Tuesday, June 5, 2018

Pengadaan Barang dan Kerja Sama Rumah Sakit



Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, secara umum pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh rumah sakit tetaplah berpedoman pada ketentuan yang berlaku. Fleksibilitas pengadaan barang dan jasa ini dilakukan oleh rumah sakit jika dananya bersumber dari jasa layanan, hibah tidak terikat, hasil kerja sama dengan pihak lain, dan lain-lain pendapatan yang sah.
Menurut (Julia & Sianturi, 2016) dalam hal pengelolaan barang dan invetaris, rumah sakit dapat mengalihkan dan menghapuskannya kepada pihak lain dengan dasar pertimbangan ekonomis. Dengan arti kata, pengalihan inventaris dan barang daerah dengan cara dijual, ditukar atau dihibahkan jauh lebih menguntungkan daerah, dari pada secara terus menerus tetap menjadi investasi daerah. Akan tetapi barang yang dihapuskan atau dialihkan tersebut haruslah barang habis pakai, barang untuk diolah atau dijual, serta barang lain yang tidak memenuhi persyaratan sebagai aset tetap. Hasil penjualan barang inventaris sebagai akibat dari pengalihan barang inventaris merupakan pendapatan rumah sakit.
          Adapun sistem yang biasa digunakan dalam persediaan rumah sakit adalah sistem pengelolaan persediaan tunggal (situasi dimana satu pesanan dilakukan untuk satu produk). Menurut (Kritchanchai dan Meesamut, 2015) sistem pengelolaan persediaan tunggal tidak dapat diterapkan secara efektif untuk semua obat-obatan pasien karena ada juga kategori obat yang ditandai dengan nilai dan kepentingan klinisnya. Ini disebut klasifikasi ABC/VEN. Manajemen persediaan di rumah sakit harus sesuai dengan kategori obat dan karakteristik permintaannya.
Analisis yang biasa digunakan dalam sistem persediaan obat-obatan di rumah sakit adalah ABC yaitu analisis yang digunakan untuk menganalisis pola konsumsi dan jumlah dari total konsumsi untuk semua jenis obat. Analisis ABC (Always, Better, Control) merupakan pembagian konsumsi obat dan pengeluaran untuk perencanaan. Metode ini cenderung pada profit oriented product karena berdasar pada dana yang dibutuhkan dari masing-masing obat sedangkan analisis VEN (Vital, Essensial, Non Essensial) merupakan analisa yang digunakan untuk menetapkan prioritas pembelian obat serta menentukan tingkat stok yang aman dan harga penjualan obat (Quick, 1997).
Berbeda dengan institusi birokrasi/SKPD biasa, rumah sakit dapat melakukan kerja sama dengan pihak lain yang saling menguntungkan diantara kedua belah pihak, yang hasilnya merupakan bagian dari pendapatan dan dapat digunakan secara langsung oleh rumah sakit untuk membiayai pengeluaran sesuai dengan RBA. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 61 Tahun 2007 Tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah bentuk kerjasama yang dapat dilakukan oleh rumah sakit antara lain:
a.     Kerja Sama Operasi, yang merupakan perikatan antara Rumah Sakit dengan pihak lain melalui manajemen dan proses operasioal secara bersama dengan pembagian keuntungan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.
b.     Sewa Menyewa, yang merupakan penyerahan hak penggunaan/pemakaian barang rumah sakit kepada pihak lain atau sebaliknya dengan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahunan untuk jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun berkala.
c.      Usaha lainnya yang menunjang tugas dan fungsi rumah sakit. Kegiatan ini merupakan kerja sama dengan pihak lain yang menghasilkan pendapatan bagi rumah sakit dengan tidak mengurangi kualitas pelayanan umum yang menjadi kewajibannya.

No comments: