KASUS SEPUTAR PELAYANAN BPJS PASIEN RAWAT INAP
PADA BAGIAN TP2RI (TEMPAT PENDAFTARAN PASIEN
RAWAT INAP DAN UGD)
RSUD XXXX
Kecelakaan merupakan salah satu musibah yang
sering terjadi di Indonesia. Penyebab utamanya adalah ketidakdisiplinan
pengendara terhadap rambu-rambu lalu lintas. Oleh karena itu asuransi kesehatan
sangat penting untuk mengcover apabila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan lalu
lintas.
Langkah-langkah untuk menggunakan asuransi
BPJS apabila terjadi kecelakaan lalu lintas:
1.
Membawa ke rumah
sakit yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan dan masuk melalui unit gawat
darurat (UGD),
2.
Apabila terjadi
kecelakaan lalu lintas yang melibatkan 2/ lebih korban maka pertama kali yang
harus diurus adalah asuransi Jasa Raharja. Setiap tahunnya pemilik kendaraan
membayar asuransi Jasa Raharja, oleh karena itu BPJS ingin asuransi Jasa
Raharja digunakan terlebih dahulu kemudian BPJS akan menanggung sisa kekurangan
apabila asuransi dari Jasa Raharja tidak mencukupi. Jumlah jasa Raharja yang
diberikan untuk luka-luka adalah 10 juta rupiah,
3.
Pergi ke
Polsek/Polres setempat dimana terjadi lokasi TKP, lalu membawa keterangan
kecelakaan dan pengantar untuk Jasa Raharja. Jasa Raharja yang diurus adalah
kabupaten di wilayah TKP. Apabila sudah yakin bahwa biaya rumah sakit melebihi
10 juta rupiah, sekalian membuat surat pengantar untuk BPJS dari Polsek/Polres
setempat,
4.
Pergi ke kantor Jasa
Raharja setempat untuk mendapatkan surat keterangan untuk memperoleh asuransi
kepada rumah sakit. Kemudian menyerahkannya kepada rumah sakit setempat,
5.
Lampiran bukti surat
jaminan asuransi dari Jasa Raharja dan juga surat keterangan untuk BPJS dari
Polsek/Polres setempat diserahkan kerumah sakitmaksimal H+3 setelah masuk UGD
dan dirawat inap.
Sementara untuk kasus
kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab Jasa Raharja (RJ), namun untuk masalah
kecelakaan ini memang ada keterkaitan antara Jasa Raharja, BPJS Kesehatan dan
juga BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang-undang
No 35 tahun 1965, Undang-undang Nomor 34 tahun 1985 dan juga Peraturan Presiden
Nomor 18 tahun 1965, bahwa korban kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab jasa
raharja (RJ), Untuk kondisi luka-luka karena kecelakaan, pihak jasa raharja
hanya bisa menanggung santunan hingga 10 juta. dengan catatan harus ada
laporan polisi (LP), ini adalah wajib karena jika tidak maka tidak bisa
ditanggung oleh Jasa Raharja.
Bisa juga menjadi jaminan
bpjs ketenagakerjaan jika kategori kecelakaannya adalah kecelakaan yang
berkaitan dengan kasus kecelakaan kerja, seperti misalnya kecelakaan ketika
berangkat kerja atau kecelakaan ketika pulang dari pekerjaan. dengan catatan
kategori kecelakaannya adalah kecelakaan tunggal yang memang tidak dijamin oleh
JR.
Selain itu Maka bisa
dialihkan ke BPJS Kesehatan yaitu kecelakaan yang bukan kategori kecelakaan
kerja dan kecelakaan yang tidak dijamin oleh Jasa Raharja, dengan persyaratan
harus disertai Laporan Polisi, dan surat keterangan tidak dijamin oleh Jasa
Raharja.
Prosedurnya memang
sedikit ribet dan banyak dikeluhkan oleh peserta BPJS kesehatan yang kebetulan
mengalami kecelakaan, itu dikarenakan perlunya kejelasan kategori kecelakaan,
apakah tanggung jawab jasa raharja, bpjs ketenagakerjaan atau bpjs kesehatan.
