Sistem
informasi akuntansi adalah sistem yang mengumpulkan dan memproses
transaksi-transaksi data dan menyampaikan informasi keuangan kepada pihak-pihak
tertentu (Weygandt at al. 2007:395).
Sistem
informasi akuntansi adalah sistem berbasis komputer yang dirancang untuk
mentraformasi data akuntansi menjadi informasi (Boodnar dan Hopwood, 2006:8).
Unsur-unsur Sistem Informasi
Akuntansi
Unsur-unsur
sistem informasi akuntansi menurut Chusing (2007) adalah sebagai berikut:
a. Sumber Daya manusia
Sistem
informasi akuntansi membutuhkan sumber daya untuk dapat berfungsi. Sumber daya
dapat diklasifikasikan sebagai alat, data, bahan pendukung, sumber daya manusia
dan dana.
b. Peralatan
Peralatan
merupakan unsur sistem informasi akuntansi yang berperan dalam mempercepat pengolahan
data,
Meningkatkan ketelitian kalkulasi atau perhitungan dan kerapihan bentuk informasi.
c. Formulir
Formulir merupakan unsur pokok
yang digunakan untuk mencatat semua transaksi yang tejadi. Formulir sering
disebut dengan istilah dokumen.
d. Catatan
Catatan terdiri dari beberapa bagian,
yaitu sebagai berikut:
1. Jurnal
Merupakan
catatan akuntansi yang pertama digunakan untuk mencatat, mengklasifikasi dan
meringkas data keuangan dan data yang lainnya.
2.
Buku
besar
Terdiri
dari rekening-rekening yang digunakan untuk meringkas data keuangan yang telah
dicatat sebelumnya kedalam jurnal.
3. Prosedur
Prosedur
merupakan urutan atau langkah-langkah untuk menjalankan suatu pekerjaan, tugas
atau kegiatan.
4. Laporan
Hasil
akhir dari system informasi akuntansi adalah laporan keuangan dan laporan
manajemen.
Prinsip-prinsip Sistem Informasi
Akuntansi
Sistem
informasi akuntansi yang efektif dan efisien didasarkan pada beberapa prinsip
dasar. Prinsip-prinsip dasar tersebut yaitu sebagai berikut (Weygandt et al. 2007:396).
a. Keefektifan biaya. Sistem informasi
akuntansi harus efektif biaya.
b. Tingkat kegunaan. Agar berguna,
informasi harus dapat dimengerti, relevan, dapat diandalkan, tepat waktu, dan
akurat.
c. Fleksibilitas. Sistem harus cukup
fleksibel dalam memenuhi perubahan permintaan informasi yang dibutuhkan.
Pengendalian Intern Penerimaan Kas.
I.A.I
(2009:22) menyatakan Kas terdiri dari saldo kas dan rekening giro. Setara kas
adalah investasi yang sifatnya liquid berjangka pendek dan yang dengan cepat
dapat dijadikan kas dalam jumalah tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan
nilai yang signifikan. Soemarso (2009:296) menyatakan Kas adalah segala sesuatu
(baik yang berbentuk uang atau bukan) yang dapat tersedia dengan segera dan
diterima sebagai alat pelunasan kewajiban pada nilai nominalnya.
Kas
adalah salah satu unsur aktiva yang paling penting karena merupakan alat
pertukaran atau pembayaran yang siap dan bebas digunakan untuk membiayai
kegiatan operasional perusahaan. Hampir setiap transaksi perusahaan dengan
pihak luar menggunakan kas. Oleh karena itu, kas mempunyai sifat mudah
dipindahtangankan dan tidak dapat dibuktikan pemiliknya maka uang kas yang
keluar akan mudah disalahgunakan. Melihat kondisi kas yang demikian beresiko
maka setiap perusahaan harus punya sistem dan prosedur penerimaan dan
pengeluaran yang baik, dimana manajemen bertanggung jawab atas penerimaan dan
pengeluaran kas. Kas meliputi uang tunai dan instrumen atau alat-alat
pembayaran yang diterima oleh umum, baik yang ada di dalam perusahaan maupun
yang disimpan di bank (uang tunai kertas dan logam, cek, wesel cek, rekening
bank yang berbentuk tabungan dan giro).
Sistem
pengendalian intern merupakan rangkaian dan kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk:
a. Melindungi aktiva.
b. Memastikan ketaatan dengan hukum dan
kebijaksanaan perusahaan.
c. Menyediakan catatan akuntansi yang
tepat.
d. Mengevaluasi kinerja.
Arus
kas masuk dapat berasal dari berbagai sumber, dan prosedur pengendalian kas
berbeda antara perusahaan satu dengan yang lain. Prosedur minimal berikut perlu
diterapkan dihampir semua situasi:
a. Pemisahan tanggungjawab untuk
menangani kas, mencatat transaksi kas, dan merekonsiliasi saldo kas. Pemisahan
ini mengurangi kemungkinan pencurian dan penggelapan melalui pencatatan palsu.
b. memberikan tanggungjawab penanganan
dan pencatatan kas kepada orang yang berlainan untuk memastikan arus kas masuk
dapat disetorkan tanpa terhambat. Pengendalian ini membutuhkan perhitungan,
pencatatan, dan penabungan yang segera dari kas yang diterima.
c. Melakukan pengawasan yang ketat atas
semua fungsi penanganan dan pencatatan kas. Pengendalian ini membutuhkan
perhitungan kas rutin dan mendadak, audit internal, serta pelaporan harian atas
penerimaan, pembayaran, dan saldo kas.
Kas
adalah pos dari aktiva lancar yang paling aktif. Hampir semua pembeliandan penjualan
menyangkut kas. Suatu test yang ada mudah untuk menentukan klasifikasi kas
adalah disetujuinya atau tidak alat pembayaran tersebut dihargai sesuai dengan
nilai nominalnya.
Karena
sifatnya yang sangat mudah dipindahtangankan dan tidak dapat dibuktikan
pemiliknya, maka kas mudah digelapkan. Oleh karena itu perlu diadakan
pengawasan yang ketat terhadap kas. Pada umumnya suatu sistem pengawasan intern
terhadap kas akan memisahkan fungsi-fungsi penyimpanan, pelaksana, dan
pencatatan. Tanpa adanya pemisahan fungsi seperti diatas, akan mudah
menggelapkan uang kas (Baridwan, 2004: 85).
Karakteristik
dasar dari sistem pengendalian kas adalah sebagai berikut (Stice, 2004: 499):
a. Tanggung jawab yang diserahkan
secara khusus untuk menangani tanda terima kas.
c. Penyimpanan harian semua kas yang
diterima.
d. Sistem voucher untuk mengendalikan
pembayaran kas.
e. Audit internal dalam jangka waktu
yang tidak tentu.
f. Catatan ganda untuk kas–dibank dan
dipembukuan, dengan rekonsiliasi dilaksanakan oleh seseorang diluar fungsi
akuntansi.
Menurut
Niswonger (1999: 290) terdapat dua prosedur dalam pengendalian kas:
a. Perusahaan mengendalikan kas mulai
dari diterimanya hingga disetorkan ke bank, prosedur ini disebut pengendalian
preventif (preventive control).
b. Perusahaan merancang
pengendalian untuk mendeteksi
pencurian ataupenyalahgunaan
kas, pengendalian ini disebut pengendalian detektif (detective control).
Dalam
pengertian tertentu, pengendalian detektif juga bersifat preventif (mencegah)
karena para karyawan akan berupaya pencurian atau penyalahgunaaan bila mereka
mengetahui bahwa hal semacam itu kemungkinan besar akan terungkap.
Pengendalian
terhadap kas perusahaan, biasanya minimal mengisyaratkan pemisahan antara fungsi
pengelolaan dan fungsi pencatatan kas. Pengelolaan kas dapat dianggap sebagai
suatu fungsi keuangan dasar dalam perusahaan. Fungsi tersebut biasanya
diarahkan oleh seorang pejabat keuangan dan bagian keuangan itu harus dapat
menyediakan berbagai jenis informasi dasar untuk dipergunakan dalam perencanaan
dan pengendalian uang kas.
Cara-cara
yang digunakan untuk megawasi penerimaan kas dalam perusahaan seringkali
berbeda-beda antara perusahaan satu dengan yang lain, begitu pula dengan
koperasi. Namun demikian ada beberapa prinsip pengawasan intern terhadap
penerimaan kas yang dapat dijadikan pedoman (Jusup, 2001:4-8):
a. Petugas yang menangani urusan kas
tidak boleh merangkap sebagai pelaksana pembukuan atau pencatatan atas
penerimaan kas tersebut, sebaliknya petugas yang mengurusi pembukuan tidak
boleh mngurusi kas.
b. Setiap kali penerimaan kas harus
segera dicatat. Perusahaan harus mencatat formulir-formulir secara cermat
sesuai dengan kebutuhan, dan menggunakannya dengan benar.
c. Penerimaan kas setiap hari harus
disetorkan seluruhnya ke bank. Hal ini dilakukan agar petugas yang menangani
kas tidak mempunyai kesempatan untuk menggunakan kas perusahaan untuk
kepentingan pribadi.
d. Apabila memungkinkan, sebaiknya
diadakan pemisahan antara fungsi penerimaan kas dan fungsi pengeluaran kas.
No comments:
Post a Comment