Sunday, September 16, 2018

ETIKA PELAYANAN KESEHATAN




KASUS SEPUTAR PELAYANAN BPJS PASIEN RAWAT INAP
PADA BAGIAN TP2RI (TEMPAT PENDAFTARAN PASIEN RAWAT INAP DAN UGD)
RSUD XXXX

Kecelakaan merupakan salah satu musibah yang sering terjadi di Indonesia. Penyebab utamanya adalah ketidakdisiplinan pengendara terhadap rambu-rambu lalu lintas. Oleh karena itu asuransi kesehatan sangat penting untuk mengcover apabila sewaktu-waktu terjadi kecelakaan lalu lintas.
Langkah-langkah untuk menggunakan asuransi BPJS apabila terjadi kecelakaan lalu lintas:
1.      Membawa ke rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan dan masuk melalui unit gawat darurat (UGD),
2.      Apabila terjadi kecelakaan lalu lintas yang melibatkan 2/ lebih korban maka pertama kali yang harus diurus adalah asuransi Jasa Raharja. Setiap tahunnya pemilik kendaraan membayar asuransi Jasa Raharja, oleh karena itu BPJS ingin asuransi Jasa Raharja digunakan terlebih dahulu kemudian BPJS akan menanggung sisa kekurangan apabila asuransi dari Jasa Raharja tidak mencukupi. Jumlah jasa Raharja yang diberikan untuk luka-luka adalah 10 juta rupiah,
3.      Pergi ke Polsek/Polres setempat dimana terjadi lokasi TKP, lalu membawa keterangan kecelakaan dan pengantar untuk Jasa Raharja. Jasa Raharja yang diurus adalah kabupaten di wilayah TKP. Apabila sudah yakin bahwa biaya rumah sakit melebihi 10 juta rupiah, sekalian membuat surat pengantar untuk BPJS dari Polsek/Polres setempat,
4.      Pergi ke kantor Jasa Raharja setempat untuk mendapatkan surat keterangan untuk memperoleh asuransi kepada rumah sakit. Kemudian menyerahkannya kepada rumah sakit setempat,
5.      Lampiran bukti surat jaminan asuransi dari Jasa Raharja dan juga surat keterangan untuk BPJS dari Polsek/Polres setempat diserahkan kerumah sakitmaksimal H+3 setelah masuk UGD dan dirawat inap. 

Sementara untuk kasus kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab Jasa Raharja (RJ), namun untuk masalah kecelakaan ini memang ada keterkaitan antara Jasa Raharja, BPJS Kesehatan dan juga BPJS Ketenagakerjaan.
Berdasarkan Undang-undang No 35 tahun 1965, Undang-undang Nomor 34 tahun 1985 dan juga Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 1965, bahwa korban kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab jasa raharja (RJ), Untuk kondisi luka-luka karena kecelakaan, pihak jasa raharja hanya bisa menanggung santunan hingga 10 juta.  dengan catatan harus ada laporan polisi (LP), ini adalah wajib karena jika tidak maka tidak bisa ditanggung oleh Jasa Raharja.
Bisa juga menjadi jaminan bpjs ketenagakerjaan jika kategori kecelakaannya adalah kecelakaan yang berkaitan dengan kasus kecelakaan kerja, seperti misalnya kecelakaan ketika berangkat kerja atau kecelakaan ketika pulang dari pekerjaan. dengan catatan kategori kecelakaannya adalah kecelakaan tunggal yang memang tidak dijamin oleh JR.
Selain itu Maka bisa dialihkan ke BPJS Kesehatan yaitu kecelakaan yang bukan kategori kecelakaan kerja dan kecelakaan yang tidak dijamin oleh Jasa Raharja, dengan persyaratan harus disertai Laporan Polisi, dan surat keterangan tidak dijamin oleh Jasa Raharja. 
Prosedurnya memang sedikit ribet dan banyak dikeluhkan oleh peserta BPJS kesehatan yang kebetulan mengalami kecelakaan, itu dikarenakan perlunya kejelasan kategori kecelakaan, apakah tanggung jawab jasa raharja, bpjs ketenagakerjaan atau bpjs kesehatan.
Ruangan TP2RI RSUD XXXX merupakan bagian dari instalasi Rekam Medik yang berfungsi sebagai tempat pendaftaran pasien rawat inap dan UGD baik pasien umum ataupun BPJS. Beberapa hari yang lalu tepatnya hari minggu, tanggal 03 september 2018 petugas TP2RI melayani pasien peserta BPJS berupa Askes PNS daerah kls I dengan kasus kecelakaan. Pasien tersebut berinisial “Ss”. Berdasarkan Undang-undang No 35 tahun 1965, Undang-undang Nomor 34 tahun 1985 dan juga Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 1965, bahwa korban kecelakaan tunggal adalah tanggung jawab jasa raharja (RJ), dengan catatan bahwa peserta BPJS dengan kasus kecelakan diwajibkan melampirkan bukti lapor polisi. Hal ini untuk membuktikan apakah biaya perawatannya ditanggung oleh pihak Jasa Raharja saja atau dibantu oleh pihak BPJS.
Kasus ini berawal ketika pihak rumah sakit dalam hal ini petugas TP2RI informasi tersebut. Keluarga pasien merasa keberatan jika harus dilaporkan ke kantor polisi dalam hal ini lantas setempat. Dengan alasan bahwa kasus ini adalah kasus tabrakan dan pelakunya masih ada hubungan kerabat dengan korban, sehingga menurut mereka jika harus berurusan dengan pihak kepolisian itu berarti mereka tidak memiliki jiwa sosial, dan beranggapan bahwa aturan ini ada-ada saja hanya mempersulit pelayanan. Dan yang lebih parah lagi keluarga pasien yg komplain tersebut ternyata seorang oknum polisi yang seharusnya dia juga tahu tentang aturan tersebut.
Keluarga pasien tersebut bersikeras untuk memanfatkan BPJSnya tanpa ada laporan polisi, sementara petugas rumah sakit terkait juga tetap menyampaikan aturan tersebut bahkan lebih rinci lagi menjelaskan tentang kemungkinan besarnya biaya perawatan yang harus ditanggung oleh keluarga pasien jika tidak mengikuti prosedur tersebut, sehingga terjadi ketegangan antara pihak keluarga pasien dan pihak rumah sakit. Dan pada akhirnya keluarga pasien tersebut bersedia mengurus laporan polisi.

Tinjauan kasus
Hal yang bisa ditinjau atau dipertanyakan adalah apakah sikap dan tindakan staf TP2RI tersebut tidak memiliki jiwa sosial seperti yang diungkapkan keluarga pasien. Apakah petugas tersebut melanggar kode etik profesi dengan menyampaikan informasi bahwa prosedur ini adalah salah satunya untuk mengantisipasi jika nanti biayanya melebihi tanggungan Jasa Raharja. Apakah informasi yang disampaikan petugas tersebut sudah sesuai dengan informasi BPJS terkini. Dihubungkan dengan kode etik profesi kesehatan masyarakat indonesia, tertulis bahwa:
a.      Bab II pasal 6 bahwa: dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, selalu berorientasi kepada masyarakat sebagai satu kesatuan yang tidak terlepas dari aspek sosial, ekonomi, politik, psikologis dan budaya.
b.      Bab II pasal pasal 13 bahwa: dalam menjalankan tugas dan fungsinya harus berdasarkan antisipasi kedepan, baik dan menyangkut masalah kesehatan lain yang berhubungan atau mempengaruhi kesehatan penduduk.
c.       Bab IV pasaL 20 bahwa: ahli kesehatan masyarakat senantiasa berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi.




