Sunday, June 3, 2018

Sistem Informasi Akuntansi



Sistem informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan dan memproses transaksi-transaksi data dan menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak tertentu (Weygandt at al. 2007:395).
Sistem informasi akuntansi adalah sistem berbasis komputer yang dirancang untuk mentraformasi data akuntansi menjadi informasi (Boodnar dan Hopwood, 2006:8).
 
Unsur-unsur Sistem Informasi Akuntansi
Unsur-unsur sistem informasi akuntansi menurut Chusing (2007) adalah sebagai berikut:
a.    Sumber Daya manusia
Sistem informasi akuntansi membutuhkan sumber daya untuk dapat berfungsi. Sumber daya dapat diklasifikasikan sebagai alat, data, bahan pendukung, sumber daya manusia dan dana.
b.    Peralatan
Peralatan merupakan unsur sistem informasi akuntansi yang berperan dalam mempercepat pengolahan data, Meningkatkan ketelitian kalkulasi atau perhitungan dan kerapihan bentuk informasi.
c.    Formulir
Formulir merupakan unsur pokok yang digunakan untuk mencatat semua transaksi yang tejadi. Formulir sering disebut dengan istilah dokumen.
d.    Catatan
Catatan terdiri dari beberapa bagian, yaitu sebagai berikut:
1.    Jurnal
Merupakan catatan akuntansi yang pertama digunakan untuk mencatat, mengklasifikasi dan meringkas data keuangan dan data yang lainnya.
2.    Buku besar
Terdiri dari rekening-rekening yang digunakan untuk meringkas data keuangan yang telah dicatat sebelumnya kedalam jurnal.
3.    Prosedur
Prosedur merupakan urutan atau langkah-langkah untuk menjalankan suatu pekerjaan, tugas atau kegiatan.
4.    Laporan
Hasil akhir dari system informasi akuntansi adalah laporan keuangan dan laporan manajemen.

Prinsip-prinsip Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi yang efektif dan efisien didasarkan pada beberapa prinsip dasar. Prinsip-prinsip dasar tersebut yaitu sebagai berikut (Weygandt et al. 2007:396).
a.    Keefektifan biaya. Sistem informasi akuntansi harus efektif biaya.
b.    Tingkat kegunaan. Agar berguna, informasi harus dapat dimengerti, relevan, dapat diandalkan, tepat waktu, dan akurat.
c.    Fleksibilitas. Sistem harus cukup fleksibel dalam memenuhi perubahan permintaan informasi yang dibutuhkan.

Pengendalian Intern Penerimaan Kas.
I.A.I (2009:22) menyatakan Kas terdiri dari saldo kas dan rekening giro. Setara kas adalah investasi yang sifatnya liquid berjangka pendek dan yang dengan cepat dapat dijadikan kas dalam jumalah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan nilai yang signifikan. Soemarso (2009:296) menyatakan Kas adalah segala sesuatu (baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.
Kas adalah salah satu unsur aktiva yang paling penting karena merupakan alat pertukaran atau pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai kegiatan operasional perusahaan. Hampir setiap transaksi perusahaan dengan pihak luar menggunakan kas. Oleh karena itu, kas mempunyai sifat mudah dipindahtangankan dan tidak dapat dibuktikan pemiliknya maka uang kas yang keluar akan mudah disalahgunakan. Melihat kondisi kas yang demikian beresiko maka setiap perusahaan harus punya sistem dan prosedur penerimaan dan pengeluaran yang baik, dimana manajemen bertanggung jawab atas penerimaan dan pengeluaran kas. Kas meliputi uang tunai dan instrumen atau alat-alat pembayaran yang diterima oleh umum, baik yang ada di dalam perusahaan maupun yang disimpan di bank (uang tunai kertas dan logam, cek, wesel cek, rekening bank yang berbentuk tabungan dan giro).
Sistem pengendalian intern merupakan rangkaian dan kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk:
a.    Melindungi aktiva.
b.    Memastikan ketaatan dengan hukum dan kebijaksanaan perusahaan.
c.    Menyediakan catatan akuntansi yang tepat.
d.    Mengevaluasi kinerja.
Arus kas masuk dapat berasal dari berbagai sumber, dan prosedur pengendalian kas berbeda antara perusahaan satu dengan yang lain. Prosedur minimal berikut perlu diterapkan dihampir semua situasi:
a.    Pemisahan tanggungjawab untuk menangani kas, mencatat transaksi kas, dan merekonsiliasi saldo kas. Pemisahan ini mengurangi kemungkinan pencurian dan penggelapan melalui pencatatan palsu.
b.    memberikan tanggungjawab penanganan dan pencatatan kas kepada orang yang berlainan untuk memastikan arus kas masuk dapat disetorkan tanpa terhambat. Pengendalian ini membutuhkan perhitungan, pencatatan, dan penabungan yang segera dari kas yang diterima.
c.    Melakukan pengawasan yang ketat atas semua fungsi penanganan dan pencatatan kas. Pengendalian ini membutuhkan perhitungan kas rutin dan mendadak, audit internal, serta pelaporan harian atas penerimaan, pembayaran, dan saldo kas.

