Theory of the firm menyatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan kekayaan atau nilai perusahaan (Salvatore, 2005). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan karena memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Nilai perusahaan yang tercermin pada harga saham memiliki arti bahwa semakin tinggi harga saham perusahaan maka semakin tinggi pula nilai perusahaan tersebut. Nilai perusahaan yang tinggi dapat meningkatkan kemakmuran bagi para pemegang saham, sehingga para pemegang saham akan menginvestasikan modalnya kepada perusahaan tersebut (Haruman, 2008 dalam Permanasari, 2010).
Enterprise Value (EV) atau dikenal juga sebagai firm value (nilai perusahaan) merupakan konsep penting bagi investor, karena merupakan indikator bagi pasar menilai perusahaan secara keseluruhan (Nurlela dan Ishaluddin, 2008 dalam Kusumadilaga, 2010). Wahyudi, Nurlela dan Ishaluddin (2008) dalam Kusumadilaga (2010) menyebutkan bahwa nilai perusahaan merupakan harga yang bersedia dibayar oleh calon pembeli jika perusahaan tersebut dijual. Nilai perusahaan merupakan cerminan dari penambahan dari jumlah ekuitas perusahaan dengan hutang perusahaan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan, yaitu: keputusan pendanaan, kebijakan dividen, keputusan investasi, struktur modal, pertumbuhan perusahaan, ukuran perusahaan.
Beberapa faktor tersebut memiliki hubungan dan pengaruh terhadap nilai perusahaan yang tidak konsisten. Nilai perusahaan adalah nilai laba masa yang akan datang di ekspektasi yang dihitung kembali dengan suku bunga yang tepat (Winardi, 2001 dalam Kusumadilaga, 2010). Kinerja keuangan perusahaan merupakan salah satu faktor yang dilihat oleh calon investor untuk menentukan investasi saham. Bagi sebuah perusahaan, menjaga dan meningkatkan kinerja keuangan adalah suatu keharusan agar saham tersebut tetap eksis dan tetap diminati oleh investor. Laporan keuangan yang diterbitkan perusahaan merupakan cerminan dari kinerja keuangan perusahaan. Informasi keuangan tersebut mempunyai fungsi sebagai sarana informasi, alat pertanggungjawaban manajemen kepada pemilik perusahaan, penggambaran terhadap indikator keberhasilan perusahaan dan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan (Harahap, 2004). Para pelaku pasar modal seringkali menggunakan informasi tersebut sebagai tolak-ukur atau pedoman dalam melakukan transaksi jual-beli saham suatu perusahaan.
Laporan keuangan dijadikan sebagai salah satu alat pengambilan keputusan yang andal dan bermanfaat, sebuah laporan keuangan haruslah memiliki kandungan informasi yang bernilai tinggi bagi penggunanya (Wintoro, 2002 dalam Raharjo, 2005). Informasi tersebut setidaknya harus memungkinkan investor dapat melakukan proses penilaian (valuation) saham yang mencerminkan hubungan antara risiko dan hasil pengembalian yang sesuai dengan preferensi masing-masing jenis saham. Suatu laporan keuangan dikatakan memiliki kandungan informasi bila publikasi dari laporan keuangan tersebut menimbulkan reaksi pasar. Bahasa teknis pasar modal istilah reaksi pasar ini mengacu pada perilaku investor dan perilaku pasar lainnya untuk melakukan transaksi (menjual atau membeli saham) sebagai tanggapan atas keputusan penting emiten yang disampaikan ke pasar. Reaksi pasar ini akan ditunjukkan dengan adanya perubahan dari harga sekuritas yang bersangkutan (Husnan,2002).
Penggunaan informasi keuangan yang disediakan sebuah perusahaan biasanya analis atau investor akan menghitung rasio-rasio keuangannya yang mencakup rasio likuiditas, leverage, aktivitas dan profitabilitas perusahaan untuk dasar pertimbangan dalam keputusan investasi. Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo. Kemampuan ini dapat diwujudkan bila jumlah harta lancar lebih besar dibandingkan dengan utang lancarnya. Perusahaan yang likuid adalah perusahaan yang mampu memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo, sedangkan perusahaan yang tidak likuid adalah perusahaan yang tidak mampu memenuhi semua kewajibannya yang jatuh tempo.
Penelitian mengenai pengaruh likuiditas terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Siregar (2010) dengan obyek peneltian perusahaan manufaktur periode 2006-2008. Menggunakan teknik purposive sampling sampel yang diperoleh 61 perusahaan. Hasil penelitian menemukan secara parsial dan simultan likuiditas berpengaruh terhadap nilai perusahaan yang tercermin melalui harga sahamnya.
Nilai koefisien likuiditas adalah negatif yang artinya semakin tinggi likuiditas semakin rendah nilai perusahaan yang tercermin melalui harga saham. Hal tersebut terjadi dikarenakan kondisi ekonomi dan persepsi subjektif dari investor. Variabel likuiditas dipilih karena terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Gunawan (2011) menunjukkan bahwa likuiditas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Mahendra (2011) menunjukkan bahwa likuiditas tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Rasio leverage merupakan rasio untuk mengukur sejauh mana perusahaan dibiayai dengan hutang. Rasio leverage menelaah mengenai struktur modal perusahaan termasuk sumber dana jangka panjang. Semakin tinggi debt proporsi semakin tinggi resiko rill terhadap likuiditas perusahaannya. Rasio ini menggambarkan gejala yang kurang baik bagi perusahaan karena nantinya akan berpengaruh pada laba. Aktivitas operasi perusahaan membutuhkan investasi, baik untuk aset yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang.
Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Jhohor (2009) meneliti pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia dengan hasil penelitian secara parsial variabel leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi secara simultan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Jhojor (2009), Hartini (2010) menemukan leverage secara parsial dan simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham dengan meyimpulkan investor tidak melihat perusahaan dari faktor leverage-nya. Hasil penelitian serupa dengan Hartini (2010) dengan menggunakan uji F dan t menunjukkan bahwa leverage secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Penelitian mengenai pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan telah diteliti oleh Jhohor (2009) meneliti pengaruh leverage terhadap nilai perusahaan pada perusahaan perbankan yang terdaftar di bursa efek Indonesia dengan hasil penelitian secara parsial variabel leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan, tetapi secara simultan leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Berbeda dengan hasil penelitian Jhojor (2009), Hartini (2010) menemukan leverage secara parsial dan simultan memiliki pengaruh terhadap harga saham dengan meyimpulkan investor tidak melihat perusahaan dari faktor leverage-nya. Hasil penelitian serupa dengan Hartini (2010) dengan menggunakan uji F dan t menunjukkan bahwa leverage secara simultan dan parsial mempunyai pengaruh terhadap nilai perusahaan.
Variabel leverage dipilih karena terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini (2013), Analisa (2011), Fitriani (2010), Yuyetta (2009), Mahendra (2011) menunjukkan bahwa leverage tidak berpengaruh terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Nurchanifia (2011) dan Gunawan (2011) menunjukkan bahwa leverage berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Rasio aktivitas (Activity ratio) menggambarkan hubungan antara tingkat operasi perusahaan dengan aset yang dibutuhkan untuk menunjang kegiatan operasi perusahaan tersebut. Rasio aktivitas perusahaan juga menunjukkan tingkat efektivitas yang ada pada perusahaan. Semakin tinggi tingkat aktivitas yang ada pada perusahaan semakin besar aliran kas yang diterima perusahaan berarti semakin efektif dalam mengelola aktivitas transaksi yang ada di perusahaan.
Variabel Aktivitas dipilih karena menurut penelitian yang dilakukan oleh Yansi (2016) dengan judul “Pengaruh profitabilitas, rasio aktivitas, keputusan pendanaan keputusan investasi terhadap nilai perusahaan (studi empiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2010-2014)” hasil penelitian menunjukan bahwa profitabilitas, rasio aktivitas, dan keputusan pendanaan berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Rasio profitabilitas (profitability ratio) merupakan tingkat keuntungan bersih yang mampu diraih oleh perusahaan pada saat menjalankan operasinya. Profit yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah bunga dan pajak. Menurut Lukman (2009:64) rasio profitabilitas merupakan salah satu rasio keuangan yang berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Variabel profitabilitas dipilih karena terdapat perbedaan hasil penelitian terdahulu. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Prasetyorini (2013), Analisa (2011), Mardiyati, dkk (2012), Mahendra (2011) menunjukkan bahwa profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan. Sedangkan penelitian Kusuma dkk (2012) dan Fitriani (2010) menunjukkan bahwa profitabilitas tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan.
Rasio-rasio keuangan digunakan investor untuk mengetahui nilai pasar perusahaan. Rasio tersebut dapat memberikan indikasi bagi manajemen mengenai penilaian investor terhadap kinerja perusahaan dimasa lampau dan prospeknya dimasa depan. Ada beberapa rasio untuk mengukur nilai pasar perusahaan, salah satunya Tobin’s Q. Rasio ini dinilai bisa memberikan informasi paling baik, karena rasio ini bisa menjelaskan berbagai fenomena dalam kegiatan perusahaan, seperti misalnya terjadinya perbedaan cross-sectional dalam pengambilan keputusan investasi dan diversifikasi (Claessens dan Fan, 2003 dalam Sukamulja, 2004); hubungan antara kepemilikan saham manajemen dan nilai perusahaan (Onwioduokit, 2002 dalam Sukamulja, 2004); hubungan antara kinerja manajemen dengan keuntungan dalam akuisisi (Gompers, 2003 dalam Sukamulja, 2004) dan kebijakan pendanaan, dividen, dan kompensasi (Imala, 2002 dalam Sukamulja, 2004).
Tobin’s Q memasukkan semua unsur utang dan modal saham perusahaan, tidak hanya saham biasa saja dan tidak hanya ekuitas perusahaan yang dimasukkan namun seluruh aset perusahaan. Dengan memasukkan seluruh aset perusahaan berarti perusahaan tidak hanya terfokus pada satu tipe investor saja yaitu investor dalam bentuk saham namun juga untuk kreditur karena sumber pembiayaan operasional perusahaan bukan hanya dari ekuitasnya saja tetapi juga dari pinjaman yang diberikan oleh kreditur (Sukamulja, 2004 dalam Permanasari, 2010). Jadi semakin besar nilai Tobin’s Q menunjukkan bahwa perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baik. Hal ini dapat terjadi karena semakin besar nilai pasar aset perusahaan dibandingkan dengan nilai buku aset perusahaan maka semakin besar kerelaan investor untuk mengeluarkan pengorbanan yang lebih untuk memiliki perusahaan tersebut (Sukamulja, 2004 dalam Permanasari, 2010).
No comments:
Post a Comment