Theory
of planned behavior (TPB) yang telah dikembangkan oleh Icek
Ajzen (1988) dalam Damayanti (2012) merupakan pengembangan atas Theory Of Reasoned Action (TRA) yang
dirancang untuk berhubungan dengan perilaku-perilaku individu. Di dalam TPB
ditambahkan sebuah variabel yang belum diterapkan pada TRA yaitu kontrol
keperilakuan yang dipersepsikan (perceived
behavioral control). Secara eksplisit, TPB mengenal kemungkinan bahwa tidak
semua perilaku dilakukan secara penuh dibawah kendali individu maupun kelompok,
sehingga konsep kontrol perilaku yang dipersepsikan ditambahkan untuk mengatasi
perilaku-perilaku semacam ini. Apabila semua perilaku dapat dikendalikan secara
penuh oleh individu maupun kelompok, dimana kontrol perilaku (behavioral control) mendekati maksimum,
maka TPB kembali menjadi TRA.
Kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control)
didefnisikan oleh Ajzen (1991) sebagai kemudahan atau kesulitan yang
dipersepsikan untuk melakukan perilaku (“the
perceived ease ordifficulty of performing the behavior”). Dalam konteks
sistem teknologi informasi, Taylor dan Todd (1995) dalam Jogiyanto (2007)
mendefinisikan kontrol perilaku yang dipersepsikan sebagai pesepsi dari
konstruk-konstruk internal dan eksternal atas perilaku (“perception of internal and externalconstructs of behavior”).
Kontrol perilaku yang dipersepsikan menjelaskan tentang pengalaman masa lalu
dan juga mengantisipasi halangan-halangan yang ada. Aturan umumnya adalah
semakin menarik sikap dan norma subyektif terhadap suatu perilaku, dan semakin
besar kontrol perilaku yang dipersepsikan, maka semakin kuat pula niat
seseorang untuk melakukan perilaku yang dipertimbangkan.
Penting untuk diketahui bahwa TPB tidak
secara langsung berhubungan dengan jumlah atas kontrol yang sebenarnya dimiliki
oleh seseorang. Namun, teori ini lebih menekankan pengaruh-pengaruh yang
mungkin dari kontrol perilaku yang dipersepsikan dalam pencapaian tujuan-tujuan
atas sebuah perilaku. Jika niat-niat menunjukkan keinginan seseorang untuk
mencoba melakukan perilaku tertentu, kontrol yang dipersepsikan lebih kepada
mempertimbangkan hal-hal realistik yang mungkin terjadi.
Theory
of planned behavior (TPB) menunjukkan bahwa tindakan
manusia diarahkan oleh tiga jenis kepercayaan-kepercayaan, diantaranya adalah:
1. Kepercayaan-kepercayaan
perilaku (behavioral beliefs), yang
merupakan kepercayaan-kepercayaan tentang kemungkinan akan terjadinya sebuah
perilaku. Di dalam TRA, hal ini disebut dengan sikap (attitude) terhadap perilaku.
2. Kepercayaan-kepercayaan
normatif (normative beliefs), yang
merupakan kepercayaan-kepercayaan mengenai harapan-harapan normatif yang muncul
karena pengaruh orang lain dan motivasi untuk menyetujui harapan-harapan
tersebut. Di dalam TRA, hal ini disebut dengan norma-norma subyektif sikap (subjective norms) terhadap perilaku.
3. Kepercayaan-kepercayaan
kontrol (control beliefs), yang
merupakan kepercayaan-kepercayaan mengenai keberadaan faktor-faktor yang akan
memfasilitasi atau merintangi kinerja dari perilaku dan kekuatan atas persepsi
dari faktor-faktor tersebut. Di dalam TRA hal ini belum ada, maka ditambahkan
pada TPB dan disebut dengan perceived
behavioral control.
Secara keseluruhan, kepercayaan-kepercayaan
perilaku (behavioral beliefs) dapat
menciptakan suatu sikap menyukai atau tidak menyukai terhadap perilaku,
kepercayaan-kepercayaan normatif, menghasilkan tekanan sosial atau norma-norma
subyektif, dan kepercayaan-kepercayaan kontrol (control beliefs) akan memberikan kontrol perilaku yang
dipersepsikan (perceived behavioral
control). Secara simultan, sikap (attitude)
terhadap perilaku, norma-norma subyektif (subjective
norms), dan kontrol perilaku yang dipersepsikan (perceived behavioral control) akan menimbulkan niat perilaku (behavioral intention) yang selanjutnya
akan mengakibatkan perilaku (behavior).
Teori ini dianggap
relevan dan mampu memperkuat teori atribusi yang sebelumnya telah diuraikan di
atas dalam menjelaskan variabel-variabel penelitian. Kesan yang terbentuk dalam
mindset individu akan mempengaruhi niat atau keyakinan pada diri
individu tersebut sebelum melakukan sesuatu. Keyakinan terhadap hasil yang dia
peroleh dari perilakunya kemudian berdampak pada apakah dia akan memenuhi
kewajiban perpajakannya atau tidak. Wajib Pajak yang sadar pentingnya membayar
pajak terhadap penyelenggaraan negara, tentu saja akan memenuhi kewajiban
pajaknya (behavioral beliefs). Dengan memenuhi kewajiban perpajakan,
wajib pajak menginginkan adanya timbal balik atau keyakinan tentang akan
terpenuhinya harapan normatif dari orang lain maupun lingkungan sekitar yang
memotivasi untuk tetap berperilaku patuh pajak. Melalui peningkatan kualitas
pelayanan fiskus pajak, melakukan sosialisasi pajak guna meningkatkan
pengetahuan & pemahaman perpajakan masyarakat, mempertegas penerapan
peraturan perpajakan, dll akan memotivasi kesadaran wajib pajak untuk menjadi
patuh (normative beliefs). Sedangkan sanksi pajak digunakan sebagai alat
kendali sejauh mana persepsi wajib pajak terhadap sanksi berpengaruh pada
kepatuhan (control beliefs).
selain sikap, norma subyektif, dan kontrol keperilakuan yang
dipersepsikan yang terkandung di dalam TPB, terdapat beberapa variabel lain
yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku. Kewajiban moral merupakan salah satu
faktor selain dari model TPB yang dapat mempengaruhi niat dan perilaku wajib
pajak. Ajzen (1991) dalam Mustikasari (2007) berpendapat, bahwa model TPB masih
memungkinkan untuk ditambahi variabel prediktor lain, selain sikap (attitude),
norma subyektif (subjective norms), dan kontrol keperilakuan yang dipersepsikan
(perceived behavioral control).
Kewajiban moral merupakan norma inividu yang melekat pada diri
seseorang, namun kemungkinan besar hal ini tidak dimiliki oleh orang
lain.Kepatuhan wajib pajak sangat dipengaruhi oleh moralitas wajib pajak. Hal
ini disebabkan karena membayar pajak adalah suatu aktivitas yang tidak lepas
dari kondisi behavior wajib pajak itu sendiri.Aspek moral dalam bidang
perpajakan menyangkut dua hal, yaitu (1) kewajiban moral dari wajib pajak dalam
menjalankan kewajiban perpajakannya sebagai warga negara yang baik dan (2)
menyangkut kesadaran moral wajib pajak atas alokasi penerimaan pajak oleh
pemerintah.
Penelitian tersebut telah menemukan bukti empiris mengenai hubungan yang
signifikan antaramoralitas wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak
sebagaimana.(Troutman et al., 1984; Troutman, 1993 dalam Salman, Kautsar R dan
Mochammad Farid, 2009).
No comments:
Post a Comment