Ruangan TP2RI RSUD XXXX merupakan bagian dari instalasi Rekam Medik yang berfungsi sebagai
tempat pendaftaran pasien rawat inap dan UGD baik pasien umum ataupun BPJS.
Beberapa hari yang lalu tepatnya hari minggu, tanggal 03 september 2018 petugas
TP2RI melayani pasien peserta BPJS berupa Askes PNS daerah kls I dengan kasus
kecelakaan. Pasien tersebut berinisial “Ss”. Berdasarkan Undang-undang No 35 tahun 1965,
Undang-undang Nomor 34 tahun 1985 dan juga Peraturan Presiden Nomor 18 tahun
1965, bahwa korban kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab jasa raharja (RJ),
dengan catatan bahwa peserta BPJS dengan
kasus kecelakan diwajibkan melampirkan bukti lapor polisi. Hal ini untuk
membuktikan apakah biaya perawatannya ditanggung oleh pihak Jasa Raharja saja atau
dibantu oleh pihak BPJS.
Kasus ini berawal ketika pihak rumah sakit
dalam hal ini petugas TP2RI informasi tersebut. Keluarga pasien merasa keberatan
jika harus dilaporkan ke kantor polisi dalam hal ini lantas setempat. Dengan
alasan bahwa kasus ini adalah kasus tabrakan dan pelakunya masih ada hubungan
kerabat dengan korban, sehingga menurut mereka jika harus berurusan dengan
pihak kepolisian itu berarti mereka tidak memiliki jiwa sosial, dan beranggapan
bahwa aturan ini ada-ada saja hanya mempersulit pelayanan. Dan yang lebih parah
lagi keluarga pasien yg komplain tersebut ternyata seorang oknum polisi yang
seharusnya dia juga tahu tentang aturan tersebut.
Keluarga pasien tersebut bersikeras untuk memanfatkan BPJSnya tanpa ada
laporan polisi, sementara petugas rumah sakit terkait juga tetap menyampaikan
aturan tersebut bahkan lebih rinci lagi menjelaskan tentang kemungkinan
besarnya biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga pasien jika tidak
mengikuti prosedur tersebut, sehingga terjadi ketegangan antara pihak keluarga
pasien dan pihak rumah sakit. Dan pada akhirnya keluarga pasien tersebut
bersedia mengurus laporan polisi.
Tinjauan kasus
Hal yang bisa ditinjau atau dipertanyakan
adalah apakah sikap dan tindakan staf TP2RI tersebut tidak memiliki jiwa sosial
seperti yang diungkapkan keluarga pasien. Apakah petugas tersebut melanggar
kode etik profesi dengan menyampaikan informasi bahwa prosedur ini adalah salah
satunya untuk mengantisipasi jika nanti biayanya melebihi tanggungan Jasa
Raharja. Apakah informasi yang disampaikan petugas tersebut sudah sesuai dengan
informasi BPJS terkini. Dihubungkan dengan kode etik profesi kesehatan
masyarakat indonesia, tertulis bahwa:
a.
Bab II pasal 6 bahwa:
dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, selalu berorientasi kepada masyarakat
sebagai satu kesatuan yang tidak terlepas dari aspek sosial, ekonomi, politik,
psikologis dan budaya.
b.
Bab II pasal pasal
13 bahwa: dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus berdasarkan antisipasi
kedepan, baik dan menyangkut masalah kesehatan lain yang berhubungan atau
mempengaruhi kesehatan penduduk.
c.
Bab IV pasaL 20
bahwa: ahli kesehatan masyarakat senantiasa berusaha untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
tekhnologi.
KASUS
PENOLAKAN PELAYANAN MEDIS OLEH RSUD XXXX TERHADAP PASIEN YANG MEMBUTUHKAN
PERAWATAN DARURAT
Salah satu contoh terhadap buruknya
pelayanan kesehatan yaitu seorang ibu meninggal setelah ditolak RSUD XXXX saat
membutuhkan perawatan medis. Bayi ibu tersebut memiliki kelainan pencernaan
sehingga kondisi fisiknya naik turun. Suaminya, sudah berusaha sekuat tenaga
membawa istrinya ke RSUD XXXX. Awalnya, dia membawa bayi itu ke Puskesmas di
dekat rumahnya. Namun, pihak puskesmas mengatakan penuh, tidak ada kamar kosong
untuk bayi. Kemudian, mereka membawa ibu tersebut ke puskesmas lainnya. Namun
hasilnya sama. Selanjutnya bergerak ke RSUD XXXX, jawaban yang diterima tidak
jauh beda, yakni tidak ada kamar kosong dan para perawat tengah disibukkan oleh
pasien lain. Setelah 12 jam tak ada yang bisa merawat putri pertama pasangan
itu. Akhirnya, ibu bayi tersebut meninggal dunia.
Salah satu prinsip penting yang
wajib dilindungi oleh Indonesia sebagai negara hukum adalah hak asasi manusia
(HAM). Demikian pula Indonesia, pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) telah merinci HAM yang tertuang pada
Pasal 28 (28 A sampai dengan 28 J). Salah satu unsur penting hak asasi manusia
adalah kesehatan, mengenai hal tersebut konstitusi kita menyebutkan bahwa:
“Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.”
Sebagai unsur HAM, maka pemenuhan
kesehatan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab Negara, utamanya pemerintah
sebagai yang dimaksud UUD NRI 1945 amandemen Pasal 28I ayat (4) yang menetapkan
bahwa, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia
adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
Bentuk dari peraturan pelaksana dari
pelayanan kesehatan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Kesehatan. Undang-Undang
Kesehatan tidak menyebutkan mengenai pelayanan kesehatan pengertian pelayanan
kesehatan dirumuskan sebagai Upaya Kesehatan. Upaya Kesehatan diatur dalam
Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang
berbunyi:
“Upaya kesehatan adalah setiap
kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu,
terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan,
pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat.”
Dalam permasalahan kesehatan
masyarakat, pemerintah berkewajiban memastikan warga negaranya tidak sakit dan
juga berkewajiban untuk memenuhi hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat dan
terselenggaranya kondisi-kondisi yang menentukan kesehatan rakyat, karena
kesehatan telah menjadi bagian dari kehidupan warga Negara, dan untuk
menjalankan amanat tersebut Negara harus memenuhi azas pembangunan kesehatan
seperti tertulis dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yaitu:
“Pembangunan kesehatan
diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat,
perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan
nondiskriminasi dan norma-norma agama.”
Jika azas pembangunan dapat
terpenuhi maka jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi
dengan baik dan upaya kesehatan bagi masyarakat akan lebih menyeluruh hingga
berbagai lapisan masyarakat. Dalam pelayanan kesehatan tidak kalah pentingnya
peran pemerintah untuk memperhatikan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana
layanan kesehatan yang memadai sehingga dapat mencakup semua golongan
masyarakat, tidak hanya untuk suatu golongan tertentu yang berpengaruh tetapi
termasuk didalamnya golongan masyarakat tidak mampu, untuk menikmati kebaikan
pelayanan medis dalam kondisi yang dibutuhkan.
Pelayanan kesehatan, tidak baik akan
berakibat merugikan kepentingan masyarakat yang memerlukan pelayanan medis.
Terlebih apabila RSUD XXXX tidak memberikan pelayanan yang layak sesuai
prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang dapat
menyebabkan pasien menderita kerugian sehingga mengakibatkan menderita
kecacatan ataupun kematian maka hal tersebut merupakan tindak pidana dan dapat
dipidanakan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
Permasalahan diatas merupakan contoh
buruknya pelayanan kesehatan terhadap pasien sehingga menimbulkan kematian.
Bagi pelayanan kesehatan atau RSUD XXXX yang memberikan pelayanan kesehatan
atau pelayanan medis yang tidak selayaknya dan menyebabkan kerugian bagi
pasien, hal ini dapat dikategorikan tindak pidana hal ini diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 304 dan 531 KUHP.
Buruknya pelayanan kesehatan ataupun
penolakan perawatan medis terhadap pasien dapat dikatakan sebagai tindakan
malprakter, pengertian malpraktek yaitu: “Adanya unsur kesalahan dokter
dan/atau tenaga kesehatan, karena tidak mempergunakan pengetahuan dan tingkat
ketrampilan sesuai dengan profesi yang dimilikinya, sehingga menyebabkan pasien
terluka atau cacat bahkan sampai meninggal dunia.”
No comments:
Post a Comment