Tuesday, June 5, 2018

Teori Perilaku Terencana (Theory Of Planned Behavior)



Theory of planned behavior (TPB) yang telah dikembangkan oleh Icek Ajzen (1988) dalam Damayanti (2012) merupakan pengembangan atas Theory Of Reasoned Action (TRA) yang dirancang untuk berhubungan dengan perilaku-perilaku individu. Di dalam TPB ditambahkan sebuah variabel yang belum diterapkan pada TRA yaitu kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Secara eksplisit, TPB mengenal kemungkinan bahwa tidak semua perilaku dilakukan secara penuh dibawah kendali individu maupun kelompok, sehingga konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan ditambahkan untuk mengatasi perilaku-perilaku semacam ini. Apabila semua perilaku dapat dikendalikan secara penuh oleh individu maupun kelompok, dimana kontrol perilaku (behavioral control) mendekati maksimum, maka TPB kembali menjadi TRA.
Kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control) didefnisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan yang dipersepsikan untuk melakukan perilaku (“the perceived ease ordifficulty of performing the behavior”). Dalam konteks sistem teknologi informasi, Taylor dan Todd (1995) dalam Jogiyanto (2007) mendefinisikan kontrol perilaku yang dipersepsikan sebagai pesepsi dari konstruk-konstruk internal dan eksternal atas perilaku (“perception of internal and externalconstructs of behavior”). Kontrol perilaku yang dipersepsikan menjelaskan tentang pengalaman masa lalu dan juga mengantisipasi halangan-halangan yang ada. Aturan umumnya adalah semakin menarik sikap dan norma subyektif terhadap suatu perilaku, dan semakin besar kontrol perilaku yang dipersepsikan, maka semakin kuat pula niat seseorang untuk melakukan perilaku yang dipertimbangkan.
Penting untuk diketahui bahwa TPB tidak secara langsung berhubungan dengan jumlah atas kontrol yang sebenarnya dimiliki oleh seseorang. Namun, teori ini lebih menekankan pengaruh-pengaruh yang mungkin dari kontrol perilaku yang dipersepsikan dalam pencapaian tujuan-tujuan atas sebuah perilaku. Jika niat-niat menunjukkan keinginan seseorang untuk mencoba melakukan perilaku tertentu, kontrol yang dipersepsikan lebih kepada mempertimbangkan hal-hal realistik yang mungkin terjadi.
Theory of planned behavior (TPB) menunjukkan bahwa tindakan manusia diarahkan oleh tiga jenis kepercayaan-kepercayaan, diantaranya adalah:
1.    Kepercayaan-kepercayaan perilaku (behavioral beliefs), yang merupakan kepercayaan-kepercayaan tentang kemungkinan akan terjadinya sebuah perilaku. Di dalam TRA, hal ini disebut dengan sikap (attitude) terhadap perilaku.
2.    Kepercayaan-kepercayaan normatif (normative beliefs), yang merupakan kepercayaan-kepercayaan mengenai harapan-harapan normatif yang muncul karena pengaruh orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan-harapan tersebut. Di dalam TRA, hal ini disebut dengan norma-norma subyektif sikap (subjective norms) terhadap perilaku.
3.    Kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs), yang merupakan kepercayaan-kepercayaan mengenai keberadaan faktor-faktor yang akan memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan atas persepsi dari faktor-faktor tersebut. Di dalam TRA hal ini belum ada, maka ditambahkan pada TPB dan disebut dengan perceived behavioral control.

Secara keseluruhan, kepercayaan-kepercayaan perilaku (behavioral beliefs) dapat menciptakan suatu sikap menyukai atau tidak menyukai terhadap perilaku, kepercayaan-kepercayaan normatif, menghasilkan tekanan sosial atau norma-norma subyektif, dan kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs) akan memberikan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control). Secara simultan, sikap (attitude) terhadap perilaku, norma-norma subyektif (subjective norms), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control) akan menimbulkan niat perilaku (behavioral intention) yang selanjutnya akan mengakibatkan perilaku (behavior).
Teori ini dianggap relevan dan mampu memperkuat teori atribusi yang sebelumnya telah diuraikan di atas dalam menjelaskan variabel-variabel penelitian. Kesan yang terbentuk dalam mindset individu akan mempengaruhi niat atau keyakinan pada diri individu tersebut sebelum melakukan sesuatu. Keyakinan terhadap hasil yang dia peroleh dari perilakunya kemudian berdampak pada apakah dia akan memenuhi kewajiban perpajakannya atau tidak. Wajib Pajak yang sadar pentingnya membayar pajak terhadap penyelenggaraan negara, tentu saja akan memenuhi kewajiban pajaknya (behavioral beliefs). Dengan memenuhi kewajiban perpajakan, wajib pajak menginginkan adanya timbal balik atau keyakinan tentang akan terpenuhinya harapan normatif dari orang lain maupun lingkungan sekitar yang memotivasi untuk tetap berperilaku patuh pajak. Melalui peningkatan kualitas pelayanan fiskus pajak, melakukan sosialisasi pajak guna meningkatkan pengetahuan & pemahaman perpajakan masyarakat, mempertegas penerapan peraturan perpajakan, dll akan memotivasi kesadaran wajib pajak untuk menjadi patuh (normative beliefs). Sedangkan sanksi pajak digunakan sebagai alat kendali sejauh mana persepsi wajib pajak terhadap sanksi berpengaruh pada kepatuhan (control beliefs).
selain sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan yang terkandung di dalam TPB, terdapat beberapa variabel lain yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku. Kewajiban moral merupakan salah satu faktor selain dari model TPB yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku wajib pajak. Ajzen (1991) dalam Mustikasari (2007) berpendapat, bahwa model TPB masih memungkinkan untuk ditambahi variabel prediktor lain, selain sikap (attitude), norma subyektif (subjective norms), dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan (perceived behavioral control).
Kewajiban moral merupakan norma inividu yang melekat pada diri seseorang, namun kemungkinan besar hal ini tidak dimiliki oleh orang lain.Kepatuhan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas wajib pajak. Hal ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas dari kondisi behavior wajib pajak itu sendiri.Aspek moral dalam bidang perpajakan menyangkut dua hal, yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2) menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh pemerintah.
Penelitian tersebut telah menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang signifikan antaramoralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak sebagaimana.(Troutman et al., 1984; Troutman, 1993 dalam Salman, Kautsar R dan Mochammad Farid, 2009).

No comments: