Tuesday, June 5, 2018

Teori Agensi dan Teori Stakeholder



1.    Teori Agensi
Masalah keagenan (agency problem) pada awalnya dieksplorasi oleh Ross Tahun 1973, sedangkan eksplorasi teoritis secara mendetail dari teori keagenan pertama kali dinyatakan oleh (Jensen and Mecking, 1976) menyebutkan manajer suatu perusahaan sebagai “agent” dan pemegang saham “principal”.
Pemegang saham yang merupakan principal mendelegasikan pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang merupakan perwakilan atau agen dari pemegang saham. Permasalahan yang muncul sebagai akibat sistem kepemilikan perusahaan seperti ini bahwa adalah agen tidak selalu membuat keputusan-keputusan yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan terbaik principal.
Menurut (Anthony dan Govindarajan, 2005) teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara principal dan agent. Teori agensi memiliki asumsi bahwa tiap-tiap individu semata-mata termotivasi oleh kepentingan dirinya sendiri sehingga menimbulkan konflik kepentingan antara principal dan agent.
Persektif teori agensi merupakan dasar yang digunakan memahami isu good governance dan earning management. Teori agensi mengakibatkan hubungan yang asimetri antara pemilik dan pengelola, untuk menghindari terjadi hubungan yang asimetri tersebut dibutuhkan suatu konsep yaitu konsep good governance yang bertujuan untuk menjadikan Rumah Sakit menjadi lebih sehat. Penerapan good governance berdasarkan pada teori agensi yaitu teori agensi dapat dijelaskan dengan hubungan antara manajemen dengan pemilik, manajemen sebagai agen secara moral bertanggung jawab untuk mengoptimalkan keuntungan para pemilik (principal) dan sebagai imbalannya akan memperoleh kompensasi yang sesuai dengan kontrak.
Teori ini menganggap bahwa manajemen dalam mengelola Rumah Sakit cenderung lebih mementingkan kepentingan pribadinya daripada meningkatkan kinerja Rumah Sakit.
           
2.    Teori Stakeholder
Menurut (Freeman et al, 2010) teori stakeholder memberikan gambaran bahwa tanggung jawab sosial organisasi sewajarnya merupakan tindakan memaksimalkan keuntungan untuk seluruh pemangku kepentingan yang berhubungan dengan organisasi tersebut. Teori ini dimulai dengan asumsi bahwa nilai secara eksplisit dan tidak dipungkiri merupakan bagian dari kegiatan usaha.
          Stakeholder is a group or an individual who can affect, or be affected by, the success or failure of an organization (Luk et al, 2005). Dengan demikian, stakeholder merupakan pihak internal maupun eksternal, seperti: Pemerintah, para pesaing, masyarakat sekitar, lingkungan Internasional lembaga diluar organisasi (LSM dan sejenisnya), para pegawai, kaum minoritas dan lain sebagainya yang keberadaannya sangat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh rumah sakit.
          Menurut (Clarkson, 1998) terdapat dua golongan stakeholder yaitu stakeholder sukarela dan stakeholder non-sukarela. Stakeholder sukarela adalah suatu kelompok atau individu yang menanggung suatu jenis risiko karena mereka telah melakukan investasi di dalam suatu organisasi. Sedangkan, stakeholder non-sukarela adalah suatu kelompok atau individu yang menghadapi risiko akibat kegiatan organisasi tersebut. Dengan kata lain, stakeholder adalah pihak yang mempengaruhi atau akan dipengaruhi oleh keputusan dan strategi organisasi.
          Berdasarkan asumsi beberapa stakeholder theory, maka rumah sakit tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan sosialnya. Rumah sakit harus menjaga kebijakan yang dibuat stakeholder serta menerapkannya pada kerangka kebijakan dan pengambilan keputusan untuk mendukung pencapaian tujuan organisasi, yaitu stabilitas dan jaminan going concern.
          Rumah sakit bukanlah entitas yang beroperasi untuk kepentingannya sendiri namun harus memberikan manfaat bagi para pemangku kepentingan. Ketika stakeholder mengendalikan sumber ekonomi yang penting bagi rumah sakit, maka rumah sakit akan bereaksi dengan cara memuaskan keinginan stakeholder. Salah satunya dengan menyajikan laporan keuangan yang baik dan diterima berdasarkan standar yang ada di Indonesia.
             Aspek teknis keuangan perlu didukung adanya hubungan yang baik dan berkelanjutan antara rumah sakit dengan Pemerintah dan para stakeholder lainnya, khususnya dalam penentuan biaya pelayanan kesehatan yang mencakup unit cost, efisiensi dan kualitas pelayanan. Dengan berubahnya kelembagaan sebagai BLUD tentu aspek teknis sangat berhubungan erat dengan basis kinerja keuangan rumah sakit.

No comments: