif, pengukuran kinerja, dan kinerja organisasi di perusahaan yang
terdaftar di Thailand. Penelitian ini menemukan bahwa strategi bersaing secara
positif dan signifikan meningkatkan kinerja organisasi melalui pengukuran
kinerja.Penggunaan strategi dan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi tersebut
harus selalu dipantau dan diperbaiki. Bastian, (2012) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa penggunaan strategi keunggulan bersaing saja dianggap tidak
mampu menjawab kebutuhan, manfaat strategi dan peluang bisnis jangka panjang
karena hanya mengejar keuntungan jangka pendek.Hal serupa juga ditemukan oleh Musthafa
(2013), dimana terdapat pengaruh strategi bisnis yang signifikan terhadap keunggulan
bersaing perusahaan.
Sementara
itu kualitas suatu produk atau jasa dapat diukur secara finansial maupun non finansial.
Kuantifikasi kualitas ke dalam satuan uang memunculkan adanya istilah biaya
kualitas. Yang dimaksud dengan biaya kualitas adalah: "Cost incurred to prevent, or cost arising as
a result of the production of a low quality product. These cost focus on
conformance quality and are incurred in all business functions of the value
chain"(Horngren:2003).
Biayakualitas yang terjadi
dalamsuatuperusahaan
dapat digunakanuntukmengetahuisampai
sejauh mana fungsisistem
pengendaliankualitas yang
diterapkanoleh perusahaan. Semakin rendahnya biaya
kualitas menunjukkan semakin baiknya program perbaikan kualitas yang dijalankan
oleh perusahaan. Berapa besar biaya sebenarnya yang dikeluarkan perusahaan
dalam pengendalian kualitasnya dan kegiatan apa saja yang mengefesienkan biaya
yang terjadii tanpa menurunkan kualitas produk yang dihasilkan dapat diketahui
dengan menganalisis biaya kualitas. Pencegahan terhadap timbulnya produk cacat
membuat biaya produksi akan menjadi efesien karena perusahaan tidak perlu
menurunkan harga jual produknya karena cacat dan tidak perlu mengerjakan ulang
produk cacat, sehingga bahan baku dan tenaga kerja yang dapat digunakan
seefisien mungkin.(Horngren: 2003).
Persaingan usaha yang
begitu ketat mengharuskan perusahaan memiliki keunggulan bersaing, jika tidak
maka perusahaan tersebut tidak dapat bertahan lama. Keunggulan bersaing dalam
sebuah organisasi dapat diperoleh dengan memperhatikan nilai superior bagi
pelanggan, kebudayaan dan iklim untuk membawa perbaikkan pada efisiensi dan
efektivitas.
Inti dari strategi bersaing adalah
menghubungkan perusahaan dengan lingkungannya. Walaupun lingkungan yang relevan
sangat luas, mencakup kekuatan-kekuatan sosial dan juga kekuatan-kekuatan
ekonomi, aspek kunci dari lingkungan perusahaan adalah industri dimana
perusahaan itu bersaing. Kekuatan-kekuatan di luar industri cukup signifikan
karena kekuatan- kekuatan eksternal pada umumnya mempengaruhi semua perusahaan
yang ada dalam suatu industri(Porter : 1998).
Perubahan dinamis pada berbagai faktor dalam
lingkungan bisnis tidak hanya mengakibatkan strategi yang telah ditetapkan
menjadi tidak relevan lagi untuk menghadapi kondisi lingkungan yang telah
berubah, melainkan juga memaksa organisasi untuk mengubah berbagai asumsi yang
mendasari penggunaan strategi tersebut, agar mampu menghadapi kondisi
persaingan yang ada (Soewarno : 2013).Penyusunan strategi dimaksudkan untuk
menghadapi persaingan di lingkungan industri. perusahaan harus melakukan
kegiatan yang berbeda dari saingan atau kegiatan serupa dengan cara yang
berbeda(Araciogluet.al : 2013).
Untuk mencapai keunggulan bersaing,
lingkungan mensyaratkan adanya kemampuan baru yang harus dimiliki oleh
perusahaan manufaktur, yaitu kemampuan sebuah perusahaan untuk memobilisasi dan
mengeksploitasi operasi yang baru, yang memungkinkan perusahaan untuk (1)
mengembangkan hubungan dengan pelanggan untuk mempertahankan loyalitas dan
memungkinkan berbagai segmen pelanggan dan wilayah pasar baru untuk dilayani
secara efektif dan efisien, (2) memperkenalkan produk dan jasa inovatif yang
diinginkan oleh segmen yang dituju, (3) memproduksi produk dan jasa bermutu
tinggi sesuai dengan keingginan pelanggan dengan harga yang rendah dan dengan
tenggang waktu yang pendek, (4) memobilisasi kemampuan dan motivasi pekerja
bagi peningkatan kemampuan proses, mutu, dan waktu tanggap yang
berkesinambungan, (5) mengembangkan tekhnologi, database dan sistem (Kaplan et.al. :
2000).
Dalam sektor manufaktur perusahaan berjuang
untuk bersaing secara murah, karena biaya tenaga kerja menjadi sangat tinggi di
negara-negara maju dan relatif terhadap negara-negara berkembang, perusahaan
manufaktur cenderung mencari keunggulan bersaing dengan memproduksi produk
dengan fitur bernilai lebih seperti kualitas produk, fleksibilitas produk atau
pengiriman yang handal (Spencer et.al
: 2009).
