Menurut Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, secara umum pengadaan barang dan jasa yang dilakukan
oleh rumah sakit
tetaplah berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Fleksibilitas pengadaan barang
dan jasa ini dilakukan oleh rumah sakit jika dananya bersumber dari jasa layanan, hibah tidak
terikat, hasil kerja sama dengan pihak lain, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Menurut (Julia & Sianturi,
2016) dalam hal pengelolaan barang dan invetaris, rumah
sakit dapat mengalihkan dan menghapuskannya kepada pihak
lain dengan dasar pertimbangan ekonomis. Dengan arti kata, pengalihan
inventaris dan barang daerah dengan cara dijual, ditukar atau dihibahkan jauh
lebih menguntungkan daerah, dari pada secara terus menerus tetap menjadi
investasi daerah. Akan tetapi barang yang dihapuskan atau dialihkan tersebut
haruslah barang habis pakai, barang untuk diolah atau dijual, serta barang lain
yang tidak memenuhi persyaratan sebagai aset tetap. Hasil penjualan barang
inventaris sebagai akibat dari pengalihan barang inventaris merupakan
pendapatan rumah sakit.
Adapun
sistem yang biasa digunakan dalam persediaan rumah sakit adalah sistem
pengelolaan persediaan tunggal (situasi dimana satu pesanan dilakukan
untuk satu produk). Menurut (Kritchanchai dan Meesamut, 2015) sistem
pengelolaan persediaan tunggal tidak dapat diterapkan secara efektif untuk
semua obat-obatan pasien karena ada juga kategori obat yang ditandai dengan
nilai dan kepentingan klinisnya. Ini disebut klasifikasi ABC/VEN. Manajemen
persediaan di rumah sakit harus sesuai dengan kategori obat dan karakteristik
permintaannya.
Analisis yang biasa digunakan dalam sistem
persediaan obat-obatan di rumah sakit adalah ABC yaitu analisis yang digunakan untuk
menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi untuk semua jenis
obat. Analisis ABC (Always, Better, Control) merupakan pembagian
konsumsi obat dan pengeluaran untuk perencanaan. Metode ini cenderung pada profit
oriented product karena berdasar pada dana yang dibutuhkan dari
masing-masing obat sedangkan analisis
VEN (Vital, Essensial, Non Essensial) merupakan analisa yang digunakan
untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang
aman dan harga penjualan obat (Quick, 1997).
Berbeda dengan
institusi birokrasi/SKPD biasa, rumah sakit dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang
saling menguntungkan diantara kedua belah pihak, yang hasilnya merupakan bagian
dari pendapatan dan dapat digunakan secara langsung oleh rumah
sakit untuk membiayai pengeluaran sesuai dengan RBA. Menurut
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh rumah sakit antara lain:
a. Kerja Sama Operasi, yang merupakan perikatan antara Rumah
Sakit dengan pihak lain melalui manajemen dan proses operasioal secara bersama
dengan pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
b. Sewa Menyewa, yang merupakan penyerahan hak penggunaan/pemakaian
barang rumah sakit kepada pihak lain atau sebaliknya dengan imbalan berupa uang
sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun
berkala.
c. Usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi rumah sakit.
Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan pihak lain yang menghasilkan pendapatan
bagi rumah sakit dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi
kewajibannya.
No comments:
Post a Comment