KASUS PENOLAKAN PELAYANAN MEDIS OLEH RSUD XXXX TERHADAP PASIEN YANG MEMBUTUHKAN PERAWATAN DARURAT

            Salah satu contoh terhadap buruknya pelayanan kesehatan yaitu seorang ibu meninggal setelah ditolak RSUD XXXX saat membutuhkan perawatan medis. Bayi ibu tersebut memiliki kelainan pencernaan sehingga kondisi fisiknya naik turun. Suaminya, sudah berusaha sekuat tenaga membawa istrinya ke RSUD XXXX. Awalnya, dia membawa bayi itu ke Puskesmas di dekat rumahnya. Namun, pihak puskesmas mengatakan penuh, tidak ada kamar kosong untuk bayi. Kemudian, mereka membawa ibu tersebut ke puskesmas lainnya. Namun hasilnya sama. Selanjutnya bergerak ke RSUD XXXX, jawaban yang diterima tidak jauh beda, yakni tidak ada kamar kosong dan para perawat tengah disibukkan oleh pasien lain. Setelah 12 jam tak ada yang bisa merawat putri pertama pasangan itu. Akhirnya, ibu bayi tersebut meninggal dunia.
            Salah satu prinsip penting yang wajib dilindungi oleh Indonesia sebagai negara hukum adalah hak asasi manusia (HAM). Demikian pula Indonesia, pada amandemen kedua Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 (UUD NRI 1945) telah merinci HAM yang tertuang pada Pasal 28 (28 A sampai dengan 28 J). Salah satu unsur penting hak asasi manusia adalah kesehatan, mengenai hal tersebut konstitusi kita menyebutkan bahwa: “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.”
            Sebagai unsur HAM, maka pemenuhan kesehatan bagi masyarakat merupakan tanggung jawab Negara, utamanya pemerintah sebagai yang dimaksud UUD NRI 1945 amandemen Pasal 28I ayat (4) yang menetapkan bahwa, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
            Bentuk dari peraturan pelaksana dari pelayanan kesehatan adalah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, yang selanjutnya disebut dengan Undang-Undang Kesehatan. Undang-Undang Kesehatan tidak menyebutkan mengenai pelayanan kesehatan pengertian pelayanan kesehatan dirumuskan sebagai Upaya Kesehatan. Upaya Kesehatan diatur dalam Pasal 1 ayat (11) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang berbunyi:
            “Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat.”
            Dalam permasalahan kesehatan masyarakat, pemerintah berkewajiban memastikan warga negaranya tidak sakit dan juga berkewajiban untuk memenuhi hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat dan terselenggaranya kondisi-kondisi yang menentukan kesehatan rakyat, karena kesehatan telah menjadi bagian dari kehidupan warga Negara, dan untuk menjalankan amanat tersebut Negara harus memenuhi azas pembangunan kesehatan seperti tertulis dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yaitu:
            “Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender, dan nondiskriminasi dan norma-norma agama.”
            Jika azas pembangunan dapat terpenuhi maka jaminan pelayanan kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan upaya kesehatan bagi masyarakat akan lebih menyeluruh hingga berbagai lapisan masyarakat. Dalam pelayanan kesehatan tidak kalah pentingnya peran pemerintah untuk memperhatikan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana layanan kesehatan yang memadai sehingga dapat mencakup semua golongan masyarakat, tidak hanya untuk suatu golongan tertentu yang berpengaruh tetapi termasuk didalamnya golongan masyarakat tidak mampu, untuk menikmati kebaikan pelayanan medis dalam kondisi yang dibutuhkan.
            Pelayanan kesehatan, tidak baik akan berakibat merugikan kepentingan masyarakat yang memerlukan pelayanan medis. Terlebih apabila RSUD XXXX tidak memberikan pelayanan yang layak sesuai prosedur yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang dapat menyebabkan pasien menderita kerugian sehingga mengakibatkan menderita kecacatan ataupun kematian maka hal tersebut merupakan tindak pidana dan dapat dipidanakan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.
            Permasalahan diatas merupakan contoh buruknya pelayanan kesehatan terhadap pasien sehingga menimbulkan kematian. Bagi pelayanan kesehatan atau RSUD XXXX yang memberikan pelayanan kesehatan atau pelayanan medis yang tidak selayaknya dan menyebabkan kerugian bagi pasien, hal ini dapat dikategorikan tindak pidana hal ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Pasal 304 dan 531 KUHP.
            Buruknya pelayanan kesehatan ataupun penolakan perawatan medis terhadap pasien dapat dikatakan sebagai tindakan malprakter, pengertian malpraktek yaitu: “Adanya unsur kesalahan dokter dan/atau tenaga kesehatan, karena tidak mempergunakan pengetahuan dan tingkat ketrampilan sesuai dengan profesi yang dimilikinya, sehingga menyebabkan pasien terluka atau cacat bahkan sampai meninggal dunia.”
 


No comments: