Pelaksanaan reformasi administrasi publik semakin berkembang di berbagai negara termasuk Indonesia. Secara berangsur-angsur Dotrin New Public Management telah diadopsi oleh pemerintahan berbagai negara temasuk Indonesia. Transformasi manajemen pemerintahan dalam New Public Management mulai dari penataan kelembagaan/Institutional Arrangement, reformasi kepegawaian/Civil Servant Reform, dan reformasi pengelolaan keuangan Negara/New Management Reform. (Mahmudi, 2003).
Berlakunya kebijakan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, telah memberikan kelonggaran bagi pemerintah daerah dalam mengatur rumah tangganya guna mensejahterakan rakyat. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 yang kemudian dirubah menjadi Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2012 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, memberikan otonomi kepada daerah terutama Instansi pemerintah daerah dengan bentuk fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan sehingga dapat menerapkan praktek-praktek bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
Pada dasarnya semua perubahan yang dilakukan mengarah pada peningkatan efektifitas organisasi dengan tujuan mengupayakan perbaikan kemampuan organisasi dalam menyesuaikan diri terhadap perubahan lingkungan serta perubahan perilaku anggota organisasi (Robbins, 2006, 763). Lebih lanjut Robbins menyatakan perubahan organisasi dapat dilakukan secara terstruktur yang mencakup perubahan strategi dan sistem, teknologi, penataan fisik dan sumber daya manusia.
Instansi yang diberikan kelonggaran pengelolaan keuangan adalah instansi yang tugasnya memberikan pelayanan bagi masyarakat. Rumah sakit sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan diberikan fleksibilitas dengan diberlakukannya Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (PPK-BLUD) bagi rumah sakit. Sesuai yang diamanatkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Dengan diterapkannya PPK-BLUD pada rumah sakit, diperlukan perubahan paradigma dalam organisasi yang tadinya sosial demokratis menjadi lembaga sosial yang melaksanakan fungsi pelayanan publik, namun tetap mendapatkan keuntungan dari pelayanan yang diberikan. Rumah sakit menjadi lembaga sosial non-profit yang menguntungkan agar dapat membiayai sebagian kegiatan operasionalnya sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanannya. Oleh karena itu rumah sakit harus didukung dengan sistem pengelolaan keuangan yang otonom, transparan, fleksibel dan akuntabel sehingga operasional rumah sakit dapat berjalan dengan baik dan pada akhirnya meningkatkan mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan.
Hingga tahun 2014 terdapat 497 rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang berstatus BLU. Jumlah tersebut setara dengan 29% dari seluruh rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang berada di bawah naungan pemerintah (Http://keuda.kemendagri.go.id). Pada pasal 64 UU No.44 Tahun 2009 disebutkan bahwa seluruh rumah sakit sudah harus menyesuaikan dengan ketentuan UU tersebut paling lambat dalam jangka waktu dua tahun setelah UU tersebut diundangkan. Sehingga pada tahun 2012 seharusnya seluruh rumah sakit yang berada di bawah pemerintah sudah berstatus Badan Layanan Umum.
Fleksibilitas pengelolaan keuangan yang diterapkan BLUD diharapkan dapat mengatasi hambatan pelayanan publik yang diberikannya. Selain itu diharapkan juga dapat meningkatkan produktivitas rumah sakit dengan merangsang timbulnya upaya-upaya inovatif dari manajemen rumah sakit untuk menggali potensi-potensi pendapatan yang dimilikinya. Perubahan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh pada kinerja keuangan rumah sakit yang sehingga dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan. Rumah sakit dengan status BLUD dapat lebih leluasa dalam melakukan improvisasi, terobosan yang diperlukan serta sistem informasi yang mendukung jalannya operasional BLUD, sehingga berdampak pada peningkatan kinerja keuangan rumah sakit, dengan tetap tidak berorientasi mencari keuntungan (non profit oriented) (Noordiawan, 2011). Permendagri No.61 tahun 2007 mengamantkan bahwa rumah sakit BLU/BLUD dituntut untuk meningkatkan produktivitas pelayanan yang berdampak pada meningkatnya pendapatan operasional sehingga rumah sakit dapat membiayai operasionalnya secara penuh (full cost recovery) (Mulyono, 2013)
Meidyawati (2010) melalui penelitiannnya terhadap Implementasi Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK-BLU) pada Rumah Sakit Stroke Nasional Bukit tinggi menunjukkan peningkatan kinerja keuangan, kinerja operasional dan peningkatan mutu layanan selama 3 tahun berturut-turut sebesar 1,65 poin pada tahun pertama, 3,20 Poin pada tahun kedua dan 0,10 poin pada tahun ketiga. Sedangkan Ratnawati (2016) menyimpulkan bahwa terdapat perbedaan kinerja pada rasio kas, rasio perputaran aset tetap, rasio imbalan atas aset tetap dan rasio imbalan atas ekuitas dalam penelitiannya tentang Analisis Kinerja Keuangan Rumah sakit Dr. Moewardi Surakarta Sebelum dan Setelah Ditetapkan Sebagai Badan Layanan Umum Daerah.
RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung merupakan rumah sakit pertama di Provinsi Lampung yang mengimplementasikan PPK-BLUD berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Lampung Nomor G/605/B.V/HK/2009 tanggal 24 September 2009. Setelah penerapan PPK-BLUD rumah sakit dituntut untuk meningkatkan produktifitas peyanan dengan melakukan terobosan baru dalam menggali potensi-potensi pendapatan dan meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelayanan agar rumah sakit diharapkan dapat membiayai operasionalnya sendiri. Dengan begitu diharapkan rumah sakit dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan.
No comments:
Post a Comment