Tambunan (2012) melakukan penelitian tentang
pengaruh biaya kualitas, citra merek terhadap keunggulan bersaing. Penelitian
ini menemukan bahwa strategi bersaing secara positif signifikan. Penggunaan
strategi dan evaluasi terhadap pelaksanaan strategi tersebut harus selalu
dipantau dan diperbaiki. Wahyuningtias (2013) dalam penelitiannya menyatakan
bahwa pengaruh biaya kualitas terhadap produk rusak tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap keunggulan bersaing.
Biaya
kualitas merupakan biaya yang sebenarnya melebihi biaya yang terjadi bila
barang atau jasa dihasilkan secara benar sejak saat pertama (exactly right the first time) produksi.
Pandangan inidianut
oleh para pendukung filosofi TQM. Biaya tidak hanya menyangkut biaya bahan
langsung, tetapi juga biaya akibat kehilangan pelanggan, kehilangan pangsa
pasar, dan banyak biaya tersembunyi lainnya serta peluang yang hilang dan tidak
teridentifikasi oleh sistem akuntansi biaya.
Melakukan analisis rantai nilai tentu dapat
mempengaruhi laba, baik dilakukan dari segi kepemimpinan biaya ataupun dari
strategi differensiasi. “Analisis rantai nilai mengidentifikasi hubungan
internal dan eksternal yang dihasilkan dalam pencapaian perusahaan baik
kepemimpinan biaya atau strategi differensiasi (manapun yang ditentukan akan
membentuk keunggulan bersaing yang dapat bertahan)”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa perusahaan harus memilih terlebih dahulu keunggulan bersaingnya,
kepemimpinan biaya atau strategi differensiasi. Kemudian barulah perusahaan
mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya untuk melakukan analisis
rantai nilainya (Hansen : 2010:).
Rantai nilai banyak digunakan oleh
perusahaan-perusahaan khususnya bergerak di sektor industri. Karena pada
umumnya biaya yang dapat diturunkan secara signifikan adalah biaya yang
berkaitan langsung dengan proses produksi. Tetapi bukan berarti tidak
memungkinkan untuk sektor non industri tidak dapat meminimalisasi biaya.
Apabila sebuah perusahaan melakukan analisis rantai nilai, maka sebuah
perusahaan akan mampu mengidentifikasi di mana keunggulan (advantage) atau kelemahan (disadvantage) biaya rendah yang ada di sepanjang rantai
nilai mulai dari bahan mentah yang dipasok dari pemasok (supplier) sampai aktivitas layanan konsumen.
Sebagai contoh sebuah perusahaan memakai
keunggulan bersaing dalam strategi differensiasi. Perusahaan melakukan analisis
rantai nilai dengan mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya sendiri.
Setelah perusahaan mengidentifikasi hubungan eksternal dan internalnya,
ternyata perusahaan menemukan bahwa para pelanggan semakin kurang tertarik
dengan produk perusahaan dikarenakan ada perusahaan lain yang meniru produk
mereka bahkan dengan harga yang lebih murah. Perusahaan memutuskan mengambil
langkah untuk memperbarui produknya dengan menambah fitur yang belum pernah ada
sebelumnya. Kemudian perusahaan berusaha memenuhi tantangan dan mengambil
keuntungan dari peluang yang baru. Perusahaan berencana untuk menaikkan
penjualannya dengan meluncurkan produk dengan fitur baru. Fokus utama strategi
differensiasi ini menurut (Anthony : 2008) adalah “melakukan differensiasi
penawaran produk yang dihasilkan oleh unit bisnis, sehingga menciptakan sesuatu
yang dipandang oleh pelanggan sebagai sesuatu yang unik”. Biasanya konsumen
yang membeli produk yang terdifferensiasi ini tidak mementingkan harga
dikarenakan produknya yang unik. Maka dengan strategi ini perusahaan diharapkan
mampu meningkatkan penjualannya sehingga akan mempengaruhi labanya juga.
Manajemen yang
efektif atas rantai nilai internal adalah dasar untuk meningkatkan nilai bagi
pelanggan, khususnya jika memaksimalkan realisasi untuk pelanggandengan biaya
serendah mungkin (bagi perusahaan) merupakan tujuannya (Hansen : 2016).
Zijad, et.
al (2008) dalam penelitiannya menyatakan untuk memperdalam pengetahuan
tentang value chain, yaitu merupakan
strategi dalam meningkatkan keunggulan bersaing dalam mencapai kepuasan
pelanggan. Astika (2015) dalam penelitiannya menyatakan penerapan
value chain signifikan terhadap keunggulan
bersaing perusahaan.
Fokus penelitian ini adalah pada strategi
bersaing Porter (1998), mencakup strategi keunggulan biaya, diferensiasi dan
fokus, karena strategi Porter secara inheren terkait dengan kinerja perusahaan,
dan kerangka Porter tumpang tindih dengan tipologi lainnya, seperti strategi
diferensiasi menyerupai strategi prospector.
No comments:
Post a Comment