Kas adalah pos dari aktiva lancar yang paling aktif. Hampir semua pembeliandan penjualan menyangkut kas. Suatu test yang ada mudah untuk menentukan klasifikasi kas adalah disetujuinya atau tidak alat pembayaran tersebut dihargai sesuai dengan nilai nominalnya.
Karena sifatnya yang sangat mudah dipindahtangankan dan tidak dapat dibuktikan pemiliknya, maka kas mudah digelapkan. Oleh karena itu perlu diadakan pengawasan yang ketat terhadap kas. Pada umumnya suatu sistem pengawasan intern terhadap kas akan memisahkan fungsi-fungsi penyimpanan, pelaksana, dan pencatatan. Tanpa adanya pemisahan fungsi seperti diatas, akan mudah menggelapkan uang kas (Baridwan, 2004: 85).
Karakteristik dasar dari sistem pengendalian kas adalah sebagai berikut (Stice, 2004: 499):
a.    Tanggung jawab yang diserahkan secara khusus untuk menangani tanda terima kas.
b.    Pemisahan penanganan dan pencatatan tanda terima kas.
c.    Penyimpanan harian semua kas yang diterima.
d.    Sistem voucher untuk mengendalikan pembayaran kas.
e.    Audit internal dalam jangka waktu yang tidak tentu.
f.     Catatan ganda untuk kas–dibank dan dipembukuan, dengan rekonsiliasi dilaksanakan oleh seseorang diluar fungsi akuntansi.

Menurut Niswonger (1999: 290) terdapat dua prosedur dalam pengendalian kas:
a.    Perusahaan mengendalikan kas mulai dari diterimanya hingga disetorkan ke bank, prosedur ini disebut pengendalian preventif (preventive control).
b.    Perusahaan   merancang   pengendalian   untuk   mendeteksi   pencurian   ataupenyalahgunaan kas, pengendalian ini disebut pengendalian detektif (detective control).

Dalam pengertian tertentu, pengendalian detektif juga bersifat preventif (mencegah) karena para karyawan akan berupaya pencurian atau penyalahgunaaan bila mereka mengetahui bahwa hal semacam itu kemungkinan besar akan terungkap.
Pengendalian terhadap kas perusahaan, biasanya minimal mengisyaratkan pemisahan antara fungsi pengelolaan dan fungsi pencatatan kas. Pengelolaan kas dapat dianggap sebagai suatu fungsi keuangan dasar dalam perusahaan. Fungsi tersebut biasanya diarahkan oleh seorang pejabat keuangan dan bagian keuangan itu harus dapat menyediakan berbagai jenis informasi dasar untuk dipergunakan dalam perencanaan dan pengendalian uang kas.
Cara-cara yang digunakan untuk megawasi penerimaan kas dalam perusahaan seringkali berbeda-beda antara perusahaan satu dengan yang lain, begitu pula dengan koperasi. Namun demikian ada beberapa prinsip pengawasan intern terhadap penerimaan kas yang dapat dijadikan pedoman (Jusup, 2001:4-8):
a.    Petugas yang menangani urusan kas tidak boleh merangkap sebagai pelaksana pembukuan atau pencatatan atas penerimaan kas tersebut, sebaliknya petugas yang mengurusi pembukuan tidak boleh mngurusi kas.
b.    Setiap kali penerimaan kas harus segera dicatat. Perusahaan harus mencatat formulir-formulir secara cermat sesuai dengan kebutuhan, dan menggunakannya dengan benar.
c.    Penerimaan kas setiap hari harus disetorkan seluruhnya ke bank. Hal ini dilakukan agar petugas yang menangani kas tidak mempunyai kesempatan untuk menggunakan kas perusahaan untuk kepentingan pribadi.
d.    Apabila memungkinkan, sebaiknya diadakan pemisahan antara fungsi penerimaan kas dan fungsi pengeluaran kas.

No comments: